Anda di halaman 1dari 27

BUKU PANDUAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN


KEPERAWATAN KRITIS (CRITICAL CARE OF NURSING)
RSUD H. PADJONGA DG.NGALLE TAKALAR

EVA YUSTILAWATI, S.Kep.,NS.,M.Kep.

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN GUNUNG SARI
MAKASSAR
2016

Pada Tahun 1863, Florence Nightingale menuliskan bahwa dibeberapa Rumah Sakit terdapat ruang
yang letaknya berdekatan dengan kamar operasi yang berfungsi sebagai ruang pulih sadar (Rescovery
Room). Terdapat golongan klien yang akan di rawat di Intensive Care Unit (ICU) yaitu berdasarkan prioritas.
Adapun berdasarkan prioritas pada prinsipnya panduan untuk memasukkan pasien medical adalah
memberikan prioritas pada paien yang akan memperoleh manfaat dari intervensi dan support di ICU, dapat
digolongkan menjadi
Prioritas
Prioritas 1

Prioritas 2

Prioritas 3

Kriteria
Pasien sakit kritis, tidak stabil, memerlukan terapi intensif dan tertitrai, seperti dukungan/ bantuan
ventilasi dan alat bantu supportif organ/sistem yang lain, infuse obat-obat vasoaktif kontinyu,
pengobatan kontinyu tertitrasi, dll. Contoh kelompok pasien ini antara lain pasca bedah
kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa. Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU seperti
derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas 1
umumnya tidak mempunyai batas
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat beresiko bila tidak
mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan Pulmonary
arterial catheter. Contoh pasien yang seperti ini antara lain pasien penyakit dasar jantung paru,
gagal ginjal akut dan berat atau yang telah menjalani pembedahan mayor. Terapi pada pasien
dengan prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya,
penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh atau manfaat terapi ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini
antara lain pasien dengan keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade,
sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatanakut saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
jantung paru

Beberapa keadaan yang merupakan indikasi perawatn ICU :


1. Berdasarkan Diagnosis penyakit :
a. Sistem kardovaskular
b. Miokard infar akut dengan komplikasi
c. Shock kardiogenik
d. Aritmia kompleks memerlukan monitor ketat dan intervensi
e. Congestive Heart Failure akut dengan gagal nafas dan atau memerlukan support hemodinamik
f. Hipertensi emergensi
g. Unstable angina, terutama dengan disritmia, instabilitas hemodinamik, atau chest pain yang
persisten
h. Cardiac arrest
i. Cardiac tamponade atau constriction dengan hemodinamik tidak stabil

j. Dissecting aortic aneurisma


k. Complete heart block
2. Sistem pulmonar
a. Gagal nafas akut dengan memerlukan support ventilator
b. Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
c. Pasien di HCU yang tampak memburuk
d. Membutuhkan nursing respiratory care yang tidak tersedia di ruang rawat atau HCU
e. Hemoptisis massif
f. Gagal nafas dengan kemungkinan membutuhkan intubasi
g. Pneumonia berat
3. Gangguan Syaraf
a. Stroke akut dengan gangguan kesadaran
b. Coma : metabolic, toxic atau anoxic
c. Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
d. Perdarahan subrachnoid akut
e. Meningitis dengan gangguan kesadaran atau respirasi
f. Gangguan system syaraf pusat atau neuromuskuler dengan perburukan neurologic dan fungsi
g. Status epileptikus
h. Brain dead atau potensial brain dead yang sedang dikelola secara agresif sementara
menentukan kondisi sebagai donor organ
i. Vasospasme
4. Overdosis obat-obatan
a. Hemodinamik tidak stabil
b. Gangguan kesadaran dengan ganggua proteksi jalan napas
c. Kejang-kejang setelah makan obat
5. Gangguan Saluran cerna
a. Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa, hipotensi, angina, perdarahan terus atau
dengan penyakit penyerta.
b. Fulminant hepatic failure
c. Post operative liver transplantation
d. Pancreatitis berat
e. Significant vomiting or abdominal distention requiring NPO status with IV fluid adminstration
6. Endokrin
a. Diabetic ketoasidosi dengan komplikasi hemodinamik tak stabil, gangguyan kesadaran,
insufisiensi pernapasan, atau asidosis berat
b. Thyroid storm atau koma myxedema dengan hemodinamik tak stabil
c. Kondisi hiperosmolar dengan koma atau dengan hemodinamik tak stabil
d. Krisis adrenal dengan hemodinamik tak stabil
e. Hypercalcemia berat dengan gangguan kesadaran, memerlukan monitor hemodinamik
f. Hipo atau hipernatremia dengan kejang-kejang diseratai gangguan kesadaran
g. Hipo atau hipermagnesemia dengan gangguan hemodinamik atau disritmia
h. Hipo atau hiperkalemia dengan disritmia atau kelelahan otot
i. Hipofosfatemia dengan kelemahan otot.
7. Pembedahan
Pasien post operasi besar yang membutuhkan monitoring hemodinamik atau ventilasi mekanik atau
perawatan yang ketat (Bedah digestif, bedah saraf)
8. Lain- lain

a.
b.
c.
d.
e.

Septic shock dengan hemodinamik tidak stabil


Monitoring hemodinamik
Kondisi klinis memerlukan nursing care setaraf ICU
Cedera lingkungan (near drowning, hipo/hipertermia)
Terapi baru (eksperimental) dengan potensial timbul komplikasi

Ada pun tugas-tugas rutin yang dilakukan oleh perawat ICU yaitu melakukan perubahan posisi setiap 2
jam, membersikan mulut setiap 2 jam, melakukan fisioterapi 1x shift, mencatat hasil pengamatan atau
pengukuran di lembar observasi, melakukan komunikasi baik dengan dokter/klien atu keluarga klien serta
mencatat dan mengkomunikasikan masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan kondisi pasien. Terkait
dengan penanganan kegawatan pada pasien ICU, didasarkan pada 6 B yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

B1 : Breath (sistem pernafasan)


B2 : Bleed (sistem peredaran darah/sirkulasi)
B3 : Brain (sistem saraf pusat)
B4 : Bladder (sistem urogenital)
B5 : Bowel (sistem pencernaan)
B6 : Bone (Tulang dan persendian)
Kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh perawat ICU yaitu harus mampu untuk membebaskan

jalan nafas dari sumbatan, memberikan pernafasan buatan, pijat jantung luar jika jantung berhenti, serta
memberikan/mengatur posisi pada pasien coma dan shock. Selain itu perawat ICU mampu untuk
mengoperasikan : terapi oksigen dan nebulasi, melakukan suction, memasang infus, respirator untuk
pernafasan bantuan, Laryngoscope untuk intubasi trachea, monitor ECG untuk pemantauan aritmia,drain
thoraks dan pompanya untuk pneumo/hematothoraks, dan memberikan obat-obatan emergency.
Sebagai perawat ICU yang notabene setiap saat sangat minim oleh jangkauan keluarga pasien, etika
keperawatn penting untuk diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Dengan demikian
kepercayaan klien dan keluarga kepada perawat akan terjaga, kepercayaan diantara sesame perawat akan
terjaga serta kepercayaan masyarakat kepada profesi perawat akan meningkat. Dengan mengetahui,
memahami, mengahayati dan menerapkan kode etik keperawatan, maka diharapkan akan menghasilkan
kepuasan kedua belah pihak yaitu penerima dan pemberi jasa pelayanan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang perawatan Intensif, selalu mempertimbangkan aspek
Bio, Psiko, Sosio Kultural dan Spiritual secara komprehensif yaitu :
a. Aspek biologis/ fisiologis
b. Aspek psikologis
c. Aspek sosio cultural
d. Aspek spiritual

Bila tidak dilakukan perhatian pada ke empat aspek tersebut di atas, makan akan menimbulkan dampak
berupa stress di ICU baik bagi klien maupun keluarga klien. Hal- hal yang sering membuat kondisi rentan
stress untuk klien yaitu :
a. Peralatan canggih
b. Bunyi alarm
c. aktivitas yang sibuk dan monoton
d. Tidak bisa tidur
e. Penyakit yang kritis
Hal- hal yang sering membuat kondisi rentan stress untuk keluarga klien yaitu :
a. Terpisah secara fisik dengan keluarganya yang di rawat di ICU
b. Merasa terisolasi
c. Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada keluarga yang sedang dirawat
d. Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staff ICU
e. Tarif ICU yang mahal
f. Masalah keuangan terutama jika klien adalah salah satu pencari nafkah dalam keluarga
g. Lingkungan ICU yang penuh dengan peralatan canggih, bunyi alarm, banyaknya selang yang terpasang di
tubuh klien.
Kompetensi yang harus di capai pada PANUM keperawatan kritis di ruang Intensif Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit Daerah Hadji Padjonga Daeng Ngalle Kab. Takalar :
a. Mampu untuk melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
b. Resusitasi Cairan
c. Terapi Oksigenasi
d. Feeding Tube
e. Perhitungan Obat-Obat emergency
f. ECG

KOMPETENSI CRITICAL CARE


RJP (RESUSITASI JANTUNG PARU)

Aspek yang Ditinjau


Tinjauan Teoritis

Persiapan

Pelaksanaan

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Fase khusus dari penanganan gawat darurat jantung untuk mencegah henti atau
insufisiensi jantung atau nafas lewat pengenalan dan intervensi dini atau menyokong
sirkulasi dan ventilasi korban henti jantung atau pernafasan dari luar lewat resusitasi
jantung paru.
Tujuannya adalah mengalirkan oksigen ke otak, jantung, dan organ-organ vital lainnya
sampai terapi medis definitif yang sesuai (bantuan hidup lanjut) dapat mengembalikan
fungsi normal jantung dan ventilasi
Alat :
a. Papan penahan/papan punggung/permukaan yang datar
b. Oral airway
c. Kain kasa
d. Sungkup dan kantung ambu
e. Tabung dan selang oksigen
f. Monitor Jantung
Pastikan pasien tidak sadar :
a. Tepuk-tepuk atau goyangkan pasien secara perlahan sambil berteriak apakah
anda baik baik saja
b. Periksa pernafasan dengan mendekatkan pipi anda ke hidung pasien dan lihat
ada atau tidak nya pergerakan dada dan secara bersamaan dengar dan
rasakan udara pernafasan yang dihembuskan keluar ke pipi anda
c. Periksa denyut nadi karotis pada satu sisi selama 5-10 detik
d. Panggil bantuan
e. Letakkan papan penahan di bawah dada pasien (bila tidak ada penahan,
letakaan pasien pada permukaan yang datar dank eras
f. Berlutut disamping pasien
g. Buka jalan nafas pasien dengan salah satu maneuver berikut:
- Head Tilt & Chin lift (dongakkan kepala dan naikkan dagu)
- Jaw Trust (pendorongan rahang)
h. Letakkan alat pembukan jalan nafas bila ada
i. Tutup lubang hidung dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang berada di dahi
pasien dengan medorong kea rah belakang. Buatlah segel pada mulut pasien
dengan menggunakan mulut anda atau alat pemberi jalan nafas yang sesuai
(kantung ambu dan masker) dan berikan 2 nafas penuh sekitar 1 detik untuk
memberikan waktu yang cukup untuk inspirasi dan ekspirasi
j. Perhatikan gerakan naik turunnya dada
k. Dengan menggunakan jari telunjuk tangan yang paling dekat tungkai pasien,
cari tepi iga bawah dan geser jari; jari ke atas ke lokasi dimana iga
menyambung dengan sternum. Letakkan jari tengah tangan yang lain pada
takik sternum dan jari telunjuk disebelahnya. Letakkan tumit tangan yang lain di
sebelah jari telunjuk pada sternum. Pastika sumbu memanjang tumit tangan
sejajar dengan aksis dengan aksis memanjang sternum. angkat tangan pertama
dari sternum dan letakkan di atas tangan yang berada pada sternum, lebarkan
atau silangkan jari-jari tangan, jangan sampai jari-jari tersebut menyentuh dada.

l.
m.

n.
o.
p.
q.

Luruskan lengan dengan bahu berada langsung di atas tangan yang berada
pada sternum dan mengunci siku.
Kompresi dada orang dewasa 4- 5 cm dengan kecepatan sekitar 100 kali per
menit
Lepaskan kompresi eksternal secara penuh untuk memungkinkan dada kembali
ke posisi normalnya setelah setiap kompresi. Lamanya waktu pelepasan harus
sama dengan lamanya waktu kompresi, jangan mengangkat tangan dari dada
Lakukan 30 kompresi kemudian 2 ventilasi, evaluasi ulang pasien setelah 4
siklus untuk mengatur irama dan waktu
Untuk CPR yang dilakukan oleh satu atau 2 penolong, kecepatan kompresi 100
kali permenit
Perbandingan kompresi 30 : 2
Sambil meneruskan resusitasi, diperlukan tindakan khusus berupa penggunaan
peralatan resusitasi khusus untuk mengatur pernafasan sirkulasi serta
memberikan terapi definitive. Terapi definitive meliputi defibrilasi, farmakoterapi
untuk disritmia dan gangguan asam basa serta pemantauan berkelanjutan dan
perawatan terpadu di unit perawatan intensif

KOMPETENSI CRITICAL CARE


FEEDING TUBE

Aspek yang
Ditinjau

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Tinjauan Teoritis

Pemberian makan via feeding tube


merupakan tindakan keperawatan mandiri
untuk memberi makan ataupun nutrisi lainnya
(sesuai order dokter) untuk menjaga dan
mempertahankan status gizi pasien.
Tujuan :
1. Memperbaiki status nutrisi pasien
2. Menjaga dan mempertahankan status
nutrisi pasien
3. Menghindari terjadinya sepsis, untuk
pasien-pasien ICU

Persiapan

Alat :
1. Catheter tip syringe
2. Sarung tangan bersih
3. Stetoskop
4. Gelas
5. Susu Formula atau bubur saring sesuai order dokter
Pelaksanaan
PERSIAPAN PASIEN :
1. Jelaskan rencana tindakan yang akan dilakukan dan tujuan tindakan.
2. Minta persetujuan pasien untuk dilakukan tindakan.
3. Cek instruksi dokter untuk formula, rute dan frekuensi
4. Posisikan pasien head up/elevated of bed (bila tidak ada kontraindikasi) atau untuk pasien
dengan posisi supine, posisikan pada posisi tredelenburg
5. Lakukan hand hygiene
6. Gunakan sarung tangan bersih.
7. Cek kepatenan selang NGT. Dengan stetoskop, cek residu, ataupun dengan buble test
8. Cek residu lambung.
Warna, jika kehitaman atau kemerahan, tunda pemberian makan, Lapor Tim dokter.
Jumlah residu, jika residu lebih dari jumlah pemberia (lebih dari 200 ml), tunda pemberian
makan. Segera lapor tim Dokter.
9. Bila residu lambung normal, masukkan makanan/susu sesuai dengan jumlah yang
diintruksikan.
a. Lepaskan plunger dari syringenya
b. Isi sirynge sesuai dengan jumlah yang diinginkan, kemudian tinggikan syringe kurang lebih
45 cm diatas tempat insersi dan biarkan mengalir sesuai dengan gaya gravitasi. Ulangi 2-3
kali sampai dengan jumlah yang diinginkan
c. Jika menggunakan feeding bag, sambungkan ujung selang dengan feeding bag yang
sudah berisi formula makanan, kemudian atur tetesan, jika ada feeding pump, waktu
pemberian diatur 30-60 menit. Beri label di feeding bag, meliputi : tanggal, waktu, inisial,
jumlah jenis makanan. Ganti bag setiap 24 jam
10. Setelah pemberian feeding tube, bilas dengan air putih, untuk mencegah pertumbuhan

mikroorganisme
11. Dokumentasikan :
- Jumlah dan jenis makanan
- Respon pasien
- Warna dan jumlah residu
penambahan air putih (pada status observasi)

KOMPETENSI CRITICAL CARE


PASIEN KELUAR ICU

Aspek yang Ditinjau


Pelaksanaan

Standar Operasional Prosedur (SOP)


1. Kondisi pasien-pasien yang masuk ICU haruss dinilai ulang secara terus-menerus
untuk mengetahui pasien mana yang tidak memerlukan perawatan ICU lagi
2. Kriteria keluar ICU pasien medical/pasien paska bedah :
a. Jika status fisiologis pasien sudah stabil, dan kebutuhan monitoring serta
perawatan ICU tidak dibutuhkan lagi.
b. Jika status fisiologis pasien sudah memburuk namun intensive aktif sudah tidak
lagi direncanakan, maka dapat dipindahkan ke ruang perawatan biasa
3. Pasien keluar dari ICU dapat dirawat di HCU atau ruang perawatan

KOMPETENSI CRITICAL CARE


PERHITUNGAN OBAT-OBAT EMERGENCY

Aspek yang
Ditinjau
Persiapan
Pelaksanaa
n

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Obat-obat emergency
NOREPINEFRIN
Dosis Pemberian Obat
Dosis norepinephrine dihitung berdasarkan norepinephrine base dan formulasi sediaan iv adalah
norepinephrine bitartrat. Norepinephrine bitartrat 2 mg sama dengan norepinephrine base 1 mg, Infus
intravena kontinyu : Anak-anak : dosis awal : 0,050,1 mikrogram/kgBB/menit; dosis dapat dititrasi
sesuai efek yang diinginkan; dosis maksimum: 12 mikrogram/kgBB/menit. Dewasa : dosis awal : 0,51 mikrogram/kgBB/menit dosis dapat dititrasi sesuai respon yang diinginkan.
Cara Pemberian
Norephineprine bitartrat sebelum diberikan harus diencerkan dulu dengan larutan infus D5 atau NS.
Diberikan secara infus iv melalui vena yang besar untuk mencegah ektravasasi yang potensial
mungkin terjadi, menggunakan infusion pump. Pengenceran norephineprine base 4 mikrogram/mL
untuk infus biasanya dibuat dengan menambahkan 4 mg (4 mL) sediaan norephineprine base dengan
menggunakan spoit 50 cc.
Perhitungan jumlah obat sesuai dosis yang diberikan untuk pemakaian per syringe pump
Contoh Soal :
Misalnya akan digunakan norephinephrine dengan dosis permintaan 0.5 mcg/kgBB/menit. Obat yang
tersedia adalah norephineprine 1 ampul dengan kandungan 4mg/4cc, dengan spoit 50 cc, BB pasien
50 kg. Obat tersebut akan dijalankan dengan menggunakan syringe pump (satuan cc/jam).
Terlebih dahulu kita harus mencari faktor pengenceran obatnya :
Norephinephrin 4mg/4cc diencerkan dalam spoit 50cc. Maka terlebih dahulu kita mengambil DS atau
NS sebanyak 46 cc sehingga jumlahnya menjadi 50 cc. Untuk mengetahui faktor pengencerannya
maka rumusnya adalah :

Jumla h kandungan obat (dalam mcg karenadosis permintaan adalah mcg)


jumla h obat setela h diencerkan
=

4 mgx 1000 mcg


=
50 cc

4000 mcg
50 cc

= 80 mcg/cc.

Maka rumus yang untuk mengetahui hasil dalam penggunaan syringe pump :

Dosis x BB x waktu( jam=60 menit karena syringe pumphitungannnya cc / jam)


faktor pengenceran
=

0.5 x 50 x 60
=18,75 cc/jam/syringe pump
80

PERDIPINE
Dosis dan cara pemberian:
Pengobatan hipertensi krisis saat pembedahan: Perdipine diberikan dengan infus drip intravena
dengan dosis 2-10 mcg/kgBB/menit hingga tekanan darah yang diharapkan tercapai, dan disesuaikan
setelah monitoring untuk menjaga tekanan darah. Untuk penurunan tekanan darah yang cepat,
Perdipine injeksi dapat diberikan dengan dosis 10 sampai 30 mcg/kg dengan injeksi intravena.
Hipertensi emergensi: Perdipine diberikan dengan infus drip intravena dengan dosis 0,5-6
mcg/kgBB/menit hingga tekanan darah yang diharapkan tercapai dan disesuaikan setelah monitoring
untuk menjaga tekanan darah.
Kontraindikasi : Pasien yang kemungkinan memiliki hemostasis tidak lengkap dengan perdarahan
intrakranial, pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial saat fase akut stroke serebral, pasien
dengan riwayat hipersensitif terhadap produk ini.
Perhitungan jumlah obat sesuai dosis yang diberikan untuk pemakaian per syringe pump
Contoh Soal :
Misalnya akan digunakan perdipine dengan dosis permintaan 0.5 mcg/kgBB/menit. Obat yang
tersedia adalah norephineprine 1 ampul dengan kandungan 10mg/10 cc, dengan spoit 50 cc, BB
pasien 50 kg. Obat tersebut akan dijalankan dengan menggunakan syringe pump (satuan cc/jam).
Terlebih dahulu kita harus mencari faktor pengenceran obatnya :
Perdipine 10 mg diencerkan dalam spoit 50cc. Maka terlebih dahulu kita mengambil DS atau NS
sebanyak 40 cc sehingga jumlahnya menjadi 50 cc. Untuk mengetahui faktor pengencerannya maka
rumusnya adalah :

Jumla h kandungan obat (dalam mcg karenadosis permintaan adalah mcg)


jumla h obat setela h diencerkan
=

10 mgx 1000 mcg


10000 mcg
=
50 cc
50 cc

= 200 mcg/cc.

Maka rumus yang untuk mengetahui hasil dalam penggunaan syringe pump :

Dosis x BB x waktu( jam=60 menit karena syringe pumphitungannnya cc / jam)


faktor pengenceran
=

0.5 x 50 x 60
=7.5 cc/jam/syringe pump
200

KOMPETENSI CRITICAL CARE


TERAPI OKSIGEN

Aspek yang Ditinjau


Tinjauan Teoritis

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Memasukan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernapasan dengan
menggunakan alat sesuai kebutuhan
Tujuan : Memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia

Persiapan

A. Pipa Oropharing (Guedel)


1. Mempersiapkan alat :
a. Pipa oropharing (Guedel)
b. Spatel lidah
2. Pelaksanaan Tindakan:
a. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
d. Hanya dimasukan bila mandibula agak lemas dan pasien tidak sadar
e. Buku mulut dengan paksa dan tekan lidah dengan spatel dan dimasukkan
pipa (guedel) dengan lingkungan menghadap kelangit-langit kemudian
putar 1800 tanpa mendorong lidah kebelakang
B. Kateter nasal/hidung
1. Persiapan alat
a. Kateter hidung
b. Jelly
c. Sumber oksigen dengan humidifier
d. Flowmeter oksigen
e. Aqua Steril
2. Cara pelaksanaan
a. Pasien diberi diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
e. Atur kepala pasien dengan kepala ekstensi
f. Untuk memperkirakan dalam kateter ukur jarak antara lubang hidung sampai
ke ujung telinga
g. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
h. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter
i. Masukkan kateter melalui lubang hidung ke nasopharing sebatas ukuran
yang telah ditentukan
j. Gunakan plester untuk fiksasi katheter, antara bibir atas dan lubang hidung
k. Aliran oksigen sesuai yang diinginkan (aliran maksimal 6 liter/menit)
C. Pipa Nasopharing
1. Persiapan alat
a. Pipa Nasopharing
b. Jelly
2. Cara pelaksanaan;
a. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

c. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan


d. Beri pelicin (jelly) pada ujung pipa
e. Masukan ke lubang hidung yang paten samapai ujungnya berada di
hipopharings (ditandai aliran udara yang lancar)
D. Kanule Binasal
1. Persiapan alat
a. Kanul binasal
b. Sumber oksigen dengan humidifier
2. Cara pelaksanaan:
a. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan diberikan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
d. Hubungkan kanul dengan slang oksigen ke humidifier dengan aliran O2
e. Fiksasi selang oksigen
f. Atur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan
E. Sungkup muka dengan selang oksigen (masker oksigen)
1. Persiapan Alat
a. Sungkup muka, selang oksigen
b. Sentral O2 dengan humidifier
2. Cara Pelaksanaan:
a. Pasien diberi penjelasan tindakan yang akan diberikan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Posisi pasien diatur senyaman mungkin
d. Memebebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
e. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
f. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain
kasa pada daerah yang tertekan
g. Memasanag kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit bila diperlukan
h. Atur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan. Tetapi O2 dengan masker
oksigen mempunyai efektifitas aliran 5-8 liter/menit dengan Atur aliran O2
sesuai dengan yang diinginkan. Tetapi O2 dengan masker oksigen
mempunyai efektifitas aliran 5-8 liter/menit dengan konsentrasi O2 (FIO2)
yang didapat 40-60%
F. Sungkup muka Rebreathing dengan kantong O2 (Partial Rebreathing)
1. Persiapan alat
a. Sungkup muka Rebreathing
b. Sentral O2 dengan humidifier
c. Kain Kassa
2. Cara Pelaksanaan:
a. Pasien diberi penjelasan tindakan yang akan dilakukan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Posisi pasien diatur senyaman mungkin

d. Membebaskan jalan napas dengan sekresi


e. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
f. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan terapi O2 dengan rebreathing mask
mempunyai efektifitas aliran 6-15 liter/menit dengan konsentrasi O2 (FIO2)
35-60% serta dapat meningkatkan nilai PaCO2
g. Isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2
kantong akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi
h. Mengikat tali masker O2 di belakang kepala melewati bagian atas telinga
i. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit bila diperlukan
G. Sungkup Muka Non Rebreathing dengan kantong O2
1. Persiapan Alat
a. Sungkup muka Non Rebreathing
b. Sentral O2 dengan humidifier
c. Kain kasa atau kapas jika perlu
2. Cara Pelaksanaan;
a. Psien diberi penjelasan tindakan yang akan diberikan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Posisi pasien diatur senyaman mungkin
d. Membebaskan jalan napas dengan sekresi
e. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
f. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan, terapi O2 dengan non
rebreathing mask mempunyai efektifitas aliran 6-15 liter/menit dengan
konsentrasi O2 (FIO2) 55-90%
g. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
h. Memasang nonrebreathing mask pada daerah lubang hidung dan mulut
i. Mengikat tali non rebreathing mask di belakang kepala melewati bagian atas
telinga
j. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

KOMPETENSI CRITICAL CARE


ELEKTROKARDIOGRAFI

Aspek yang Ditinjau


Tinjauan Teoritis

Persiapan

Pelaksanaan

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Pemantau (monitor) jantung merupakan suatu alat pemantauan irama jantung yang
dapat digunakan secara terus-menerus selama klien dirawat atau selama diperlukan
pemantuan
Tujuan tindakan ini adalah untuk mengidentifikasi distritmia agar dapat menentukan
intervensi dini
Persiapan alat:
a. Kapas alkohol
b. Alat cukur
c. Kertas elektroda basah atau jeli
d. Plester/mikrophore
e. Monitor yang bekerja baik
f. Kabel elektroda lengkap dengan konektor
a.
b.

Mencuci tangan
Menjelaskan tujuan pemasangan monitor jantung kepada klien dan
keluarganya
c.
Membersihkan /cukur area lokasi elektroda di dada yang berambut
(segitaga Einthoven)
d.
Memasang elektroda pada posisi gelombang R tertinggi setelah elektroda
diberi jeli
V1 ruang interkosta 4 sisi kanan, parasternal
V2 ruang interkosta 4 sisi kiri, parasternal
V3 diantara V2 dan V4
V4 ruang interkosta 5 pada sisi kiri di garis mid klavikula
V5 - ruang interkosta 5 pada sisi kiri di garis aksilla anterior
V6 - ruang interkosta 5 pada sisi kiri di garis mid aksilla
e.
Mengeset alarm, suara monitor
f.
Merapikan kembali alat-alat
g.
Menilai kembali kondisi klien
Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan klien

KOMPETENSI CRITICAL CARE


DC SHOCK (TERAPI ELEKTRIK)

Aspek yang Ditinjau


Tinjauan Teoritis

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Suatu tindakan yang dilakukan dengan menggunakan syok terapi yang dihubungkan
dengan suatu wire yang beraliran listrik
Menstabilkan atau mensinkronkan aliran listrik pada jantung dengan aliran tertentu
dengan dosis tertentu

Persiapan

Pelaksanaan

Persiapan Alat
1. Defibrilator lengkap (DC Syok)
2. Jelly
3. Alat resusitasi lengkap
4. Troli emergency terutama alat bantu napas
5. Obat-obat analgetik dan sedatif
6. Alat EKG
7. Gudel, ETT conector, laryngoscope
a. Defibrilator
Pengobatan yang menggunakan aliran listrik dengan waktu yang singkat secara
asinkron.
Indikasi :
g. Ventrikel Fibrilasi (VF)
h. Ventrikel Takikardi (VT) tanpa nadi
Prosedur :
1. Nyalakan defibrilator
2. Tentukan energi yang diperlukan dengan cara memutar atau menggeser tombol
energi. Untuk VT dan VT tanpa nadi energi awal 360 joule dengan
menggunakan monophasic defibrilator, dapat di ualang tiap 2 menit dengan
energi yang sama. Jika menggunakan biphasic defibrilator energi yang
diperlukan berkisar antara 120 200 joule.
3. Paddle diberikan jelly secukupnya
4. Letakkan paddle dengan posisi paddle apex diletakkan pada apeks jantung dan
paddle sternum diletakkan pada garis kanan di bawah klavikula
5. Isi (Charge) energi. Tunggu sampai energi terisi penuh, untuk mengetahui energi
sudah penuh banyak macamnya tergantung dari defibrilator yang dipakai, ada
yang memberi tanda dengan menunjukkan angka joule yang di set, adapula
yang memberi tanda dengan bunyi bahkan ada juga yang memberi tanda
dengan nyala lampu
6. Jika energi sudah penuh maka beri aba-aba dengan suara keras dan jelas agar
tidak ada lagi anggota tim yang masih ada kontak dengan pasien atau korban,
termasuk juga yang mengoperatorkan defibrilator sebagai contoh:
energi siap
saya siap
tim lain siap
7. Kaji ulang layar monitor defibrilator dan pastikan irama masih VF/VT tanpa nadi.

Pastikan energi sesuai dengan yang di set dan pastikan modus yang dipakai
adalah asinkron. Jika semua benar berikan energi tersebut dengan cara
menekan tombol kedua tombol discharge pada kedua paddle. Pastikan paddle
menempel dengan baik pada dada pasien (beban tekanan pada paddle kira-kira
10 kg).
8. Kaji ulang di layar defibrilator apakah irama berubah atau tetap sama seperti
sebelum dilakukan defirilasi, jika berubah cek nadi untuk menentukan perlu
tidaknya dilakukan RJP. Namun jika tidak berubah lakukan RJP untuk
selanjutnya lakukan survey kedua
b. Kardioversi
Pengobatan yang menggunakan aliran listrik dalam waktu singkat secara sinkron.
Indikasi :
a. VT dengan nadi
b. SVT
c. Afl
d. AF
Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Buat ECG 12 lead
3. Pasang infus dan beri obat penenang sesuai permintaan
4. Posisi penderita tidur terlentang
5. Beri oksigen sebelum dilakukan kardioversi 5 10 menit pada waktu melakukan
kardioversi oksigen distop.
6. Peiksa keadaan umum penderita, tekanan darah, nadi/irama jantung, suhu dan
tingkat kesadaran sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
7. Lepaskan gigi palsu
8. Nyalakan defibrilator
9. Lakukan defibrilasi dengan sybchronized.
10. Tentukan energi yang diperlukan dengan cara memutar atau menggeser tombol
energi. Pengaturan energi cara yaitu :
- Energi awal untuk SVT dan atrial flutter adalah 50 joule , apabila tidak berhasil
energi dapat dinaikkan menjadi 100 joule, 200 joule, 300 joule, dan 360 joule.
- Untuk VT mommorphic dan atrial fibrilasi energi awal 100 joule dan dapat
dinaikkan sampai 360 joule.
- Untuk VT polymorpic besarnya energi dan modus yang dipakai sama dengan
yang digunakan pada tindakan defibrilasi
9. Paddle diberikan jelly secukupnya
11. Letakkan paddle dengan posisi paddle apex diletakkan pada apeks jantung dan
paddle sternum diletakkan pada garis kanan di bawah klavikula
12. Isi (Charge) energi. Tunggu sampai energi terisi penuh, untuk mengetahui energi
sudah penuh banyak macamnya tergantung dari defibrilator yang dipakai, ada
yang memberi tanda dengan menunjukkan angka joule yang di set, adapula
yang memberi tanda dengan bunyi bahkan ada juga yang memberi tanda
dengan nyala lampu
13. Jika energi sudah penuh maka beri aba-aba dengan suara keras dan jelas agar
tidak ada lagi anggota tim yang masih ada kontak dengan pasien atau korban,

termasuk juga yang mengoperatorkan defibrilator sebagai contoh:


energi siap
saya siap
tim lain siap
Hal-hal yang perlu di perhatikan :
a. Puasakan pasien 6-12 jam sebelum dilakukan tindakan
b. Yakinkan bahwa penderita tidak mendapatkanobat digitalis atau obat jantung
c. Selama tindakan berlangsung ciptakan suasana tenang
Periksa elektrolit dan Astrup darah kalau perlu

DAFTAR PUSTAKA

Jacob, Annamma., dkk., 2014. Buku Ajar Clinical Nursing Procedures Jilid Dua. Tangerang
Selatan.Binarupa Aksara Publisher..
Anonim., 2014. Pelatihan Perawat ICU (Intensive Care Unit). Makassar. Bagian Pendidikan dan
Pelatihan RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
Loogbook Supervisi Keperawatan Ruangan ICU RS Unhas. Profesi Manajemen Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai