Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II (EMBRIOLOGI)


PERKEMBANGAN NORMAL LANDAK LAUT (Temnopleurus alexandri)
DARI TELUR SAMPAI STADIUM PLUTEUS (LARVA)

DISUSUN OLEH :
RUKHIL LAILAH
(2130610021)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan mahasiswa di Universitas
Islam Malang khususnya jurusan Biologi. Ditentukan oleh kegiatan belajar
mengajar di kelas. Yang meliputi pemberian teori-teori juga presentasi oleh para
mahasiswa. Disamping itu, kegiatan praktikum juga sangat penting bagi kami,
karena dengan adanya praktikum kita menjadi lebih terampil dan mandiri disetiap
permasalahan yang terjadi didalam praktikum.
Laporan ini disusun berdasarkan dari hasil praktikum dan literatur.
Kami menyadari bahwa laporan ini tidak Segala puja dan puji bagi Allah
SWT, Dzat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring pula shalawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada baginda agung Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagai wujud ikhtiar untuk meningkatkan berhasil tanpa bantuan dari
semua pihak yang telah membantu kami yang diantaranya Kami menyadari dalam
pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan.Tak ada
gading yang tak retak begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan
hati, kami harapkan saran dan kritik guna untuk peningkatan penyusun laporan
yang lebih baik pada waktu yang akan datang.

Malang,
Minggu, 17 Juni 2015

Praktikan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Penetrasi......................................................................................................3
2.2 Fertilisasi....................................................................................................5
2.3 Perjalanan Gamet Ke Tempat Pembuahan Spermatozoa............................7
2.4 Pembuahan..................................................................................................9
2.5 Reaksi Akrosomal.....................................................................................14
2.6 Pembelahan Zigot.....................................................................................15
2.7 Blastula.....................................................................................................17
2.8 Gastrulasi..................................................................................................18
BAB III METODOLOGI......................................................................................24
3.1 ALAT........................................................................................................24
3.2 CARA KERJA..........................................................................................25
BAB IV HASIL PENGAMATAN........................................................................27
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................30
5.1 Analisa Prosedur.......................................................................................30
5.2 Analisa Hasil.............................................................................................31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................33
6.1 Kesimpulan..............................................................................................33
6.2 Saran.........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................34

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penetrasi adalah proses penembusan spermatozoa ke dalam ovum. Setelah
spermatozoa masuk, terjadi fertilisasi yaitu peleburan antara inti sel telur dengan
inti spermatozoa sehingga tumbuh menjadi individu baru yang disebut zigot.
Fertilisasi terjadi di dalam saluran kelamin betina atau dalam tubuh disebut
fertilisasi interna dan apabila di luar tubuh (di dalam air) disebut fertilisasi
eksterna. Fungsi utama fertilisasi adalah untuk menyatukan kumpulan kromosom
haploid dari dua individu menjadi sebuah sel diploid. Setelah terjadi tahap
penetrasi, kemudian terjadi fase pembuahan sel telur oleh sperma. Pada fase
pembuahan (fertilisasi), terjadi peleburan inti sel telur dengan inti sel sperma
(pronukleus jantan dengan pronukleus betina). Hasil dari fase fertilisasi ini adalah
terbentuknya zygote. Dalam fase selanjutnya zygote mengalami perkembangan
menjadi individu baru melalui proses pembelahan. Proses pembelahan yang
terjadi pada zygote meliputi morulasi, blastulasi, gastrulasi, neurolasi (Yatim,
1994).
Setelah terjadi fertilisasi atau pembuahan, maka terjadi pembelahan sel
atau cleavage. Zigot membelah berulang kali sampai terdiri dari berpuluh sel
kecil, yang disebuut blastomere.Zigot akan berkembang menjadi suatu individu
baru melalui tahapan perkembangan lanjut, yaitu pembelahan blastulasi,
gastrulasi, dan neurilasi. Gastrulasi adalah proses pindahnya sel-sel bakal organ ke
tempat yang sebenarnya. Sedangkan neurilasi adalah pembentukan bumbung

neural dari embrio. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui
urutan fertilisasi dan tahap perkembangan awal embrio.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk memahami, mempelajari, dan mengamati
perkembangan normal embrio landak laut (Temnopleurus alexandri) dari
fertilisasi sampai tahap pluteus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penetrasi
Penetrasi adalah proses penembusan spermatozoa ke dalam ovum. Setelah
spermatozoa masuk, terjadi fertilisasi yaitu peleburan antara inti sel telur dengan
inti spermatozoa sehingga tumbuh menjadi individu baru yang disebut zigot.
Zigot berasal dari peristiwa berpasangannya kedua pihak kromosom gamet, yakni
pihak jantan atau patroklin dan pihak betina atau metroklin. Masing-masing gamet
mengandung 1n kromosom, disebut haplont. Setelah terjadi pembuahan zigot
terdiri dari sel yang 2n, disebut diplont. Kemudian zigot mengalami pertumbuhan
embryologis (Yatim,1994).
Untuk bisa masuk ke dalam sel telur, spermatozoa harus melewati sel-sel
kumulus, menembus zona pelucida, dan selaput vitelin. Sel-sel kumulus dapat
dilewati oleh pergerakan aktif spermatozoa dibantu olah enzim hialuronidase.
Enzim ini mendepolimerisasi asam hyaluron-protein. Penembusan zona pelucida
dimungkinkan karena spermatozoa memiliki enzim yang disebut zona lisin.
Spermatozoa menghasilkan zat fertilisin untuk mengimbangi zat antifertilizin
yang dikeluarkan oleh sel telur, sehingga spermatozoa dapat melekat pada zona
pelucida dan menembusnya. Setelah lapisan tersebut berhasil ditembus, akrosom
yang telah menjadi longgar selama kapasitasi mengalami lisis yang akhirnya
menjadi musnah. Spermatozoa masuk ke dalam ke dalam sitoplasma sel telur
setelah menanggalkan selaput plasma yang telah bergabung dengan selaput vitelin

sel telur. Masuknya spermatozoa kedalam sel telur menyebabkan cairan


sitoplasma sel telur berkurang. Pada waktu yang bersamaan kepala spermatozoa
menggembung, kemudian menjadi tidak berbentuk, konsistensinya seperti gel dan
ekornya terlepas. Terjadi perubahan di dalam inti sel sperma, beberapa anak inti
bergabung di bagian tepi menyerupai bentuk inti sel somatis, dikenal sebagai
pronukleus jantan. Spermatozoa lain yang berhasil menembus zona pelucida tidak
dapat masuk ke dalam sitoplasma sel telur, karena ada selaput vitelin yang
menampung spermatozoa tersebut dalam ruang perivitelin, sehingga jarang sekali
ditemukan terjadinya polispermia (Nurhayati, 2004).
Terjadinya penetrasi pada saat ovum dalam tahap meiosis 1 (oosit primer ),
sehingga ketika ada 1 sperma yang dapat masuk ke dalam sel telur tidak langsung
membuahi tetapi berhenti dulu sampai sel telur itu masak. Selanjutnya kepala
sperma, badan polar 1 dan pembelahan pematangan 1, sehingga terjadi meiosis 1.
Pada meiosis 1 antara ovum dan membran fertilisasi terdapat celah yang sempit
yang disebut rongga perivitelin yang berisi cairan yang kemudian merembes
keluar dari sel telur, sehingga sel telur sedikit susut dan terbentuk rongga
perivitelin ( Anonim, 2009 ).
Setelah itu dalam ooplasma, kromatin dalam inti sperma berubah menjadi
benang-benang kromosom, yang disusul dengan terbentuknya gelembunggelembung kecil yang menyelaputinya, membentuk selaput pronukleus jantan.
Disaat itu corona radiata masih mengelilingi atau melapisi ovum. Kemudian
membentuk pseudopodia yang dapat memfagositosis spermatozoa di sekeliling
ovum sehingga corona radiata membersihkan sekeliling ovum yang tidak dibuahi

( Anonim, 2009 ).

2.2 Fertilisasi
Fertilisasi merupakan peleburan antara inti sel telur dengan inti spermatozoa
sehingga tumbuh menjadi individu baru yang disebut zigot. Sel gamet, yaitu
sperma dan sel telur yang menyatu selama fertilisasi atau pembuahan, merupakan
jenis sel yang sangat terspesialisasi yang dihasilkan melalui serangkaian peristiwa
perkembangan yang kompleks dalam testes dan ovarium induk. Fungsi utama
fertilisasi adalah untuk menyatukan kumpulan kromosom haploid dari dua
individu menjadi sebuah sel diploid tunggal, yaitu zigot (Campbell, 2004).
Beberapa tahap fertilisasi pada mamalia yaitu, sperma bermigrasi melalui
lapisan pembungkus sel folikel dan berikatan dengan molekul reseptor pada zona
pelusida sel telur. Pengikatan tersebut menginduksi reaksi akrosomal, di mana
sperma membebaskan enzim-enzim pencernaan ke dalam zona pelusida. Dengan
bantuan enzim hidrolitik ini , sperma mencapai membran plasma sel telur, dan
protein membran sperma berikatan dengan reseptor pada membran sel telur.
Membran plasma menyatu, yang memungkinkan isi sel sperma memasuki sel
telur. Enzim yang dibebaskan selama reaksi kortikal sel telur mengeraskan zona
pelusida,yang sekarang berfungsi sebagai penghambat terjadinya polispermia
(Campbell, 2004).
Tempat fertilisasi dapat terjadi di dalam saluran kelamin betina atau dalam
tubuh disebut fertilisasi interna dan apabila di luar tubuh (di dalam air) disebut

fertilisasi eksterna. Sel kelamin jantan yang mengadakan fertilisasi interna


dimasukkan ke dalam saluran kelamin betina dengan jalan kopulasi. Sel kelamin
jantan maupun betina yang yang mengadakan fertilisasi eksterna dikeluarkan
dalam air. Spermatozoa maupun sel telur saling aktif di dalam air agar
kemungkinan bertemu lebih besar. Telur dan spermatozoa mempunyai
perlengkapan enzim atau hormon yang dapat membantu pertemuan kedua sel
kelamin itu. Tempat pertemuan spermatozoa dan sel telur pada fertilisasi interna
dapat terjadi pada : pangkal oviduct, dekat pintu masuk uterus, pada ujung cranial
oviduct, di dalam ovarium, di dalam rongga badan, di dalam kantong di bawah
kulit. Spermatozoa pada fertilisasi interna harus menempuh jarak sampai ke
tempat tersebut (Sagi, 1990).
Fertilisasi merupakan proses peleburan sel keamin jantan dengan sel
kelamin betina menghasilkan zygote. Proses fertilisasi melaui beberapa aktivitas
yaitu:
1.

hubungan (kontak), serta pengenalan sperma dan sel telur

2.

pengaturan pemasukan sperma ke dalam sel telur

3.

peleburan bahan genetik dari sperma ke dalam sel telur

4.

aktivasi metabolik telur untuk untuk memulai perkembangan


Ada dua jenis fertilisasi, yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi internal.

Fertilisasi eksternal terjadi di luar tubuh, sedangkan fertilisasi internal terjadi di


dalam tubuh. Pada kebanyakan fertilisasi, bagian kepala spermatozoa masuk ke

bagian tengah sel telur (miedle piece). Terjadi penggabungan inti dan sitoplasma.
Sitoplasma spermatozoon sangat sedikit melebur dengan ooplasma yang dapat
menyebebkan perubahan fisiologis untuk menunjang proses fertilisasi. Setelah inti
spermatozoon di dalam telur menjadi besar, kromosomnya bergabung dengan sel
telur. Terjadi pembelahan mitosis dengan terbentuknya amphiaster pembelahan
yang timbul dari bagian tengah spermatozoon (Nurhayati, 2004).
Setelah inti spermatozoon di dalam telur menjadi besar dan kromosom
bergabung dengan kromosom telur. Pembelahan mitosis terjadi denag
terbentuknya

amphiaster

pembelahan

yang

timbul

dari

bagian

tengah

spermatozoon ( middle piece ) (Nurhayati, 2004).


Tempat fertilisasi pada hampir semua ternak adalah bagian awal ampula
tuba fallopi. Sewaktu masuk dalam ampula, selubung ovum, zona pelucida, masih
dikelilingi oleh sekelompok sel-sel granulosa yang disebut sel-sel cummulus.
Pada ternak-ternak mamalia kecuali babi, sel-sel cummulus menghilang dari
ovarium dalam beberapa jam setelah ovulasi (Nurhayati, 2004).
Fertilisasi merupakan proses peleburan sel kelamin jantan dan betina. Hasil
fertilisasi adalah zigot. Zigot akan berkembang melalui beberapa tahapan menjadi
individu baru dengan sifat genetik yang berasal dari kedua tetuanya. Proses
fertilisasi melalui beberapa aktivitas, yaitu :
1. Hubungan ( kontak ), serta pengenalan sperma dan sel telur
2. Pengaturan pemasukan sperma ke dalam sel telur

3. Peleburan bahan genetik dari sperma ke dalam sel telur


4. Aktivasi metabolik telur untuk memulai perkembangan

2.3 Perjalanan Gamet Ke Tempat Pembuahan Spermatozoa


Ada 3 tahap perjalanan, yaitu:
1.

Di dalam tubuh jantan


Spermatozoa dan sedikit plasma semen keluar tubukus seminiferus, masuk

ke vas eferens, oleh adanya tekanan volume dalam tubulus. Volume meningkat
karena:

meningkatnya getahan sel sertoli berupa plasma

merembesnya cairan dari ruang antar sel antara tubuli ke dalam


lumen tubuli

menumpuknya spermatozoa yang dihasilkan

Dalam vas everens spermatozoa bergerak pelan sekali, berlangsung berharihari. Gerakan ini disebabkan:
meningkatnya produksi tubulus, sehingga mendesak yang di depan untuk
maju.
Gerakan mengayuh berirama cilia dinding vas everens sendiri

Dari vas everens spermatozoa dan plasma masuk ke ductus epididimis.


Perjalanan di sini lebih pelan lagi, berlangsung berminggu hingga berbulan-bulan.
Sambil berjalan spermatozoa mengalami pematangan fisiologis dan dicadangkan
untuk dikeluarkan sewaktu-waktu secara besar-besaran, yaitu waktu ejakulasi.
Gerakan mani dalam ductus epididimis disebabkan:
Tekanan oleh volume meningkat dari vas eferens
Kerutan otot dinding epididimis
Penumpukan getah kelenjar dinding epididimis berupa plasma
Kerutan otot dinding vas deferens secara peristalsis, menyebabkannya
sebagai pompa penghisap, sehingga mani mengalir maju ke arah distal.
Dari ductus epididimis mani masuk ke vas deferens. Mani bergerak karena
kerutan otot dindingnya, terutama pada hewan yang membuahi di dalam tubuh
betina. Setelah menerima getahan vasikula seminalis, vas deferens bermuara ke
ductus ejakularius. Bagian distal vas deferens disebut ampulla. Bagian ini dapat
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara mani. Ductus ejakulatorius
bermuara ke uretra. Setelah menerima getahan prostat, semen meneruskan
perjalanan ke penis. Kemudian penis menyalurkan sperma ke luar tubuh (Yatim,
1994).
2.

Di luar tubuh jantan

Pada kebanyakan Evertebrata, Pisces dan Amfibia mani dikeluarkan jantan


dekat-dekat pada telur yang baru saja dikeluarkan betinanya. Karena itu
perjalanan di sini pendek sekali. Spermatozoa bergerak aktif dalam medium air
untuk mencapai telur, lalu membuahinya.
Pada Reptilia, Aves dan Mamalia, yang membuahi dalam tubuh betina, tidak
ada perjalanan gamet di luar tubuh jantan, tetapi langsung diantarkan ke dalam
saluran kelamin betina (Yatim, 1994).

1.

Di dalam tubuh betina


Mani diantarkan dalam tubuh betina biasanya lewat alat pengantar yang

dimasukkan atau berkontak ketat dengan vulva betina. Pisces yang membuahi di
dalam tubuh betina (gabus), sirip pelvis berubah bentuk untuk menyalurkan mani
ke tubuh betina. Reptilia dan Aves, kloaka jantan berfungsi sebagai penyalur.
Kloaka jantan mengadakan kontak langsung dengan kloaka betina (Yatim, 1994).

2.4 Pembuahan
2.4.1 Keadaan gamet sekitar waktu pembuahan
Spermatozoa
Giat bergerak dengan flagellumnya. Energi didapat dari pernafasan
anaerobik fruktosa yang terkandung dalam semen, dan dari pernafasan aerobik

10

glukosa dan glikogen yang terkandung dalam saluran kelamin betina. Sejak
menempuh cervix, uterus sampai tuba, spermatozoa pun mengalami kapasitasi.
Yakni kapasitas atau kesanggupan untuk melakukan pembuahan. Kapasitasi itu
sesungguhnya proses biokemis. Ada zat inhibitor pembuahan terkandung dalam
semen. Inhibitor pembuahan itu ialah menghalangi dilepaskannya enzim
hyaluronidase dan akrosin dari spermatozoa. Dengan kapasitasi, dihasilkan zat
dalam saluran kelamin betina untuk menetralkan zat inhibitor pembuahan itu.
Secara genetis spermatozoa pada saat pembuahan sudah lengkap menempuh
miosis I dan meiosis II, sudah pula menempuh proses pematangan dalam ductus
epydidimis (Yatim, 1994).
Ovum
Deutoplasma sudah cukup didistribusikan sekitar ooplasma, ada yang
berupa butiran (granula) ada pula yang berupa kepingan. Selain itu didalam proses
pematangan ovum, terjadi pula pemasukan pigment ke ooplasma pada beberapa
jenis hewan, seperti pisces dan amfibia. Protein dan ARN (asam ribosa nukleat)
untuk sintesa protein, bersama-sama asam amino pun bertimbun dalam ovum.
Beda dengan spermatozoon, susunan genetis ovum belum lengkap menempuh
miosis. Baru selesai miosis I (Yatim, 1994).
2.4.2 Kegiatan gamet untuk membuahi ovum
Ovum
Mengeluarkan gynogamon, yang terdiri dari fertilizin dan zat penelur.
Fertilizin berguna untuk:

11

1. mengaktifkan spermatozoa bergerak


2. menarik spermatozoa secara kemotaxis pasif
3. mengaglutinasi spermatozoa sekitar ovum
Fertilizin terdiri dari glikoprotein. Rangkaian asam-asam amino dan
monosakaridanya berbeda-beda pada berbagai spesies. Fertilizin tak berfungsi
terhadap spermatozoa spesies lain dari si betina. Molekulnya memiliki Binding
site (tempat mengikat) lebih dari satu. Karena itu molekul fertilizin dapat
mengikat 2 atau lebih spermatozoa. Fertilizin dapat diekstrak dari selubung jeli
telur bulu babi. Kalau diteteskan ke semen jantannya, terjadi aglutinasi
spermatozoa. Terbukti pula fertilizin tak terdapat pada oolemma sendiri. Sebab
kalau ovum dicuci dan dilepaskan dari selubung jellynya, ia tak dapat menarik
spermatozoa. Karena sifatnya yang mengaglutinasi spermatozoa, maka fertilizin
dapat dianggap sebagai antigen dalam sistem immunologi. Zat penelur bekerja
untuk merangsang jantan agar mengeluarkan spermatozoanya. Ini terjadi pada
pembuahan external di air (Yatim, 1994).
Spermatozoa
Mengeluarkan androgamon, yang terdiri dari hyaluronidase, antifertilizin,
akrosin, dan zat penelur. Hyaluronidase merupakan enzim yang dihasilkan dalam
testis, untuk melarutkan asam hyaluronad yang menyemen sel-sel granulosa
sekeliling ovum (corona radiata). Pada hewan yang ovumnya berselaput jelly,
untuk menghidrolisanya sampai mencair (Yatim, 1994).

12

Antifertilizin, sebagai lawan dari fertilizin yang dihasilkan ovum. Jika


fertilizin bertindak sebagai antigen, maka antifertilizin sebagai antibodinya. Oleh
interaksi kedua zat itu terjadi aglutinasi spermatozoa sekitar ovum, sehingga ada
sebagian yang menumbuk ovum sendiri, lalu menerobus masuk. Sebagaimana
fertilizin, antifertilizin juga spesies spesific. Sukar sekali terjadinya reaksi
aglutinasi jika pertemuan gamet itu beda spesies. Beda spesies berarti susunan
asam amino dan monosakarida molekulnya berbeda, dan binding-sitenya pun beda
(Yatim, 1994).
Akrosin, semacam protease, memecah protein. Mirip tripsin yang dihasilkan
pankreas, untuk mencernakan protein dalam usus. Zat ini keluar dari akrosom
spermatozoa, ketika terjadi apa yang disebut reaksi akrosom. Zat ini
menghancurkan zona pelucida. Tidak seluruh zona dihasilkan, hanya disuatu
tempat kecil, cukup untuk menerobosnya masuk spermatozoa (Yatim, 1994).
Zat penelur, bekerja untuk merangsang betina agar mengeluarkan telur, sebagai
imbangan zat yang sama dikeluarkan betinanya. Ini terdapat pada hewan yang
pembuahannya terjadi di luar tubuh (Yatim, 1994).
2.4.3 Masuknya sermatozoa dalam ovum
Bereaksinya gamon kedua macam gamet menyebankan terjadi aglutinasi di
dekat ovum. Lalu memudahkan beberapa ekor bertumbukan dengan ovum.
Kemudian seekor akan dapat menerobos masuk. Komponen sel bergabung antara
kedua gamet. Pada Mamalia dan Echinodermata, hanya kepala sampai middle
piece ekor yang masuk, sedangkan principal piece dan end piece tinggal di luar
zona pellucida dan hancur (Yatim, 1994).

13

Pada Evertebreta air, sebagai contoh Echinodermata, spermatozoon itu


masuk tegak lurus pada zona pellucida. Tapi pada Mamalia, seperti diamati pad
tikus, kelinci dan babi, spermatozoa itu masuk menyamping, sedikit sejajar
dengan zona. Ternyata ekor giat bergerak untuk mendorong spermatozoa itu
lancar masuk. Setelah lewat zona, gerakan ekor berhenti (Yatim, 1994).
Ketika akrosom menumbuk zona, terjadi reksi akrosom, dimana akrosin
dilepaskan, bila membran depan akrosom itu hancur, dan membran akrosom
dibelakangnya akan bersatu dengan oolemma, sehingga inti spermatozoa terbuka
jalan untuk masuk. Sementara itu dalam pengamatan pada banyak hewan,
terbentuk tonjolan dari oolemma, disebutfertilization cone. Tonjolan ini ada yang
pseudopodia, berguna untuk merangkul kepala spermatozoa. Masuknya inti
spermatozoa ke dalam ooplasma ada yang mengamati, ialah dengan ditelan oleh
ovum, ada pula karena dorongan dari spermatozoon sendiri (Yatim, 1994).
Sampai dalam ooplasma kromatin jadi benang-benang kromosom.
Kemudian terbentuk gelembung-gelembung kecil menyelaputinya, membentuk
selaput pronukleus jantan. Pengamatan in-vitro sel-sel corona radiata tetap hadir
dalam jumlah besar sekeliling ovum, meski adhesi antara sesamanya sudah hilang
dan filopodia pun sudah lepas dan hilang dari dalam pellucida. Kemudian sel-sel
corona ini membuat pseudopodia, lalu mengfagositosis spermatozoa sekeliling
ovum. Jadi sel corona ini berfungsi untuk membersihkan sekeliling ovum dari
spermatozoa yang tidak membuahi (Yatim, 1994).
Inti ovum berubah jadi pronukleus betina, selaput intinya hilang lalu
mengalami meiosis II. Polosit yang berada dibawah zona pellucida juga

14

mengalami meiosis, akhirnya terbentuk 3 polosit. Pronukleus betina kini sudah


haplont seperti pronukleus jantan. Pada masing-masing pronukleus timbul
berpuluh-puluh nukleoli, yang kemudian bergabung jadi 1-2 nukleoli besar.
Sentriol pronukleus betina hilang, dan untuk pembelahan berikutnya hanya
sentriol jantan yang berada di middle piece yang jadi titik kutub gelendong.
Pronuklei saling mendekat di poros telur, sedikit lebih dekat ke kutub animal, lalu
terjadilah proses karyogamy. Yakni bergabungnya pronuklei. Mula-mula nukleoli
masing-masing hilang, selaput inti hilang, dan besar pronuklei sendiri menciut.
Masing-masing kromosom jadi mengganda jadi dua kromatid, yang sentromernya
jadi satu, mengakibatkan mitosis berlangsung. Bahan spermatozoa lain selain inti,
yakni mitokondria dan sisa membran selnya, hancur dan menyebar dalam
ooplasma, lalu hilang sebelum mulai pembelahan zigot jadi 2 sel (Yatim, 1994).

2.5 Reaksi Akrosomal


Sel telur difertilisasi secara eksternal setelah hewan itu membebaskan
gametnya. Ketika sebuah sel sperma terpapar ke molekul dari lapisan jeli
pembungkus yang mengelilingi sebuah sel telur yang secara perlahan-lahan
melarut, vesikula yang disebut akrosom pada ujung sperma mengeluarkan isinya
secara eksositosis. Reaksi akrosomal (acrosomal reaction) ini melepaskan enzimenzim hidrolitik yang membuat struktur memanjang yang disebut penjuluran
akrosomal (acrosomal process) mampu menembus lapisan jel sel telur tersebut.
Ujung lapisan penjuluran itu dilapisi oleh protein yang menempel ke molekul

15

reseptor spesifik yang berada di lapisan vitelin di luar membran plasma sel telur
tersebut (Pechenik, 2000).
Reaksi akrosomal menyebabkan penyatuan membran plasma sel sperma dan
sel telur dan masuknya satu nukleus sperma ke dalam sitoplasma sel telur.
Penyatuan membran menimbulkan respon listrik yang mirip neuron oleh
membran plasma sel telur tersebut. Saluran ion membuka, sehingga ion natrium
dapat mengalir ke dalam sel telur dan mengubah potensial membran atau voltase
yang mengalir di sepanjang membran tersebut (Pechenik, 2000).
Pengaruh utama lain penyatuan membran plasma sel telur dengan sperma
adalah reaksi kortikal, yaitu serangkaian perubahan di zona bagian luar (korteks)
sitoplasma sel. Penyatuan sperma dengan sel telur memicu suatu jalur transduksi
sinyal yang menyebabkan retikulum endoplasmik (RE) sel telur itu membebaskan
kalsium ke dalam sitosol. Pembebasan kalsium dari RE dimulai pada tempat
masuknya sperma dan kemudian menjalar dalam bentuk gelmbang di seluruh sel
telur yang dibuahi tersebut. Jalur persinyalan itu mengakibatkan produksi IP3,
yang membuka saluran kalsium bergerbang ligan pada membran ER. Kalsium
yang dibebaskan itu kemudian memicu pembukaan saluran lain., dan demikian
seterusnya. Dalam hitungan detik, konsentrasi kalsium yang tinggi menghasilkan
perubahan dalam vesikula yang disebut granula kortikel yang terletak persis di
bawah membran plasma sel telur. Merespon terhadap peningkatan kalsium,
granula kortikel menyatu dengan membran plasma dan membebaskan isinya ke
dalam ruangan perivitelin antara membran plasma dan lapisan vitelin. Enzimenzim dari granula itu memisahkan lapisan vitelin dari membran plasma

16

sementara mukopolisakarida menghasilkan gradien osmotik, yang menarik air ke


dalam ruang perivitelin dan membengkakkan ruang tersebut. Pembengkakan itu
mendorong lapisan vitelin menjauhi membran plasma, dan enzim lain
mengeraskan lapisan tersebut. Hasilnya adalah lapisan vitelin menjadi membran
fertilisasi yang menahan masuknya sperma tambahan (Campbell, 2004).

2.6 Pembelahan Zigot


Zigot membelah berulang kali sampai terdiri dari berpuluh sel kecil, yang
disebut blastomere. Pembelahan itu bisa meliputi seluruh bagian, bisa pula hanya
pada sebagian kecil zigot. Pada umumnya pembelahan itu secara mitosis. Meski
sewaktu-waktu dapat juga disertai oleh adanya pembelahan inti yang terus
menerus tanpa diikuti sitoplasma.
Ada 4 macam bidang pembelahan :
1. Meredian
2. Vertikal
3. Ekuator
4. Latitudinal
Bidang meridian, melewati poros kutub animal-vegetal. Bidang vertical,
lewat tegak sejak dari kutub animal sampai vegetal. Bedanya dengan bidang
meredian, tak melewati poros kutub animal-vegetal zigot. Bidang vertical sejajar

17

dengan atau mungkin juga melintang bidang meredian. Bidang ekuator, Tegak
lurus terhadap poros kutub animal-vegetal dan di pertengahan antara kedua kutub.
Bidang latitudinal , sejajar bidang ekuator (Yatim, 1994).
Ada 3 macam pembelahan :
1. Holoblastik : pembelahan mengenai seluruh daerah zigot, terdapat pada telur
homolechital dan mesolechital
2. Meroblastik : Pembelahan hanya pada sebagian zigot, yakni di daerah germinal
disk. Terdapat pada telur megalechital.
3. Perantaraan holoblastik dan meroblastik : pembelahan yang tak seluruhnya
mencapai ujung daerah kutub vegetal. Terdapat pada telur megalechital yang
berlapis yolk yang tebalnya sedang, terdapat pada ganoid dan dipnoid (Yatim,
1994).
Holoblastik dibedakan atas :
1. Holoblastik teratur : terdapat pada bintang laut, Amphioxus dan katak. Disebut
teratur karena pembelahan berlangsung secara teratur dilihat dari bidang
pembelahan maupun waktu tahap-tahap pembelahan itu
2. Holoblastik tak teratur : terdapat pada mamalia. Bidang dan waktu tahap-tahap
penmbelahan tak sama dan tak serentak terjadi pada berbagai daerah zigot
(Yatim, 1994).

18

2.7 Blastula
Proses pembentukan blastula disebut blastulasi. Berdasarkan bentuk dan
susunan blastomernya, blastula dibagi atas tiga macam yaitu : Coeloblastula,
Discoblastula, dan Stereoblastula. Coeloblastula berbentuk bola atau disebut juga
blastula bundar. Tipe Coeloblastula berasal dari telur homolecithal dan
mesolechital. Discoblastula berbentuk cakram atau disebut juga blastula gepeng.
Blastula ini berasal dari telur homolechital yang mengalami perubahan holoblastik
tak teratur, dan telur megalechital yang membelah secara meroblastik (Yatim,
1994).
Blastula memiliki daerah-daerah sel yang akan menjadi bakal pembentuk
alat. Pada embriogenesis selanjutnya daerah-daerah itu akan bergerak menyusun
diri untuk menjadi lapisan-lapisan sel tersendiri. Dikenal 5 daerah bakal
pembentuk alat:
a. bakal ectoderm epidermis
b. bakal ectoderm saraf
c.bakal notochord
d.bakal mesoderm
e. bakal endoderm
Balstula awal memiliki sifat totipotent, yakni kemampuan menumbuhkan
segala macam bakal pembentuk alat. Melalui proses differensiasi maka

19

kemampuan sekelompok sel bertotipotent akan menurun, sampai sama sekali


hanya mampu menumbuhkan sejenis jaringan tertentu (Yatim, 1994).

2.8 Gastrulasi
Fase blastula, terbentuk dua lapis benih, yaitu epiblast dan hypoblast. Pada
gastrula dua lapis benih itu menjadi tiga lapis: ectoderm, endoderm, dan
mesoderm. Dalam proses gastrulasi terjadi berbagai macam gerakan sel di dalam
usaha mengatur dan menderetkan mereka sesuai dengan bentuk dan susunan
tubuh individu dari species bersangkutan. Ada dua kelompok gerakan, yaitu
epiboli dan emboli. Gerakan epiboli merupakan gerakan melingkup, terjadi di
sebelah luar embrio. Berlangsung pada bakal ectoderm epidermis dan saraf.
Gerakan yang besar berlangsung menurut proses bakal anterior-posterior tubuh.
Sementara bakal mesoderm dan endoderm bergerak, epiboli menyesuaikan diri
sehingga ectoderm terus menyelaputi seluruh embrio. Gerakan emboli adalah
gerakan menyusup, terjadi di sebelah dalam embrio. Berlangsung pada daerahdaerah bakal mesoderm, notochord, pre-chorda, dan endoderm. Daerah-daerah itu
bergerak ke arah blastocoel. Gerakan emboli ada tujuh macam, yaitu:
a. Involus

: gerakan membelok ke dalam

b. Konvergensi : gerakan menyempit


c. Invaginasi

: gerakan mencekuk dan melipat suatu lapisan

d. Evaginasi

: gerakan menjulur suatu lapisan

20

e. Delaminasi

: gerakan memisahkan diri sekelompok sel dari kelompok

utama atau lapisan asal


f. Divergensi

: gerakan memencar

g.Extensi

: gerakan meluas

(Yatim, 1994).
Metabolisme yang kompleks terjadi dalam proses perkembangan dari zigot
menjadi blastosis yang siap mengalami gastrulasi dam implantasi. Perubahan yang
terjadi meliputi serangkaian pembelahan sel untuk membentuk morula,
diferensiasi sel morula menjadi dua galur sel yaitu trophoblast dan inner cell
mass (ICM) (Rossant, 1986), orientasi spatial kedua macam sel membentuk
blastosis yang terdiri dari ICM dan tropektoderm (TE), pengaliran cairan ke dalam
blastosul, dan spesifikasi regioal ICM menjadi endodermprimitif (hypoblast) dan
ektoderm primitif (epiblast) melalui pembentukanmetriks ekstraseluler bertipe
membran basal (Rosadi et al, 2008).
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Echinodermata

Class

: Echinoidea

Ordo

: Temnoplueroidea

Family

: Temnopleuroidea

21

Genus

: Temnopleurus

Species

: Temnopleurus alexandri (Smith,1984)

Fertilisasi Sea Urchin


Sea Urchin (Landak laut) adalah hewan dioecious. Ini berarti bahwa jenis
kelamin laki-laki dan perempuan terpisah. Namun, tidak bisa benar-benar
membedakan antara keduanya dengan mudah.
Sea Urchin melakukan fertilisasi secara eksternal. Hal ini dilakukan oleh
Sea Urchin jantan yang melepaskan sperma dalam air yang memberikan
isyarat kepada Sea Urchin untuk melepaskan jutaan kecil telur. Telur dan
sperma saling bertabrakan dan fertilisasi mungkin terjadi hanya 10%
sampai 40% dari total telur yang dibuahi oleh sperma.

Cleavage
Ketika zigot telah terbentuk, maka dimulailah pembelahan mitosis pada
zigot yang dikenal dengan tahapan pembelahan (cleavage).
Dalam fase ini, zigot berubah bentuk dari sel tunggal menjadi sebuah masa
sel yang solid/padat disebut morula. Morula berkembang menjadi bola sel
yang berrongga (rongga =blastosoel), disebut blastula.
Sel-sel kecil hasil pembelahan tersebut dikenal dengan istilah blastomer
Sel Sea Urchin dan kebanyakan hewan lainnya mempunyai lebih sedikit
kuning telur, tetapi masih mempunyai sumbu animal-vegetal. Karena yolk

22

yang sedikit, maka kelajuan pembelahannya hampir sama, sehingga


menghasilkan ukuran blastomer yang hampir sama.
Pola pembelahan sampai tahapan delapan sel untuk golongan hewan
echinodermata, chordata, dan deuterostomata memperlihatkan pola yang hampir
sama dengan amfibia
Perkembangan zigot menjadi morula dan blastula merupakan tahapan
cleavage.
Setelah terbentuk blastula, sel-sel tersebut akan terus membelah dan
menata ulang dirinya hingga terbentuk embrio berlapis tiga disebut
gastrula, proses pada tahapan ini disebut Gastrulasi.
Pada

proses

gastrulasi,setelah

terbetuk

gastrula,

embrio

akan

berdiferensiasi dan membentuk perubahan bertahap yang dramatis dalam


proses organogenesis.
Terjadi proses deferensiasi, sehingga terbentuk tiga lapisan embrional
yaitu
1. Ektoderm
2. Mesoderm
3. Entoderm
Dalam perkembangannya lapisan mesoderm membentuk somite yang
akhirnya berdeferensiasi lagi membentuk :
(1) Dermatom (calon dermis)

23

(2) Myotom (calon otot)


(3) Sklerotom (calon rangka)
Gastrulasi pada sea urchin diawali pada perubahan bentuk sel pada daerah
vegeta. Kemudian sel mesenkim primer lepas dan masuk ke dalam rongga
blastula. Lalu terjadi pelekukan saluran pencernaan primitif (arkenteron) dan
lubang pada daerah vegetatif yang disebut blastoporus.
Selanjutnya sel-sel mesenkim sekunder muncul di ujung arkenteron dan
arkenteron mulai memanjang di blastosoel tersebut. Akhirnya ujung arkenteron
membuat kontak dengan ektoderm, arkenteron ditarik ke arah kutub anima.

24

25

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
3.1.1 Bahan
Landak laut (Temnopleurus alexandri) jantan dan betina
Mikroskop
Aerator
Air laut
Formalin 4%
KCl 0,55M
Kertas saring
Tissue
Aquades
Corong
Cawan petri
Pinset
Tabung flacon
Jerigen
3.1.2 Alat Praktikum
Akuarium
Gelas kimia 150 &1000 ml
Akuades
Spuit injeksi (alat suntik)
Pipet tete

3.2 Cara Kerja


Air laut disaring dengan kertas saring, lalu dituang ke gelas kimia
Menyuntikkan larutan KCl o,55M pada bagian oral badan Sea urchin agar sel
telur dan spermanya keluar

26

Landak laut digoyang goyangkan dan diletakkan pada mulut gelas kimia yang
sudah diisi air laut, dengan bagian aboral menyantuh air
Sperma keluar ditandai dengan cairan pekat berwarna putih, ovum ditandai
dengan cairan berwarna kuning
Telur landak laut diambil sebanyak 5 tetes, dan sperma diambil sebanyak 2 tetes
kemudian diletakkan di cawan petri yang sudah diisi air laut yang disaring

Cawan petri digoyang goyang secara perlahan agar suspensi telur terfertilisasi
sperma
Diamati perkembangan se telur tahap demi tahap dengan mikroskop
Air laut dicawan petri segera di aerasi dan diganti dengan air laut baru denga cara
pipetting dibawah mikroskop
Tangan kanan menyedot air, tangan kiri menambah air dengan hati hati
Diamati tahap demi tahap perkembangannya, bila sampai waktu yang ditentukan
tidakterjadi perkembangan, maka segera diganti preparat baru
Dilakakukan diskusi dan dibuat laporan

27

28

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

No

Waktu

Stadium

Gambar

21:00

Aklimatisasi

21:15

Penyuntika KCl

21:20

Sel Telur sebelum TerFertilisasi

22:07

Sel Telur Ter-Fertilisasi

23:16

Pembelahan 2 Sel

29

23:49

Pembelahan 4 Sel

0:11

Pembelahan 8 Sel

0:46

Pembelahan 16 Sel

1:26

Pembelahan 32 Sel

10

1:45

Morula

11

2:53

Blastula Awal

12

4:23

Blastula Akhir

13

9:18

Gastrula

30

14

12:13

Proses Invaginasi

15
16

Prisma
Pluteus

31

32

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
Pada praktikum ini, awalnya praktikan mencari dan mengambil spesies
landak laut (Temnopleurus alexandri) dari Pantai. Kemudian, spesies dimasukkan
kedalam kedalam aquarium yang sudah diisi dengan air laut yang sudah disaring
sebelumnya. Selanjutnya praktikan mengambil salah satu spesies kemudian
disuntik dengan larutan KCl 0,55M pada bagian oral kedalam rongga badan
landak laut untuk mendapatkan sperma dan sel telurnya. Kemudian landak laut
digoyang goyangkan dan ditempatkan pada mulut gelas kimia yang sudah diisi
dengan air laut yang sudah disaring dengan bagian aboral landak laut menyentuh
air yang digelas kimia. Tunggu beberapa saat sampai keluar cairan. Bila yang
keluar cairan berwarna putih maka spesies tersebut bertipe jantan karena
mengeluarkan sperma. Dan bila yang keluar cairan berwarna kuning, spesies
tersebut bertipe betina karena mengeluarkan ovum (sel telur).
Di ambil suspensi ovum sebanyak 5 tetes dan juga suspensi sperma
sebanyak 2 tetes yang diletakkan dicawan petri yang berisi air laut yang sudah
disaring. Selanjutnya cawan digoyang goyangkan agar terjadi proses fertilisasi.
Kemudian praktikan harus mengamati setiap perkembangan sel telur tahap demi
tahap sesuai dengan tabel yang tersedia dengan menggunakan mikroskop. Setiap
5 menit air dicawan petri harus diganti denga air baru dengan cara pipetting
dengan pelan melalui tepi cawan petri (tangan kanan menyedot, tangan kiri
menambah air yang baru). Catatan : bila pada waktu yang sudah ditentukan tidak

33

teradi perkembangan, maka preparat harus segera diganti. Dari hasil pengamatan
dibuat laporan sebagai kerja pratikum.

5.2 Analisa Hasil


Hasil yang diperoleh untuk menjadi pluteus ada beberapa proses dan
perlakuan yang harus dilalui oleh sel telur an sperma dari spesies Temnopleurus
alexandri, yang pertama dilakukan aklimitisasi yang bertujuan untuk mengambil
sel sperma dan ovum dengan menyuntikkan KCl 0,55 M dibagian aboralnya. Bila
yang keluar cairan kunng, maka itu berarti sel telur (ovum) dan jika yng keluar
cairan putih maka yang keluar adalah sel sperma. Kemudian telur mengalami
proses yang disebut dengan fertilisasi yang membutuhkan waktu 58 menit. Dari
proses fertilisasi menjadi dua sel yang sempurna, telur membutuhkan waktu
selama 10 menit.men Dari pembelahan dua sel menjadi 4 sel dibutuhkan waktu
kurang lebih selama 33 menit.. Kemudian sampai pembelahan menjadi 8 sel, telur
membutuhkan waktu selama kurang lebih 22 menit. dari 8 sel menjadi 16 sel,
telur membutuhkan waktu kurang lebih sekitar setengah jam (35 menit). Dan
ketika menjadi 32 sel membutuhkn waktu sampai 40 menit. dan kemudian telur
membelah kembali menjadi 64 sel yang berbentuk seperti bola pejal tanpa rongga
atau yang biasa disebut dengan morula. Yang membutuhkan waktu sekitar 19
menit. Dari tahap morula sel telur mengalami proses yang disebut dengan tahap
blastula awal, dimana disini rongga masih belum jelas dan sempurna. Tahap ini
membutuhkan waktu sekitar 12 menit dari tahap sebelumnya. Kemudian blastula
akhir, dimana disini sel telur yang awalnya seperti bola pejal sudah menjadi bola
yang berongga proses ini membutuhkan waktu sekitar 1 jam 23 menit. hal ini

34

tidak sesuai dengan teori yang ada, ini dikarenakan sel telur udah tidak terlalu
sehat dan air yang ada dicawan petri hampir habis. Tahap selanjutnya adalah
gastrulasi yang ditandai dengan terjadinya lekukan sel teur kedalam yang
membutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Proses terjadi begitu lama karena
sel sudah hampir mati. Dan yang terakhir terjadi proses invaginasi yang
membutuhkan waktu 3 jam lebih. Untuk tahap pembelahan yang selanjutnya tidak
teramati, karena sel sudah mati dan tidak terjadi perkembangan lagi.

35

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk
mencapai sebuah individu baru dibutuhkan sebuah proses yang cukup lama dan
rumit.
Mulai dari fertilisasi yang merupakan proses peleburan dua gamet sehingga
terbentuk individu baru. Yang pada hal ini ditandai dengan terbentuknya cekungan
pada sel telur. Kemudian sel telur mengalami pembelahan, yang awalnya satu
menjadi 2sel, 4 sel, 8sel, 16 sel,32 sel, dan 64 sel atau juga bisa dikatakan bahwa
sel telur memasuki fase morula. Dari fase morula ini kemudian Sea urchin
mengalami fase blastula yaitu perubahan dari bulat padat menjadi bentuk seperti
bola beronngga, dan selanjutnya terjadi proses kembalidari blastula ke gastrula.
Yang mana pada tingkat ini terjadi proses pembentukan lapis benih atau germ
layer. Yang ditandai dengan terjadinya lekukan.

6.2 Saran
Laporan hasil praktikum tentang Perkembangan Normal Landak Laut
(Temnopleurus alexandri) masih ada beberapa kekurangan, oleh karena itu
dibutuhkan kritik dan saran atau masukan yang membangun demi sempurnanya
Laporan praktikum ini.

36

DAFTAR PUSTAKA
Athiroh, N. 2014. Petunjuk Praktikum. Struktur dan Perkembangan Hewan II
(embriologi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Islam Malang. Malang
Bidang Ilmu : Biologi | Akses Terahir : 2015-05-16 | | Hits : 20/0
Copyright 2009. All Right Reserved
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
PDII-LIPI

Campbell, N.A. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta.

Loyana, Tepi dkk. 2007. Biologi SMA Keas X. Jakarta: CV Nadia Sarana Utama.
Nurhayati, Awik Pudji Diah. 2004. Perkembangan Hewan. Program Studi
Biologi, ITS: Surabaya

Pechenik, J. 2000. Biology of the Invertebrates. McGraw-Hill. New York.

Rosadi, Bayu et al. 2008. Perkembangan Embryo Mencit dan Hamster dalam
Medium KSOMaa dam HECM-6. Bagian Reproduksi Fakultas Perternakan,
Universitas Jambi: Jambi.

Rossant, J. 1986. Development of the extra-embryonic cell lineage in the mouse


embryo. Cambridge University Press: Cambridge.

Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi. Penerbit Tarsito: Bandung .


37

38

Anda mungkin juga menyukai