Pada Tahun 1863, Florence Nightingale menuliskan bahwa dibeberapa Rumah Sakit terdapat ruang
yang letaknya berdekatan dengan kamar operasi yang berfungsi sebagai ruang pulih sadar (Rescovery
Room). Terdapat golongan klien yang akan di rawat di Intensive Care Unit (ICU) yaitu berdasarkan prioritas.
Adapun berdasarkan prioritas pada prinsipnya panduan untuk memasukkan pasien medical adalah
memberikan prioritas pada paien yang akan memperoleh manfaat dari intervensi dan support di ICU, dapat
digolongkan menjadi
Prioritas
Prioritas 1
Prioritas 2
Prioritas 3
Kriteria
Pasien sakit kritis, tidak stabil, memerlukan terapi intensif dan tertitrai, seperti dukungan/ bantuan
ventilasi dan alat bantu supportif organ/sistem yang lain, infuse obat-obat vasoaktif kontinyu,
pengobatan kontinyu tertitrasi, dll. Contoh kelompok pasien ini antara lain pasca bedah
kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa. Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU seperti
derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas 1
umumnya tidak mempunyai batas
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat beresiko bila tidak
mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan Pulmonary
arterial catheter. Contoh pasien yang seperti ini antara lain pasien penyakit dasar jantung paru,
gagal ginjal akut dan berat atau yang telah menjalani pembedahan mayor. Terapi pada pasien
dengan prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya,
penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh atau manfaat terapi ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini
antara lain pasien dengan keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade,
sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatanakut saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
jantung paru
a.
b.
c.
d.
e.
Ada pun tugas-tugas rutin yang dilakukan oleh perawat ICU yaitu melakukan perubahan posisi setiap 2
jam, membersikan mulut setiap 2 jam, melakukan fisioterapi 1x shift, mencatat hasil pengamatan atau
pengukuran di lembar observasi, melakukan komunikasi baik dengan dokter/klien atu keluarga klien serta
mencatat dan mengkomunikasikan masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan kondisi pasien. Terkait
dengan penanganan kegawatan pada pasien ICU, didasarkan pada 6 B yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
jalan nafas dari sumbatan, memberikan pernafasan buatan, pijat jantung luar jika jantung berhenti, serta
memberikan/mengatur posisi pada pasien coma dan shock. Selain itu perawat ICU mampu untuk
mengoperasikan : terapi oksigen dan nebulasi, melakukan suction, memasang infus, respirator untuk
pernafasan bantuan, Laryngoscope untuk intubasi trachea, monitor ECG untuk pemantauan aritmia,drain
thoraks dan pompanya untuk pneumo/hematothoraks, dan memberikan obat-obatan emergency.
Sebagai perawat ICU yang notabene setiap saat sangat minim oleh jangkauan keluarga pasien, etika
keperawatn penting untuk diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Dengan demikian
kepercayaan klien dan keluarga kepada perawat akan terjaga, kepercayaan diantara sesame perawat akan
terjaga serta kepercayaan masyarakat kepada profesi perawat akan meningkat. Dengan mengetahui,
memahami, mengahayati dan menerapkan kode etik keperawatan, maka diharapkan akan menghasilkan
kepuasan kedua belah pihak yaitu penerima dan pemberi jasa pelayanan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang perawatan Intensif, selalu mempertimbangkan aspek
Bio, Psiko, Sosio Kultural dan Spiritual secara komprehensif yaitu :
a. Aspek biologis/ fisiologis
b. Aspek psikologis
c. Aspek sosio cultural
d. Aspek spiritual
Bila tidak dilakukan perhatian pada ke empat aspek tersebut di atas, makan akan menimbulkan dampak
berupa stress di ICU baik bagi klien maupun keluarga klien. Hal- hal yang sering membuat kondisi rentan
stress untuk klien yaitu :
a. Peralatan canggih
b. Bunyi alarm
c. aktivitas yang sibuk dan monoton
d. Tidak bisa tidur
e. Penyakit yang kritis
Hal- hal yang sering membuat kondisi rentan stress untuk keluarga klien yaitu :
a. Terpisah secara fisik dengan keluarganya yang di rawat di ICU
b. Merasa terisolasi
c. Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada keluarga yang sedang dirawat
d. Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staff ICU
e. Tarif ICU yang mahal
f. Masalah keuangan terutama jika klien adalah salah satu pencari nafkah dalam keluarga
g. Lingkungan ICU yang penuh dengan peralatan canggih, bunyi alarm, banyaknya selang yang terpasang di
tubuh klien.
Kompetensi yang harus di capai pada PANUM keperawatan kritis di ruang Intensif Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit Daerah Hadji Padjonga Daeng Ngalle Kab. Takalar :
a. Mampu untuk melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
b. Resusitasi Cairan
c. Terapi Oksigenasi
d. Feeding Tube
e. Perhitungan Obat-Obat emergency
f. ECG
Persiapan
Pelaksanaan
l.
m.
n.
o.
p.
q.
Luruskan lengan dengan bahu berada langsung di atas tangan yang berada
pada sternum dan mengunci siku.
Kompresi dada orang dewasa 4- 5 cm dengan kecepatan sekitar 100 kali per
menit
Lepaskan kompresi eksternal secara penuh untuk memungkinkan dada kembali
ke posisi normalnya setelah setiap kompresi. Lamanya waktu pelepasan harus
sama dengan lamanya waktu kompresi, jangan mengangkat tangan dari dada
Lakukan 30 kompresi kemudian 2 ventilasi, evaluasi ulang pasien setelah 4
siklus untuk mengatur irama dan waktu
Untuk CPR yang dilakukan oleh satu atau 2 penolong, kecepatan kompresi 100
kali permenit
Perbandingan kompresi 30 : 2
Sambil meneruskan resusitasi, diperlukan tindakan khusus berupa penggunaan
peralatan resusitasi khusus untuk mengatur pernafasan sirkulasi serta
memberikan terapi definitive. Terapi definitive meliputi defibrilasi, farmakoterapi
untuk disritmia dan gangguan asam basa serta pemantauan berkelanjutan dan
perawatan terpadu di unit perawatan intensif
Aspek yang
Ditinjau
Persiapan
Alat :
1. Catheter tip syringe
2. Sarung tangan bersih
3. Stetoskop
4. Gelas
5. Susu Formula atau bubur saring sesuai order dokter
Pelaksanaan
PERSIAPAN PASIEN :
1. Jelaskan rencana tindakan yang akan dilakukan dan tujuan tindakan.
2. Minta persetujuan pasien untuk dilakukan tindakan.
3. Cek instruksi dokter untuk formula, rute dan frekuensi
4. Posisikan pasien head up/elevated of bed (bila tidak ada kontraindikasi) atau untuk pasien
dengan posisi supine, posisikan pada posisi tredelenburg
5. Lakukan hand hygiene
6. Gunakan sarung tangan bersih.
7. Cek kepatenan selang NGT. Dengan stetoskop, cek residu, ataupun dengan buble test
8. Cek residu lambung.
Warna, jika kehitaman atau kemerahan, tunda pemberian makan, Lapor Tim dokter.
Jumlah residu, jika residu lebih dari jumlah pemberia (lebih dari 200 ml), tunda pemberian
makan. Segera lapor tim Dokter.
9. Bila residu lambung normal, masukkan makanan/susu sesuai dengan jumlah yang
diintruksikan.
a. Lepaskan plunger dari syringenya
b. Isi sirynge sesuai dengan jumlah yang diinginkan, kemudian tinggikan syringe kurang lebih
45 cm diatas tempat insersi dan biarkan mengalir sesuai dengan gaya gravitasi. Ulangi 2-3
kali sampai dengan jumlah yang diinginkan
c. Jika menggunakan feeding bag, sambungkan ujung selang dengan feeding bag yang
sudah berisi formula makanan, kemudian atur tetesan, jika ada feeding pump, waktu
pemberian diatur 30-60 menit. Beri label di feeding bag, meliputi : tanggal, waktu, inisial,
jumlah jenis makanan. Ganti bag setiap 24 jam
10. Setelah pemberian feeding tube, bilas dengan air putih, untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme
11. Dokumentasikan :
- Jumlah dan jenis makanan
- Respon pasien
- Warna dan jumlah residu
penambahan air putih (pada status observasi)
Aspek yang
Ditinjau
Persiapan
Pelaksanaa
n
4000 mcg
50 cc
= 80 mcg/cc.
Maka rumus yang untuk mengetahui hasil dalam penggunaan syringe pump :
0.5 x 50 x 60
=18,75 cc/jam/syringe pump
80
PERDIPINE
Dosis dan cara pemberian:
Pengobatan hipertensi krisis saat pembedahan: Perdipine diberikan dengan infus drip intravena
dengan dosis 2-10 mcg/kgBB/menit hingga tekanan darah yang diharapkan tercapai, dan disesuaikan
setelah monitoring untuk menjaga tekanan darah. Untuk penurunan tekanan darah yang cepat,
Perdipine injeksi dapat diberikan dengan dosis 10 sampai 30 mcg/kg dengan injeksi intravena.
Hipertensi emergensi: Perdipine diberikan dengan infus drip intravena dengan dosis 0,5-6
mcg/kgBB/menit hingga tekanan darah yang diharapkan tercapai dan disesuaikan setelah monitoring
untuk menjaga tekanan darah.
Kontraindikasi : Pasien yang kemungkinan memiliki hemostasis tidak lengkap dengan perdarahan
intrakranial, pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial saat fase akut stroke serebral, pasien
dengan riwayat hipersensitif terhadap produk ini.
Perhitungan jumlah obat sesuai dosis yang diberikan untuk pemakaian per syringe pump
Contoh Soal :
Misalnya akan digunakan perdipine dengan dosis permintaan 0.5 mcg/kgBB/menit. Obat yang
tersedia adalah norephineprine 1 ampul dengan kandungan 10mg/10 cc, dengan spoit 50 cc, BB
pasien 50 kg. Obat tersebut akan dijalankan dengan menggunakan syringe pump (satuan cc/jam).
Terlebih dahulu kita harus mencari faktor pengenceran obatnya :
Perdipine 10 mg diencerkan dalam spoit 50cc. Maka terlebih dahulu kita mengambil DS atau NS
sebanyak 40 cc sehingga jumlahnya menjadi 50 cc. Untuk mengetahui faktor pengencerannya maka
rumusnya adalah :
= 200 mcg/cc.
Maka rumus yang untuk mengetahui hasil dalam penggunaan syringe pump :
0.5 x 50 x 60
=7.5 cc/jam/syringe pump
200
Persiapan
Persiapan
Pelaksanaan
Mencuci tangan
Menjelaskan tujuan pemasangan monitor jantung kepada klien dan
keluarganya
c.
Membersihkan /cukur area lokasi elektroda di dada yang berambut
(segitaga Einthoven)
d.
Memasang elektroda pada posisi gelombang R tertinggi setelah elektroda
diberi jeli
V1 ruang interkosta 4 sisi kanan, parasternal
V2 ruang interkosta 4 sisi kiri, parasternal
V3 diantara V2 dan V4
V4 ruang interkosta 5 pada sisi kiri di garis mid klavikula
V5 - ruang interkosta 5 pada sisi kiri di garis aksilla anterior
V6 - ruang interkosta 5 pada sisi kiri di garis mid aksilla
e.
Mengeset alarm, suara monitor
f.
Merapikan kembali alat-alat
g.
Menilai kembali kondisi klien
Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan klien
Persiapan
Pelaksanaan
Persiapan Alat
1. Defibrilator lengkap (DC Syok)
2. Jelly
3. Alat resusitasi lengkap
4. Troli emergency terutama alat bantu napas
5. Obat-obat analgetik dan sedatif
6. Alat EKG
7. Gudel, ETT conector, laryngoscope
a. Defibrilator
Pengobatan yang menggunakan aliran listrik dengan waktu yang singkat secara
asinkron.
Indikasi :
g. Ventrikel Fibrilasi (VF)
h. Ventrikel Takikardi (VT) tanpa nadi
Prosedur :
1. Nyalakan defibrilator
2. Tentukan energi yang diperlukan dengan cara memutar atau menggeser tombol
energi. Untuk VT dan VT tanpa nadi energi awal 360 joule dengan
menggunakan monophasic defibrilator, dapat di ualang tiap 2 menit dengan
energi yang sama. Jika menggunakan biphasic defibrilator energi yang
diperlukan berkisar antara 120 200 joule.
3. Paddle diberikan jelly secukupnya
4. Letakkan paddle dengan posisi paddle apex diletakkan pada apeks jantung dan
paddle sternum diletakkan pada garis kanan di bawah klavikula
5. Isi (Charge) energi. Tunggu sampai energi terisi penuh, untuk mengetahui energi
sudah penuh banyak macamnya tergantung dari defibrilator yang dipakai, ada
yang memberi tanda dengan menunjukkan angka joule yang di set, adapula
yang memberi tanda dengan bunyi bahkan ada juga yang memberi tanda
dengan nyala lampu
6. Jika energi sudah penuh maka beri aba-aba dengan suara keras dan jelas agar
tidak ada lagi anggota tim yang masih ada kontak dengan pasien atau korban,
termasuk juga yang mengoperatorkan defibrilator sebagai contoh:
energi siap
saya siap
tim lain siap
7. Kaji ulang layar monitor defibrilator dan pastikan irama masih VF/VT tanpa nadi.
Pastikan energi sesuai dengan yang di set dan pastikan modus yang dipakai
adalah asinkron. Jika semua benar berikan energi tersebut dengan cara
menekan tombol kedua tombol discharge pada kedua paddle. Pastikan paddle
menempel dengan baik pada dada pasien (beban tekanan pada paddle kira-kira
10 kg).
8. Kaji ulang di layar defibrilator apakah irama berubah atau tetap sama seperti
sebelum dilakukan defirilasi, jika berubah cek nadi untuk menentukan perlu
tidaknya dilakukan RJP. Namun jika tidak berubah lakukan RJP untuk
selanjutnya lakukan survey kedua
b. Kardioversi
Pengobatan yang menggunakan aliran listrik dalam waktu singkat secara sinkron.
Indikasi :
a. VT dengan nadi
b. SVT
c. Afl
d. AF
Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Buat ECG 12 lead
3. Pasang infus dan beri obat penenang sesuai permintaan
4. Posisi penderita tidur terlentang
5. Beri oksigen sebelum dilakukan kardioversi 5 10 menit pada waktu melakukan
kardioversi oksigen distop.
6. Peiksa keadaan umum penderita, tekanan darah, nadi/irama jantung, suhu dan
tingkat kesadaran sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
7. Lepaskan gigi palsu
8. Nyalakan defibrilator
9. Lakukan defibrilasi dengan sybchronized.
10. Tentukan energi yang diperlukan dengan cara memutar atau menggeser tombol
energi. Pengaturan energi cara yaitu :
- Energi awal untuk SVT dan atrial flutter adalah 50 joule , apabila tidak berhasil
energi dapat dinaikkan menjadi 100 joule, 200 joule, 300 joule, dan 360 joule.
- Untuk VT mommorphic dan atrial fibrilasi energi awal 100 joule dan dapat
dinaikkan sampai 360 joule.
- Untuk VT polymorpic besarnya energi dan modus yang dipakai sama dengan
yang digunakan pada tindakan defibrilasi
9. Paddle diberikan jelly secukupnya
11. Letakkan paddle dengan posisi paddle apex diletakkan pada apeks jantung dan
paddle sternum diletakkan pada garis kanan di bawah klavikula
12. Isi (Charge) energi. Tunggu sampai energi terisi penuh, untuk mengetahui energi
sudah penuh banyak macamnya tergantung dari defibrilator yang dipakai, ada
yang memberi tanda dengan menunjukkan angka joule yang di set, adapula
yang memberi tanda dengan bunyi bahkan ada juga yang memberi tanda
dengan nyala lampu
13. Jika energi sudah penuh maka beri aba-aba dengan suara keras dan jelas agar
tidak ada lagi anggota tim yang masih ada kontak dengan pasien atau korban,
DAFTAR PUSTAKA
Jacob, Annamma., dkk., 2014. Buku Ajar Clinical Nursing Procedures Jilid Dua. Tangerang
Selatan.Binarupa Aksara Publisher..
Anonim., 2014. Pelatihan Perawat ICU (Intensive Care Unit). Makassar. Bagian Pendidikan dan
Pelatihan RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
Loogbook Supervisi Keperawatan Ruangan ICU RS Unhas. Profesi Manajemen Keperawatan.