SEPSIS
SEPSIS
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1991, American College of Chest Physicians and Society of
Critical Care Medicine mengadakan konferensi untuk mendapatkan pengertian yang
seragam tentang sepsis dan gejalanya, berdasarkan gejala klinis umum seperti
perubahan
suhu tubuh,
takikardia,
takipneau
dan abnormalitas
sel darah
putih.Septikaemia atau sepsis (keracunan pada darah) adalah kondisi klinis akut dan
serius yang muncul sebagai hasil dari adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya
dalam aliran darah. Sepsis dapat disebabkan oeh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. Colli, Proteus, Neisseria).
Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Staphyllococcus aureus, Streptococcus,
Pneumococcus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue haemorrhagic fever, herpes
viruses), protozoa (malaria falciparum).
Penelitian tentang faktor- faktor yang dapat meningkatkan resiko kematian
pada sepsis telah dilakukan di beberapa negara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko kematian pada sepsis,
diantaranya adalah usia, komplikasi kerusakan organ, sumber infeksi dan ketepatan
terapi antibiotik. Kasus terjadinya sepsis khususnya pada anak usia kurang dari 1
tahun angka kejadian dan kematian karena sepsis lebih tinggi, Di negara berkembang,
kematian bayi karena sepsis sekitar 34 per 1000 kelahiran hidup, yang terjadi terutama
di minggu pertama kehidupan, sementara di negara maju 5 per 1000 kelahiran hidup .
pada bayi prematur angka kematian karena sepsis bahkan dapat mencapai lebih dari
50%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Watson SC terdapat lebih dari 42.000
kasus sepsis berat pada anak dengan usia kurang dari 19 tahun tiap tahunnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tentang penyakit sepsis
Bagaimana proses penyembuhan penyakit sepsis
1.3
Tujuan
1. 3.1 Tujuan Umum
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sepsis
Sepsis adalah suatu kondisi medis sebagai akibat dari interaksi antara proses
infeksi kuman patogen, inflamasi, dan jalur koagulasi (Kristine et al., 2007) yang
menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dengan sitokin
antiinflamasi (Elena et al., 2006). Sitokin proinflamasi yang terlibat adalah Tumor
Necrosis Factor- (TNF-), interleukin-2 (IL-2), dan interleukin-6 (IL-6) yang akan
mencetuskan gejala sepsis seperti demam, takikardia, takipneu, leukositosis, mialgia,
dan somnolen (Ismanoe, 2008).
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi akibat adanya reaksi
imunitas atau respon tubuh yang berlebihan sebagai proses dari terjadinya inflamasi
imunologik terhadap rangsang dari produk mikroorganisme (Remick, 2007) dengan
atau tanpa ditemukannya organisme tersebut di dalam darah (Guntur, 2006). Sepsis
adalah suatu sindroma klinik sebagai manifestasi proses inflamasi imunologik yang
terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas) yang berlebihan terhadap rangsangan
produk mikroorganisme, ditandai dengan takipnea (frekuensi respirasi lebih dari 20
kali/menit), takikardia (frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit), hipertermia
(temperatur axilar tubuh lebih dari 101 F/ 38.3oC) atau hipotermia (temperatur
axilar tubuh kurang dari 96.1 F/ 35.6oC), leukositosis (> 12.000/mm3), leukopenia
(< 4000/mm3) dengan atau tanpa ditemukannya bakteri dalam darah (Edwin et al.,
2003; Guntur, 2008a).
2.2 Etiologi
Penyebab kematian akibat sepsis yang paling sering adalah bakteri gram
negatif, sekitar 115.000 kematian pertahun (Chamberlain, 2004). Penyebab sepsis
paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-) maupun
eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau
endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun
seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita
membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah
penderita dengan perantaraan reseptor Cluster of Differentiation 14+ (CD14+) akan
bereaksi dengan makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomodulator
(Guntur, 2006).
Usia
Usia Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik
dibandingkan usia tua. Orang kulit hitam memiliki kemungkinan
peningkatan kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif
mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai
54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska
Pribumi. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih cenderung
mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan
remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua usia. Ras
Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk
meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua
2. 3.2
kelompok umur.
Jenis kelamin
Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras / etnis. Lakilaki 27% lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun,
risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki
Amerika Indian / Alaska Pribumi kemungkinan mengalami kematian
2. 3.3
2. 3.4
2. 3.5
negatif.
Terapi koortikosteroid
Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan
terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis
steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen
yang paling umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi
dengan patogen intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit
tertentu. Gejala klinis yang dihasilkan dari sebuah respon host sistemik
2. 3.7
beresiko untuk
terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih
adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut
neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk pasien
dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat.
Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada
2. 3.8
Ruam
kulit
pada
meningokoksemia,
sindrom
syok
toksik,
infeksi
Proteus,
Neisseria
gonorrhea),
dan
saluran
pernapasan
yang di karenakan perluasan serius dari invasi bakteri. Pada Sindroma respon radang
sistemik (SRRS) yang disebabkan sepsis akibat respon produk bakteri.
Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis gram negative dapat di tiru dengan
injeksi endo toksin dan Faktor nekrotik tumor (fnt). Hambatan kerja
FNT oleh
tingkatan-tingkatan
koagulasi;
3)
pelepasan
hormone
tersebar yang sifatnya akut dapat terjadi sendiri aau akhirnya dalam kombinasi pada
SRRS.
2.6 Patofisiologi
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih
banyak faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan
penyakit. Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun
dan sitokin, baik yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Adapun yang
termasuk dalam sitokin proinflamasi adalah Tumor Necrosis Factor (TNF),
Interleukin-1 (IL-1), dan Interferon- (IFN-) yang bekerja membantu sel untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi, atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL6 dapat bersifat sebagai sitokin proinflamasi dan antiinflamasi (Guntur, 2008).
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai superantigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen
processing cell dan kemudian ditampilkan sebagai Antigen Presenting Cell (APC).
Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major
Histocompatibility Complex (MHC), kemudian berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1
dan Th2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) (Guntur, 2008).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu:
Interferon- (IFN-), Interleukin-2 (IL-2), dan Macrophage Colony Stimulating
Factor (M-CSF0). Limfosit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. Pada sepsis, IL-2 dan TNF dapat merusak endotel pembuluh darah. IL-1 juga berperan dalam pembentukan
prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi Intercellular Adhesion Molecule1 (ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan endotel (Guntur,
2008).
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal
bebas yang akan memengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan
vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel (Guntur,2008).
2.7 Terapi
2. 7.1
Farmakologis
a. Sepsis Akut Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan
IV dan vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65
mmHg, menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a.Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin)
bila rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat
dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan
vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa
vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan
dengan norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c.Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering
sebagai rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan
antibiotik spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram
negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram negative (atau
jamur jika terindikasi secara klinis).
e.Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24);
bila
dikombinasikan
dengan
terapi
konvensional,
dapat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sepsis adalah suatu kondisi medis sebagai akibat dari interaksi antara proses
infeksi kuman patogen, inflamasi, dan jalur koagulasi (Kristine et al., 2007) yang
menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dengan sitokin
antiinflamasi (Elena et al., 2006). Sitokin proinflamasi yang terlibat adalah Tumor
Necrosis Factor- (TNF-), interleukin-2 (IL-2), dan interleukin-6 (IL-6) yang akan
mencetuskan gejala sepsis seperti demam, takikardia, takipneu, leukositosis, mialgia,
dan somnolen (Ismanoe, 2008).
3.2 Saran
Selalu menjaga kebersihan atau sanitasi lingkungan sekitar, karena penyakit
sepsis ini sangat rentan terjadi karena kurangnya menjaga kebersihan diri yang
diakibatkan oleh berbagai jenis bakteri atau virus yang dapat menyebabkan
infeksi.
Pada saat selama proses kehamilan, sebaiknya calon ibu harus menjaga kesehatan
serta rutin memeriksakan kaundungan ke unit instansi kesehatan terdekat untuk
memeriksa kandungannya serta kondisi bayi yang sedang dikandung.
Setelah melahirkan, ibu wajib memberikan ASI serta nutrisi yang cukup bagi
bayinya guna memenuhi asupan nutrisi bagi tubuhnya.
Mengkonsumsi makan makanan yang bergizi dan bersih agar terhindar dari
bakteri/virus yang dapat menyebabkan sepsis
DAFTAR PUSTAKA
Profil Penderita Sepsis di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Desember
2014 November 2015 | Tambajong | e-CliniC ejournal.unsrat.ac.id
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/14-3-12.pdf saripediatri.idai.or.id
https://eprints.uns.ac.id/17807/3/BAB_II_Tinjauan_pustaka.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39924/4/ChapterII.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/08/Sepsis-Neonatal-PenatalaksanaanTerkini-Serta-Berbagai-Masalah-Dilematis.pdf pustaka.unpad.ac.id
http://eprints.undip.ac.id/44902/3/Yessica_Putri_H_22010110120030_Bab2KTI.pdf
ojs.unud.ac.id/index.php/lontar/article/view/19649
FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA SEPSIS | Sandiana | Students e-Journal
jurnal.unpad.ac.id