Anda di halaman 1dari 28

Definisi Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid arthritis (RA) adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan


peradangan kronis sendi-sendi. Rheumatoid arthritis dapat juga menyebabkan
peradangan dari jaringan sekitar sendi-sendi, begitu juga pada organ-organ lain
dalam tubuh. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi ketika jaringanjaringan tubuh dengan sembarangan (salah mengira) diserang oleh sistim
imunnya sendiri. Sistim imun adalah suatu organisasi yang kompleks dari sel-sel
dan antibodi-antibodi yang diciptakan secara normal untuk mencari dan
membasmi penyerbu-penyerbu tubuh, terutama infeksi-infeksi. Pasien-pasien
dengan penyakit autoimun mempunyai antibodi-antibodi didalam darahnya yang
menargetkan jaringan-jaringan tubuhnya sendiri, dimana mereka dapat
berkaitan dengan peradangan. Karena ia dapat mempengaruhi beragam organorgan tubuh lain, rheumatoid arthritis dirujuk sebagai suatu penyakit sistemik
dan adakalanya disebut penyakit rheumatoid.

Ketika rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit kronis, berarti ia dapat


berlangsung tahunan, pasien-pasien mungkin mengalami periode-periode
panjang tanpa gejala-gejala. Secara khas, bagaimanapun, rheumatoid arthritis
adalah suatu penyakit yang progresif yang berpotensi menyebabkan kerusakan
sendi dan ketidak mampuan fungsional.

Suatu sendi adalah dimana dua tulang-tulang bertemu untuk mengizinkan


gerakan dari bagian-bagian tubuh. Arthritis berarti peradangan sendi.
Peradangan sendi dari rheumatoid arthritis menyebabkan pembengkakan, nyeri,
kekakuan, dan kemerahan pada sendi-sendi. Peradangan dari penyakit
rheumatoid dapat juga terjadi pada jaringan-jaringan sekitar sendi-sendi, seperti
tendon-tendon, ligamen-ligamen, dan otot-otot.

Pada beberapa pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis, peradangan kronis


menjurus pada kerusakkan dari tulang rawan (cartilage), tulang, dan ligamenligamen, menyebabkan kelainan bentuk sendi-sendi. Kerusakan pada sendi-sendi
dapat terjadi pada awal penyakit dan dapat menjadi progresif. Lagi pula, studistudi telah menunjukan bahwa kerusakan yang progresif pada sendi-sendi tidak
harus berkorelasi dengan derajat dari nyeri, kekakuan, atau pembengkakan yang
hadir pada sendi-sendi.

Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit rematik (rheumatic) yang umum,


mempengaruhi kira-kira 1,3 juta orang-orang di Amerika, menurut data sensus
yang sekarang. Penyakit ini adalah tiga kali lebih umum pada wanita-wanita

daripada pada pria-pria. Ia menyebabkan sakit pada orang-orang dari semua


suku bangsa secara sama-sama. Penyakitnya dapat mulai pada segala umur,
namun ia paling sering mulai setelah umur 40 tahun dan sebelun umur 60 tahun.
Pada beberapa keluarga-keluarga, beragam anggota-anggota dapat dipengaruhi,
menyarankan suatu dasar genetik untuk kelainan ini.
Pengobatan Penyakit Artritis Reumatoid

Rheumatoid arthritis (RA)- adalah gangguan kronis inflamasi sistemik yang dapat
mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama menyerang sendi
fleksibel (sinovial). Penyakit ini di Indonesia sering juga disebut rematik saja.
Proses ini menghasilkan suatu respon inflamasi dari kapsul sekitar sendi
(sinovium) sekunder, pembengkakan (hiperplasia) sel sinovial, cairan sinovial
berlebih, dan pengembangan jaringan fibrosa (pannus) dalam sinovium. Patologi
dari proses penyakit sering menyebabkan penghancuran tulang rawan sendi
artikular dan ankilosis. Rheumatoid arthritis juga dapat menghasilkan
peradangan difus di paru-paru, membran di sekitar jantung (perikardium),
selaput paru-paru (pleura), dan putih mata (sclera), dan juga lesi nodular, yang
paling umum dalam jaringan subkutan. Meskipun penyebab rheumatoid arthritis
tidak diketahui, auto imunitas memainkan peran penting baik dalam kronisitas
dan proses berikutnya, dan RA dianggap sebagai penyakit auto imun sistemik.
Lihat klinik khusus penyekit Rematik yang ada di Indonesia. Lihat juga tulisan
tentang Tes Anti-CCP untuk mendiagnosis RA.

ujuan utama dari program pengobatan adalah sebagai berikut :

a. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan


b. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien
c. Untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi

Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus


dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara
pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang
merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat
memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu
yang cukup lama.2 Pengobatan pada penderita AR, meliputi :

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang


akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.

2. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikan sejak dini untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin, pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari,
kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala
toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.

3. DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs) digunakan untuk


melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis
reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah
2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid akan
berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko
manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis
reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski masih dalam
status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:

Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun


efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis
1500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4500
mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai
dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3
bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain,
atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.
D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam
dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar
250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping
antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan
lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan
intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg,

seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian


diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan
dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika
diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi
tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia,
dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan
dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering
ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
Obat imunosupresif atau imunoregulator. Metotreksat sangat mudah
digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang
lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak
menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20
mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk
artritis reumatoid masih dalam penelitian.
Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini
memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednison
5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam
mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan
secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika
terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih
dahulu.

4. Riwayat Penyakit alamiah AR sangat bervariasi. Pada umumnya 25% pasien


akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya
mengalami satu episode AR dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna).
Pada pihak lain sebagian besar pasien akan menderita penyakit ini sepanjang
hidupnya dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis
polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita AR yang progresif yang disertai
dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa dengan pengobatan yang
digunakan saat ini, sebagian besar pasien AR umumnya akan dapat mencapai
remisi dan dapat mempertahankannya dengan baik pada 5 atau 10 tahun
pertamanya. Setelah kurun waktu tersebut, umumnya pasien akan mulai
merasakan bahwa remisi mulai sukar dipertahankan dengan pengobatan yang
biasa digunakan selama itu. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien sukar
mempertahankan ketaatannya untuk terus berobat dalam jangka waktu yang
lama, timbulnya efek samping jangka panjang kortikosteroid. Khasiat DMARD
yang menurun dengan berjalannya waktu atau karena timbulnya penyakit lain
yang merupakan komplikasi AR atau pengobatannya. Hal ini masih merupakan

persoalan yang banyak diteliti saat ini, karena saat ini belum berhasil dijumpai
obat yang bersifat sebagai disease controlling antirheumatic therapy (DC-ART).

5. Rehabilitasi pasien AR merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat


kemampuan pasien AR dengan cara:

Mengurangi rasa nyeri


Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
Mencegah terjadinya deformitas
Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.

Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan


mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan
modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang
rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah
ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dalam penatalaksanaan AR.

6. Pembedahan dilakukan jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan


tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat. Jenis pengobatan ini pada
pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total
hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.

Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi


sistem imun terhadap jaringan tubuh sendiri karena terjadinya gangguan pada
fungsi normal dari sistem imun yang menyebabkan sistem imun menyerang
jaringan sehat.Penderita RA tidak dapat bebas bergerak karena merasakan kaku
dan nyeri di persendian dan pada umumnya tidak mampu melakukan kegiatan
fisik sehingga menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan dan menurunnya
kualitas hidup.
RA dan penyakit penyertanya (komordibitas) bahkan dapat menyebabkan
kematian dini karena pada kasus keparahan yang bersifat lanjut (berat) RA dapat
menyerang organ-organ penting, seperti mata, paru-paru atau pembuluh

darah.Kepada media massa (10/5), Prof. DR. dr. Harry Isbagio, SpPD-KR, K-GER
menjelaskan, bahwa terdapat lebih dari 100 jenis penyakit reumatik yang
mempunyai gejala dan tanda yang mirip, sehingga masyarakat awam sulit
membedakannya.
Terdapat mitos yang salah di masyarakat yang menganggap semua penyakit
reumatik disebabkan oleh asam urat. Padahal hanya 7% dari semua gangguan
reumatik yang disebabkan oleh arthritis gout (nama penyakit yang disebabkan
oleh asam urat). Prevalensi RA tidak terlalu tinggi, tetapi penyakit ini amat
progresif. Apabila tidak diobati dengan benar, maka dalam waktu singkat, yakni
sekitar 2 tahun, akan terjadi sendi cacat permanen, ujar dr. Harry.

Sampai saat ini penyakit RA tidak diketahui, namun demikian terdapat beberapa
faktor yang diduga dapat memicu terjadinya RA, antara lain infeksi kuman dan
faktor genetik.

Diagnosis RA ditegakkan dari gejala penyakit dan didukung oleh pemerikaan


laboratorium dan radiologis. Umumnya pasien mengeluh nyeri dan kaku sendi
pada pagi hari yang berlangsung selama 60 menit. Nyeri dan kekakuan sendi ini
berlangsung hampir setiap hari dan seringkali pula disertai kemerahan pada
sendi yang nyeri tersebut.

Sendi yang terkena pun cukup khas, karena seringkali menyerang sendi-sendi
kecil seperti sendi pada tangan dan pergelangan tangan dan umumnya terjadi
secara simetris, yaitu menyerang bagian kanan dan kiri tubuh. Pemeriksaan
aboratorium menunjukkan adanya kelainan pada parameter-parameter yang
menunjukkan peradangan seperti terjadinya peningkatan laju endap darah dan
peninggian kadar creative ptotein (CRP). Pada tahap dini, pemeriksaan radiologis
belum menunjukkan kelainan yang berarti.

Tata laksana pengobatan RA secara dini dapat memperbaiki fungsi,


menghentikan kerusakan pada sendi dan mencegah ketidakmampuan untuk

bekerja. Salah satu terobosan pengobatan yang dilakukan adalah dengan


menggunakan biologic agent.

Mengingat penyakit RA merupakan penyakit autoimun yang berlangsung lama,


seyogyanya pengobatan dengan obat biologis harus dilakukan dalam jangka
waktu yang cukup lama pula. Jadi sangat tidak tepat jika obat biologis digunakan
secara singkat. (bun)

Reumatoid artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian secara


simetris mengalami peradangan kronis (biasanya mengenai sendi-sendi kecil di
tangan dan kaki), sehingga terjadi pembengkakan, timbul rasa nyeri, serta
seringkali pada akhirnya menyebabkan kerusakan dan kelainan bentuk sendi.
Reumatoid artritis terjadi karena sistem kekebalan tubuh menyerang selaput
yang melapisi sendi (reaksi autoimun), sehingga terjadi peradangan yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan dan tulang yang
menyusun sendi. Tendon dan ligamen yang menyokong sendi bisa menjadi
lemah dan meregang. Umumnya, sendi akan mengalami perubahan bentuk dan
kesegarisannya.

Penyebab terjadinya gangguan ini belum diketahui secara pesti, tetapi berbagai
faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi terjadinya reaksi
autoimun. Faktor genetik bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mungkin memicu timbulnya penyakit (misalnya
infeksi virus atau bakteri tertentu).

Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya reumatoid artritis


antara lain :

Jenis kelamin. Reumatoid artritis lebih cenderung terjadi pada wanita


dibandingkan pria.
Usia. Reumatoid artritis bisa terjadi pada berbagai usia, tetapi paling sering
terjadi antara usia 40 - 60 tahun.
Riwayat keluarga. Jika terdapat anggota keluarga yang terkena reumatoid
artritis, maka risiko terjadinya penyakit lebih tinggi.

GEJALA

Tanda dan gejala reumatoid artritis bisa berupa :

Sendi-sendi membengkak, terasa hangat dan nyeri


Kekakuan sendi pada pagi hari (saat bangun tidur) yang bisa berlangsung
selama beberapa jam.
Benjolan-benjolan keras pada jaringan di bawah kulit di lengan (nodul
reumatoid)
Kelelahan, demam, dan penurunan berat badan

Sumber : http://www.webmd.com

Reumatoid artritis awalnya cenderung mengenai sendi-sendi kecil, terutama


sendi-sendi yang menghubungkan jari-jari ke tangan dan kaki. Seiring dengan
berjalannya penyakit, gejala seringkali menyebar ke lutut, pergelangan kaki,
siku, pinggul, dan bahu. Pada sebagian besar kasus, gejala-gejala muncul pada
sendi yang sama pada kedua sisi tubuh. Keparahan penyakit mungkin bervariasi.
Tanda dan gejala yang terjadi juga bisa hilang timbul.

Reumatoid artritis pada tangan menyebabkan penderita kesulitan untuk


mengerjakan tugas sehari-hari, seperti membuka knob pintu dan membuka tutup
botol. Reumatoid artritis pada sendi-sendi kecil di kaki menyebabkan penderita
merasa sakit untuk berjalan, terutama pada pagi hari setelah bangun tidur.

Peradangan kronis bisa menyebabkan kerusakan pada jaringan, termasuk tulang


rawan dan tulang, sehingga bisa terjadi kelainan bentuk dan gangguan fungsi
sendi yang terkena. Sendi bisa mengalami kontraktur sehingga tidak dapat
diregangkan atau digerakkan sepenuhnya. Jari-jari pada kedua tangan cenderung
membengkok ke arah kelingking, sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser
dari tempatnya.

Sumber : https://ufhealth.org

Pada kasus yang jarang, reumatoid artritis bahkan bisa mengenai sendi yang
berperan dalam mengatur pita suara, sehingga bisa terjadi perubahan nada
suara. Jika sendi ini mengalami peradangan, maka suara bisa menjadi serak.

Karena reumatoid artritis merupakan penyakit sistemik, maka peradangan bisa


mengenai organ-organ dan bagian tubuh lainnya diluar sendi. Berbagai
gangguan yang bisa terjadi pada reumatoid artritis antara lain :

Osteoporosis. Reumatoid artritis, dan juga obat-obat yang digunakan untuk


mengobatinya, bisa meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis.

Sindroma terowongan karpal (carpal tunnel syndrome). Jika reumatoid artritis


mengenai pergelangan tangan, maka peradangan yang terjadi bisa menekan
saraf yang terdapat didalamnya.
Gangguan jantung. Reumatoid artritis bisa meningkatkan risiko terbentuknya
peradangan dan sumbatan pada pembuluh darah arteri, demikian juga
peradangan pada lapisan yang meliputi jantung (perikarditis).
Penyakit paru. Orang-orang dengan reumatoid artritis lebih berisiko untuk
mengalami peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru, yang
menyebabkan penderita menjadi sesak nafas.
Sindroma Sjogren. Peradangan yang mengenai kelenjar mata dan mulut bisa
menyebabkan kekeringan pada daerah ini. Kekeringan pada mata bisa
menyebabkan terjadinya abrasi kornea.
Sindroma Felty, terjadi pada penderita reumatoid artritis dengan pembesaran
limpa dan penurunan jumlah sel darah putih.
Limfoma. Risiko terjadinya kanker kelenjar getah bening (limfoma) juga lebih
tnggi pada orang-orang dengan reumatoid artritis, terutama mereka yang terus
mengalami peradangan sendi yang aktif.
Peradangan pembuluh darah (vaskulitis). Vaskulitis bisa mengganggu suplai
darah ke jaringan dan menyebabkan kematian jaringan (nekrosis). Gangguan ini
awalnya seringkali tampak sebagai daerah hitam yang kecil di sekitar kuku atau
luka (ulkus) di tungkai.
Anemia.

DIAGNOSA

Reumatoid artritis bisa sulit untuk didiagnosa pada tahap awal, karena tanda dan
gejala yang ada mirip dengan banyak gangguan lainnya, seperti :
- Artritis gonokokal
- Penyakit Lyme
- Sindroma Reiter
- Artritis psoriatik
- Spondilitis ankilosing
- Gout
- Pseudogout

- Osteoartritis

Tidak ada pemeriksaan darah atau pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk
memastikan diagnosis.

Pada pemeriksaan fisik, bisa ditemukan adanya sendi-sendi yang membengkak,


tampak merah, dan terasa hangat. Selain itu, bisa dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti :

Pemeriksaan darah
- Penderita cenderung mengalami peningkatan laju endap darah (LED)
- Sebagian besar penderita mengalami anemia
- Kadang terdapat penurunan jumlah sel darah putih
- Sekitar 80% penderita memiliki rheumatoid factor; biasanya semakin tinggi
kadar faktor rematoid dalam darah, maka semakin berat penyakit yang terjadi
dan semakin jelek prognosisnya. Kadar antibodi ini bisa menurun jika
peradangan sendi berkurang dan akan meningkat jika terjadi serangan.
- Sebagian besar penderita reumatoid artritis ditemukan adanya antibodi antiCCP (Anti-Cyclic Citrullinated Peptide)
- Kadar C-reactive protein biasanya meningkat. Pemeriksaan ini berguna untuk
menentukan tingkat peradangan yang terjadi.
Pemeriksaan cairan sendi.
Rontgen, bisa menunjukkan adanya perubahan pada sendi.

Diagnosa reumatoid artritis didasarkan dari adanya kombinasi berbagai kriteria


berikut :

Adanya peradangan pada sendi-sendi yang khas untuk reumatoid artritis


Adanya peningkatan kadar rheumatoid factor, antibodi anti-CCP, atau
keduanya
Adanya pengingkatan kadar C-reactive protein(/em>, laju endap darah (LED),
atau keduanya
Gejala-gejala berlangsung setidaknya selama 6 minggu

PENGOBATAN

Belum ada pengobatan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan reumatoid


artritis. Tujuan terapi adalah untuk mengurangi peradangan sendi dan rasa nyeri,
memaksimalkan fungsi sendi, dan mencegah terjadinya kerusakan dan kelainan
bentuk sendi.

Penanganan yang diberikan meliputi :

- Istirahat dan Nutrisi

Sendi yang mengalami peradangan berat harus diistirahatkan, karena


pemakaian sendi bisa memperberat peradangan yang terjadi. Istirahat secara
teratur seringkali dapat membantu meredakan rasa nyeri, dan terkadang
istirahat total dapat membantu untuk meredakan kekambuhan penyakit yang
berat.

Pembidaian bisa dilakukan untuk mencegah pergerakan sendi (imobilisasi)


sehingga sendi dapat diistirahatkan, tetapi beberapa gerakan sendi tetap
diperlukan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan otot.

Tidak ada makanan tertentu yang dapat menyembuhkan reumatoid artritis atau
telah terbukti bisa menimbulkan kekambuhan penyakit. Makanan mengandung
minyak ikan (asam lemak omega-3) bisa membantu meredakan gejala pada
beberapa orang dengan reumatoid artritis. Selain itu, efek anti-peradangan dari
curcumin yang terdapat pada kunyit bisa bermanfaat untuk mengurangi gejalagejala penyakit.

- Obat-Obat untuk Reumatoid Artritis

Tujuan utama pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan dan mencegah


terjadinya kerusakan, kelainan bentuk, dan gangguan fungsi sendi.

Ada beberapa kategori obat yang digunakan untuk mengobati reumatoid artritis,
yaitu :

Obat anti-peradangan non-steroid (NSAID)


DMARDs (Disease-Modifyinng Antirheumatic Drugs)
Kortikosteroid
Obat yang menekan respon imunitas tubuh (obat imunosupresan)

Obat anti-peradangan non-steroid (NSAID)

NSAID biasanya digunakan untuk mengatasi gejala-gejala reumatoid artritis,


seperti pembengkakan dan rasa nyeri. Obat ini tidak dapat mencegah kerusakan
sendi akibat perkembangan reumatoid artritis.

NSAID sebaiknya tidak digunakan untuk orang-orang dengan gangguan saluran


cerna, seperti ulkus peptikum atau tukak lambung, karena NSAID bisa
menyebabkan gangguan lambung. Obat-obat golongan PPI (Proton Pump
Inhibitor) bisa digunakan untuk mengurangi risiko terjadinya gangguan saluran
cerna.

Efek samping lain yang bisa terjadi akibat pemakaian obat NSAID antara lain
sakit kepala, peningkatan tekanan darah, perburukan tekanan darah tinggi,
perburukan fungsi ginjal, pembengkakan, serta penurunan fungsi trombosit.
NSAID juga bisa meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung dan stroke.
Risiko ini tampaknya lebih tinggi jika obat digunakan dalam dosisi yang lebih
besar dan untuk waktu yang lebih lama.

DMARD (Disease-Modifyinng Antirheumatic Drug)

Obat ini menghambat perkembangan penyakit reumatoid artritis, sehingga


diberikan pada hampir semua penderita segera sesudah terdiagnosa. Meskipun
gejala berkurang dengan pemberian NSAID, tetapi DMARD tetap diperlukan
karena penyakit tetap berkembang meskipun gejala-gejala minimal atau tidak
ada. Pemberian kombinasi obat DMARD (misalnya methotrexate atau
sulfasalazine) mungkin lebih efektif ketimbang obat tunggal. Namun, karena

risiko efek samping yang mungkin terjadi berbahaya, maka pemakaian obat ini
harus dipantau secara ketat.

Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat yang paing efektif untuk mengurangi peradangan


dan gejala-gejala reumatoid artritis yang terjadi di bagian tubuh manapun,
termasuk peradangan pada selaput paru (pleuritis) dan selaput jantung
(perikarditis). Meskipun kortikosteroid efektif untuk pemakaian jangka pendek,
tetapi obat ini tidak dapat mencegah kerusakan sendi dan bisa menjadi kurang
efektif pada pemakaian jangka panjang, padahal reumatoid artritis biasanya aktif
selama bertahun-tahun.

Ada kontroversi mengenai pemakaian kortikosteroid apakah dapat


memperlambat perkembangan penyakit reumatoid artritis atau tidak. Selain itu,
pemakaian kortikosteroid jangka panjang hampir selalu menimbulkan efek
samping, hampir di seluruh organ tubuh. Efek samping bisa terjadi antara lain :
penipisan kulit, memar, osteoporosis, tekanan darah tinggi, kadar gula darah
yang tinggi dan katarak.

Oleh karena itu, kortikosteroid biasanya hanya digunakan untuk jangka pendek,
yaitu pada awal terapi untuk mengatasi gejala-gejala yang berat (sampai
didapatkan efek dari DMARD) atau saat terjadi kekambuhan penyakit yang berat
pada banyak sendi.

Karena risiko efek samping yang mungkin terjadi, kortikosteroid hampir selalu
digunakan dalam dosis terendah yang efektif. Orang-orang dengan ulkus
peptikum, tekanan darah tinggi, infeksi yang tidak teratasi, diabetes, dan
glaukoma sebaiknya tidak menggunakan obat kortikosteroid.

Obat Imunosupresan

Meskipun kortikosteroid menekan sistem kekebalan tubuh, tetapi ada obat-obat


lain yang lebih kuat menekan sistem kekebalan tubuh (obat imunosupresan).
Obat ini dapat memperlambat perkembangan penyakit dan mengurangi
kerusakan tulang pada sendi yang terkena.

Obat imunosupresan efektif untuk mengatasi reumatoid artritis berat. Obat ini
dapat menekan peradangan, sehingga pemberian kortikosteroid bisa dihindari
atau diberikan dalam dosis yang lebih rendah. Tetapi obat imunosupresan
memiliki efek samping yang berat dan toksisitas yang tinggi, misalnya gangguan
hati, risiko tinggi untuk terkena infeksi, penekanan produksi sel-sel darah di
sumsum tulang, perdarahan kandung kemih (pada pemakaian
cyclophosphamide), dan risiko terjadinya kanker tertentu (pada pemakaian
azathioprine dan cyclophosphamide).

- Terapi Lainnya

Terapi bukan obat yang dapat dilakukan antara lain berupa :

olahraga
terapi fisik, seperti pemijatan (massage), traksi, dan terapi pemanasan
terapi okupasi
pembedahan

Sendi yang meradang harus dilatih secara perlahan sehingga tidak terjadi
kekakuan. Setelah peradangan mereda, bisa dilakukan latihan aktif yang rutin,
tetapi jangan sampai terlalu lelah. Biasanya latihan akan lebih mudah jika
dilakukan di dalam air. Untuk mengatasi persendian yang kaku, perlu dilakukan
latihan yang intensif dan kadang digunakan pembidaian untuk meregangkan
sendi secara perlahan.

Tindakan bedah mungkin diperlukan untuk kasus tertentu yang tidak dapat
diatasi dengan obat-obatan, misalnya kelainan bentuk anggota gerak tubuh yang
membatasi penderita untuk beraktifitas.

Pembedahan untuk mengganti sendi lutut atau sendi pinggul merupakan cara
yang paling efektif untuk mengembalikan mobilitas dan fungsi sendi jika
penyakit telah mencapai tahap lanjut. Sendi juga bisa satukan, terutama pada
kaki, sehingga penderita bisa berjalan tanpa rasa nyeri, atau pada tulang
belakang untuk mencegah penekanan pada medula spinalis.

Perbaikan sendi dengan pemasangan sendi buatan dilakukan jika sendi telah
mengalami kerusakan berat sehingga memiliki fungsi yang terbatas.

Penderita yang menjadi cacat karena artritis rematoid bisa menggunakan alat
bantu untuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya dengan menggunakan
sepatu ortopedik atau sepatu atletik khusus.

Definisi
Artritis adalah suatu bentuk penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau
jaringan penunjang di sekitar sendi. Artritis merupakan suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan atau kaki) secara simetris mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Infeksi arthritis merupakan
peradangan yang disebabkan oleh bakteri, virus, Pasien menunjukan gejala
penyakit kronik yang hilang timbul, yang apabila tidak diobati akan menimbulkan
terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif dan
menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini
Penyakit ini biasanya muncul pada orang yang berusia 25-50 tahun, tetapi tidak
menutup kemungkinan penderitannya pada usia berapapun. Wanita lebih sering
terserang penyakit ini. Bagian tubuh yang biasa diserang oleh penyakit ini
adalah pada persendian jari, lutut, pinggul, dan tulang punggung. Artritis
merupakan penyakit degeneratif yang sifatnya menahun, serta dapat
menghambat aktifitas penderitanya.
Ada sekitar 200 jenis penyakit artritis, namun yang umum dikenal adalah jenis
artritis reumatoid, osteoatritis dan artritis pirai (gout).

Artritis Reumathoid
Adalah suatu penyakit inflamasi sistematik yang paling sering dijumpai,
menyerang sekitar 1% populasi dunia. Penyakit ini menyebabkan sinovitis, nyeri,
kerusakan sendi, dan gangguan fungsional. Dikarenakan kerusakan sendi yang
ditimbulkan tidak dapat diperbaiki, hal ini dapat dicegah dengan intervensi pada
bulan pertama setelah terserang penyakit. Artritis reumatoid menyerang
persendian kecil. Penyebabnya sejenis virus dan juga faktor genetik. Terapi yang
diberikan dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid untuk
menghilangkan nyeri.

II. Etiologi
Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius, disebabkan oleh
peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian.
Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari
tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Penyebab artritis reumatoid masih
belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah
terungkap. Penyakit ini tidak dapat ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan
genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DW4 (Human
Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada orang Kaukasia. Namun pada orang
Amerika, Afrika, Jepang, dan Indian Chippewa hanya ditentukan kaitan dengan
HLA-DW4. Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah
destruksi pencernaan oleh produksi, protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik
lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi,
serta dilepaskan bersama sama dengan radikal O2 dan metabolit asam
arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga
adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara
lokal Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus
merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang terbentuk dari sinovium yang
meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi
destruksi, kolagen, dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam
panus tersebut.
III. Faktor Predisposisi
Artritis reumatoid menyerang perempuan sekitar dua setengah kali lebih sering
dari pada laki laki, dengan insiden puncak antara usia 40 dan 60 tahun,
bermanifestasi sebagai nyeri atau kaku pada persendian, bengkak, sakit, rasa
panas, dan kemerahan. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan sistem imun
pada jaringan sendi yang menurun.
Beberapa faktor pencetus dari atritis reumatoid yang banyak menyebabkan
gejala, meliputi :
1. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan
Aktifitas klien dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan perhatian
yang lebih, karena ketika klien dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan
lagi untuk banyak bergerak, akan memberatkan kondisi klien yang menurun
terlebih lagi sistem imun yang sangat buruk. Sehingga klien dengan sistem
imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan perhatian lebih untuk
mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal ini
dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal klien yang tidak lagi seperti
usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal.

2. Lingkungan

Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya


perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung. Ketika
lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan besar klien
akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu
lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu,
kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan
bahkan kelumpuhan.
IV. Patofisiologi

Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang
menghasilkan enzim enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga
terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus.
Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi.

V. Gejala Klinis
Ada beberapa gejala/gambaran klinis yang kerap kali ditemukan pada klien yang
mengalami atritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus
pada saat yang bersamaan, karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
bervariasi. Artritis sering diawali dengan timbulnya rasa sakit serta lemah pada
sendi tangan dan pinggang. Juga disertai bengkak dan kadang terjadi
peradangan, tetapi sering tiba-tiba hilang. Beberapa gejala klinis yang kerap kali
terjadi pada para penderita atritis reumatoid ini, yakni :
1. Gejala-Gejala Konstitusional Beberapa gejala tersebut meliputi lelah,
anoreksia, berat badan menurun dan demam. Bahkan terkadang kelelahan yang
sangat hebat.
2. Poliatritis Simetris Terutama terjadi pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.Hampir
semua sendi diatrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di Pagi Hari Kejadian ini terjadi selama lebih dari 1 jam, dapat
bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoatritis, yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4. Atritis Erosif Atritis erosif merupakaan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan
ini dapat dilihat pada radiogram.
5. Deformitas Kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas

boutonniere dan leher angsa. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
6. Nodula-Nodula Reumatoid Nodula-nodula reumatoid adalah masa subkutan
yang ditemukan pada sekitar sepertiga penderita dewasa. Lokasi tersering yakni
di daerah sepanjang sendi sikut atau sepanjang permukaan ekstensor lengan.
Nodul ini merupakan tanda bahwa penyakit tersebut aktif.
7. Manifestasi Ekstraartikuler. Suatu prognosis dari penyakit ini yang
menandakan akut tidaknya penyakit ini. Manifestasi yang dihasilkan atritis
reumatoid yakni menyerang paru, jantung, mata, pembuluh darah. Kelainan
pada organ-organ tersebut meliputi :
a. Kulit Nodula subkutan Vaskulitis, bercak-bercak coklat Lesi-lesi ekimotik
b. Jantung
c. Perikarditis Temponade perikardium Lesi peradangan miokardium dan katup
jantung
d. Paru-paru --> Pleuritis dengan atau tanpa efusi Peradangan paru-paru
e. Mata--> Skleritis
f. Syaraf
g. Neuropati perifer Sindrom kompresi perifer (sindrom terowongan kapal,
neuropati syaraf ulnaris, paralisis peronealis, abnormalitas vertebra servikal)
h. Sitemik Anemia Osteoporosis generalisata Syndrome felty Sindrom Sjogren
(keratokonjungtivitis sika) Amiloidosis.
Kriteria Diagnostik Artritis Reumatoid dapat menjadi suatu proses yang
kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada
uji laboratorium yang positif. Perubahan perubahan pada sendi dapat minor
dan gejala gejala hanya bersifat sementara. Diagnostik tidak hanya bersandar
pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari
sekelompok tanda dan gejala.
Beberapa kriteria diagnostik dari atritis rematoid adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan Pagi Hari ( Morning Stiffness )
Penderita merasa kaku dari mulai bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 2
jam. Bahkan kadang-kadang sampai jam 11 siang rasa kaku tersebut baru mulai
berkurang.
2. Artritis pada tiga atau lebih sendi pembengkakan jaringan lunak sendi (soft
tissue swelling) bukan pembesaran tulang (hyperostosis). pembengkakan di sini
sekurang-kurangnya berlangsung sampai 6 minggu.
3. Artritis Sendi Sendi Jari Tangan

4. Nyeri pada sendi yang terkena bila digerakkan (Joint Tenderness On Moving)
sekurang-kurangnya didapati pada satu sendi.
5. Nyeri pada sendi bila digerakkan (pada sendi yang terkena), sekurangkurangnya pada sebuah sendi yang lain.
6. Artritis Simetris Poliartritis yang simetris dan serentak (Symmetrical
Polyartritis Simultaneously). Serentak di sini diartikan jarak antara rasa sakit
pada satu sendi disusul oleh sendi yang lain harus kurang dari 6 minggu.
7. Nodul Reumatoid Subkutan.
8. Faktor uji rema positif dalam serum ( Rheuma Factor Test Positif )
9. Adanya Kelainan Radiologik Pada sendi yang terpapar sekurang-kurangnya
didapat adanya dekalsifikasi atau erosi. Harus didapati dekalsifikasi pada atau
dekat dengan sendi yang terkena, tidak hanya perubahan degenerasi.
Perubahan-perubahan degenerasi tidak menyingkirkan adanya artritis reumatoid.
10. Pengendapan Mucin Kurang Pekat ( Poor Mucine Clot ) Bekuan mucin yang
buruk pada cairan sinovial (dengan gumpalan seperti awan). Adanya inflamasi
cairan sinovial disertai dengan 2000 sel darah putih/mm3 atau lebih tanpa
kristal, dapat dimasukkan dalam kriteria ini.
11. Gambaran Histologik Khas Gambaran histologik yang didapat yakni dari
sayatan benjolan reuma (Rheumatoid Nodule), sekurang-kurangnya 3 dari yang
disebut di bawah ini :
Adanya daerah sel-sel yang mati yang terletak ditengah-tengah ( Central Zone
of Cell Necrosis ).
Dikelilingi dengan sel-sel yang berproliferasi yang berjajar membentuk
gambaran jeruji sepeda.
Didapati sel-sel fibrosis di bagian tepinya
Adanya sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun.
Perubahan histologik yang paling menonjol dari atritis ini yakni adanya fokus
granulomatous dengan nekrosis sentral, dikelilingi oleh suatu palisade yang
terdiri dari proliferasi mononuklear, fibrosis perifer dan infiltrasi sel inflamasi
kronis. Ketika kita di klinis, tidak seluruh tanda-tanda yang disebut dalam kriteria
di atas dapat kita jumpai pada penderita AR mungkin hanya sebagian saja yang
tampak/kita temukan. Oleh sebab itu, diadakanlah pembagian kelas.
Bila didapati sekurang-kurangnya 7 dari 11 kriteria tersebut diatas maka
disebut classical RA (AR yang klasik)
Bila didapati hanya 5 saja, maka disebut definite RA (AR definit)
Bila hanya 3 saja maka probably RA (barangkali RA)

Bila hanya 1 saja, maka disebut possible AR (mungkin AR).


Seringkali penderita AR ini mulai mengeluh adanya rasa sakit dan
pembengkakan pada sendi-sendi kecil (jari tangan) dan dimulai sendi metacarpo
phalangeal dan disertai dengan bengkak yang khas pada pergelangan tangan
bagian dorsal. Bila kita melihat tanda-tanda ini, pikirkan kemungkinan AR
terlebih dahulu, lebih-lebih bila simetris. Ada beberapa hal yang perlu juga
dipahami sebelum kita menjustifikasi suatu artritis reumatoid, karena ada
beberapa tanda yang mirip dengan kelainan penyakit ini. Adapun tanda-tanda
tersebut yakni:
1. Butterfly rash yang khas pada Lupus Eritematosus Sistemik.
2. Konsentrasi LE sel tinggi atau jelas menderita SLE.
3. Periartritis Nodosa yang jelas pada pemeriksaan terdapat nekrosis arterial.
4. Kelemahan atau bengkak yang menetap pada leher, tubuh, dan otot-otot
faring (polimiositis atau dermatomiositis).
5. Skleroderma yang jelas (sklerosis sistemik) tidak hanya terbatas pada jari jari.
6. Gambaran klinis khas demam reumatik disertai artritis migrasi dan adanya
endokarditis.
7. Gambaran klinis khas artritis gout, bersifat akut, nycri dan bengkak pada satu
sendi atau lebih tcrutama bila membaik dengan kolkhisin.
8. Toil gout.
9. Gambaran klinis khas artritis infektif yang disebabkan oleh bakteri atau virus
disertai demam, menggigil dan artritis akut yang biasanya berpindah-pindah
(pada stadium awal).
10. Pemeriksaan bakteriologik dan histologik ditemukan tuberkulosis pada satu
sendi.
11. Gambaran klinis khas Sindrom Reiter disertai dengan uretritis, konjungtivitis,
dan artritis akut yang pada mulanya berpindah-pindah.
12. Gambaran klinis khas shoulder hand syndrome (reflex sympathetic dystrophy
syndrome). Bahu dan tangan yang terkena unilateral, disertai pembengkakan
difus pada tangan yang diikuti dengan atrofi dan kontraktur.
13. Gambaran klinik khas hypertrophir, ostcoarthropathy disertai clubbing jari
atau hipertrofi periostitis sepanjang tulang-tulang panjang, terutama jika
terdapat lesi intrapulmonal atau gangguan lain yang berhubungan.
14. Gambaran klinik khas neuroarthropati (misal: Charcot joint) discrtai
kondensasi dan destruksi tulang termasuk sendi dan didapati gangguan
neurologik yang sesuai.

15. Asam homogentisik dalam urine (alkaptonuria), terdeteksi jelas dengan


alkalinisasi.
16. Gambaran histologik sarkoid atau test Kveim positif.
17. Mieloma multipel, dibuktikan dengan peningkatan plasma sel dalam sumsum
tulang atau dengan protein Bence Jones dalam urine.
18. Gambaran kulit khas eritema nodosum.
19. Leukemia atau limfoma dengan sel yang khas dalam darah, sumsum tulang,
atau jaringan. 20. Agammaglobulinemia.

VI. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik khusus pada sistem muskuloskeletal meliputi : Inspeksi pada
saat diam/istirahat, inspeksi pada saat gerak, palpasi.
a. Sikap/postur badan
Perlu diperhatikan bagaimana cara penderita mengatur posisi dari bagian badan
yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikuler
yang tinggi, oleh karena itu penderita akan berusaha menguranginya dengan
mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah
fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal dengan bantal. Pada sendi bahu
(glenohumeral) dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi, mirip dengan waktu
menggendong tangan dengan kain pada fraktur lengan.
Sebaliknya bila dilakukan abduksi dan eksorotasi maka penderita akan merasa
sangat kesakitan karena terjadi peningkatan tekanan intraartikuler.
Ditemukannya postur badan
yang membongkok ke depan disertai pergerakan vertebra yang terbatas
merupakan gambaran khas dari spondilitis ankilosis.
b. Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan lebih
nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas tersebut dapat
dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau tidak dapat
dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi). Berbagai
deformitas di lutut dapat terjadi antara lain genu varus, genu valgus, genu
rekurvatum, subluksasi tibia posterior dan deformitas fleksi. Demikian pula
deformitas fleksi di siku. Pada jari tangan antara lain boutonniere finger, swan
neck finger, ulnar deviation, subluksasi sendi metakarpal dan pergelangan
tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan unstable Z-shaped thumbs. Pada kaki
ditemukan telapak kaki bagian depan melebar dan miring ke samping disertai
subluksasi ibu jari kaki ke atas. Pada pergelangan kaki terjadi valgus ankle.

c. Perubahan kulit
Kelainan kulit sering menyertai penyakit reumatik atau penyakit kulit sering pula
disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara psoriasis
dan eritema nodosum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi
menunjukkan adanya inflamasi periartikuler, yang sering pula merupakan tanda
dari artritis septik atau artritis kristal.
d. Kenaikan suhu sekitar sendi
Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya
kenaikan suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi.
e. Bengkak sendi
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan
sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi
yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada
tempat tersebut, misalnya :
1)Pada efusi lutut maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong
suprapatelar mengakibatkan pembengkakan di atas dan sekitar patela yang
berbentuk seperti ladam kuda.
2)Pada sendi interfalang pembengkakan terjadi pada sisi posterolateral di antara
tendon ekstensor dan ligamentum kolateral bagian lateral.
3)Efusi sendi glenohumeral akan mengisi cekungan segitiga di antara klavikula
dan otot deltoid di alas otot pektoralis.
4)Pada efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi pembengkak-an pada sisi
anterior. Bulge sign ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan jumlah cairan
yang sedikit dalam rongga yang terbatas. Misalnya pada efusi sendi lutut bila
dilakukan pijatan pada cekungan medial maka cairan akan berpindah ke sisi
lateral patela dan kemudian berpindah sendiri ke sisi medial. Balloon sign
ditemukan pada keadaan efusi dengan jumlah cairan yang banyak, bila dilakukan
tekanan pada satu titik akan menyebabkan penggelembungan di tempat lain.
Keadaan ini sangat spesifik pada efusi sendi. Pembengkakan kapsul sendi
merupakan tenth spesifik dari sinovitis. Pada pembengkakan tergambar batas
dari kapsul sendi yang makin nyata pada pergerakan dan teraba pada
pergerakan pasif.
f. Nyeri raba
Menentukan lokasi yang tepat dari nyeri raba merupakan hal yang penting untuk
menentukan penyebab dari keluhan pasien. Nyeri raba kapsuler/artikuler
terbatas pada daerah sendi merupakan tanda dari artropati atau penyakit
kapsuler. Nyeri raba periartikuler agak jauh dari batas daerah sendi merupakan
tanda dari bursitis atau entesopati.
g. Pergerakan

Pada pemeriksaan perlu dinilai luas gerak sendi pada keadaan pasif dan aktif dan
dibandingkan kiri dan kanan. Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas
gerak sendi pada semua arah. Tenosinovitis atau lesi periartikuler hanya
menyebabkan berkurangnya gerak sendi pada satu arah saja. Artropati akan
memberikan gangguan yang sama dengan sinovitis.

VII. Pemeriksaan Penunjang


Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong
bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien.

1. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai
autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid.
Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi
terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya
dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan
prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji
untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis
reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit
jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik
progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki
faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan
bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun
dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak
spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih
tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk
memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia
normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini
tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat
penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai
akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat
berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung
sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial
kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai
15.000 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan
semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah
pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan

diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human


Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.

2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik


Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan
yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan
sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang.
Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tandatanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

VIII. Prognosis
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit
yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan
selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini
telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa
hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis
polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang
progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap
pada setiap eksaserbasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat
sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung,
ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa
benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada
paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan
pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini
bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada
daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan
dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel
radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier)
dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan
di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai
pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di
atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena
kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat
pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan
limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi
kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying
antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak

memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi


artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

IX. TERAPI
Prinsip utama pengobatan penyaki artritis adalah dengan mengistirahatkan sendi
yang terserang, karena jika sendi yang terserang terus digunakan akan
memperparah peradangan. Dengan mengistirahatkan sendi secara rutin dapat
mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Pembidaian bisa digunakan untuk
imobilisasi dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi, tetapi untuk
mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakan yang sistematis.
Obat-obatan yang dipakai untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan
mengurangi nyeri,
2. Obat slow-acting, obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non
steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera
apabila penyakitnya berkembang cepat. Yang sekarang digunakan adalah (a)
senyawa emas, yang berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk
tulang. Diberikan sebagia suntikan mingguan. Jika obat ini terbukti efektif, dosis
dikurangi. (b) Penisilamin, efeknya menyerupai senyawa emas dan bisa
digunakan bila senyawa emas tidak efektif dan menyebabkan efek samping yang
tidak dapat ditoleransi. Dosis dinaikan secara bertahap hingga terjadi perbaikan.
Penisilamin yang biasa dipakai antara lain hydroxycloroquinine dan sulfasalazine.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila dipakai dalam
jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan penyakit ini dan
pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping, yang
melibatkan hampir setiap organ. Untuk mengurangi resiko terjadinya efek
samping, maka hampir selalu digunakan dosis efektif terendah. Obat ini
disuntikan langsung ke dalam sendi, tetapi dapat menyebabkan kerusakan
jangka panjang, terutama jika sendi yang terkena digunakan secara berlebihan
sehingga mempercepat terjadinya kerusakan sendi.
4. Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin, dan
cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan
peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan
dengan dosis rendah.

X. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan artritis reumatoid didasarkan pada pengertian patofisiologis
penyakit ini. Selain itu perhatian juga ditujukan terhadap manifestasi
psikofisiologis dan kekacauan psikososial yang menyertainya yang disebabkan
oleh perjalana penyakit yang fluktuatif dan kronik. Untuk memuat diagnostik
yang akurat dapat memakan waktu sampai bertahun-tahun, tetapi pengobatan
dapat dimulai secara lebih dini.
Tujuan utama dari program pengobatan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien.
3. Untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai
tujuan-tujuan ini: pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi dan
obat-obatan.

Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan


pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya, dan siapa
saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang diberikan meliputi
pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis penyakit ini, semua
komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks,
sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode
efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Bantuan dapat diperoleh
melalui club penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain
yang juga penderita artritis reumatoid, serta keluarga mereka.

Istirahat penting karena artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah itu bisa timbul setiap hari, tetapi ada masa-masa
ketika pasiem merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak
nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa pasien dapat
mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.

Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.


Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit,
sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa
diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah.

Alat-alat pembantu dan adaktif mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas


kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai