Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik pada anak maupun pada
dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak
jelas dan sebagian besar tampaknya bersifat imunologis. Glomerulonefritis
menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan
ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem
vaskulernya.1
Glomerulonefritis

merupakan

penyakit

peradangan

ginjal

bilateral.

Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan


atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3

1.2

Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1

a. Merangkum informasi teoritis dan klinis tentang glomerulonefritis akut.


b. Melatih keterampilan menyusun karya tulis ilmiah.
1.3

Manfaat
Manfaat yang diharapkan adalah bertambahnya pengetahuan dan pemahaman
tentang glomerulonefritis akut yang bermanfaat dalam praktek klinik.

BAB II
GLOMERULONEFRITIS AKUT

2.1

Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptokokus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan
istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.4
Glomerulonefritis akut (glomerulonefritis akut, glomerulonefritis
pascainfeksi) adalah suatu peradangan pada glomerulus yang menyebabkan
hematuria, dengan gumpalan sel darah merah dan proteinuria.5
Gomerulonefritis Akut Post Sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang
non-supuratif yang mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering
mengenai anak-anak.5

2.2

Epidemiologi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada
golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan
paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada
laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko
yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan
dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang
yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak
sehat.4,5,6,7

2.3

Etiologi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul


setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49,
55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus,
timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini
mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 1015%.4,5
Streptokokus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa 8:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi
dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri antara lain streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus
Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus
albus, Salmonella typhi dll.
2. Virus antara lain hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,
influenza, parotitis epidemika dll.
3. Parasit antara lain malaria dan toksoplasma.
2.4

Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang
4

merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks


antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya
komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus
(IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel
yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar
ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat
sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular
dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi
PMN.9
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat
dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.10
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks
ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
5

C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen


spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.11,12
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun
dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.8
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terjadi cascade dari sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang
dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi
filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel,
maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan
pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel,
maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis
glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian
ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama.
Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi,
dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara komplekskompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis,
tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat
lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat,
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.4,5
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik
mengajukan hipotesis sebagai berikut 7:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.

2.5

Gejala Klinis
Glomerulonefritis pascastreptokokus biasanya didahului oleh infeksi saluran
napas atas atau kulit oleh kuman streptokokus dan strain nefritogenik. Masa laten antara

faringitis dan timbulnya GNA biasanya 10 hari dan pada infeksi kulit dalam waktu 21
hari. Gejala klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi,
sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat
membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non-glomerulus, biopsi ginjal masih
sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.1
Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara
bersama, seperti misalnya pada sindrom nefrotik gejala klinisnya terutama terdiri dari
proteinuria masif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.
Sebagian besar anak dengan kelainan glomerulus menunjukkan proteinuria
atau hematuria yang ditemukan pada saat pemeriksaan urin, atau hipertensi yang
ditemukkan saat pemeriksaan fisik. Sebagian kecil pasien menunjukkan tanda sembab
sebagai gejala awal. Perlu diperhatikan riwayat penyakit pasien dan keluarganya.
Pemeriksaan pada pasien dengan hematuria harus dilengkapi dengan pemeriksaan untuk
mencari adanya trauma disuria, dan tanda kelainan kemih lainnya; riwayat hematuria
dalam keluarga, gangguan fungsi ginjal, tuli tipe sensorineural (nefritis herediter);
riwayat hematuria dalam keluarga yang tanpa komplikasi (hematuria familial) dan
sebagainya.1
Riwayat yang spesifik pada anak dengan proteinuria, misalnya sembab
periorbital, pratibial, skrotum atau anasarka pada sindrom nefrotik, yang pada awalnya
berupa sembab muka pada waktu bangun tidur dan menghilang pada siang hari; tetapi
kemudian sembab akan menetap jika bertambah hebat atau menjadi anasarka. Sering
disangka sebagai reaksi alergi, bertambahnya berat badan dengan cepat akibat ekspansi
cairan ekstraseluler (dengan keluhan pakaian menjadi sempit atau perut buncit), jumlah
urin berkurang, anoreksia dan mudah lelah. Pada kasus yang lebih berat terdapat
anoreksia, sakit kepala, muntah dan bahkan kejang, kadang disertai tanda penurunan
fungsi ginjal seperti mudah lelah, lambat tumbuh dan anemia.1
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan
jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan

menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak
beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala
panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang
menyertai penderita GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
2.6

vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 1,2


Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria
makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum
meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya
menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan
tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,4,7
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar
komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.
Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang
juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.2,12
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji
serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap

beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 7580% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus
tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen
sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan
adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif.
Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji
titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.
kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai
2.7

diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
Gambaran Histopatologi
Makroskopik
Ginjal pada Glomerulonefritis akut membesar simetrik, sampai tegang danmudah dikupas,
permukaan licin, merah tengguli. Kadang-kadang tampak titik-titik hemoragik fokal.
Pada penampang, kortex tampak sembab dan melebar; kortex dan medula berbatas
jelas. Glomerlurus dapat terlihat sebagai titik-titik putih kelabu, kadang-kadangterdapat
daerah-daerah merah fokal. Piramida-piramida dan pelvis kongestif atau
normal.
Mikroskopik
Tampak hampir
tampak

membesar

semua
dan

glomerulus
hiperseluler.

terkena.Glomerulus

Karena

itu

disebut

juga

glomerulonephritis acuta proliferativa.Belum ada kesepakatan mengenai jenis sel


yang berproliferasi, kemungkinan ialah endotelial, mesangial atau sebukan sel
monokleus. Sebukanlekosit polimorfonukleus mungkin ada. Akibat proliferasi
sel, lumen kapiler-kaliper tersumbat, dan glomelurus seolah-olah menjadi
avaskuler dan tidak m e n g a n d u n g d a r a h . K a d a n g - k a d a n g d a p a t p u l a
d i t e m u k a n t r o m b u s d a l a m kapiler-kaliper. Sekali-kali tampak nekrosis
fibrinoid dinding kapiler. Dalamr u a n g B o w m a n k a d a n g - k a d a n g d a p a t
d i t e m u k a n b a n y a k e r i t r o s i t . S e l a i n eritrosit, ruang Bowman berisi endapan
protein dan lekosit. Proliferasi sel epitelmungkin juga ada, tetapi hanya ringan, kadang10

kadang dengan pembentukkanbulan sabit (crescent) dan mungkin terjadi perlekatan


antara gelung glomerulusdan simpai Bowman. Membrana basalis kapiler dapat
menunjukkan penebalanfokal. Tubulus menunjukkan vakuolisasi lipoid dan
pembentukkan hyaline-droplet dalam sel epitel dan dilatasi tubulus proximalis.
Dalam tubulus dapatd i t e m u k a n b e r b a g a i t o r a k ( c a s t ) . P a d a b e n t u k
n e c r o t i k d a n h e m o r a g i k ditemukan torak eritrosit yang berdegenerasi dalam tubulus
distalis.Interstisium bersebukan lekosit polimorfonukleus atau sel mononukleus danm e n u n j u k k a n e d e m a
s e t e m p a t . P e m b u l u h d a r a h a r t e r i d a n a r t e r i o l t i d a k menunjukkan kelainan
jelas.
2.8

Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien
dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal
ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada
urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa
keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal
penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA
sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran
napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik
pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria),
sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah
faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,2,7,12
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa
hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa
glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis
membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik.
Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal
sakit.1,2,7,12

11

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat


membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan
proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama
tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan
glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain.
Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh
lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis
kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok
tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi
perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau
2.9

memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2,7


Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit diantaranya adalah :
1. Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti

2.10

gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.


3. Lupus Nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria.
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.1,4,11
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama
6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi

12

penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4


minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi

beratnya

glomerulonefritis,

melainkan

mengurangi

menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian


penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan
ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan
amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada
anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan
peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral
tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

13

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhirakhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus (Repetto dkk, 1972).
2.11

6. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
Komplikasi1,3,4,7
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran


jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.
2.12

Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel

14

glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi
normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam
waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulanbulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1,12
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok
yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh
sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami
proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada dewasa kurang baik. 1,4,12
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis
jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain
menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi
pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis
belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada
kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan
gagal ginjal kronik.1,4,12

15

BAB III
KESIMPULAN

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal


terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptokokus. Gomerulonefritis Akut Post Sterptokokus (GNAPS) adalah suatu
proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini
sering mengenai anak-anak.
Gejala klinis GNA antara lain proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk
Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal,
Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring
selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung
danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada
glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang
dewasa tidak begitu baik.

16

17

Anda mungkin juga menyukai