Bipolar Episode Manik Edisi Baru
Bipolar Episode Manik Edisi Baru
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan bipolar atau mannic-depressive illness (MDI) merupakan salah satu
gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Gangguan bipolar ditandai dengan suatu
periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat berubah menjadi suatu periode yang
meningkat secara cepat dan atau dapat menimbulkan amarah yang dikenal sebagai mania.
Gejala-gejala mania meliputi kurangnya tidur, nada suara tinggi, peningkatan libido, perilaku
yang cenderung kacau tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, dan gangguan fikiran berat
yang mungkin atau tidak termasuk psikosis. Diantara kedua periode tersebut, penderita
gangguan bipolar memasuki periode yang baik dan dapat hidup secara produktif. Gangguan
bipolar merupakan suatu gangguan yang lama dan jangka panjang. Gangguan bipolar
mendasari satu spektrum kutub dari gangguan mood/suasana perasaan meliputi bipolar I (BP
I), bipolar II (BP II), siklotimia (periode manik dan depresi yang bergantian/naik-turun) dan
depresi yang hebat (Marlyn, 2008).
Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi yaitu gangguan pada
fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan dan proses
berpikir. Disebut bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik
dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tak terkendali) dan depresi (Marlyn,
2008).
Pada gangguan mood bipolar I, penderita tidak hanya mengalami depresi, tetapi pada
suatu saat akan mengalami episode manik, sedangkan pada bipolar II, tidak ada episode
manik, hanya hipomanik (tidak separah manik) dan yang selalu ada adalah episode depresi.
Penyakit manik depresi biasanya diawali oleh depresi yang meliputi setidaknya satu episode
manik dalam perjalanan penyakitnya. Episode depresi berlangsung selama 3-6 bulan
(Maddock, 2003).
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan
menetap sebesar 0,3 1,5 %. Di Amerika Serikat tingkat prevalensi ini dapat mencapai 1 6
%, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu sekitar 0,8 %
populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas dan mortalitas
1
dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan pekerjaan, kerugian
yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas yang disebabkan
gangguan ini di Amerika Serikat sepanjang periode awal tahun 1990an diperkirakan sebesar
US $ 15,5 Miliar. Perkiraan lainnya sekitar 25-50% individu dengan gangguan bipolar
melakukan percobaan bunuh diri dan 11% benar-benar tewas karena bunuh diri (Marlyn,
2008).
Di Indonesia jumlah pasien yang mengalami gangguan ini tidak diketahui dengan
pasti. Sekitar 10%, individu dengan gangguan depresi mayor biasanya akan mengalami
episode manik atau hipomanik pada perkembangan penyakitnya. Onset usia yang muda,
ditemukannya gejala psikotik (menyerupai skizoprenia), dan ditemukannya episode depresi
berulang merupakan faktor resiko gangguan bipolar. Rata-rata angka morbiditas dari pasien
yang tidak diterapi adalah 14 tahun dimana akan muncul kondisi hilangnya produktivitas dan
gangguan dalam fungsi hidup sehari-hari. Dijumpai perilaku bunh diri pada 10-20% pasien.
Gangguan ini umumnya muncul pada awal usia 20 tahunan walaupun variasinya luas
(Marlyn, 2008).
Maka dari itu, dirasa perlu untuk mengetaui lebih mendalam mengenai Gangguan
Bipolar pada masing-masing periode. Pada referat ini kami akan menyoroti mengenai
Gangguan Bipolar episode manik.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari gangguan bipolar episode manik.
2. Untuk mengetahui faktor resiko dari gangguan bipolar episode manik.
3. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus dilakukan untuk
mendiagnosisgangguan bipolar episode manik.
4. Untuk mengetahui difference diagnosis dari gangguan bipolar episode manik.
5. Untuk mengetahui terapi lama dan baru dari gangguan bipolar episode manik.
6. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis gangguan bipolar episode manik.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari referat ini adalah :
2
BAB II
ISI
3
A. Definisi
Gangguan bipolar menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental
Disorders-Text Revision edisi ke empat ialah gangguan mood yang terdiri dari paling
sedikit satu episode manik, hipomanik atau campuran yang biasanya disertai dengan
adanya riwayat episode depresi mayor (Amalina, 2011).
B. Etiologi
Penyebab gangguan bipolar multifaktor.Secara biologis dikaitkan dengan faktor
genetik dan gangguan neurotransmitter yaitu dopamin, serotonin dan noraderenalin di
otak.Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, misalnya pola
asuh yang overprotectivedan authoritarian(Anonim, 2006).
C. Klasifikasi
Berdasarkan DSM-IV-TR, klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut
(Amalina, 2011):
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2, yaitu gangguan bipolar I dan II.Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar
II ditandai dengan hipomanik dan depresi.PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang
berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita (Amalina, 2011).
Dari tabel 1, dapat terlihat bahwa episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat
keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala
psikotik.Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa
ovulasi (estrus) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta.Perasaan senang, sangat bersemangat
untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala
hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala-gejala tersebut tidak
mengakibatkan disfungsi social(Amalina, 2011).
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial.Harga diri membumbung tinggi dan terlalu
optimis.Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi(suasana
perasaan yang meningkat).Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka
diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.Bertolakbelakang dengan
hipomanik/manik, gejala pada depresi terjadi sebaliknya.Suasana hati diliputi perasaan
depresif, tiada minat dan semangat, aktivitas berkurang, pesimis, dan timbul perasaan
bersalah dan tidak berguna.Episode depresi tersebut harus berlangsung minimal selama 2
minggu baru diagnosis dapat ditegakkan. Bila perasaan depresi sudah menimbulkan
keinginan untuk bunuh diri berarti sudah masuk dalam depresif derajat berat(Amalina,
2011).
D. Faktor Resiko
1. Genetik
Gen adalah sebuah bangunan. Gen yang terkandung dalam sel seseorang yang
diturunkan dari orang tua ke anak. Anak-anak dengan orang tua atau saudara yang
memiliki gangguan bipolar adalah empat sampai enam kali lebih mungkin untuk
mengembangkan penyakit, dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga
dengan riwayat gangguan bipolar. Namun, sebagian besar anak-anak dengan riwayat
keluarga bipolar tidak mengalami gangguan bipolar (National Institute of Mental
Health, 2011).
Gangguan Bipolar terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti yang
mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan Bipolar terdapat
beberapa bentuk, antara lain:
5
a. Perlu digaris bawahi keturunan dari orang tua yang menderita gangguan Bipolar
memiliki kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain. Secara genetik,
diketahui bahwa pasien dengan gangguan Bipolar tipe I, 80-90% di antaranya
memiliki keluarga dengan gangguan depresi atau gangguan Bipolar juga (yang
mana 10-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan pada populasi
umum).
b. Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan adanya hubungan 33-90 %
menderita BP I dari saudara kembar yang identik. Anak kembar yang berasal dari
satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita gangguan yang
serupa dibandingkan anak kembar yang berasal dari dua telur, jika anak kembar
tersebut dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Rata-rata tingkat kemungkinan
pasangan kembar menderita gangguan yang sama berkisar 60-70%.
c. Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum bukan
satu-satunya faktor yang membuat gangguan Bipolar terjadi dalam keluarga. Anak
dengan hubungan bilogis pada orang tua yang menderita BP I atau gangguan
depresif hebat memiliki resiko lebih tinggi dari perkembangan gangguan afektif,
bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan dibesarkan oleh orangtua yang
mengadopsi dan tidak menderita gangguan.
Namun gen bukanlah satu-satunya faktor risiko untuk gangguan bipolar. Studi
kembar identik telah menunjukkan bahwa kembar dari seseorang dengan penyakit
bipolar tidak selalu mengembangkan gangguan tersebut. Hal ini dapat terjadi pada
kembar identik bahwa dengan gen yang sama dapat tidak tertular untuk terjadi
gangguan bipolar (National Institute of Mental Health, 2011).
2. Ras
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memilik predileksi kecendereungan
terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para klinisi
menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada populasi
Afrika-Amerika(National Institute of Mental Health, 2011).
3. Jenis kelamin
Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun Rapidcycling
Bipolar Disorder (gangguan dengan 4 atau lebih episode dalam setahun) lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih sering pada wanita
daripada pria(National Institute of Mental Health, 2011).
4. Usia
Usia individu yang mengalami gangguan Bipolar ini bervariasi cukup besar.
Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50 tahun,
dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15-19 tahun
dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20-24 tahun. Sebagian penderita
yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin saja juga mengalami
gangguan Bipolar dan baru berkembang mengalami episode manik yang pertama saat
usia mereka lebih dari 50 tahun. Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang
juga menderita gangguan Bipolar. Sebagian besar menderita dengan onset manik pada
usia lebih dari 50 tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan
neurologis seperti penyakit serebrovaskuler. Gangguan Bipolar juga dipengaruh oleh
beberapa faktor meliputi genetik dan lingkungan(National Institute of Mental Health,
2011).
5. Lingkungan
a. Faktor psikososial yang diketahui sering memicu timbulnya gangguan mood ini,
di antaranya tekanan lingkungan sosial, gangguan tidur, atau kejadian traumatis
lainnya seperti pola asuh masa kanak-kanak, stres yang menyakitkan, stres
kehidupan yang berat dan berkepanjangan.
b. Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan
stress eksternal dan tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya
gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik
atau kimiawi.
c. Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat mannicdepressive
illness
(MDI)
dan
meningkatkan
kemungkinan
psikosis
12
6)
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Lini I
Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol,
litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.
b. Lini II
Karbamazepin, TKL*, litium + divalproat, paliperidon.
c. Lini III
Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +
karbamazepin, klozapin.
Tidak
direkomendasikanGabapentin,
topiramat,
lamotrigin,
risperidon+
rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis
kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala
toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen,
penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium,
dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat penggunaan litium. Neurotoksisitas
bersifat ireversibel. Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat
terjadi misalnya, ataksia, defisist memori, dan gangguan pergerakan. Untuk
mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat
merusak tubulus ginjal. Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium,
polifarmasi dan adanya penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium
dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak
meminum air.
Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi
tiroid, harusdiperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40
tahun, pemeriksaan EKG harusdilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa setiap 23 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulanpertama. Setelah enam bulan, fungsi
ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bilaada indikasi.
Efek Samping Obat
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.
Kejadiannyameningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini.
Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat
melanjutkan litium selama kehamilan bilaada indikasi secara klinis. Kadar
litium darahnya harus dipantau dengan seksama. PemeriksaanUSG untuk
memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut
harusdisupervisi oleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi,
risiko litium terhadapjanin dan efek putus litium terhadap ibu harus
didiskusikan(Tim PDSKJI, 2010).
3. Valproat
14
valproat dan
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi
rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus
cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim
transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal
pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya
waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam
valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium
divalproat(Tim PDSKJI, 2010).
4. Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat
kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak
dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin
dieksresikan dalam bentuk utuh.
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun
rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk
kemerahan di kulit(Tim PDSKJI, 2010).
b. Antipsikotika atipik
Baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini
pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin,
risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.
16
1. Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme
oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.
Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet
dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat
dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien
membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat
pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang
dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons
dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua
minggu.
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak
terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering,
mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya
hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi
pada pemberian risperidon(Tim PDSKJI, 2010).
2. Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki
afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2);
muskarinik, histamin 1(H1), dan 1- adrenergik.
Indikasi
17
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania
dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa
lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah
dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes
tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya.
Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah
gaya hidup, diet dan latihan fisik(Tim PDSKJI, 2010).
3. Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5- HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta
reseptor adrenergik 1 dan2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan
relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia
dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200
mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia
quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus
cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek
samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan
berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat
18
3. Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya
harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi
hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania,
antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan
antipsikotika atipik (Marionate, 2008).
2. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok,
psikoedukasi, dan berbagaibentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi
psiksosial sangat perlu untukmempertahankan keadaan remisi (Marionate, 2008).
3. Rawat Inap
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari
episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut.Contoh,
seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri
memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap.Sebaliknya, seseorang dengan
depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan (Tim
PDSKJI, 2010).
Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk
dirawat inap adalah sebagai berikut (Tim PDSKJI, 2010):
a. Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif,
dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh
diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti,
memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya
bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang
penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu,
penderita dengan manik yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin
mengalami kelelahan yang hebat.
b. Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa
ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat
20
inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus
dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau
melanjutkan pengobatan. Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang
yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju
dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu,
kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahankan gejala
penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima
di masyarakat. Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu
edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar
dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu
kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi
penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.
c. Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan
oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin,
infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit
f. Diagnosis Banding
1. Gangguan Bipolar II
Ciri khas yang penting pada gangguan bipolar II secara klinis adalah ditandai
dengan munculnya satu atau lebih episode defresi berat yang disertai dengan episode
hipomanik. Adanya episode manik atau episode campuran menyingkirkan diagnosis
gangguan bipolar II. Selain itu gejala mood pada depresi berat dan hipomanik
dimasukan kedalam gangguan skizoafektif (Kaplan, 2005).
2. Gangguan Siklotimik
Gejala gangguan siklotimik adalah identik dengan gejala yang ditemukan pada
gangguan bipolar I. Gejalanya sama dalam segi keparahannya tetapi dengan durasi
yang lebih singkat dari pada yang terlihat pada gangguan bipolar I. Penyalahgunaan
alkohol dan penyalahgunaan zat lain sering ditemukan pada pasien gangguan
siklotimik. Yang mengguanakan zat untuk mengobati dirinya sendiri( dengan alkohol,
benzodiazepin) (Kaplan, 2005).
g. Komplikasi
1. Gangguan neurologis atau Emosional
22
Pasien dengan gangguan bipolar mungkin berada pada risiko yang lebih
tinggi untuk tekanan darah tinggi (hipertensi) dibandingkan pasien tanpa
gangguan. Tingginya prevalensi hipertensi pada pasien dengan gangguan bipolar
juga dapat menjelaskan risiko lebih besar untuk penyakit dan kematian dari
kondisi yang berhubungan dengan jantung.
c. Migraine Headaches
Migrain adalah umum pada pasien dengan sejumlah penyakit mental, tetapi
mereka sangat umum di antara pasien dengan gangguan bipolar II. Pasien dengan
bipolar II menderita migrain lebih sering dibandingkan pasien dengan bipolar I,
menunjukkan bahwa faktor biologis yang berbeda mungkin terlibat dengan
setiap bentuk bipolar.
d. Hypothyroidism
Hypothyroidism (tingkat tiroid yang rendah) adalah efek samping yang
umum dari lithium, pengobatan standar untuk bipolar. Namun, bukti juga
menunjukkan bahwa pasien, khususnya perempuan, mungkin berada pada risiko
yang lebih tinggi untuk tingkat tiroid rendah terlepas dari obat yang mereka
gunakan. Hypothyroidism mungkin, pada kenyataannya, menjadi faktor risiko
untuk gangguan bipolar pada beberapa pasien.
h. Prognosis
Gangguan bipolar dapat parah dan jangka panjang, atau dapat ringan dengan
episode jarang. Pasien dengan penyakit ini dapat mengalami gejala dengan cara yang
sangat berbeda. Sebuah khas gangguan bipolar pasien rata-rata 8-10 manik atau episode
depresif selama seumur hidup. Namun, beberapa orang mengalami episode lebih dan
beberapa sedikit(Smith, 2007).
Dari segi medis, pasien dengan gangguan bipolar memiliki tingkat kematian yang
lebih tinggi akibat bunuh diri, masalah jantung, dan kematian dari semua penyebab
dibandingkan populasi umum. Pasien yang mendapatkan pengobatan, bagaimanapun,
mengalami peningkatan besar dalam tingkat kelangsungan hidup, termasuk kematian
akibat bunuh diri.
a. Bipolar Cycles.
25
Dalam kebanyakan kasus gangguan bipolar, fase depresi jauh melebihi jumlah
fase manik, dan siklus mania dan depresi yang tidak teratur atau diprediksi. Banyak
pasien mengalami mania campuran, atau keadaan campuran, di mana kedua mania
dan depresi hidup berdampingan selama 7 hari(Smith, 2007).
b. Bersepeda cepat.
Sekitar 15% pasien dengan gangguan tersebut memiliki sementara, fase yang rumit
yang dikenal sebagai bersepeda cepat. Dengan tahap yaitu manik dan depresi episode
alternatif setidaknya empat kali setahun dan dalam kasus yang parah, bahkan dapat
berkembang menjadi beberapa siklus sehari. Bersepeda cepat cenderung terjadi lebih
sering pada wanita dan pada mereka dengan bipolar II. Biasanya, bersepeda cepat
dimulai pada fase depresi, dan episode sering dan parah dari depresi mungkin ciri
khas acara ini. Fase ini sulit untuk mengobati, terutama karena antidepresan dapat
memicu beralih ke mania dan mengatur pola siklus (Smith, 2007).
26
BAB III
KESIMPULAN
27
1. Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup.
2. Episode depresif dari gangguan bipolar memiliki kriteria diagnostik yang sama
dengan gangguan depresi mayor episode tunggal.
3. Sedangkan pada gangguan bipolar episode campuran terdapat gejala-gejala manik
atau hipomanik dan depresi yang berganti-ganti secara cepat pada suatu periode
waktu yang berlangsung sekurangnya satu minggu.
4. Pada tampilan klinis, seorang yang menderita gangguan bipolar episode campuran
biasanya mengalami kondisi mood yang sangat tidak stabil.
5. Secara umum, terdapat dua jenis gangguan bipolar, pada gangguan bipolar tipe satu,
ditemukan sekurangnya satu episode manik. Sedangkan pada gangguan bipolar tipe
dua ditemukan sekurangnya satu episode hipomanik.
6. Hingga saat ini, tatalaksana untuk gangguan bipolar masih difokuskan dalam
pemberian terapi farmakologi. Obat-obat golongan mood stabilizer diberikan (seperti
Lithium dan Valproate) baik untuk kondisi akut maupun untuk terapi maintenance
yang bertujuan mencegah kekambuhan. Terapi farmakologis biasanya dikombinasi
dengan terapi non farmakologis berupa psikoterapi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, Dian Budianti. 2011. Gangguan Bipolar. Medan: FK Universitas Sumatera Utara.
American Psychiatric Association.2005. Mood Disorders. Dalam: Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, 4th Ed, Text Revision, DSM-IV-TR, Washington DC: hal.
345
Anonim, Global Missing, Available from URL:http://www.spirit of tiger.com, Last update 2009
Anonim.2010 Pedoman Tatalaksana GB PDSKJI.
Anonym. 2006. Gangguan Bipolar (Psikiatri). Racikan Utama.Vol. 6 No. 3.
Carpenito, Lynda J. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis
edisi 9. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda J. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis
edisi 9. Jakarta: EGC.
Kaplan I. H. 2005. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi Ketujuh,
Wiguna M. S; Jakarta, 1997. Hal:799-806.
Maddock, L. 2003. Pschyatry Clerckship Gude, chapter 29 figure 2. Manley : MRS, United State
of America.
Marionate,
Gangguan
Bipolar:
Manik
Depresif,
Available
from
29
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika AtmaJaya.
National Institute of Mental Health. 2011. Bipolar Disorder. Bathesda: National Institute of
Mental Health U.S. Departement Of Health and Human Services.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. 2010. Pedoman Tatalaksana
Gangguan Bipolar Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia 2010.
Jakarta.
Smith LA, Cornelius V, Warnock A, Bell A, Young AH. 2007. Effectiveness of mood stabilizers
and antipsychotics in the maintenance phase of bipolar disorder: a systematic review of
randomized controlled trials.Bipolar Disord.
Tim PDSKJI. Panduan Tatalaksana Gangguan Bipolar Pokja SPM & Seksi Bipolar PDSKJI.
Rapat Kerja Konsensus Nasional Terapi Gangguan bipolar. Novotel Hotel Mangga Dua
Square. Jakarta. 7 Maret 2010.
Tomb, David A. 2003. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
30