Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Sudah kita ketahui bersama bahwa Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah, baik sumber
hayatinya maupun non hayatinya. Terlepas dari hal tersebut, kenyataannya Indonesia adalah negara
maritim dengan 70% wilayahnya adalah laut yang terkandung di dalamnya kekayaan yang sangat
menopang hidup dan kehidupan masyarakat. Salah satu dari kekayaan tersebut adalah sumber hayati
yaitu sumber daya perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budi daya.
Di dalam abad modern ini pengelolaan dan penangkapan ikan dilengkapi dengan peralatan yang cukup
modern. Namun dampak yang cukup dirasakan dari kegiatan pengelolaan tersebut adalah pengaruhnya
terhadap ekositem/lingkungan laut terutama apabila pengelolaannya tampa memperhatikan ketentuan
dan persyaratan yang diwajibkan.
Terlepas dari hal diatas, kebijakan pembangunan perikanan tidak pernah mendapat perhatian yang
serius dari pemerintah. Implikasi dari tidak adanya prioritas kebijakan pembangunan perikanan
tersebut, mengakibatkan sangat minimnya prasarana perikanan di wilayah pesisir, terjadinya abrasi
wilayah pesisir dan pantai, pengrusakan ekosistim laut dan terumbuh karang, serta belum
teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan.
1.2. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penulisan ini di rumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah konsep pemberdayaan masyarakat pesisir yang harus dibangun?
2. Bagaimana peran serta masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber daya perikanan?
3. Apakah yang harus dilakukan dalam upaya pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari dari pembuatan makalah ini yaitu:
1.

Memenuhi tugas yang diwajibkan dalam mata kuliah Hukum Peraturan Perikanan

2.

Menambah pengetahuan kita tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya

perikanan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Memberdayakan Masyarakat Pesisir


Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang berdasar kepada
keinginan dan kebutuhan masyarakat, tapi sebenarnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki
akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur masa proyek
dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat.
Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk
menentukan

kebutuhannya,

merencanakan

dan

melaksanakan

kegiatannya,

yang

akhirnya

menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.


Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat
lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:
1.

Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian

utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu
nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan
dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
2.

Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja

disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil
tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual
ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini
adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
3.

Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai

dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu
membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk
usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal
juragan dengan penghasilan yang minim.
4.

Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan

buruh.
Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat pesisir haruslah dirancang dengan
sedemikian rupa dengan tidak menyamaratakan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
apalagi antara satu daerah dengan daerah pesisir lainnya. Pemberdayaan masyarakat pesisir haruslah

bersifat bottom up dan open menu, namun yang terpenting adalah pemberdayaan itu sendiri yang
harus langsung menyentuh kelompok masyarakat sasaran. Persoalan yang mungkin harus dijawab
adalah: Bagaimana memberdayakannya?
Banyak sudah program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya adalah
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP). Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga
pendekatan, yaitu:
a.

Kelembagaan.

Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu
kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik.
Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain
itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana
produktif diantara kelompok lainnya.
b. Pendampingan.
Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan.
Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu
pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum
pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari
itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas
usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada
kelompok yang tepat pula.
c.

Dana Usaha Produktif Bergulir.

Pada program PEMP juga disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang
menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil,
mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang
membutuhkannya. Pengaturan pergulirannya akan disepakati di dalam forum atau lembaga yang
dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.
2.2. Peran Serta Masyarakat Pesisir Dalam Usaha Perikanan
Perikanan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan
adalah semua kegiatan yang berkaitan erat dengan pengelolaan maupun pemanfaatan sumber daya
ikan. Sumber daya itu sendiri meliputi berbagai jenis ikan termasuk biota perairan yang lain, yaitu:
1.

Pisces (ikan bersisip);

2.

Crustacean (udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya);

3.

Mollusca (kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput dan sebangsanya);

4.

Coelenterata (ubur-ubur, dan sebangsanya);

5.

Echinodermata (teripang, bulu babi, dan sebangsanya);

6.

Amphibia (kodok dan sebagainya);

7.

Reptilia (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya);

8.

Mammalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya);

9.

Algae (rumput laut dan sebangsanya);

10.

Biota peraian lainnya yang ada kaitannya dengan kesembilan jenis biota tersebut.

Usaha perikanan ternyata sangat beragam, yang dimulai dari usaha menangkap ikan, membudidayakan
ikan termasuk didalammya bermacam-macam kegiatan seperti menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkannya; untuk kebutuhan santapan sehari-hari dan untuk tujuan komersial yang
mendatangkan penghasilan dan untung bagi kehidupan manusia khususnya masyarakat pesisir yang
rata-rata mata pencahariannya tergantung pada sumber daya perikanan di wilayah pesisir tersebut.
Sebagai contoh peran serta masyarakat pesisir dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
perikanan yaitu; pada desa Sathean, sebuah desa yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian
sebagai nelayan dan petani rumput laut yang tercatat di Maluku pada umumnya dan khususnya di
Maluku Tenggara, memiliki sumber daya perikanan yaitu ikan dan rumput laut (algae) serta sumber
daya lainnya yang sangat bermanfaat. Dikatakan tercatat di Maluku pada umumnya karena di desa
inilah tempat Gubernur Maluku melakukan panen raya rumput laut pada tahun 2009 lalu. Terdapat
disana masyarakat pesisir yang tergolong dalam mastarakat nelayan tangkap atau kelompok
masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan di laut budi daya rumput
laut (algae).
Kurangnya perhatian pemerintah setampat terhadap usaha yang dilakukan oleh masyarakat pesisir
tersebut mengakibatkan para nelaya menggunakan alat tangkap yang masih sederhana atau tradisional
seperti bagan penangkap ikan, memancing, dan mamakai jaring tangkap yang tergolong sederhana
sehingga pengelolaan sumber daya perikanan belum dilakukan secara optimal dan pemasarannya pun
masih dilakukan oleh masyarakat nelayan pengumpul/bakul, atau kelompok masyarakt pesisir yang
bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil
tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual
ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal, yang umumnya merupakan kelompok
masyarakat pesisir perempuan.

Hal yang sama juga terjadi dalam pengelolaan umput laut yang memiliki manfaat dan nilai guna yang
sangat besar. Kurangnya fasilitas yang dimiliki oleh masyarakat pesisir yang ada mengakibatkan budi
daya rumput laut yang di lakukan belum secara optimal dengan cara yang sederhana atau tradisional.
Seperti yang telak kita ketuhui bersama bahwa teknologi perikanan terus berkembang pesat sejalan
dengan meningkatnya ilmu dan teknologi (iptek). Di bidang penangkapan ikan misalnya, dikenal
peralatan elektronik sebagai alat bantu penangkapan ikan yang produktif.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah peran serta masyarakat pesisir dalam pengelolaan
sumber daya perikanan sudah optimal, dan mengapa kebanyakan dari masyarakat pesisir kita masih
menggunakan cara yang sangat tradisional di zaman yang modern ini?
Pertanyaan di atas mungkin merupakan pertanyaan yang sangat sederhana, tetapi untuk
menanggapinya dibutuhkan sebuah jawaban yang serius. Pada umumnya para nelayan dan petani ikan
mengalami permasalahan dalam bidang ekonomi seperti kurangnya modal usaha sehingga cara atau
metode yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemanaatan sumber daya perikanan tergolong sangat
sederhana atau tradisional dan masih jauh dari apa yang diharapkan, dalam arti belum semaksimal
mungkin. Untuk melihat permasalahan tersebut, sebenarnya pemerintah perlu memberikan perhatian
khusus kepada para nelya kecil yang ada di sekitar wilayah pesisir sehingga partisipasi atau peran serta
masyarakat pesisir dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dapat dilakukan secara
oprimal demi kesejahteraan rakyat. Tidak terlepas dari hal tersebut, juga perlu dilakukan pengawasan
sehingga tidak terdapat kerusaka terhadap sumber daya tersebut seperti pengeboman ikan, perusakan
terumbu karang dan lain sebagainya.
Disamping itu, perlu adanya pengawasan oleh pemerintah dalam hal ini instansi yang terkait untuk
melakukan pengawasan terhadap program-program baik program pemberdayaan maupun program
bantuan yang diberikan kepada masyarakat pesisir agar tidak terjadi penyelewengan terhadap bantuan
tersebut, sehingga masyarakat pada umumnya dan mayarakat pesisir khususnya dapat menerima apa
yang menjadi haknya. karena pada dasarnya sudah banyak program-program bantuan yang diberikan
oleh pemerintah terhadap usaha masyarakat pesisir namun tidak sepenuhnya dirasakan adanya
program-program tersebut seperti yang telah dijelaskan di atas.
Untuk itu, perlu adanya kerja sama dan perhatian khusus antara rayat terutama yang berada di wilayah
pesisir dengan pemerintah dalam hal ini instansi terkait seperti Dinas Perikanan yang tentunya bukan
hanya di Maluku, tetapi di Indonesia secara keseluruhan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya perikanan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal demi kesejahteraan rakyat yang
ada pada wilayah pesisir dan masyarakat yang ada di sekitarnya, yang tentunya dapat diwariskan
kepada generasi berikutnya sumber daya perikanan tersebut, karena disanalah kekayaan yang kita
miliki mengingat Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang amat beragam dan memiliki nilai
guna yang tinggi.

2.3. Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Perikanan.


2.3.1. Dari Segi Sosial Ekonomi
Sebagaimana tujuan pembangunan nasional yang di arahkan untuk membangun manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Bertolak dari kerangka dasar tersebut maka
sumber daya ikan merupakan satu modal dasar pelaksanaan pembangunan nasional.
Berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ikan maka peraturan perikanan harus memberikan
landasan yang kuat kepada masyarakat yang ada di wilayah pesisir (masyarakat pesisir) dengan upaya
sebagai berikut:
1.

Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan dan petani ikan;

2.

Mencukupi kebutuhan protein hewan ikan seperti pada pembudidayaan ikan, dan sekaligus

dapat memberikan motivasi dan semangat kepada nelayan dan petani ikan dalam meningkatkan
produksinya;
3.

Memberikan bantuan kepada masyarakat pesisir dalam peningkatan usaha-usaha dalam

perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya;


4.

Memberikan kesempatan kerja lebih luas untuk menampung tenaga kerja produktif;

5.

Dalam konteks yang lebih luas, pemerintah perlu mendorong peningkatan ekspor nonmigas

yang berasal dari perikanan ke manca nagara.

2.3.2. Pengendalian Sumber Daya Ikan.


Tercatat pada data potensi perikanan laut Indonesia, hasil reevaluasi cadangan pada tahun 2000
berjumlah sekitar 6,1 juta ton per tahun.Sumber daya ikan bisa pulih sendiri sesuai dengan sifat-sifat
biologis dan adanya dukungan lingkungan yang memadai. Namun demikian, adanya penangkapan
ikan yang tidak tekendali seperti pengeboman ikan, perusakan terumbu karang, pencemaran perairan
di wilayah pesisir, perusakan lingkungan dan lain-lain mengakibatkan kelestariannya terganggu.
Persoalan lain yang dihadapi sector perikanan laut nasional adalah masih banyaknya kapal ikan asing
yang secara illegal beroperasi melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan nusantara. Lebih
parah lagi jika ini berjalan berkelanjutan dapat mengakibatkan sumber daya ikan dapat mengalami
kepunahan, sehingga pada gilirannya usaha perikanan di wilayah pesisir menjadi terganggu.

2.3.3. Pengawasan dan Pengendalian.


Tercatat pada data potensi perikanan laut Indonesia, hasil reevaluasi cadangan pada tahun 2000
berjumlah sekitar 6,1 juta ton per tahun. Ketepatgunaan dan ke-efektifan dalam penangkapan ikan
ditunjang dengan teknologi perikanan. Gangguan terhadap sumber daya ikan tidak hanya disababkan
tekanan pemanfaatan lebih (over fishing), tetapi juga disebabkan alat tangkap hasil temuan kemajuan
teknologi yang sebenarnya terlarang digunakan. Untuk mencegah dan memberantasnya perlu
pengawasan yang dikenal dengan monitoring, controlling dan surveillance. Dalam kaitannya dengan
hal ini mastarakat pesisir maupun teruma bagi petugas diberi wewenang untuk melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan
Dengan demikian maka diharapkan perhatian khusus bagi pemerintah dalam peran serta masyarakat
pesisir dalam pengelolaan sumber daya perikanan agar dapat dilakukan secara optimal dan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku demi terwujudnya kesejahteraan bagi nelayan dan petani
ikan kecil yang ada di wilayah pesisir mupun dalam rang pembangunan nasional.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1.

Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk

menentukan kebutuhannya, sehingga dapat menciptakan kemandirian dalam kehidupan masyarakat itu
sendiri. Terdapat beberapa kelompok di dalamnya yaitu:
a.

Masyarakat nelayan tangkap.

b.

Masyarakat nelayan pengumpul/bakul.

c.

Masayarakat nelayan buruh.

d.

Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah.

2.

Peran serta masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber daya perikanan belum optimal. Hal

tersebut karena keterbatasan dalam modal usaha, sarana dan prasarana perikanan yang kurang
memadai untuk itu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah kepada masyarakat pesisir dalam
hal ini nelayan dan petani ikan dalam upaya pembangunan nasional.
3.

Sumber daya ikan bisa pulih sendiri sesuai dengan sifat-sifat biologis dan adanya dukungan

lingkungan yang memadai. Namun demikian, adanya penangkapan ikan yang tidak tekendali
mengakibatkan kelestariannya terganggu. Karena itu perlu adanya pengawasan dan pemeliharaan
dalam sumber daya perikanan secara terpadu agar dapat diwarisi kepada generasi selanjutnya atau
berkesenambungan.

3.2. Saran
1.Kepada pemerintah dalam hal ini instansi terkait agar dapat lebih efektif dalam memberdayakan
masyarakat tentunya yang berada di sekitar wilayah pesisir sehingga mereka juga dapat berpeluang
untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya
menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
2.Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir, kita harus memperhatikan aspek
lingkungan agar terjaga kelestariannya dan dapat berkesenambungan bagi generasi-generasi
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Pramono Djoko, S.IP., MBA. Budaya Bahari, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2005.

Rudy T. May, SH., MIR., M.SC. Hukum Laut Internasional 2, Refika Bandung, 2001.

Subagyo P. Joko, SH. Hukum Laut Indonesia, Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 1993.

Syarief Efrizal, Ir. Pembangunan Kelautan Dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Majalah
PP Jakarta, 2001.

Tribowo H. Djoko, Ir. Hukum Perikanan Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2002.

Anda mungkin juga menyukai