PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik dikenal juga sebagai nephrosis adalah suatu kondisi yang
ditandai adanya proteinuria dengan nilai dalam kisaran nefrotik, hiperlipidemia,
dan hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis,
sebagai hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara massif. Karenanya,
sindrom nefrotik sendiri sebenarnya bukan penyakit, tetapi manifestasi berbagai
penyakit glomerular berbeda. Sindrom nefrotik ini sering terjadi pada anak anak.
Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan
penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta
koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan
kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada
dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%.
Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema
dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai
20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid
umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik.
Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada
glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah
sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik
dikarenakan etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta
histopatologinya. Dalam refrat ini selanjutnya pembahasan mengenai maisfestasi
klinik, diagnosis dan penatalaksanaan akan dititk beratkan pada sindrom nefrotik
primer. Terutama sub kategori minimal change nephrotic syndrome (MCNS),
fokal
segmental
glomerosclerosis
(FSGS)
serta
membrano
proloferatif
glomerulonephritis (MPGN).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindroma nefrotik merupakan kelainan kronik yang umum, dicirikan dengan
adanya perubahan permeabilitas dinding kapiler glomerulus, yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk membatasi hilangnya protein. Proteinuria pada sindroma
nefrotik didefinisikan sebagai keluarnya protein melebihi 1000 mg/m2 per hari
atau rasio protein terhadap kreatinin melebihi 2 mg/mg. Proteinuria pada anakanak dengan sindroma nefrotik secara utama berhubungan dengan albumin.
Sindroma nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala :
1. Proteinuria massif ( 40 mg/m3 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik +2)
2. Hipoalbuminemia 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia
Pada buku lain disebutkan bahwa yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl.
Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
2.2 Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. Dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5
tahun.
Insiden SN pada anak di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-4 kasus
baru per 100.000 anak per tahun. Di Negara berkembang insidennya lebih tinggi.
Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun. Perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2 : 1. Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik
pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom
nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak.
2
Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan
kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi
minimal. Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai
dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS)
merupakan sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi
kejadiannya cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis
(MPGN) merupakan sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada
anak yang lebih besar dan dewasa. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik pada
anak dan dewasa dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan penyakit
virus lain.
2.3 Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain SLE, purpura henoch schonlein, dan lainlain.
Sindroma nefrotik pada anak-anak secara utama bersifat primer atau
idiopatik walaupun dalam jumlah kecil kasus merupaka sekunder karena agen
infeksi dan penyakit sistemik dan glomerular lainnya. Etiologi SN juga
bergantung pada umur pasien. SN yang terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan
(SN kongenital) mungkin merupakan akibat sekunder infeksi intrauterine seperti
sifilis congenital, toksoplasmosis, dan penyakit sitomegalovirus. Selain itu, dapat
juga karena penyakit genetik.
Walaupun tidak ada penelitian sistematik mengenai etiologi SN yang terjadi
pada tahun pertama kehidupan (3-12 bulan), terdapat data yang menunjukkan
bahwa terdapat hingga 40% kasus selama periode tersebut mungkin disebabkan
karena genetik. Selama tahun pertama kehidupan dan pada dekade pertama,
kebanyakan kasus bersifat primer/idiopatik, sedangkan jumlah kasus SN yang
bersifat sekunder meningkat pada 10 tahun pertama kehidupan.
klasifikasi
histopatologik
sindrom
nefrotik
pada
anak
Sindrom nefrotik primer pada anak sebagian besar (80 90%) mempunyai
gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM). Gambaran
patologi anatomi lainnya adalah GSFS (7 8%), GNPMD (1,9 2,3%), GNMP
(6,2%), dan GM (1,3%). Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar
SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS (80
85%) tidak responsif (resisten steroid). Onset gejala SNKM biasanya terjadi pada
usia 2 6 tahun, tetapi 30% SNKM juga terjadi pada usia dewasa muda.
b. Sindroma Nefrotik Sekunder
Adalah sindrom nefrotik yang timbul sebagai akibat dari suatu penyakit
sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah:
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema.
2. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
2.4 Patogenesis
Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu :
Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi
reaksi antigen dan antibodi yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini
kemudian menyebabkan sistem komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga
komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian
terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi
terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membran basalis
glomerulus (MBG) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C 3 yang ada
dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas MBG terganggu
sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati MBG sehingga dapat
dijumpai dalam urine.
Perubahan Elektrokemis
Proteinuria
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
Clearance IgG
Clearance Transferin
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang
secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap
kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective
Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan
tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme
protein yang berlebihan dan nutrional deficiency.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus
dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan
edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini
timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan
intravaskuler
tetap
normal.
Retensi
cairan
selanjutnya
mengakibatkan
Kelainan glomerulus
10
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma
Edema
Gambar 3. Terbentuknya Edema Menurut Teori Underfilled
11
Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi
natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke
dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume
plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai
akibat hipervolemia.
Kelainan glomerulus
Volume plasma
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Edema
Gambar 5. Terjadinya Edema Menurut Teori Overfilled
12
Edema
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis
penyakit
glomerulus
mungkin
merupakan
suatu
kombinasi
13
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis.
Edema (sembab) merupakan manifestasi klinik yang menonjol, kadangkadang mencapai 40% dari berat badan. Pada fase awal, sembab sering bersifat
intermiten dan biasanya mulai tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum, atau labia).
Anak-anak dengan asites dapat mengalami restriksi pernafasan dengan
kompensasi berupa takipnea. Akhirnya, sembab menjadi menyeluruh dan masif
(edema anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab
muka pada pagi hari waktu bangun tidur dan kemudian menjadi bengkak pada
ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak dan meninggalkan
bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit
menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat
pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut
terjadi karena proteinuria dan hipoalbuminemia terjadi lebih hebat pada pasien
SNKM.
Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu
mungkin terdapat hematuria, azotemia, dan hipertensi ringan. Hipertensi dapat
dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian ISKDC menunjukkan
bahwa 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari
90th persentil umur. Selama edema masih banyak biasanya produksi urin
berkurang (oliguri) dan berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau
berupa torak hialin, granula, lipoid, dan dapat pula ditemukan leukosit.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan oleh
sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan oleh sintesis albumin yang
meningkat atau edema, atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh
karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun
karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi
berat, terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat
14
menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi
abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu,
bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan diuretik. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih
pucat.
Anak sering mengalami gangguan psikososial seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang
sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan
respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh
anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama
menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam, biasanya berkisar antara 1 10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien
dengan tipe yang lain. Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit,
toraks hialin dan toraks eritrosit.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum <
2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik dan
umumnya berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar
lipid tetap tinggi sampai 1 3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, tetapi tidak
dapat dijadikan pertanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan
albumin-globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia dan
peningkatan kadar fibrinogen, sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat pula
menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar bersama urin.
Kadang-kadang didapatkan protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid.
Pada 10% kasus terdapat defisiensi faktor IX. Laju endap darah meninggi, kadar
kalsium darah sering rendah, dan pada keadaan lanjut kadang terdapat glukosuria
tanpa hiperglikemia.
15
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan
SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal
tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak
langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG
ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran
ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.
16
hematokrit, LED)
Kadar albumin dan kolesterol plasma
Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin denga cara klasif atau
17
normotensi.
Mempunyai respon yang baik terhadap kortikosteroid, dengan remisi
probenesid).
30-50% terjadi pada orang dewasa
Manifestasi lambat, udem, proteinuria 10 gr/hari dan sifatnya non selektif
(tidak hanya albumin),hematuria makroskopik (terutama pada anak-anak,
memperlihatkan sklerosis
segmental dan lokal pada stadium awal, tapi akhirnya mengenai glomerulus.
18
faal ginjal.
20% pada anak, 10-20% pada dewasa
Remisi dapat mencapai 25% pada anak-anak. Progresifitas penyakit menjadi
4. Glomerulopati Lesi proliferatif (GLP), atau Glomerulopati lesi membranoproliferatif (GLMP), atau Glomerulopati mesangiokapiler (GMK)
kelainan histopatologi berupa proliferasi sel mesangium yang sangat luas
sehingga membran basal seolah terputus-putus. Mikroskop elektron :
Terlihat deposit yang electrone-dense, terletak sub epitelia dimana pada
stadium lanjut akan terbenam pada membran basalis glomerulus. Mikroskop
imunofloresensi : Mengandung IgG dan komplemen C3 dengan gambaran
granuler.
Glomerulopati Lesi proliferatif idiopati jarang terjadi, biasanya sering
ditemukan pada usia adolesen dengan umur antara 15-30 tahun. Gambaran
klinik : sindroma nefrotik (30%), proteinuria dengan atau tanpa
19
edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua. Sebelum pengobatan
steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya positif
diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan TB diberikan OAT.
Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang
berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah
baring tidak perlu dipaksakan dan aktifitas disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah.
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya tidak terlalu
cepat memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 510% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu
10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak
dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel
berikut :
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik
Remisi
Kambuh
berturut-turut
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40
mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut,
dimana sebelumnya pernah mengalami
remisi
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan,
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
steroid saja
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut
selama masa tapering terapi steroid, atau
dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid
20
dihentikan
Gagal mencapai remisi meskipun telah
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
sebelumnya responsif-steroid
Tapp.off(remisi)
Stop
Mg 1
4
Remisi
8
Remisi
21
1.
Full dose
2. Alternating
Setelah 4 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Tapp.Off
Stop
Mg1
Remisi
4
Remisi
23
kecacingan.
Pengobatan Dengan Steroid Jangka Panjang
Sindroma nefrotik relaps sering
atau dependen steroid
prednison FD
Remisi
(2)
Relaps pada prednison > 0,5 mg/kgBB AD
prednison standar
24
Gambar
Keterangan :
(1). Langsung diberi CPA (+ prednison)
(2). Sesudah prednison jangka panjang, dilanjutkan CPA
(3). Sesudah prednison jangka panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPA
25
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi
anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen,
terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.
d. Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS)
Pengobatan SNRS sampai sekarang masih belum memuaskan. Sebelum
pengobatan dimulai sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran PA
ginjal, karena gambaran PA tersebut akan mempengaruhi prognosis.
Berikut alur pengobatan SNRS :
Prednison
40mg/m2LPB/hari
dosis
alternating
selama
pemberian
Prednison
40mg/m2LPB/hari
dosis
alternating
selama
pemberian
CD pred
ID pred
1
26
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan
selanjutnya dengan gabungan imunosupresan lain (endoxan secara CD dan
prednisone 40 mg/m2/hr secara ID.
2.11 Komplikasi
1. Syok akibat sepsis, emboli atau hipovolemia. Terjadi terutama pada
hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan hipovolemi
berat sehingga terjadi syok.
2. Trombosis akibat hiperkoagulabilitas, mungkin akibat gangguan system
koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma atau factor
V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi di system vena apalagi bila
disertai pengobatan kortikosteroid.
3. Infeksi, mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
4. Hambatan pertumbuhan. Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi
gangguan pertumbuhan (failure to thrive), hal ini dapat disebabkan
anoreksia hypoproteinemia, peningkatan katabolisme protein, atau akibat
komplikasi
penyakit
infeksi,
mal
absorbsi
karena
edem
saluran
gastrointestinal.
5. Gagal ginjal akut atau kronik
6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis,
gangguan emosi dan perilaku.
27
2.13
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Menderita pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun
Disertai oleh hipertensi
Disertai hematuria
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pronosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan
histopatologi.
Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak
kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan
prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik. Karena
pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50% mengalami 1-2
kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu 10 tahun
28
setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps setelah inisial
episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid menjadi steroid
resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1% pasien, dan
kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan
komplikasi ekstra renal.
Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental
glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak
pasien yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit
renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40%
dalam sepuluh tahun.
Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation mengalami
remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20% terjadi delayed
remisi. Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan sekitar 6%
menjadi renal isufisiensi yang progresif.
Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif glomerulonephropaty
umumnya kurang baik, dan keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada
beberapa study dinyatakan, tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian
pengobatan dengan tampa pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien
akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas H, Tambunan T, Trihono Pardede SO, editor. Konsensus atalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005.
29
2. Wila Wirya IG, . Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editor. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. h.381-426. 2002.
3. Bagga A., Mantan M. Nephrotic Syndrome in Children. Indian J Med Res
2005. 122: 13 28.
4. Chesney RW. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatric 1999;
11: 158-161.
5. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. Diakses
tanggal
18
Desember
2011
dari
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110ebtq258.htm
6. Rasheed Gbadegesin and William E. Smoyer. Nephrotic Syndrome. Diakses
tanggal
11
Desember
2011
dari
http://www.podonet.org/opencms/export/sites/default/podonet/podonet_en/pdf
/9780323048835_12.pdf. 2008.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Sindrom Nefrotik. Dalam Pedoman Pelayanan
Medis. Jilid 1. Jakarta : IDAI. 2010.
30