Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BAHASA INDONESIA

Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Oleh
Ristiana
NPM 1113053097
Dosen Pengampu

: Dr. suwarjo, M. Pd.

Mata Kuliah

: Bahasa Indonesia

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang memakai
bahasa Indonesia sebagai alat untuk berkomunikasi dalam kehidupan seharihari dan mengakui bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan bahasa
nasional kita, tetapi tidak mengetahui bagaimana perkembangan bahasa
Indonesia dan apa kedudukan bahasa Indonesia.
Untuk itulah, materi ini sangat penting untuk dipelajari, karena tentu
sangat disayangkan jika sebagai pemakai bahasa Indonesia tidak mengetahui
sejarah perkembangan dan kedudukan bahasa Indonesia. Lebih dari itu,
sebagai seorang guru, materi ini menjadi modal awal untuk menjadi pengajar
bahasa Indonesia yang baik di SD, karena dengan menguasai materi ini,
berarti telah memiliki wawasan yang lebih luas tentang bahasa Indonesia yang
dapat mendukung tugas dalam membimbing anak didik agar semakin matang
pengalaman berbahasanya dan semakin tumbuh sikap positifnya terhadap
bahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan,
diantaranya:
1. Bagaimanakah sejarah bahasa Indonesia?
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diterima
sebagai bahasa Nasional?
3. Bagaimanakah fase-fase dalam perkembangan bahasa Melayu menjadi
bahasa Nasional?
4. Bagaimanakah kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional?
5. Bagaimanakah kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah bahasa Indonesia.
2

2. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan bahasa Melayu


diterima sebagai bahasa Nasional.
3. Untuk menjelaskan fase-fase penting dalam perkembangan bahasa
Melayu menjadi bahasa Nasional.
4. Untuk menjelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional.
5. Untuk menjelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
Negara.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36 bahasa Negara
ialah bahasa Indonesia. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa
Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benarbenar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan seharihari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa
daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Madura, bahasa
Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain-lainl.
Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia
adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa
pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang
menjadi bahasa resmi Republik Indonesia sebagai bangsa Indonesia yang,
tentunya akan lebih berkesan positif jika kita menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nomor satu.
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak
dari zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua
franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di
seluruh Asia Tenggara sejak abad ke VII. Bukti yang menyatakan itu ialah
ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit tahun 683 M (Palembang), Talang
Tuwo tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur tahun 686 M (Bangka Barat).
Prasati itu bertuliskan huruf Pra-Nagari berbahasa Melayu Kuno. Bahasa
Melayu Kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa
Tengah juga ditemukan Prasasti tahun 832 M dan di Bogor tahun 942 M yang
menggunakan bahasa Melayu Kuno.

Melayu Kuno
Penyebutan pertama istilah Bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa

sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti
berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini
ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya. Wangsa
Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa
Tengah. Yang semuanya bertuliskan Pra-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu
Kuno memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu
Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.
Berikut ini kutipan sebagian bunyi batu bertulis Kedudukan Bukit.
Swastie syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyii syuklapaksa wulan waisyaakha
dapunta hyang naayik di saamwan mangalap siddhayaatra di saptamie
syuklapaksa wulan jyestha dapunta hyang marlapas dari minanga taamwan...
(Terjemahan dalam bahasa Melayu sekarang (bahasa Indonesia): Selamat!
Pada tahun Saka 605 hari kesebelas pada masa terang bulan Waisyaakha, tuan
kita yang mulia naik di perahu menjemput Siddhayaatra. Pada hari ketujuh,
pada masa terang bulan Jyestha, tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga
Taamwan...)

Melayu Klasik
Karena terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13,

ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik


merupakan kelanjutan dari Melayu Kuno. Catatan berbahasa Melayu Klasik
pertama berasal dari Prasasti Terengganu berangka tahun 1303. Seiring dengan
berkembangnya agama Islam dimulai dari Aceh pada abad ke-14, bahasa
Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap di mana
ekspresi Masuk Melayu berarti masuk agama Islam.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu semakin jelas dari
peninggalan kerajaan Islam baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada
batu nisan di Minyeh Tujo, Aceh tahun 1830 M, maupun hasil susastra (abad
ke-16 dan ke-17) seperti syair Hamzah Fansuri, hikayat raja-raja Pasai, sejarah
Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.

Bahasa Melayu menyebar kepelosok Nusantara bersamaan dengan


menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah
diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau,
antarsuku, antarpedagang, antarbangsa dan antarkerajaan. Karena bahasa
Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai diwilayah Nusantara, dalam pertumbuhannya
dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata
dari berbagai bahasa terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa
Arab dan bahasa Eropa.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan
bahasa Melayu.
Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar.
Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan
toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari
berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya. Bentuk yang lebih resmi,
disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan
di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa
Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar
mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya
dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan
penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka.
Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang
yang melewati Indonesia.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua
kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu
Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas
pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai
lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.

Bahasa Indonesia
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari

Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres


Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak
memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas
pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan
dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya
dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara
dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang
dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen
pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah,
dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe,
hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia;
pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes
dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan
Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia
II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah
bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan
dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal
dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih
sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa
Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno.
Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru
dianggap lahir atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928.
Dimana, Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan
pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi Bahasa
Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi
diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Bahasa Melayu Diterima menjadi


Bahasa Nasional
Ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat sebagai
bahasa Nasional. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa kebudayaan,
yaitu sebagai bahasa yang digunakan dalam buku-buku yang dapat
digolongkan sebagai hasil sastra. Selain itu, bahasa Melayu telah digunakan
sebagai bahasa resmi dalam masing-masing kerajaan nusantara yaitu sekitar
abad ke 14. Selain itu harus diingat bahwa penyebaran bahasa Melayu bukan
hanya terbatas pada daerah sekitar selat Malaka atau Sumatera saja, jauh lebih
luas dari itu. Ini dapat dibuktikan dengan terdapatnya berbagai naskah cerita
yang ditulis dalam bahasa Melayu pada berbagai tempat yang jauh dari
Malaka.
Dengan datangnya orang-orang Eropa ke Indonesia, fungsi bahasa Melayu
sebagai bahasa perantara dalam perdagangan semakin intensif. Orang-orang
Eropa malah tidak sadar telah ikut memperluas penyebaran bahasa Melayu.
Jadi, sejak lama, dari masa Sriwijaya juga Malaka yang saat itu merupakan
pusat perdagangan, pusat agama, dan ilmu pengetahuan, bahasa Melayu telah
digunakan sebagai Lingua Franca atau bahasa perhubungan diberbagai
wilayah Nusantara. Dengan bantuan para pedagang dan penyebar agama,
bahasa Melayu menyebar ke seluruh pantai di nusantara, terutama di kota-kota
pelabuhannya. Akhirnya, bahasa ini lebih dikenal oleh penduduk Nusantara
dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya.
Telah ditemukan beberapa bukti tertulis mengenai bahasa Melayu tua pada
berbagai prasasti dan inkripsi. Bukti-bukti berupa prasasti antara lain: prasasti
Kedukan Bukit (tahun 683 M), di Talang Tuwo (dekat Palembang, bertahun
684 M), di Kota Kapur (Bangka Barat, tahun 686 M), di Karang Brahi (antara
Jambi dan Sungai Musi, berahun 688 M). Sedangkan dalam bentuk inskripsi
diantaranya, Gandasuli di daerah Kedu, Jawa Tengah, bertahun 832M.
Adanya berbagai dialek bahasa Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara
adalah merupakan bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran bahasa Melayu.
Misalnya, dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta (Betawi),

Larantuka, Kupang, Ambon, Menado, dan sebagainya. Hasil kesusastraan


Melayu Lama dalam bentuk cerita penglipur lara, hikayat, dongeng, pantun,
syair, mantra, dan sebagainya juga merupakan bukti dari pertumbuhan dan
persebaran bahasa Melayu. Di antara karya sastra lama yang terkenal adalah
Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bendahara Paduka
Raja yang diperkirakan selesai ditulis pada tahun 1616. Selain itu juga ada
Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sri Rama, Tajus Salatin, dan sebagainya
(Supriyadi dkk. 1992, Keraf, 1978).
Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa ketika orang-orang Barat
sampai ke Indonesia, yaitu sekitar abad XIV, mereka menemukan bahwa
bahasa Melayu telah dipergunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan, dan
perdagangan. Menurut Supriyadi dkk. (1992) hal ini dikuatkan oleh kenyataan
tentang seorang Portugis, Pigafetta, setelah mengunjungi Tidore, ia menyusun
daftar kata Melayu-Italia, sekitar tahun 1522. Ini membuktikan ketersebaran
bahasa Melayu yang sebelum itu sudah sampai ke kepulauan Maluku.
Begitupun, dalam pendudukan Belanda, mereka menemukan kesulitan ketika
bermaksud menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Akhirnya, sebagaimana sudah diuraikan pada bagaian awal subunit ini,
Belanda menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumi putra
diberikan dalam bahasa Melayu atau bahasa daerah lainnya. Hal itu tertuang
dalam keputusan pemerintah kolonial yaitu K.B 1871 nomor 104 (Keraf,
1978).
Kedua, sistem aturan bahasa Melayu, baik kosa kata, tata bahasa, atau cara
berbahasa, mempunyai sistem yang lebih praktis dan sederhana sehingga lebih
mudah dipelajari. Sementara itu bahasa Jawa atau bahasa Sunda mempunyai
sistem bahasa yang lebih rumit. Dalam kedua bahasa itu dikenal aturan tingkat
bahasa yang cukup ketat. Ada tingkat bahasa halus, sedang, kasar, bahkan
sangat kasar, dengan kosa kata dan struktur yang berlainan.
Ketiga, kebutuhan yang sangat mendesak yang dirasakan oleh para
pemimpin dan tokoh pergerakan akan adanya bahasa pemersatu yang dapat
mengatasi perbedaan bahasa dari masyarakat Nusantara yang memiliki
sejumlah bahasa daerah. Bahasa itu harus sudah dikenal khalayak dan tidak

terlalu sulit dipelajari. Kriteria ini terpenuhi oleh bahasa Melayu sehingga
akhirnya bahasa inilah yang dipilih dan ditetapkan sebagai bahasa Indonesia
atau bahasa Nasional.
C. Fase-fase Penting dalam Perkembangan Bahasa Melayu menjadi
Bahasa Nasional
Untuk memudahkan pemahaman mengenai perkembangan Bahasa Melayu
menjadi Bahasa Indonesia, kita bagi dalam beberapa fase/masa dan peristiwa
yang dianggap penting. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut :

Fase Pertama : Masa Prakolonial


Beberapa bukti tertulis mengenai Bahasa Melayu tua ditemukan pada

berbagai prasasti dan inkripsi. Diantaranya prasasti Kedukan Bukit (683 M),
di Talang Tuo (dekat Palembang, bertahun 684 M), di Kota Kapur (Bangka
Barat, 686 M), di Karang Berahi (antara Jambi dan Sungai Musi, 688 M), dan
inkripsi Gandasuli di daerah Kedu, Jawa Tengah, bertahun 832 M.
Sebagai bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran Bahasa Melayu, dapat
diidentifikasi melalui adanya berbagai dialek Melayu yang tersebar di seluruh
Nusantara. Misalnya dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta
(Betawi), Larantuka, Kupang, Ambon, Manado, dan sebagainya. Juga,
banyaknya hasil kesusastraan Malayu Lama dalam bentuk cerita penglipur
lara, hikayat, dongeng, pantun, syair, mantra, dan sebagainya.
Di antara karya sastra lama yang terkenal adalah Sejarah Melayu karya
Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bandahara Paduka Raja yang diperkirakan
selesai ditulis tahun, 1616. Selain itu juga ada Hikayat Hang Tuah, Hikayat
Sri Rama, Tajus Salatin, dan sebagainya.

Fase Kedua : Masa Kolonial


Sekitar abad XVI ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia, mereka

menemukan bahwa bahasa Melayu telah dipergunakan sebagai bahasa resmi


dalam pergaulan, perhubungan, dan perdagangan. Hal itu dikuatkan oleh
kenyataan tentang seorang Portugis, Pigafetta, setelah mengunjungi Tidore. Ia
menyusun daftar kata Melayu-Italia, sekitar tahun 1522. Ini membuktikan

10

ketersabaran bahasa Melayu yang sebelum itu sudah sampai ke kepulauan


Maluku.
Dalam pada itu, semasa pendudukan Belanda, mereka menemukan
kesulitan ketika bermaksud menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Akhirnya, turunlah keputusan pemerintah kolonial yaitu K.B 1871
no. 104 yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumi putra
diberikan dalam bahasa Melayu atau bahasa daerah lainnya.

Fase Ketiga : Masa Pergerakan.


Awal abad ke-20 dapat dikatakan sebagai masa permulaan perkembangan

bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia. Banyak faktor yang mendorong hal
itu terjadi. Di antaranya, dan yang paling utama adalah faktor politik.
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai
bahasa yang beraneka pula, merasa sulit mencapai kemerdekaan jika tidak ada
alat pemersatu. Dan alat itu adalah suatu bahasa guna menyatakan pikiran,
perasaan, dan kehendak, yang dapat menjembatani ketergangguan dan
kesenjangan komunikasi antara suku bangsa dengan bahasanya yang berbedabeda. Itulah sebabnya, pada tanggal 28 Oktober 1928, dikumandangkanlah
ikrar Sumpah Pemuda : Berbangsa satu, bangsa Indonesia, bertanah air satu
tanah air Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Selanjutnya, berbagai peristiwa penting dalam kaitannya dengan
perkembangan Bahasa Indonesia. Diantaranya adalah :
1. Penyusunan ejaan resmi Bahasa Melayu pada tahun 1901 oleh Ch. A. van
Ophuysen yang termuat dalam Kitab Logat Melayu. Ejaan ini disebut
Ejaan van Ophuysen.
2. Pendirian Taman Bacaan Rakyat (Commisie voor de volkslectuur) pada
tahun 1908, untuk selanjutnya pada tahun 1917 diubah namanya menjadi
Balai Pustaka.
3. Ketetapan Ratu Belanda pada tahun 1918 yang memberikan kebebasan
kepada para anggota Dewan Rakyat (Volksraad) untuk menggunakan
Bahasa Melayu dalam forum.

11

4. Peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang


diantaranya menetapkan Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa
Melayu sebagai Bahasa Nasional.
5. Berdirinya angkatan Pujangga Baru atau angkatan 33 pada tahun 1933
yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Angkatan Pujangga Baru
yang sebenarnya nama suatu majalah sebagai wadah ekspresi budaya dan
sastra ini besar peranannya dalam membantu perkembangan Bahasa
Indonesia.
6. Kongres Bahasa Indonesia I di Solo tahun 1938. Kongres ini diadakan
sebagai tindak lanjut dari Kongres Pemuda 1928. Di samping itu juga
karena adanya kesan umum mengenai pemakaian Bahasa Indonesia yang
cukup kacau. Jadi Kongres ini diselenggarakan untuk mencari pegangan
bagi para pemakai bahasa, mengatur bahasa serta mengusahakan agar
Bahasa Indonesia tersebar lebih luas lagi.
7. Peristiwa pendudukan Jepang di Indonesia antara 1942-1945. Pada masa
ini justru bangsa Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Betapa
tidak ? Di satu sisi pemerintah Jepang melarang penggunaan Bahasa asing
seperti Bahasa Belanda dan Inggris, di sisi lain maksud mereka untuk
menggunakan Bahasa Jepang sebagai alat komunikasi pun tidak
memungkinkan karena memang belum dikenal pleh rakyat Indonesia.
Akhirnya, Bahasa Indonesialah yang dijadikan alat perhubungan satusatunya. Dalam pada itu, berbagai karya sastra, drama, puisi, cerpen
banyak dihasilkan sehingga pertumbuhan Bahasa Indonesia pun semakin
pesat.
8. Penetapan fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahsa Negara pada tanggal 18
Agustus 1945, dan dinyatakan dalam UUD 45 Bab XV, pasal 36.
9. Penetapan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi untuk memperbaiki Ejaan
van Ophuysen, pada tanggal 19 Maret 1947
10. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tahun 1954. Hasil Kongres ini
di antaranya adalah saran pembentukan badan yang kompeten yang
bertugas untuk menyempurnakan Bahasa Indonesia. Juga diusulkan
pemabaruan ejaan, pembentukan komisi istilah, dan sebagainya.
11. Penetapan pemakaian ejaan baru oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16
Agustus 1972. Ejaan baru ini dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
12

12. Pengubahan nama Lembaga Bahasa Nasional yang selama itu menangani
pelbagai hal yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Indonesia/daerah,
menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Peristiwa ini terjadi
pada tanggal 1 Februari 1975.
13. Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta tahun 1978.
14. Penetapan Bulan Bahasa pada tanggal 28 Oktober 1980. Peristiwa ini
dilaksanakan selama satu bulan dalam setiap tahun yaitu pada setiap bulan
Oktober.
15. Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta tahun 1982.
16. Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta tahun 1988. Pada Kongres ini
diperkenalkan pula Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memuat 62.100
butir masukan termasuk ungkapan dan Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia yang disusun di bawah koordinasi Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
D. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di kawasan Republik
Indonesia ini. Pentingnya peranan bahasa Indonesia itu, sebagaimana yang
telah diuraikan pada subunit 1, antara lain bersumber pada ikrar ketiga
Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Selain itu,
ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada tanggal 18
Agustus 1945, dinyatakan dalam UUD 1945 bab XV pasal 36.
Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1998) dinyatakan
bahwa masih ada beberapa alasan lain (selain yang telah dikemukakan di atas)
mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara
beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing amat penting bagi
penuturnya sebagai bahasa ibu.
Pertama, jumlah penuturnya. Jumlah penutur bahasa Indonesia mungkin
tidak sebanyak bahasa Jawa atau Sunda, tetapi jika pada jumlah itu
ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, maka kedudukannya dalam jumlah
penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama. Lagi pula,
jumlah penutur asli bahasa Indonesia lambat-laun pasti akan bertambah.

13

Kedua, luas penyebarannya. Bahasa Indonesia jelas tidak ada yang


menandingi penyebarannya di Indonesia. Sebagai bahasa setempat, bahasa
Indonesia dipakai orang di daerah pantai timur Sumatera, daerah pantai
Kalimantan. Jenis kreol bahasa Melayu-Indonesia didapati di Jakarta dan
sekitarnya. Sebagai bahasa kedua, tersebar dari Sabang sampai Merauke atau
dari ujung barat sampai ke timur; dari pucuk utara sampai ke batas selatan
negeri kita. Sebagai bahasa asing, bahasa Indonesia dipelajari dan dipakai di
antara kalangan terbatas di beberapa negara misalnya di Australia, Filipina,
jepang, Korea, Rusia, India dan sebagainya.
Ketiga, peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya
lain yang dianggap bernilai. Patokan yang ketiga ini mengingatkan kita akan
seni kesusastraan yang mengagumkan yang dihasilkan dalam bahasa Jawa,
Sunda, Bali, dan Minangkabau, misalnya. Akan tetapi, di samping susastra
Indonesia modern yang dikembangkan oleh sastrawan yang beraneka ragam
latar bahasanya, bahasa Indonesia pada masa kini berperan juga sebagai sarana
utama, di luar bahasa asing, di bidang ilmu, teknologi, dan peradaban modern
bagi manusia Indonesia.
Untuk itulah, sudah sangat wajar jika bahasa Indonesia salah satu
kedudukannya adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan sebagai bahasa
nasional ini dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai:
1. Lambang kebanggaan kebangsaan;
Sebagai lambang kebanggaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilainilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Dengan melalui bahasa
nasionalnya, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya
yang dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia
perlu kita pelihara dan kita kembangkan pemakaiannya.
2. Lambang identitas nasional;
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di
samping bendera dan negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa

14

Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula, sehingga ia serasi


dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki
identitasnya sendiri hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga ia bersih dari unsur-unsur
bahasa lain, terutama bahasa asing.
3. Alat pemersatu berbagai-bagai suku bangsa
Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam
satu kesatuan yang bulat, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai
suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu
dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada
nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.
Bahkan, dengan bahasa nasional kita, kita dapat meletakkan kepentingan
nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
4. Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Berkat adanya
bahasa nasional kita, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain
sedemikian rupa sehingga kesalahfahaman sebagai akibat perbedaan latar
belakang sosial budaya dan bahasa dapat dihindari. Dengan demikian, fungsi
keempat ini, latar belakang sosial budaya dan latar belakang kebahasaan yang
berbeda-beda tidak akan menghambat adanya perhubungan antar daerah dan
antar budaya (Suhendar dan Supinah, 1997)

E. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Dalam UUD 1945 bab XV, pasal 36, telah ditetapan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara. Dengan demikian, selain berkedudukan sebgai bahasa
nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
berikut:

15

1. Bahasa resmi kenegaraan


Dalam kaitannya dengan fungsi ini bahasa Indonesia dipergunakan dalam
adminstrasi kenegaraan, upacara atau peristiwa kenegaraan baik secara lisan
maupun dalam bentuk tulisan, komunikasi timbal-balik antara pemerintah
dengan masyarakat. Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta suratmenyurat yang dikeluarkan oleh pemeritah dan badanbadankenegaraan lain
seperti DPR dan MPR ditulis di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato,
terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan di dalam bahasa Indonesia.
Demikian halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga masyarakat
kita di dalam hubungannya dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan.
Suhendar dan Supinah (1997) menyatakan bahwa untuk melaksanakan
fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaikbaiknya, pemakaian
bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan adminstrasi pemerintahan perlu
senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu
dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan
ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat baik sipil
maupun militer, dan pemberian tugas khusus baik di dalam maupun di luar
negeri.
2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia dipergunakan di lembagalembaga pendidikan baik formal atau nonformal, dari tingkat taman kanakkanak sampai perguruan tinggi. Masalah pemakaian bahasa Indonesia sebagai
satu-satunya bahasa pengantar di segala jenis dan tingkat pendidikan di
seluruh Indonesia, menurut Suhendar dan Supinah (1997), masih merupakan
masalah yang meminta perhatian.
3. Bahasa

resmi

untuk

kepentingan

perencanaan

dan

pelaksanaan

pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah.


Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak hanya
dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan
masyarakat luas atau antar suku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam
masyarakat yang keadaan sosial budaya dan bahasanya sama.

16

4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi


Dalam kaitan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang
memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian

rupa

sehingga

ia

memiliki

identitasnya

sendiri,

yang

membedakannya dengan bahasa daerah.


Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, baik
dalam bentuk penyajian pelajaran, penulisan buku atau penerjemahan,
dilakukan dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian masyarakat bangsa kita
tidak tergantung sepenuhnya kepada bangsa-bangsa asing di dalam usahanya
untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta
untuk ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terkait dengan hal itu, Suhendar dan Supinah (1997) mengemukakan bahwa
bahasa Indonesia adalah atu-satunya alat yang memungkinkan kita membina
serta mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia
memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari
kebudayaan daerah.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36 bahasa Negara
ialah bahasa Indonesia. Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan
berkembang sejak sekitar abad ke VII dari bahasa Melayu yang sejak zaman
dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan
hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia
Tenggara.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, dicanangkanlah penggunaan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan.
Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi
diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.
Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
a. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Adapun beberapa fungsinya adalah:
1) Lambang kebanggaan nasional
2) Lambang identitas nasional
3) Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar
belakang sosial budaya dan bahasanya
4) Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
b. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Adapun bahasa Indonesia befungsi sebagai:
1) Bahasa resmi kenegaraan
2) Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan
3) Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional
4) Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
B. Saran
Sebagai seorang guru pemahaman mengenai sejarah dan kedudukan
bahasa Indonesia perlu diperluas. Karena untuk bekal mengajar peserta didik
18

agar kemampuan berbahasa mereka lebih matang dan untuk menumbuhkan


sikap positif dalam berbahasa Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai