Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

MAKALAH
PERKEMBANGAN MORAL REMAJA

DISUSUN OLEH :
NAMA

: RINI MEGA SILVIA SINAMO

NIM

: 4143311033

KELAS

: MATEMATIKA EKSTENSI B 2014

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pada zaman yang serba modern sebagai dampak dari kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan telah membawa banyak perubahan bagi
kehidupan manusia. Perubahan yang diberikan seringkali mengandung
resiko bagi kehidupan, seperti munculnya nilai-nilai yang tidak jelas dan
membingungkan anak. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek
psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Masalah moral merupakan masalah yang sekarang ini sangat
banyak menyita perhatian, terutama bagi para pendidik, masyarakat dan
para orang tua. Begitu banyak terdengar kasus tentang kejahatan yang
dilakukan oleh anak dibawah umur. Bagi warga Ibukota bukan suatu hal
yang aneh apabila mendengar atau melihat anak-anak sekolah melakukan
tawuran (perkelahian antar pelajar) yang tidak sedikit menimbulkan
sejumlah korban. Ini tentu menimbulkan dampak yang tidak baik bagi
kehidupan dan perkembangan moral peserta didik. Tentunya diperlukan
waktu yang panjang dan upaya pendidikan yang sungguh-sungguh untuk
mengatasi kondisi ini.
Maka upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap juga diharapkan
dapat dikembangkan secara efektif di lingkungan sekolah. Oleh karena itu,
sebagai calon pendidik kita harus bisa memahami pola-pola prilaku
masyarakat terutama remaja yang akan kita didik nanti agar kita tidak
kesulitan dalam mengajar, mendidik dan memahami kondisi peserta didik
yang akan kita hadapi.

1.2.

Rumusan Masalah :

1.
2.
3.

Apa pengertian Perkembangan moral?


Apa saja tahapan dalam Perkembangan moral?
Bagaimana karakteristik tahapan dalam Perkembangan moral?

4.

Apa saja faktor yang mempengaruhi Perkembangan moral?

5.

Bagaimana perbedaan individual dalam perkembangan moral?

6.

Apa saja Upaya yang dapat dilakukan dalam Membantu


Mengembangkan moral remaja?

1.3.
1.
2.
3.
4.

Tujuan
Memahami pengertian Perkembangan moral
Mengetahui tahapan dalam Perkembangan moral
Memahami karakteristik tahapan dalam Perkembangan moral
Mengetahui faktor yang mempengaruhi Perkembangan moral

5.

Memahami bagaimana perbedaan individual dalam perkembangan


moral

6.

Mengetahui Apa saja Upaya yang dapat dilakukan dalam Membantu


Mengembangkan moral remaja

7.

2.1.
9.

BAB II
8.
ISI
Pengertian Perkembangan Moral
Sebelum membahas mengenai pengertian perkembangan moral,

akan dijelaskan terlebih dahulu apa itu perkembangan dan apa itu moral
Pengertian perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses
perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas
kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Secara etimologi istilah moral berasal
dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku,
kelakuan) atau mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak). moral adalah
ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya.
10.

Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara

perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan
kendali dalam bertingkah laku. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang
mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok sosial dan
masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu
sebagai anggota sosial. Berdasarkan arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan
dan moral tersebut maka selanjutnya yaitu kita mulai memahami arti dari
gabungan dua kata tersebut maka diperoleh Perkembangan moral adalah
perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Perkembangan moral remaja adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi
dalam kehidupan remaja berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar
nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.
2.2.

Tahapan Perkembangan Moral

11.
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg
dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan
pasca-konvensional
12.

Tingkat 1 (Pra-Konvensional)

1) Orientasi kepatuhan dan hukuman


2) Orientasi minat pribadi
13.

( Apa untungnya buat saya?)

14.

Tingkat 2 (Konvensional)
3) Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
15.
( Sikap anak baik)
4) Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
16.
( Moralitas hukum dan aturan)
17.
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5) Orientasi kontrak sosial
6) Prinsip etika universal
18.
( Principled conscience)
19.

Pra-Konvensional

20.
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada
anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam
tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai
moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat prakonvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni
melihat diri dalam bentuk egosentris.
21.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada
konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai
contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang
melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin
salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang
lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai
sejenis otoriterisme.
22.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku
yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap
dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai
tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti
kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu. Dalam tahap
dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang
berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat prakonvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan
dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua,
perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
23.

Konvensional

24.
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau
orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan

membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat


konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.
25.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki
peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orangorang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap
peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk
memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal
tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai
menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan
untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang
stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan
dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik
26.
Dalam tahap
empat,
adalah
penting
untuk
mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam
memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari
sekadar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga;
kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering
menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam
kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang
lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum
dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral,
sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena
memisahkan yang buruk dari yang baik.
27.

Pasca-Konvensional

28.
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat
berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan
bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini
menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif
masyarakat. Akibat hakekat diri mendahului orang lain ini membuat tingkatan
pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
29.
Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki
pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa
mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak
dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau
dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan
itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturanaturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu
demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal
tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini,
pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.

30.
Dalam tahap
enam,
penalaran
moral
berdasar
pada
penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila
berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan
keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai
kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moraldeontis. Keputusan
dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis
secara kondisional (lihat imperatif kategoris dari Immanuel Kant). Hal ini bisa
dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat
menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran
sama (lihat veil of ignorance dari John Rawls). Tindakan yang diambil adalah
hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu
menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada
maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau
Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan
seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar,
kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.
31.
2.3.
32.
33.

Karakteristik Perkembangan Moral


Tabel Tren Perkembangan Moral
Jenjang/

Usia (Th)
35.
36.
0-2

34.
37.

Karakteristik

Kemampuan membedakan antara perilaku yang

melanggar hak dan harkat manusia dan perilaku


yang melanggar kaidah sosial.
Tumbuhnya kesadaran bahwa perilaku

38.

yang menimbulakan bahaya fisik dan psikologis


secara moral salah.
39.
Perasaan bersalah atas penyimpanganpenyimpangan perilaku yang menimbulkan bahaya
fisik dan psikologis secara moral salah.
40.
Tumbuhnya empati dan munculnya usaha
untuk menghibur orang-orang yang sedang
berkesusahan, terutama orang yang dikenal baik.
Perhatian yang lebih besar pada

41.

kebutuhan-kebutuhan diri sendiri dibandingkan pada


kebutuhan orang lain.
43.
44.

42.
45.
3-5

Pengetahuan tentang kaidah-kaidah sosial

mengenai perilaku yang tepat.

46.

Perasaan malu dan bersalah bila

melakukan pelanggran moral.


Meningkatnya empati terhadap individu-

47.

individu yang belum dikenal, yang menderita atau


kekurangan.
Pemahaman bahwa seseorang seharusnya

48.

berusaha sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan


orang lain sekaligus juga kebutuhannya sendiri.
49.
Meningkatnya hasrat untuk menolong
orang lain semata-mata karena perbuatan itu baik
dalam dirinya sendiri (bukan memdapatkan balasan
atau semacamnya).
51.
52.

50.
53.
6-8

Kecenderungan menganggap peraturan-

peraturan dan kaidah-kaidah sebagai standar yang


harus diikuti demi kewajiban terhadap pereturan itu
sendiri, dengan kata lain, diikuti karena peraturan
mewajibkannya.

Minat untuk menyenangkan dan menolong orang

lain, namun dengan tendensi terlalu


menyederhanakan apa itu menolong orang lain.

Kecenderungan untuk meyakini bahwa

kesusahan yang dialami para individu (misalnya para


tunawisma) sepenuhnya merupakan tanggung jawab
mereka sendiri.
54.
55.

56.

9-12

Pemahaman bahwa peraturan-peraturan

dan kaidah-kaidah sosial membantu masyarakat


berkembang secar lebih baik.
57.
Meningkatnya kepedulian untuk
melaksanakan tugasnya sendiri dan tuduk pada
peraturan-peraturan masyarakat secara utuh alih-alih
sekadar menyenangkan figur-figur yang memiliki
otoritas
58.

Empati yang murni terdap mereka yang

berkesusahan
Keyakinan bahwa masyarakat

59.

bertanggung jawab menolong orang lain yang


membutuhkan.

60.
61.

Michel meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang

harus dilakukan oleh remaja sebagai berikut:


1. Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada
apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang
dominan.
3. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorong remaja
lebih berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral
yang dihadapinya.
4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti
bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan
ketegangan emosi.
62. Kehidupan moral merupakan problematika yang pokok dalam
masa remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan
moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, untuk dapat memahami
mengapa justru pada masa remaja hal tersebut menduduki tempat yang
sangat penting.
63.
64.
2.4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
65.
Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah faktor
yang berhubungan dengan perkembangan penalaran dan perilaku
moral:
1) Perkembangan Kognitif Umum
66.
Penalaran moral yang tinggi yaitu penalaran yang dalam
mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan,
keadilan, hak-hak asasi manusia dan memerlukan refleksi yang
mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batasbatas tertentu, perkembangan moral tergantung pada perkembangan
kognitif.
67.

Contoh: anak-anak secara intelektual berbakat umumnya

lebih sering berpikir entang isu moral dan bekerja keras mengatasi

ketidakadilan di masyarakat lokal ataupun dunia secara umum


ketimbang teman-teman sebayanya. Meski demikian, perkembangan
kognitif tidak menjamin perkembangan moral.
2) Penggunaan Rasio dan Rationale
68. Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam
perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan
emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang
lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu
tidak dapat diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal
sebagai induksi.
69.
Contoh: induksi berpusat pada korban induksi membantu
siswa berfokus pada kesusahan orang lain dan membantu siswa
memahami bahwa mereka sendirilah penyebab kesesahan-kesusahan
tersebut. Penggunaan konduksi secara konsisten dalam mendisiplinkan
anak-anak, terutama ketika disertai hukuman ringan bagi perilaku yang
menyimpang misalnya menegaskan bahwa mereka harus meminta
maaf atas perilaku yang keliru.
3) Isu dan Dilema Moral
70.
Kolhberg dalam teorinya mengenai teori perkembangan
moral menyatakan bahwa disekuilibrium adalah anak-anak
berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilema
moral yang tidak dapat ditangani secara memadai dengan
menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu. Dalam upaya
membantu anak-anak yang menghadapi dilema semacam itu Kulhborg
menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di
atas tahap yang dimilik anak pada saat itu.
71.
Contoh: bayangkanlah seorang remaja laki-laki yang sangat
mementingkan penerimaan oleh teman-teman sebayanya, dia rela
membiarkan temannya menyali pekerjaan rumahnya. Gurunya
mungkin menekankan logika hokum dan keteraturan dengan
menyarankan agar semua siswa seharusnya menyelesaikan pekerjaan
rumahnya tanpa bantuan orang lain karena tugas-tugas pekerjaan
rumah dirancang untuk membantu siswa belajar lebih efektif.
4) Perasaan Diri

72.

Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral

ketika mereka berfikir bahwa mereka sesungguhnya mampu menolong


orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki efikasi diri yang
tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan
73.
Contoh: pada masa remaja beberapa anak muda mulai
mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral kedalam
identitas mereka secara keseluruhan. Mereka menganggap diri mereka
sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hakhak dan kebaikan orang lain. Tindakan belarasa yang mereka lakukan
tidak terbatasa hanya pada teman-teman dan orang yang mereka kenal

2.5.

saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.


74.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan moral
75.
Dalam kenyataannya sehari-hari selalu saja ada gradasi
dalam intensitas penghayatan dan pengalaman individu mengenai moral
dan nilai-nilai tertentu. Bayi tidak memiliki hierarki nilai dan suara hati.
Bayi tergolong nonmoral, tidak bermoral maupun tidak amoral, dalam
artian bahwa perilakunya tidak dibimbing norma-norma moral. Lambat
laun ia akan mempelajari kode moral dari orang tua dan kemudian dari
guru-guru dan teman bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti
kode-kode moral ini.
76.
Belajar berperilaku moral yang diterima oleh sekitarnya
merupakan proses yang lama dan lambat. Tetapi dasar-dasarnya diletakkan
dalam masa bayi dan berdasarkan dasar-dasar inilah bayi membangun
kode-kode moral yang membimbing perilaku bila telah menjadi besar
nantinya. Karena keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai benar atau
salahnya suatu tindakan menurut kesenangan atau kesakitan yang
ditimbulkannya dan bukan menurut baik atau buruknya efek suatu
tindakan terhadap orang-orang lain.
77.
Pada masa remaja sesorang mampu mempertimbangkan
semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan
mempertanggung-jawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proposisi.
Jadi seseorang telah dapat memandang masalahnya dari beberapa sudut

pandang dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai


bahan pertimbangan.
78.
Pengertian moral pada anak-anak umur sepuluh atau
sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pada anak-anak
terdapat anggapan bahwa aturan-aturan adalah pasti dan mutlak oleh
karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang tidak bisa diubah
lagi.
79.

Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang

penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan


moralnya ada pada tahap prakonvensional. Pada tahap ini seseorang belum
benar-benar mengenal apalagi menerima aturan dan harapan masyarakat.
Pedoman meraka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan bagi
mereka yang dapat mencapai tingkat kedua sudah ada pengertian bahwa
untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga harus memikirkan
kepentingan orang lain.
80.
81.
82.
2.6.
Upaya Mengembangkan Moral Remaja
83.
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan niali, moral, dan sikap remaja adalah :
a. menciptakan komunikasi
84.
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian
informasi tentanng nilai-nilai dan moral. Hendaknya ada upaya
untuk mengikut sertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan
dalam pengambilan keputusan keluarga, sedangkan dalam
kelompok sebaya remaja turut serta secara aktif dalam bertanggung
jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok. Kita ketahui
bahwa nilai-nilai hidup yang dipelajari barulah betul-betul
berkembang apabila telah dikaitkan dengan konteks kehidupan
bersama.
b. menciptakan iklim lingkungan yang serasi
85.
Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu
dan moral kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku
sebagai pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang
yang hidup dalam lingkungan yang secara positif, jujur, dan

konsekuen senantiasa memdukung bentuk tingkah laku yang


merupakan pencerminan nilai hidup tersebut. Para remaja sering
bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar hidup orang tua dan
orang dewasa lainnya karena itu orang tua dan guru serta orang
dewasa lainnya perlu memberi model-model atau contoh prilaku
yang merupakan perwujudan nilai-nilai yang diperjuangkan. Nilainilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga
mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk, sehingga secara
psikologis berpedoman kepada agama termasuk dalam final.
Akhirnya perlu juga diperhatikan bahwa satu lingkungan yang lebih
banyak bersifat mengajak, mengundang, dan memberi kesempatan,
akan lebih efektif dari pada lingkungan yang ditandai dengan
larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.
c. Mendorong perilaku dan perkembangan moral di dalam kelas
86.
Beberapa individu yang beritikad baik menyatakan
bahwa mesyarakat sedang mengalami kemerosotan moral yang
drastis dan mendesak para orang tua dan para pendidik untuk
menanamkan nilai-nilai moral yang baik (kejujuran, kesetiaan,
tanggungjawab, dan lain-lain) melalui pelajaran di rumah dan di
sekolah, serta melalui kontrol yang tegas terhadap perilaku anakanak. Kenyataannya tidak ada bukti generasi anak muda sekarang
berada pada pada tingkat moral atau proposional yang rendah
dibandingkan dengan generasi terdahulu. Selain itu, mengajari
siswa mengenai perilaku yang tepat secara moral dan menerapkan
kontrol yang tegas terhadap tindakan mereka dalam rangka
menanamkan serangkaian moral tertentu hanya memiliki sedikit
dampak terhadap mereka. Hal yang sama juga berlaku untuk
kebiasaan membacakan cerita yang mengandung pesan-pesan
moral. Meski demikian beberapa strategi dapat membuat perbedaan.
87.
Berikut ini adalah beberapa saran umum :
1.
Jelaskan mengapa beberapa perilaku tidak dapat diterima
2.
Doronglah sikap selalu prespektif orang lain, empati, dan
3.

perilaku prososial
Perlihatkan kepada siswa berbagai contoh perilaku moral

4.

Libatkan para siswa dalam diskusi-diskusi mengenai isu-isu

5.

moral yang berhubungan dengan materi pokok akademis


Ajaklah siswa untuk terlibat aktif dalam pelayanan
masyarakat.

88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
3.1

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Perkembangan moral remaja adalah perubahan-perubahan
perilaku yang terjadi dalam kehidupan remaja berkenaan
dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang
berlaku dalam kelompok sosial.
Tahapan perkembangan moral dikelompokkan ke dalam
tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
moral yaitu : Perkembangan Kognitif Umum, Penggunaan
Rasio dan Rationale, Isu dan Dilema Moral dan Perasaan
Diri
Beberapa upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan moral adalah : menciptakan komunikasi

yang baik, menciptakan iklim lingkungan yang serasi dan


mendorong perilaku dan perkembangan moral di dalam
kelas
Fase remaja merupakan fase yang sangat berpengaruh
dalam proses perkembangan moral dalam pembentukan
karakter manusia
98.
3.2

Saran

99.

Sebagai mahasiswa (calon guru) saya berharap agar


dilakukannya pengembangan moral pada remaja yang mengarah
pada kegiatan yang bernilai positif oleh para guru di sekolah agar
dapat memberi pengaruh dan dampak yang positif bagi
perkembangan remaja.

100.
101.
102.
103.

DAFTAR PUSTAKA

104.
105.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

106.

Ormord, Jeanne Ellis. 2000. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa


Tumbuh dan Berkembang. Bandung: Media Sasana.

107.

Sunarto, Hartono Agung. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:


Rineka Cipta.

108.

https://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg
diakses pada tanggal 25 September 2016

109.

https://independent.academia.edu/RiniSinamo diakses pada tanggal 25


September 2016

110.

Anda mungkin juga menyukai