Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1991, American College of Chest Physicians and Society of
Critical Care Medicine mengadakan konferensi untuk mendapatkan pengertian yang
seragam tentang sepsis dan gejalanya, berdasarkan gejala klinis umum seperti
perubahan

suhu tubuh,

takikardia,

takipneau

dan abnormalitas

sel darah

putih.Septikaemia atau sepsis (keracunan pada darah) adalah kondisi klinis akut dan
serius yang muncul sebagai hasil dari adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya
dalam aliran darah. Sepsis dapat disebabkan oeh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. Colli, Proteus, Neisseria).
Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Staphyllococcus aureus, Streptococcus,
Pneumococcus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue haemorrhagic fever, herpes
viruses), protozoa (malaria falciparum).
Penelitian tentang faktor- faktor yang dapat meningkatkan resiko kematian
pada sepsis telah dilakukan di beberapa negara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko kematian pada sepsis,
diantaranya adalah usia, komplikasi kerusakan organ, sumber infeksi dan ketepatan
terapi antibiotik. Kasus terjadinya sepsis khususnya pada anak usia kurang dari 1
tahun angka kejadian dan kematian karena sepsis lebih tinggi, Di negara berkembang,
kematian bayi karena sepsis sekitar 34 per 1000 kelahiran hidup, yang terjadi terutama
di minggu pertama kehidupan, sementara di negara maju 5 per 1000 kelahiran hidup .
pada bayi prematur angka kematian karena sepsis bahkan dapat mencapai lebih dari
50%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Watson SC terdapat lebih dari 42.000
kasus sepsis berat pada anak dengan usia kurang dari 19 tahun tiap tahunnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tentang penyakit sepsis
Bagaimana proses penyembuhan penyakit sepsis

1.3
Tujuan
1. 3.1 Tujuan Umum

Mengetahui teori tentang penyakit sepsis.


1. 3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui tentang definisi diare.
Mengetahui bagaimana cara atau penyebab terjadinya diare.
Mengetahui pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk mendiagnosa
penyakit diare.
1.4
Manfaat
1. 4.1
Bagi Masyarakat
Untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang bahaya penyakit sepsis.
1. 4.2
Bagi Mahasiswa
Untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang penyakit sepsis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sepsis
Sepsis adalah suatu kondisi medis sebagai akibat dari interaksi antara proses
infeksi kuman patogen, inflamasi, dan jalur koagulasi (Kristine et al., 2007) yang
menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dengan sitokin
antiinflamasi (Elena et al., 2006). Sitokin proinflamasi yang terlibat adalah Tumor
Necrosis Factor- (TNF-), interleukin-2 (IL-2), dan interleukin-6 (IL-6) yang akan
mencetuskan gejala sepsis seperti demam, takikardia, takipneu, leukositosis, mialgia,
dan somnolen (Ismanoe, 2008).
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi akibat adanya reaksi
imunitas atau respon tubuh yang berlebihan sebagai proses dari terjadinya inflamasi
imunologik terhadap rangsang dari produk mikroorganisme (Remick, 2007) dengan
atau tanpa ditemukannya organisme tersebut di dalam darah (Guntur, 2006). Sepsis
adalah suatu sindroma klinik sebagai manifestasi proses inflamasi imunologik yang
terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas) yang berlebihan terhadap rangsangan
produk mikroorganisme, ditandai dengan takipnea (frekuensi respirasi lebih dari 20
kali/menit), takikardia (frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit), hipertermia
(temperatur axilar tubuh lebih dari 101 F/ 38.3oC) atau hipotermia (temperatur
axilar tubuh kurang dari 96.1 F/ 35.6oC), leukositosis (> 12.000/mm3), leukopenia
(< 4000/mm3) dengan atau tanpa ditemukannya bakteri dalam darah (Edwin et al.,
2003; Guntur, 2008a).
2.2 Etiologi
Penyebab kematian akibat sepsis yang paling sering adalah bakteri gram
negatif, sekitar 115.000 kematian pertahun (Chamberlain, 2004). Penyebab sepsis
paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-) maupun
eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau
endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun
seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita
membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah
penderita dengan perantaraan reseptor Cluster of Differentiation 14+ (CD14+) akan
bereaksi dengan makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomodulator
(Guntur, 2006).

Model sepsis banyak dikembangkan. Menurut Garrido et al., (2004) ada


beberapa model sepsis yaitu intravascular infusion of endotoxin, bacterial peritonitis,
cecal ligation and perforation, soft tissue infection, pneumonia model, dan meningitis
model. Selain itu ada pula endotoxicosis model atau model sepsis paparan LPS.
Beberapa literatur menyebutkan beberapa model sepsis intra abdominal yaitu
intra abdominal instillation of bacterial products, fecal pellets, defined bacterial
inoculums, dan endogenous fecal contamination models. Salah satu lagi yang
dikembangkan adalah model sepsis dengan bacterial inoculum models, yang salah
satu tekniknya adalah cecal inoculum (CI) (Deitch, 2005).
Berdasarkan pada Garrido et al., (2004), bahwa penggunaan injeksi LPS
adalah sebagai model syok endotoksin bukan sebagai model sepsis sehingga untuk
membuat model sepsis lebih representatif dengan menggunakan model cecal
inokulum yang dianggap sebagai
model sepsis karena bakteri. Cecal atau cecum adalah lubang ke luar dari mid
gut yang tidak memiliki fungsi khusus sebagaimana appendiks manusia. Sedangkan
minokulum adalah bahan yang dipakai untuk melakukan inokulasi yaitu memasukkan
mikroorganisme, bahan infektif, serum, dan substansi lain secara sengaja ke dalam
jaringan organisme hidup. Atau bisa juga diartikan sebagai pemasukan agen penyakit
ke dalam organisme sehat untuk menimbulkan batuk ringan atau apapun penyakit
yang bisa menimbulkan reaksi imunitas (Dorland, 2005). Model sepsis dengan cara
cecal inokulum ini menggunakan
injeksi secara intraperitoneal dengan menggunakan material cecal (Chopra dan
sharma, 2007). Material cecal dibuat dengan cecum mencit donor sehat yang
dikorbankan dengan mensuspensikan 200 mg material cecal dalam 5 ml Dextrose
Water 5% (Ren et al., 2002).
Untuk membuat mencit model sepsis bisa dengan menginjeksikan cecal
inokulum 4 mg/mencit secara intraperitoneal setiap hari sampai tujuh hari (Heri et al.,
2008). Sehingga dosis perhari yang digunakan adalah 0,1 ml. Injeksi material cecal
inokulum akan menyebabkan peritoneal terkontaminasi oleh mikrobakteri, sehingga
akan menyerupai peritonitis pada manusia (Garrido et al., 2004; Deitch, 2005).

Dari hasil penelitian injeksi cecal inokulum memperlihatkan tanda-tanda


piloerection, periocular discharge, tampak lesu, penurunan nafsu makan dan minum,
dan diare. Terlihat infeksi yang berlebihan, kerusakan yang hebat dan perlengketan di
sejumlah organ
termasuk hepar, lien, ginjal, serta memperlihatkan tingkat kematian sebesar
100% selama tujuh hari perlakuan (Heri et al., 2008) dan peningkatan jumlah neutrofil
dalam sirkulasi (Taneja et al., 2004).
2.3 Faktor Resiko
2. 3.1

Usia
Usia Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik
dibandingkan usia tua. Orang kulit hitam memiliki kemungkinan
peningkatan kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif
mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai
54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska
Pribumi. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih cenderung
mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan
remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua usia. Ras
Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk
meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua

2. 3.2

kelompok umur.
Jenis kelamin
Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras / etnis. Lakilaki 27% lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun,
risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki
Amerika Indian / Alaska Pribumi kemungkinan mengalami kematian

2. 3.3

berhubungan dengan sepsis hanya 7%.


Ras
Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan

2. 3.4

terendah di antara orang Asia.


Penyakit kormobid
Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal
ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol) lebih umum
pada pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan

2. 3.5

dengan disfungsi organ akut yang lebih berat.


Genetik

Pada penelitian Hubacek JA, et al menunjukkan bahwa polimorfisme umum


dalam gen untuk lipopolysaccharide binding protein (LBP) dalam
kombinasi dengan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin
berhubungan dengan hasil yang tidak menguntungkan. Penelitian ini
mendukung peran imunomodulator penting dari LBP di sepsis Gram-negatif
dan menunjukkan bahwa tes genetik dapat membantu untuk identifikasi
pasien dengan respon yang tidak menguntungkan untuk infeksi Gram2. 3.6

negatif.
Terapi koortikosteroid
Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan
terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis
steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen
yang paling umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi
dengan patogen intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit
tertentu. Gejala klinis yang dihasilkan dari sebuah respon host sistemik

2. 3.7

terhadap infeksi mengakibatkan sepsis.


Kemoterapi
Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak dapat membedakan
antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel
darah, sel-sel kulit. Orang yang menerima kemoterapi

beresiko untuk

terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih
adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut
neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk pasien
dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat.
Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada
2. 3.8

pasien kanker neutropenia.


Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada
pasien dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin,
et al. didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara
independen terkait dengan kejadian sepsis di masa depan. Lingkar pinggang
adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI.
Namun pada penelitian Kuperman EF, et al diketahui bahwa obesitas
bersifat protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi

sifat protektif ini berhubungan dengan adanya komorbiditas resistensi


insulin dan diabetes.
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi berikut umumnya terdapat pada sepsis :1) Demam dan takikardia;
2) Hiperventilasi; 3) Disfungsi hati, paru, dan ginjal; 4) Hipotensi; Ensefalopati,
biasanya lebih disebabkan oleh perfusi yang buruk darpada akibat kerusakan jaringan;
5)

Ruam

kulit

pada

meningokoksemia,

sindrom

syok

toksik,

infeksi

Capnocytophaga, Ektima gangrenosum, RMSF.


2.5 Patogenesis
1. Proses invasi kuman pada bayi baru lahir di bagi menjadi 3 menurut Wong
(2008):
a. Sepsis antenatal yaitu sepsis pada periode neonatal yang dapat diperoleh
sebelum kelahiran melalui plasenta dari aliran dara maternal atau selama
persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Rupture
membrane yang lama selalu merupakan resiko terjadinya tipe transfer organism
patogenik dari maternal-fetal.
b. Sepsis intranatal yaitu sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat selama periode
perinatal ; infeksi dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari
saluran gastrointestinal dan genitourinaria maternal.
c. Sepsis postnatal yaitu sepsis lanjut ( 1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya
nosokomial dan organism yang menyerang . Invasi bacterial sering terjadi pada
putung tali pusat, membrane mukosa mata, kulit, hidung , faring dan telinga; dan
system internal seperti system respirasi, saraf, perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pasca natal sering terjadi dari kontaminasi silang dengan bayi lain,
personel, ataupun benda-benda di lingkungan.
2. Menurut powell (dalam Behrman; Kliegman; Arvin, 2000 ) sepsis pada anak yaitu
invasi bakteri dari saluran gastrointestinum (Salmonella, Pseudomonas, E. colli,
Klebsiella-Enterobacter, Enterococcus) saluran genitalia (, E. colli, Klebsiellaenterobacter,

Proteus,

Neisseria

gonorrhea),

dan

saluran

pernapasan

(Pneumococcus, H. Influenzae, Staphylococcus aureus) serta kulit (S. aureus, S.


epidermidis, Streptococcus pyogenes)
Invasi bakteri dalam tubuh akan menginfeksi jaringan setempat dan bisa juga
masuk kedalam aliran darah. Penemuan bakteri dalam aliran darah disebut bakteremia

yang di karenakan perluasan serius dari invasi bakteri. Pada Sindroma respon radang
sistemik (SRRS) yang disebabkan sepsis akibat respon produk bakteri.
Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis gram negative dapat di tiru dengan
injeksi endo toksin dan Faktor nekrotik tumor (fnt). Hambatan kerja

FNT oleh

antibody monoclonal anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syock septic pada


model percobaan. Bila komponen dinding dilepaskan

kedalam aliran darah

menyebabkan teraktivasinya sitokinin. Jumlah sitokinin terkait SRRS bertambah dan


sekarang mencakup factor nekrosis tumor (FNT), interleukin (IL)-1, -6 dan -8, factor
pengaktif-trombosit (platelet-activating factor = PAF) dan interferon. Baik sendiri
maupun kombinasi produk-produk bakteri maupun sitokinin proradang memicu
respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu. Respon ini adalah : 1) aktivasi
system komplemen. 2)Aktivasi factor hageman (Faktor XII), yang kemudian
mencetuskan

tingkatan-tingkatan

koagulasi;

3)

pelepasan

hormone

Adrenokortikotropin dan beta-endorfin; 4)rangsangan neutropil poli morfonuclear


dan; 5) rangsangan kalikrein-kinin. FNT dan mediator radang lain meningkatkan
permeabilitas vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan
kebutuhan metabolic jaringan. Aktivitas mediator radang atau respon yang berlebihan
dalam pathogenesis sepsis.
Syock didefinisikan dengan tekanan darah sistolik dibawah persentil ke-5
menurut umur datau didefinisikan dengan ekstrimitas dingin. Pengisian kembali
kapiler yang terlambat (>2 detik) tidak lagi di pandang sebagai indicator yang dapat di
percaya pada penurunan perfusi perifer. Tahanan perfusi perifer menurun pada awal
syock septic (panas) tetapi menjadi sangan naik pada syock yang telah lanjut (dingin).
Pada syock septic pemakaian oksigen jaringan melebihi pasokan oksigen.
Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi perifer pada wala dan
vasokontriksi pada masa lanjut, depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi ventilator
dan anemia. Walaupun indek jantung anak sepsis meningkat dengan anaknonsepsis,
namun untuk syock sepsis curah jantung tidak mencukupi untuk konsumsi oksigen
jaringan yang besar. Hasilnya jaringan yang hipoksia mengalami asidosis laktat.
Fungsi paru sering kali sangat terganggu dan perkembangan paru-paru syock atau
sindrom kegawat pernapasan orang dewasa (ARDS) disertai dengan prognosis yang
jelek.Gagal ginjal, gagal hati, disfungsi system syaraf sentral, koagulasi intravaskuler

tersebar yang sifatnya akut dapat terjadi sendiri aau akhirnya dalam kombinasi pada
SRRS.
2.6 Patofisiologi
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih
banyak faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan
penyakit. Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun
dan sitokin, baik yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Adapun yang
termasuk dalam sitokin proinflamasi adalah Tumor Necrosis Factor (TNF),
Interleukin-1 (IL-1), dan Interferon- (IFN-) yang bekerja membantu sel untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi, atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL6 dapat bersifat sebagai sitokin proinflamasi dan antiinflamasi (Guntur, 2008).
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai superantigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen
processing cell dan kemudian ditampilkan sebagai Antigen Presenting Cell (APC).
Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major
Histocompatibility Complex (MHC), kemudian berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1
dan Th2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) (Guntur, 2008).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu:
Interferon- (IFN-), Interleukin-2 (IL-2), dan Macrophage Colony Stimulating
Factor (M-CSF0). Limfosit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. Pada sepsis, IL-2 dan TNF dapat merusak endotel pembuluh darah. IL-1 juga berperan dalam pembentukan
prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi Intercellular Adhesion Molecule1 (ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan endotel (Guntur,
2008).
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal
bebas yang akan memengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan
vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel (Guntur,2008).

Secara normal jumlah leukosit pada orang sepsis akan meningkat


(leukositosis) sebagai respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Namun apabila
peningkatan ini terjadi secara berlebihan, maka akan merusak tubuh. Pengeluaran
sitokin berlebihan yang berasal dari monosit serta Reactive Oxygen Species (ROS)
yang berasal dari neutrofil ke dalam sirkulasi dapat memicu terjadinya sepsis
(Anandika, 2011).

2.7 Terapi
2. 7.1
Farmakologis
a. Sepsis Akut Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan
IV dan vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65
mmHg, menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a.Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin)
bila rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat
dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan
vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa
vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan
dengan norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c.Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering
sebagai rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan
antibiotik spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram
negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram negative (atau
jamur jika terindikasi secara klinis).
e.Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor

>24);

bila

dikombinasikan

dengan

terapi

konvensional,

dapat

menurunkan angka mortalitas.


b. Sepsis kronis Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi
dilanjutkan minimal selama 2 minggu.
2. 7.2
Supportif
a. Penatalaksanaan suhu
b. Penatalaksanaan pernapasan, oksigenasi yang baik, dengan analisis gas
darah, awali pemberian oksigen, atau alat bantu napas (ventilator)
c. Penatalaksanaan kardiovaskular harus selalu dipantau tekanan darah dan
perfusi jaringan, untuk mencegah syok. Pemberian volume expander
seperti NaCl, inotropik seperti dopamin atau dobutamin mungkin
diperlukan. Harus dilakukan pemantauan intake output
d. Penatalaksanaan hematologis: DIC dan netropenia harus ditindaklanjuti
dengan protokol baku
e. Penatalaksanaan SSP: Kejang dan SIADH harus diatasi dengan perhatian
yang cermat
f. Penatalaksanaan metabolik: Hipoglikemia, hiperglikemia, dan asidosis
metabolik harus secara cermat diwaspadai dan diatasi sebaikbaiknya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sepsis adalah suatu kondisi medis sebagai akibat dari interaksi antara proses
infeksi kuman patogen, inflamasi, dan jalur koagulasi (Kristine et al., 2007) yang
menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dengan sitokin
antiinflamasi (Elena et al., 2006). Sitokin proinflamasi yang terlibat adalah Tumor
Necrosis Factor- (TNF-), interleukin-2 (IL-2), dan interleukin-6 (IL-6) yang akan
mencetuskan gejala sepsis seperti demam, takikardia, takipneu, leukositosis, mialgia,
dan somnolen (Ismanoe, 2008).

3.2 Saran
Selalu menjaga kebersihan atau sanitasi lingkungan sekitar, karena penyakit
sepsis ini sangat rentan terjadi karena kurangnya menjaga kebersihan diri yang
diakibatkan oleh berbagai jenis bakteri atau virus yang dapat menyebabkan
infeksi.
Pada saat selama proses kehamilan, sebaiknya calon ibu harus menjaga kesehatan
serta rutin memeriksakan kaundungan ke unit instansi kesehatan terdekat untuk
memeriksa kandungannya serta kondisi bayi yang sedang dikandung.
Setelah melahirkan, ibu wajib memberikan ASI serta nutrisi yang cukup bagi
bayinya guna memenuhi asupan nutrisi bagi tubuhnya.
Mengkonsumsi makan makanan yang bergizi dan bersih agar terhindar dari
bakteri/virus yang dapat menyebabkan sepsis

DAFTAR PUSTAKA

Profil Penderita Sepsis di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Desember
2014 November 2015 | Tambajong | e-CliniC ejournal.unsrat.ac.id
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/14-3-12.pdf saripediatri.idai.or.id

https://eprints.uns.ac.id/17807/3/BAB_II_Tinjauan_pustaka.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39924/4/ChapterII.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/08/Sepsis-Neonatal-PenatalaksanaanTerkini-Serta-Berbagai-Masalah-Dilematis.pdf pustaka.unpad.ac.id
http://eprints.undip.ac.id/44902/3/Yessica_Putri_H_22010110120030_Bab2KTI.pdf
ojs.unud.ac.id/index.php/lontar/article/view/19649
FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA SEPSIS | Sandiana | Students e-Journal
jurnal.unpad.ac.id

Anda mungkin juga menyukai