Anda di halaman 1dari 8

BAB 2.

MANAJEMEN STRES : ACTIVE BASED STRATEGI


Stres ditemukan dalam semua aspek kehidupan. Hans Selye, seorang pelopor dalam
penelitian stres, telah mendefinisikan stres sebagai "respon nonspesifik tubuh untuk setiap
tuntutan yang dibuat di atasnya" (Kreitner & Kinicki, 1992, dalam Crampton, Hodge, Mishra,
& Price, 2013). Stress merupakan suatu keadaan dimana terdapat kesenjangan antara
keinginan atau kebutuhan dengan kemampuan atau sumber daya yang ada. Stres juga dapat
diartikan sebagai suatu keadaan yang ditimbulkan saat seseorang dan lingkungan bertransaksi,
baik nyata atau tidak nyata, antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu
menyangkut kondisi biologis, psikologis, atau psikososial (Sarafino dalam Hardjana, 1993).
Ancaman atau penyebab stress (stressor) bisa berasal dari diri individu (internal)
maupun dari luar diri individu (eksternal). Selain itu penyebab stress juga bisa berasal dari hal
yang tidak menyenangkan (buruk, yang disebut distress) tetapi juga berasal dari hal yang
menyenangkan yang disebut dengan eustress (Greenberg, 2002). Stress dapat memberikan
efek yang negative bagi individu maupun orang lain. Efek yang negative adalah menurunnya
kinerja, motivasi, penggunaan alkohol maupun depresi. Dengan adanya stress yang tidak
dapat diatasi individu dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup individu.
Respon terhadap stres dimunculkan dalam bentuk perubahan fisiologis, reaksi kognitif,
reaksi emosional, dan respon perilaku. Respon-respon stres ini menimbulkan kemungkinan
dari berbagai macam tanda terjadinya stress, yang kemudian hal tersebut dapat diukur sebagai
usaha untuk mengetahui secara langsung tingkatan stres seseroang.
Berdasarkan hal diatas, maka stress akan muncul dalam setiap kehidupan manusia dan
tidak dapat dihindari, untuk mencegah dampak negative dari stress maka individu diharapkan
mampu melakukan management stress. Management stress merupakan suatu usaha individu
untuk mengelola dan beradaptasi dengan stressor yang ada. Salah satu management stress
yang dapat dilakukan adalah dengan action based strategy. Action based strategy adalah
management stress yang terdiri dari 3 kegiatan yakni job analysis, managing your boundaries
dan the breaking point. Berikut adalah penjelasan dari job analysis, managing your
boundaries dan the breaking point:
2.1 Job Analysis
Job analysis adalah suatu kegiatan untuk mencatat, mempelajari dan
menyimpulkan keteragan-keterangan atau fakta-fakta yang berhubungan dengan
masing-masing jabatan secara sistematis dan teratur (Susan M. Heathfield).

Proses yang sistematis dari menghimpun informasi dari tugas, kewajiban dan
tanggungjawab dari pekerjaan tertentu. Tujuan umum dari job analysis adalah
memberikan kerangka berpikir untuk menantang pekerjaan dan mengidentifikasi
inkonsistensi yang mungkin terjadi dalam melakukan pekerjaan. Sedangkan tujuan
khususnya adalah memfokuskan pada kegiatan penting dan meminimalkan usaha
kegiatan lainnya, menyelidiki peranan dan tanggung jawab suatu jabatan, memberikan
gambaran tentang tugas dan tanggung jawab setiap pekerja sertra memahami dan
menyelaraskan prioritas dalam pekerjaan (Keliat et al., 2014).
Langkah langkah dalam pelaksanaan job analysis yaitu:
1. Memahami strategi organisasi
2. Memahami budaya organisasi
3. Review dokumentasi formal pada pekerjaan
4. Cari tahu siapa yang berprestasi dan memahami mengapa mereka sukses
5. Berpikirlah tentang pengembangan karir
6. Cari tahu sumber daya yang dapat melakukan pekerjaan secara bersama
2.2 Managing your boundaries
Managing your boundaries atau batas diri seseorang adalah tentang hal-hal yang
boleh dilakukan baik diri sendiri maupun oleh orang lain terhadap diri kita, batas diri bisa
dikatakan sebagai prinsip hidup seseorang. Penetapan batas diri merupakan cara tegas
dan bertanggungjawab untuk membuat orang lain yakin menghormati kebutuhan
seseorang,dan seseorang akan menghormati orang lain. Batas adalah pagar simbolis,
didefinisikan oleh nilai-nilai diri, yang melindungi keyakinan diri, ide-ide, emosi, hak,
kebutuhan dan ruang pribadi.
Setiap manusia merumuskan konsep mengenai batas dirinya. Konsep batas diri ini
kemudian terwujud dalam mentalitas mengenai apa yang masih dianggap wajar dan apa
yang tak dapat lagi ditolerir. Batas diri setiap orang pastilah berbeda. Orang yang
menetapkan batas-batas harus menyadari bahwa tidak masalah untuk mengatakan tidak
kepada orang lain. Dengan mengembangkan satu set batas-batas, kita dapat menghindari
merasa frustrasi dan kewalahan oleh banyak hal, termasuk diri sendiri atau merasa seperti
dimanfaatkan oleh orang yang mengambil keuntungan dari kita. Batas hubungan perawat
klien terdiri dari batas peran, waktu,tempat dan ruang, uang, pemberian hadiah dan
pelayanan, pakaian, bahasa, pengungkapan diri secara personal, kontak fisik (Stuart &
Sundeen, 1995)
Ada beberapa area dimana batasan dapat diterapkan yaitu :

a. Batasan Material
Batasan material dapat dirasakan atau dikenali saat kita memberikan atau
meminjamkan sesuatu barang misalnya uang, mobil, pakaian, buku, makanan dan
lain-lain. Ada beberapa orang yang berprinsip atau membuat batasan dirinya terkait
dengan meminjamkan mobil, ada yang berprinsip tidak meminjamkan mobilnya ke
orang lain ketika bukan dia yang mengemudikannya.
b. Batasan Fisik
Batasan fisik berhubungan dengan ruang personal, privasi dan tubuh. Batasan fisik
dapat dirasakan dan diketahui saat kita berjabat tangan, melakukan sentuhan ataupun
memeluk orang lain. Kita dapat melihat dan merasakan bagaimana reaksi orang lain
saat kita melakukan hal tersebut. Contoh ketika kita berada di lift yang penuh sesak
dengan orang orang, ketika ada yang keluar dari lift maka orang orang yang berada di
dalam lift membuat jarak antara yang satu dengan yang lainnya.
c. Batasan Mental
Batasan mental terkait dengan pikiran, nilai-nilai dan opini. Apakah kita termasuk
orang yang mudah tersugesti, apakah kita mengetahui apa yang kita yakini dan dapat
mempertahankan opini kita, apakah kita dapat mendengar dengan pikiran terbuka
terhadap opini orang lain tanpa bersikap kaku? Apabila kita bersikap sangat
emosional, argumentatif atau defensif maka berarti kita memiliki batasan mental yang
lemah.
d. Batasan Emosional
Batasan emosional membedakan dan memisahkan emosi dan tanggung jawab kita
terhadap orang lain dari orang lain. Hal tersebut seperti garis imajinasi atau area yang
memisahkan diri kita dengan orang lain. Batasan diri yang sehat mencegah kita dari
menasehati orang lain, menyalahkan orang lain atau menerima kesalahan. Batasan
diri yang sehat akan melindungi kita dari perasaan bersalah terhadap perasaan negatif
orang lain atau masalah dan komentar personal. Reaksi yang berlebihan menunjukkan
batasan emosional yang lemah. Batasan emosional yang sehat membutuhkan
kejelasan batasan internal (mengetahui perasaan dan tanggung jawab kita terhadap
diri sendiri dan orang lain).
e. Batasan Seksual
Batasan seksual terkait dengan perlindungan terhadap tingkat kenyamanan pada
sentuhan atau atau aktivitas seksual (apa, dimana, kapan dan dengan siapa). Contoh di
suatu Negara suami istri berprinsip suami atau istri berhak untuk menolak
berhubungan badan ketika tidak menghendaki hubungan badan, bahkan ada kasus
yang mencuat mengenai pemerkosaan oleh seorang suami karena istri tidak mau
berhubungan badan dengan suaminya waktu itu.
f. Batasan Spiritual

Batasan spiritual berhubungan dengan keyakinan dan pengalaman spiritual kita


terhadap Tuhan. Contohnya, ada waktu waktu tertentu dimana seseorang membuat
batasan dirinya ketika sedang beribadah, dan tidak mau diganggu (Keliat et al., 2014)
Tujuan dari managing your boundaries diantaranya adalah memberikan privacy pada
kehidupan pribadi, menghormati hak hak pribadi dan orang lain, menselaraskan kehidupan
pribadi dengan norma, aturan dan nilai-nilai, menselaraskan hubungan sosial / masyarakat,
mengetahui sumber daya diri sendiri, mempertahankan keseimbangan, meminimalkan
konflik, meningkatkan batas diri, kesalahan persepsi dalam batas diri kita adalah
menempatkan dan menjaga orang lain diluar kemampuan kita. Tujuan yang sebenarnya dalam
batas diri itu adalah menempatkan orang lain dekat dengan kita tetapi tidak berlebihan. Batas
diri akan memiliki hubungan dekat dengan menghormati kebutuhan orang lain (Keliat, et al.,
2014).
Pedoman umum yang dapat membantu kita untuk lebih menyadari batas personal diri
kita berikut ini adalah tanda-tanda kita perlu menetapkan batas diri :
a. Saat kita merasa marah atau kesal karena orang lain terlalu banyak bertanya pada kita
b. Saat kita mengatakan ya terhadap hal yang sebenarnya tidak ingin kita lakukan,
hanya karena kita khawatir mengecewakan orang lain.
c. Saat kita merasa marah atau kesal karena kita melakukan banyak hal untuk orang lain
dibandingkan apa yang telah orang lain lakukan terhadap kita.
d. Saat kita merasa bahwa banyak hal yang telah kita lakukan untuk orang lain tidak
sebanding dengan penghargaan yang orang lain berikan pada kita.
e. Saat stress yang kita rasakan karena telah mengecewakan orang lain lebih besar dari
stress saat melakukan sesuatu hal yang tidaknyaman atau menguras tenaga untuk
menyenangkan orang lain.
Banyak cara dapat dilakukan untuk membuat dan menetapkan batas diri diantaranya
adalah cara berikut :
a. Periksa hidup anda. Jika Anda merasa frustasi atau kewalahan, Anda mungkin perlu
untuk membangun satu set batas. Menetapkan batas akan membantu Anda
memprioritaskan kehidupan Anda dan tetap beroperasi dengan lancar. Ini juga akan
membantu Anda menghindari menjadi terlalu sibuk dan merasa dimanfaatkan atau
kewalahan oleh orang lain.
b. Menentukan area di mana anda perlu batas. Sebagai contoh, jika sekolah anak Anda
sering memanggil Anda untuk menjadi sukarelawan dan Anda tidak bisa mengatakan
tidak karena rasa bersalah atau alasan lain, Anda mungkin perlu batas. Dalam contoh
ini, tetapkan batas yang membatasi jumlah waktu Anda setuju untuk menjadi relawan.

Jika relawan seminggu sekali benar-benar apa yang Anda inginkan dan dapat masuk
ke dalam jadwal Anda, maka atur batas ini dan tepati itu.
c. Yakinkan diri bahwa batas-batas penting. Kembangkan daftar batas-batas yang
diperlukan, dan masukkan dalam pikiran. Sadarilah bahwa Anda dapat menjadi lebih
baik dalam banyak hal ketika Anda tidak kewalahan oleh mereka. Atur batas-batas
Anda dalam suatu cara yang memungkinkan waktu untuk Anda dan keluarga Anda
dan teman-teman. Ingatlah apa prioritas utama Anda dalam hidup dan mengakui
bahwa perasaan orang lain tidak selalu lebih penting daripada Anda sendiri.
d. Belajarlah untuk mengatakan tidak. Setelah Anda telah memeriksa hubungan Anda
dan membuat beberapa batasan, belajar untuk mengatakan tidak. Jika, misalnya, Anda
telah membuat batas untuk bertemu seorang teman untuk makan siang hanya sekali
seminggu, dan dua orang teman menelepon Anda untuk janji makan siang, tunda
pertemuan teman kedua hingga tanggal yang akan datang. Jadilah hormat dan baik,
namun jelaskan bahwa Anda tidak dapat makan siang minggu ini karena keterbatasan
waktu, namun Anda akan senang bertemu dia minggu depan. Tetap dengan keputusan
Anda dan tidak merasa buruk atau bersalah untuk mengatakan tidak.
e. Menganalisis batas-batas Anda. Secara berkala, lihat daftar Anda dan menentukan
apakah batasan-batasan ini masih berlaku. Jika perlu disesuaikan, ubahlah. Beranikan
diri untuk tetap dengan batas dan Anda kemungkinan besar akan mulai melihat
perbedaan dalam hidup Anda.
Adapun langkah langkah pelaksanaan managing your boundaries ini diantaranya
sebagai berikut:
a. Identifikasi pikiran tentang batas diri yang akan ditetapkan terhadap diri
sendiri dan orang lain, batasan diri yang dimaksud adalah prinsip prinsip yang
dipegang oleh masing masing orang, dapat berupa batasan materi, fisik,
mental, emosional, seksual, dan spiritual.
b. Catat dalam buku kerja/catatan harian
c. Identifikasi tentang batas diri yang ditetapkan terhadap kelebihan dan
d.
e.
f.
g.

kekurangannya
Pilih batas diri yang akan ditetapkan dan dilakukan
Identifikasi tentang kemungkinan pelanggaran batas diri
Memperkuat dan memelihara penetapan batas diri
Lakukan evaluasi tentang batasan diri yang telah dibuat, untuk menentukan
apakah batasan diri atau prinsip tersebut membuat kita dan orang lain nyaman
atau tidak, karena terdapat konsekuensi dari batasan diri yang telah kita
tetapkan. Apabila membuat kita tidak nyaman maka perlu dilakukan
modifikasi mengenai batasan diri yang telah kita buat (Keliat, et al, 2014).

2.3 Breaking point


Breaking point adalah suatu tehnik untuk mengatasi suatu keadaan dimana situasi
(kerja/relasi) sudah berada di ambang krisis. Adapun penyebabnya meliputi:target yang
ingin dicapai tidak realistis, beban kerja yang multitasking yang ingin dikerjakan pada
waktu yang bersamaan (misalnya: melimpahnya sarana sistem komunikasi teknologi
yang seperti: e-mail, telepon, SMS, blog, dll), serta melimpahnya informasi yang masuk
begitu saja sebagai konsumsi kognitifnya tanpa sempat untuk diolah sebagai informasi
yang memang dibutuhkannya, serta kurangnya dukungan dari lingkungan sosial.
Gejala yang tampak pada seseorang yang membutuhkan dilakukannya breaking
point, seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Malaise/ lesu/ tidak bersemangat


Sering marah
Sering absen
Sering membawa pekerjaan ke rumah
Berusaha untuk resign/keluar dari pekerjaan
Berusaha melakukan sabotase
Melakukan pembunuhan/teror/bunuh diri

(Keliat, et al., 2014).


Breaking point merupakan salah satu strategi manajemen stress yang termasuk
dalam ABS (Action Based Strategy) yang menekankan pada keberanian seseorang
untuk keluar dari batasan-batasan, kebiasaan atau rutinitas yang dianggap membatasi
diri seseorang dan menjadi stressor tersendiri guna mengurangi kecemasan dan
mengoptimalkan potensi seseorang (Keliat, et al, 2014).

Adapun langkah-langkah pelaksanaan breaking point ini adalah sebagai berikut:


a. Actively develop new leaders' leadership skills
Kegiatan mentoring bertujuan untuk memunculkan kapasitas-kapasitas
yang dimiliki oleh seseorang (maintee) agar dapat menjadi seorang
pemimpin dengan tetap mendampinginya dalam kegiatan perencanaan,
pelatihan, pemberian dukungan dan umpan balik.
b. Manage new leaders' performance pro-actively and avoid under-employing
people
Menciptakan suasana kerja tim yang mengalir- saat mencapai sebuah
hasil-untuk mengurangi kelesuan pengaruh tempat kerja sehingga hasil
maksimal

dapat

dicapai.

Kemampuan

yang

baik

dalam

mengkomunikasikan tujuan dan target yang ingin dicapai sangat


mempengaruhi performa kerja tim dalam memberikan respon tepat
terhadap kemampuan yang akan diupayakannya justru karena ia telah
memahami isi komunikasi tersebut.
c. Reduce stress through commitment, control and challenge
Perlu untuk memperbaharui komitmen dengan tujuan yang disepakati
bersama namun dengan semangat yang baru sehingga semua bisa tetap:
fokus pada tujuan, tetap maju, tidak merisaukan hal-hal yang tidak dapat
dirubah, namun pada hal yang dapat dikontrol saja.
d. Create a "Stop Doing" List
Mengurutkan hal-hal negatif penyebab stress akan menghasilkan dampak
negatif pada diri sendiri. Sebaiknya kegiatan seperti ini dihentikan saja
bahkan sejak dalam pikiran. Abaikan hal-hal yang buruk!
e. Focus on your strengths
Fokus pada kekuatan-kekuatan yang dimiliki untuk melakukan hal yang
terbaik dengan cara yang lebih efisien. Dengan fokus, kita akan bisa
menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak efisien.
f. Avoid fighting battles you don't need to win
Mulai dengan memilih persaingan yang bijaksana tanpa harus membutuhkan
korban.
g. Focus on your priorities
Meminimalkan stres juga bisa dimaknai dengan melihat kehidupan melalui
lensa holistik. Prioritas itu tampak dari bagaimana seseorang itu menjalani
kehidupannya sehari-hari.
h. Consider promotion outside of management
Promosi ini bertujuan untuk memungkinkan berkembangnya potensi staf di
bidang yang lain.

REFERENSI :
a. Stuart,G.W & Laraia,M.T (2005), Principles and Practice of Psychiatric Nursing
(7th edition). St Louis: Mosby

b. Crampton, S. M, Hodge, J. W, Mishra, J. M, & Price, S. (2013). Stress and stress


management.
c. Keliat, et al. 2014. Buku saku standar asuhan keperawatan teknik manajemen
stres. FIK UI
d. Matinuzzi, B. 2007. Stress Management Techniques : The Breaking
Point.http://www.mindtools.com/pages/article/new/TCS_87 .htm
e. Stuart, Gail W. (2009). Principle and practice of psychiatric nursing(9th edition). St.
Louis: Mosby Year Book

Anda mungkin juga menyukai