Anda di halaman 1dari 10

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RSHS BANDUNG

Laporan Kasus
: Mei 2011
Divisi
: Perinatologi
Oleh
: Marte Robiul Sani
Pembimbing
: Prof. Dr. H. Abdurachman S., dr., SpA(K)
Prof. Dr.H.Sjarif Hidayat E., dr., SpA(K)
Aris Primadi, dr.,SpA(K)
Tetty Yuniati, dr., SpA(K), M.Kes
Fiva A. Kadi, SpA. M.Kes
Hari/Tanggal
: 23 Mei 2011
Laporan Kasus
Bayi Cukup Bulan (38 minggu) Sesuai Umur Kehamilan, Letak kepala,
Sectio Cessaria atas indikasi Ibu Penderita Human Immunodeficiency Virus
By. Ny. E, perempuan, lahir di RSHS pada tanggal 04 Mei 2011 dengan sectio cessaria atas
indikasi ibu Penderita human immunodeficiency virus (HIV) dan selanjutnya dirawat di
Ruang Perinatologi 17 oleh divisi perinatologi
Alloanamnesis (dari ibu dan ayah penderita)
Pada tanggal 04 Mei 2011 jam 12.45 di ruang operasi lantai 3 RSHS lahir seorang bayi
perempuan dari ibu G3P2A0 yang merasa hamil cukup bulan, sectio cesaria atas indikasi ibu
HIV. Bayi lahir langsung menangis, ditolong dokter. Berat lahir 3415 gram panjang lahir 49
cm. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 11 agustus 2010 dengan taksiran persalinan
18 Mei 2011. Riwayat ketuban berwarna kehijauan tidak ada, riwayat ketuban pecah sebelum
waktunya tidak ada. Selama hamil ibu sehat kontrol teratur ke bidan sebanyak 10 kali dan
SpOG 2x. Ibu penderita hanya minum obat-obatan dan vitamin yang diberikan bidan dan
dokter.
Penderita lahir dari seorang ibu yang telah diketahui menderita HIV. Ibu penderita
didiagnosis HIV di poli teratai RSHS setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan
hasil antibodi HIV reaktif, CD4 162 sel/ul dan TLC 1130 cel/ul pada 1 minggu sebelum
dilakukan operasi sectio cesaria. Ibu penderita tidak pernah memakai narkoba dan tidak
pernah berhubungan seksual dengan selain suaminya. Ibu penderita menikah sudah 7 tahun
dan merupakan pernikahan pertama. Sejak 1 minggu sebelum operasi ibu penderita
mendapatkan obat anti retro viral (ARV) 3 macam yaitu Zidovudin 2x300 mg, lamivudin
2x150 mg dan nevirapin 1x200 mg dan saat persalinan mendapatkan zidovudin 300 mg tiap 3
jam. Ibu penderita dilakukan skrining HIV atas saran dari saudara ayah penderita yang
bekerja sebagai perawat di poli teratai, mengingat masa lalu ayah penderita.
Ayah penderita diketahui pernah memakai narkoba jenis putau selama 4 tahun ( tahun
1998 sampai 2002) dengan memakai jarum suntik yang digunakan bersama-sama dengan
1

pemakai lain dan terakhir memakai narkoba 9 tahun yang lalu. Ayah penderita juga pernah
melakukan hubungan seksual dengan pacar sebelumnya yang juga sesama pemakai narkoba
pada 9 tahun yang lalu. Ayah penderita juga pernah di penjara karena kasus narkoba selama 7
bulan pada 8 tahun yang lalu. Ayah penderita didiagnosis HIV di poli teratai RSHS pada 1
hari yang lalu setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil antibodi HIV reaktif,
CD4 252 sel/ul dan TLC 1200 cel/ul dan mendapatkan obat ARV yaitu Zidovudin 2x300 mg,
lamivudin 2x150 mg dan nevirapin 1x200 mg.
Penderita anak ke-3 dari 3 bersaudara. Anak pertama laki-laki, lahir spontan, langsung
menangis, ditolong bidan, berat lahir 4.200 gram, mendapatkan ASI, sekarang berusia 5,5
tahun, sehat. Anak kedua perempuan, lahir spontan, langsung menangis, ditolong bidan, berat
lahir 3.600 gram, mendapatkan ASI, sekarang berusia 3,5 tahun, sehat. Kedua saudara
penderita tidak pernah sakit berat dan belum dilakukan skrining untuk mengetahui status
HIV.
Keluarga penderita tinggal di rumah berukuran 6x8 m 2, ventilasi dan sinar matahari
kurang masuk, dihuni oleh 7 orang. Riwayat adanya penderita dewasa batuk lama atau
berdarah tidak ada. Ayah penderita bekerja sebagai teknisi pendingin ruangan dengan
penghasilan Rp. 2.500.000, ibu penderita tidak bekerja.
Pemeriksaan Fisik
BL 3415 gram, PL 49 cm, LK 34 cm
Keadaan umum : aktif, menangis kuat
N : 140x/mnt R : 48 x/mnt S : 36,8OC
Kepala

: Ubun ubun besar datar


Pernafasan cuping hidung (-),choana +/+
Sianosis perioral (-), langit-langit intak

Leher
Toraks

: Retraksi suprasternal (-)


: Bentuk dan gerak simetris, retraksi intercostal -/Cor : Bunyi jantung murni reguler
Pulmo : Bronchovesikular sound kanan=kiri
Abdomen : datar lembut, retraksi epigastrium (-)
Hepar/lien tak teraba
Bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat
Capilary refill time < 3 detik, akrosianosis (-)
Anus
: (+)
Reflek
: Moro (+), Rooting (+), Sucking (+), Grasping (+)
Pemeriksaan Penunjang :
Hb
:16,9g/dL
Ht
: 47%

Bil total
Bil direk
2

: 2,49 mg/dl
: 0,71mg/dL

L
Tr
DC

: 15.500/mm3
: 223.000/mm3
: 0/0/3/67/29/1

SGOT
SGPT
GDS

: 56 U/L
: 21 U/L
: 104 mg/dl

Diagnosis Kerja :
Term Infant (38 minggu) Appropiate Gestational Age, Letak kepala, Sectio Cessaria atas
indikasi Ibu B.20
Penatalaksanaan :
-

Pertahankan suhu 36,5-37,5 oC


Vit K 1 mg im
Zidovudin 4 x 2 mg/kgbb ~ 4 x 7 mg peroral selama 6 minggu
Nevirapin 2 mg/kgbb dosis tunggal ~ 7 mg peroral
Susu formula 4 x 15 cc perspen
4 x 30 cc perspen
Rawat kamar bayi
Penyuluhan kepada keluarga

Pemantauan selama perawatan


(05 - 06 Mei 2011)
Keadaan umum : aktif, menangis kuat
N : 140-142 x/mnt R : 40-44 x/mnt
PD lain sqa
Terapi :
- Susu formula 8 x 35 cc perspen
- Terapi lain dilanjutkan

S : 36,8-37OC

(07 Mei 2011)


Keadaan umum : aktif, menangis kuat, ikterik (+) kramer 2
N : 140 x/mnt R : 40 x/mnt S : 36,9OC
PD lain sqa
Laboratorium : BT, BD : 7,23/0,22 mg/dl Gol darah : O
Gol darah ibu : O
Terapi :
- Susu formula 8 x 40 cc perspen
- Terapi lain dilanjutkan
(08 Mei 2011)
Keadaan umum : aktif, menangis kuat, ikterik (+) kramer 1
N : 140 x/mnt R : 40 x/mnt S : 36,9OC
PD lain sqa
Terapi :
- Susu formula 8 x 45 cc perspen
- Imunisasi hepatitis B
- Terapi lain dilanjutkan
- BLPL
Rencana tatalaksana selanjutnya :
3

- kontrol 1 minggu ke poli perinatologi


- Zidovudin 4 x 7 mg diteruskan sampai usia 6 minggu
- periksa Hb, Ht, L, Tr, DC, SGOT, SGPT CD4 usia 6 minggu
- Cotrimoxazol sirup 2 x cth 3 hari dalam seminggu mulai usia 6 minggu
- Imunisasi dasar sesuai jadwal
- Pemeriksaan antibodi HIV usia 9 bulan
Prognosis :
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Qua ad functionam : ad bonam
Resume :
Seorang bayi perempuan berusia < 24 jam, lahir di RSHS dengan sectio cessaria atas
indikasi ibu B.20 dari ibu G3P2A0 yang merasa hamil cukup bulan, langsung menangis, berat
badan lahir 3415 gram panjang badan lahir 49 cm. Ibu penderita telah didiagnosis HIV di
RSHS pada 1 minggu sebelum dilakukan operasi sectio cesaria dan mendapatkan obat anti
retro viral (ARV) 3 macam yaitu Zidovudin, lamivudin dan nevirapin yang diminum sejak 1
minggu sebelum persalinan. Ayah penderita diketahui pernah memakai narkoba jenis putau
selama 4 tahun dengan memakai jarum suntik yang digunakan bersama-sama dengan
pemakai lain dan terakhir memakai narkoba 9 tahun yang lalu. Ayah penderita juga pernah
melakukan hubungan seksual dengan pacar sebelumnya yang juga sesama pemakai narkoba
pada 9 tahun yang lalu. Ayah penderita didiagnosis HIV di poli teratai RSHS pada 1 hari yang
lalu dan mendapatkan obat ARV 3 macam yaitu Zidovudin, lamivudin dan nevirapin.
Penderita anak ke-3 dari 3 bersaudara. Anak pertama laki-laki, lahir spontan, langsung
menangis, ditolong bidan, berat badan lahir 4.200 gram, mendapatkan ASI, sekarang berusia
5,5 tahun, sehat. Anak kedua perempuan, lahir spontan, langsung menangis, ditolong bidan,
berat badan lahir 3.600 gram, mendapatkan ASI, sekarang berusia 3,5 tahun, sehat. Kedua
saudara penderita tidak pernah sakit berat dan belum dilakukan skrining untuk mengetahui
status HIV.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum aktif, menangis kuat, tanda vital
dalam batas normal.

Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan

penunjang didapatkan hasil laboratorium dalam batas normal.


Penderita didiagnosis kerja Term Infant (38 minggu) Appropiate Gestational Age, Letak
kepala, Sectio Cessaria atas indikasi Ibu B.20 dan telah mendapatkan obat Zidovudin 4 x 7
mg peroral dan Nevirapin 7 mg peroral dosis tunggal
Diskusi

Dalam kasus ini akan dibahas mengenai Prevention Mother to Child Transmission
(PMTCT) Human Immunodeficiency Virus / Acquaired Immune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS), penegakan diagnosis, tatalaksana dan prognosis dari pasien ini.
HIV/AIDS merupakah masalah kesehatan masyarakat Indonesia, termasuk pada anakanak.1 Terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada wanita dapat meningkatkan transmisi
(penularan) HIV dari ibu kepada anak-anak. Transmisi dari ibu kepada anak ini dapat terjadi
saat kehamilan (antepartum), saat persalinan (intrapartum) ataupun saat menyusui (post
partum). Untuk itu perlu dilakukan strategi pencegahan transmisi dari ibu kepada anak
melalui strategi yang disebut Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT). 2
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan untuk melakukan skrining
HIV pada semua ibu hamil. Skrining HIV ini merupakan kunci untuk program PMTCT. Bila
dari hasil skrining ini didapatkan hasil positip, maka ibu hamil ini direncanakan untuk
program PMTCT yang meliputi pemberian ARV pada ibu hamil, persalinan dengan operasi
cesaria saat usia kehamilan 38 minggu, pemberian ARV pada bayi lahir, serta tidak
memberikan ASI. 2,3
Dalam kasus ini diketahui seorang ibu hamil yang ke-3 dengan umur kehamilan 37
minggu disarankan untuk dilakukan skrining HIV oleh saudara dari suaminya yang bekerja
sebagai perawat di poli teratai RSHS. Ibu ini disarankan untuk skrining mengingat masa lalu
suaminya yang merupakan pemakai narkoba. Hasil dari skrining diketahui ibu HIV positip.
Setelah diketahui ibu menderita HIV, diberikan ARV yang terdiri dari zidovudin 2x300 mg,
lamivudin 2x150 mg, nevirapin 1x200 mg sejak 1 minggu sebelum operasi serta zidovudin
300 mg tiap 3 jam intrapartum dan dilakukan operasi sesaria saat usia kehamilan 38 minggu,
serta bayi yang lahir diberikan zidovudine 2 mg/kgbb ~ 7 mg tiap 6 jam sampai 6 minggu
dengan pemberian pertama dalam 8 jam setelah lahir serta nevirapin 2 mg/kgbb ~ 7 mg dosis
tunggal diberikan dalam 72 jam setelah lahir.
Zidovudin merupakan ARV yang dipilih untuk bayi yang terpapar HIV dalam
kandungan untuk menurunkan resiko transmisi vertikal. Zidovudin diberikan pada ibu hamil
sejak kehamilan 14 minggu dengan dosis 100 mg 5 x sehari sampai persalinan, dan saat
persalinan diberikan 2 mg per kgbb intravena. Bayi baru lahir diberikan zidovudin 2 mg/kgbb
peroral tiap 6 jam dimulai dalam 8 jam setelah lahir sampai usia 6 minggu. Selain itu juga
diberikan lamivudin dan nevirapin 200 mg untuk ibu saat persalinan dan 2 mg/kgbb dosis
tunggal untuk bayi dalam 72 jam setelah lahir.4
Selama kehamilan ibu penderita baru mendapatkan ARV sejak usia kehamilan 37
minggu, dikarenakan ibu penderita baru diketahui menderita HIV pada usia kehamilan 37
minggu. Ibu hamil yang tidak mendapatkan ARV mulai usia kehamilan 14 minggu
5

diperkirakan akan meningkatkan kemungkinan transmisi HIV kepada janin sekitar 5-10%. 5
Hal ini disebutkan oleh De Cock dkk dalam penelitiannya tentang perkiraan transmisi HIV
dari ibu kepada bayi tanpa intervensi seperti tergambarkan dalam tabel berikut :5
Tabel 1 : Perkiraan MTCT HIV berdasarkan waktu transmisi tanpa ada intervensi5
Saat terjadinya
transmisi HIV
Saat Hamil
Saat Persalinan
Saat Menyusui
Keseluruhan

Tanpa ASI

Rata-rata transmisi HIV (%)


ASI sampai 6 bulan
ASI sampai 24 bulan

5 - 10
10-15
0
15-25

5 - 10
10-15
5 - 10
20-35

5 - 10
10-15
15-20
35-45

Pada pasien ini persalinan dilakukan dengan operasi sectio cesaria saat usia kehamilan
38 minggu dan saat persalinan ibu mendapatkan ARV. Hal ini dapat mencegah transmisi
terhadap bayi sebesar 10-15 %. Sesuai yang disebutkan oleh De Cock bahwa transmisi saat
persalinan yang tanpa intervensi sebesar 10-15%.
Transmisi post partum dapat terjadi melalui ASI, diperkirakan sekitar 16-29% transmisi
HIV dari ibu ke bayi melalui ASI. 2 HIV dapat ditemukan pada ASI dalam sel bebas dan sel
compartment. Pada penelitian Lewis dkk di kenya, ditemukan RNA HIV ASI pada 39% dari
75 spesimen. Dalam penelitian ini diketahui bahwa kadar virus pada ASI lebih rendah
dibandingkan kadar virus dalam plasma.

5,6

ASI yang mengandung HIV masuk ke dalam

saluran cerna dan permukaan usus merupakan tempat terjadinya transmisi. Sel HIV dapat
menembus mukosa bila terjadi luka pada mukosa atau melalui transitosis melalui enterocytes.
Sekresi IgA atau IgM dapat menghambat transitosis HIV melalui enterocytes. Selain itu tonsil
dapat juga menjadi titik masuk transmisi HIV pada ASI.5,6
Beberapa faktor dapat meningkatkan atau menurunkan transmisi HIV melalui ASI.
Faktor tersebut meliputi faktor ibu dan faktor bayi. Faktor ibu yaitu status imunitas ibu, kadar
RNA virus dalam plasma dan air susu, faktor imun lokal pada air susu, kesehatan payudara,
status gizi ibu dan lamanya menyusui. Status imunitas ibu terhadap HIV yang ditandai
dengan semakin rendahnya CD4 maka semakin tinggi kadar RNA virus. Semakin tingginya
RNA virus semakin besar resiko transmisi melalui ASI. Faktor bayi yaitu sistem imun bayi,
ASI eklusif atau campuran, oral thrust. Pemberian ASI eklusif pada bayi akan menurunkan
transmisi HIV dibandingkan dengan pemberian minum campuran antara asi dengan susu
formula. Hal ini berkaitan dengan terjaganya mukosa usus pada bayi yang diberikan ASI.5
Mengingat masih tingginya transmisi HIV melalui ASI ini, direkomendasikan untuk
tidak memberikan ASI dan mengganti dengan susu formula sebagai strategi PMTCT.7,8

Pada pasien ini upaya PMTCT post partum dilakukan dengan tidak memberikan ASI
dan menggantinya dengan susu formula. Selain itu juga dengan meneruskan pemberian
zidovudin pada bayi sampai 6 minggu.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan upaya pencegahan transmisi HIV dari ibu
kepada bayi adalah memastikan apakah bayi ini menderita HIV atau tidak. Terdapat dua cara
untuk menyingkirkan diagnosis HIV pada bayi dan anak yaitu : 1, 9, 10
1. Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat ASI, pemberiannya sudah
dihentikan > 6 minggu
HIV DNA atau HIV RNA atau antigen p24 dapat dilakukan minimal usia 1 bulan,
idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV selama persalinan. Infeksi
dapat disingkirkan setelah penghentian ASI > 6 minggu
2. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan > 6 minggu
Bila uji antibodi negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan selama 6

minggu, dapat dikatakan tidak terinfeksi HIV


Uji antibodi dapat dikerjakan sedini-dininya usia 9-12 bulan karena 74% dan 96%
bayi yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukan hasil antibodi negatif pada usia
tersebut. Tetapi sekitar 5-10% antibodi maternal dapat bertahan sampai usia 18
bulan. Jika bayi antibodi HIV positif saat usia 12 bulan, maka pemeriksaan harus
diulang saat usia 18 bulan untuk memastikan antibodi maternal sudah hilang pada
usia tersebut.

Uji virologi HIV dengan melakukan pemeriksaan HIV DNA atau HIV RNA atau
antigen p24 di RSHS belum dapat dilakukan sehingga untuk penegakan diagnosis HIV pada
bayi ini baru bisa dilakukan paling cepat saat usia 9 12 bulan dengan uji antibodi HIV. Pada
bayi ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan uji antibodi HIV pada usia 9-12 bulan.
Bila hasilnya positif maka akan dilakukan pengulangan pada usia 18 bulan, sedangkan bila
hasilnya negatif maka bayi tersebut tidak menderita HIV.
Tatalaksana selanjutnya pada pasien ini adalah pemberian profilaksis pneumocystic
carinii pneumonia (PCP), infeksi comorbid yang sering terjadi pada penderita HIV misalnya
TB paru, pemantauan terhadap efek samping ARV, pemantauan terhadap dan pemberian
imunisasi.
Pneumocystic carinii pneumonia pada bayi dapat merupakan penyakit akut dengan
angka kematian yang tinggi. Peak insiden PCP terjadi pada usia 3 sampai 6 bulan. Semua
bayi yang lahir dari ibu HIV harus mendapatkan profilaksis PCP yang dimulai usia 6 minggu
dilanjutkan sampai infeksi HIV pada bayi tersebut disingkirkan. Obat yang direkomendasikan

untuk profilaksis PCP adalah trimethroprim sulfamethoxazole. Obat lainnya yang dapat
digunakan adalah dapsone dan atovaquone.4
Profilaksis PCP harus segera diberikan setelah pemberian zidovudin lengkap 6 minggu.
Profilaksis tidak direkomendasikan sebelum usia 4 minggu dikarenakan rendahnya insiden
PCP pada neonatus dan juga trimethroprim sulfamethoxazole dapat mengeksaserbasi anemia
akibat zidovudin dan juga meningkatkan immature metabolisme bilirubin. Profilaksis
dihentikan bila seorang anak terbukti tidak menderita HIV. Sampai usia 12 bulan profilaksis
dilanjutkan tanpa memandang nilai CD4, sedangkan setelah usia 12 bulan pemberian
profilaksis berdasarkan nilai CD4.4
Pada pasien ini setelah pemberian zidovudin lengkap 6 minggu direncanakan untuk
diberikan trimethroprim sulfamethoxazole sebagai profilaksis terhadap PCP.
Tuberculosis merupakan penyakit comorbid yang sering ditemukan pada penderita HIV.
Seorang bayi harus dijauhkan dari penderita TB paru sampai diketahui penderita tersebut
tidak infeksius. Bayi yang kontak dengan penderita TB paru harus dilakukan skrining
terhadap TB paru dengan melakukan PPD test dan rontgen thorak. PPD test dikatakan positif
pada penderita HIV bila terdapat indurasi 5 mm.4
Pada penderita ini tidak didapatkan adanya kontak terhadap penderita TB paru sehingga
tidak perlu dilakukan skrining TB paru.
Bayi dengan kecurigaan terinfeksi HIV memerlukan imunisasi yang standar. Imunisasi
dengan vaksin yang bukan berasal dari kuman hidup seperti DPT, hepatitis B dapat diberikan
pada bayi dengan kecurigaan HIV. Sedangkan imusisasi dengan vaksin berasal dari kuman
hidup harus hati-hati diberikan pada bayi dengan kecurigaan terinfeksi HIV dengan
memperhatikan untung ruginya, misalnya imunisasi MMR hanya diberikan pada bayi HIV
dengan sistem imun kategori I dan II. 4 Program imunisasi dasar di Indonesia meliputi BCG,
DPT, hepatitis B, polio dan campak. Vaksin BCG dan polio berasal kuman hidup yang
dilemahkan, sehingga tidak diberikan pada bayi dengan kecurigaan terinfeksi HIV.
Sedangkan imunisasi yang lainnya dapat diberikan karena vaksinnya bukan berasal dari
kuman hidup.4, 7
Pada pasien ini direncanakan untuk diberikan imunisasi hepatitis B usia 0 bulan, 2
bulan, 4 bulan dan 6 bulan, DPT usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan serta campak usia 9 bulan.
Pasien ini diberikan ARV zidovudin dan nevirapin, sehingga diperlukan pemantauan
terhadap kemungkinan timbulnya efek samping obat. Efek samping pemberian jangka pendek
zidovudin adalah anemia dan netropenia, sehingga diperlukan pemantauan darah tepi lengkap
sebelum dan sesudah terapi terutama pada daerah endemik malaria. Bila didapatkan kadar Hb
< 7,5 g/dl perlu dipertimbangkan untuk diganti dengan regimen lain.2,11 Selain itu zidovudin
dapat menyebabkan efek samping gangguan neurodevelopment bila diberikan dalam jangka
8

panjang. Penelitian di venezuela dilaporkan adanya bayi yang mengalami failure to thrive,
gross motor development delay, gangguan kognitif pada bayi yang terpapar zidovudin dalam
jangka waktu lama.11 Nevirapin diketahui dapat menyebabkan timbulnya ruam pada kulit
serta bersifat hepatotosik, serta dapat menurunkan kadar rifamfisin bila obat ini digunakan
bersama. Diperlukan pemantauan keadaan klinis serta laboratorium seperti nilai SGOT,
SGPT bila bayi diberikan obat ini.2
Sebelum diberikan obat ARV pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium
sebagai baseline sebelum dilakukan pengobatan. Setelah selesai pemberian zidovudin 6
minggu direncanakan akan dilakukan pemeriksaan laboratorium ulang untuk memantau efek
samping dari pengobatan.
Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Pasien ini dilakukan
program PMTCT mulai intranatal dan postnatal. Masih ada kemungkinan terinfeksi HIV pada
pasien ini sebesar 5-10% karena tidak dilakukan program PMTCT antenatal secara maksimal
akibat terlambatnya skrining HIV pada ibu penderita.5 Sedangkan prognosis quo ad
fungsionam adalah ad bonam karena penderita lahir dalam keadaan baik tanpa adanya
penyulit seperti asfiksia ataupun kelainan kongenital.
Selain tatalaksana yang dilakukan terhadap penderita, perhatian juga harus dilakukan
terhadap kedua saudara penderita. Sampai saat ini belum diketahui status HIV kedua saudara
penderita, apakah menderita HIV atau tidak. Kedua saudara penderita sangat mungkin
terinfeksi HIV dari ibu penderita, karena terhadap kedua saudara penderita tidak dilakukan
program PMTCT baik antepartum, intrapartum maupun postpartum. Ibu penderita tidak
minum obat ARV saat mengandung, persalinan dilakukan pervaginam serta diberikan ASI
pada kedua saudara penderita. Sesuai yang disebutkan oleh De Cock bahwa transmisi dari ibu
terhadap anak saat mengandung, persalinan dan menyusui yang tanpa intervensi sebesar 3545%.5
Kedua saudara penderita direncanakan untuk dilakukan uji antibodi HIV dan bila
didapatkan hasil positip akan diberikan ARV pada kedua saudara penderita.

10

Anda mungkin juga menyukai