Pendahuluan
Banyak fenomena dalam dunia kesehatan yang tidak bisa dijelaskan dengan
pengetahuan ilmu kedokteran saja. Bagaimana seseorang yang mengalami penyakit
lambung akut dapat berangsur membaik ketika menjalani puasa Ramadhan; mengapa
seorang penderita HIV/AIDS dapat bertahan hidup lebih lama dari vonis dokter bila tidak
diasingkan, mendapat reaksi yang normal dan tetap berhubungan dengan keluarga mereka.
Mengapa dalam lingkungan fisik yang serba sama kelompok anak ayam dengan induk
secara rata-rata tumbuh lebih baik daripada kelompok lain yang tidak mempunyai induk
atau mengapa toxisitas amfetamin yang disuntikkan pada tikus menjadi 10x lipat bila tikus
itu dikurung bersepuluh daripada bila dikurung sendirian.1
Hal-hal dan faktor-faktor psikologis serta sosial ini dapat mengganggu manusia
dengan cara yang sama seperti faktor-faktor yang dapat dilihat dengan secara kasat mata.
Faktor-faktor ini hanya dapat dimengerti oleh penderita dilihat sebagai manusia yang
memiliki rumah dan keluarga, yang mengalami kesukaran dan kecemasan, yang
menghadapi kesulitan ekonomi, yang mempunyai masa lalu dan masa yang akan datang,
pekerjaan yang akan dipertahankan atau akan ditinggalkan. Cara orang tersebut
menyelesaikan konfliknya, cara menyesuaikan diri tergantung pada emosi, inteligensi dan
kepribadiannya.1
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian terhadap berbagai persoalan bukan hanya
menimbulkan gangguan psikis atau mental saja. Gejala gagal dalam melakukan
penyesuaian bisa muncul dalam bentuk gangguan-gangguan yang bersifat ketubuhan/fisik
karena pada dasarnya antara badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan,
sehingga gangguan terhadap salah satu di antananya menimbulkan gangguan pada lainnya.
Inilah yang kemudian sering disebut sebagai gangguan psikosomatik.1
Penyakit-penyakit psikosomatik merupakan gangguan kesehatan yang bukan saja
umum dijumpai dalam populasi, tapi sering menimbulkan kesalahpahaman di bidang
medis. Medikasi sering memberi kesembuhan secara cepat, namun bukan berarti
1
persoalannya menjadi beres karena sering kali penyakit tersebut kambuh kembali berulangulang. Ini berkaitan karena sumbernya bukan pada tubuh yang sakit, melainkan pada
persoalan mental yang belum terselesaikan. Penemuan-penemuan terbaru berkaitan dengan
kerja otak semakin menambah keyakinan akan hubungari yang erat antara fisik dan mental.
OIeh karena itu penyembuhan penyakit-penyakit psikosomatik perlu melibatkan interaksi
fisik mental.1
Bab II
Landasan Teori
2.1 Klasifikasi
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk faktor psikologis yang memengaruhi
keadaan medis ditunjukkan di dalam Tabel 1. Yang tidak termasuk adalah: (1) gangguan
jiwa klasik yang memiliki gejala fisik sebagai bagian dari gangguan (cth., gangguan
konversi, yaitu gejala fisik ditimbulkan oleh konflik psikologis); (2) gangguan somatisasi,
yaitu gejala fisik tidak didasari oleh patologi organik; (3) hipokondriasis, yaitu pasien
memiliki kepedulian yang berlebihan dengan kesehatan mereka; (4) keluhan fisik yang
sering dikaitkan dengan gangguan jiwa (cth., gangguan distimik yang biasanya memiliki
penyerta somatik, seperti kelemahan otot, astenia, lelah, dan keletihan); serta (5) keluhan
fisik yang dikaitkan dengan gangguan terkait-zat (cth., batuk dikaitkan dengan
ketergantungan nikotin).2
Tabel 1
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Faktor Psikologis yang Memengaruhi
Keadaan Medis Umum2
A. Terdapat keadaan medis umum (diberi kode pada Aksis III).
B. Faktorpsikologis memengaruhi keadaan medis secara berlawanan dalam satu
atau lebih cara
1. faktor memengaruhi perjalanan keadaan medis umum, seperti yang ditunjukkan
oleh hubungan waktu yang erat antara faktor psikologis dan timbulnya atau
memburuknya, atau tertundanya pemulihan, keadaan medis umum
2. faktor mengganggu terapi keadaan medis umum
3. faktor merupakan risiko kesehatan tambahan untuk individu
4. respons fisiologis terkait-stres mencetuskan atau rnemperburuk gejala
keadaan medis umum
Pilih nama berdasarkan sifat faktor psikologis (jika ada lebih dar satu faktor, tunjukkan
yang paling menonjol):
Gangguan mental yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum]
(cth., gangguan Aksis I seperti gangguan depresif berat menunda pemulihan dari
infark miokardium
Gejala psikologis yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum]
(cth.,gejala depresif rnenunda pemulihan setelah pembedahan; asma yang
diperburuk ansietas)
Ciri kepribadian atau gaya koping yang memengaruhi ...[tunjukkan
keadaan medis umum] (cth., penyangkalan patologis kebutuhan operasi pada
pasien kanker; perilaku tertekan dan bermusuhan yang turut menyebabkan
penyakit kardiovaskular)
Perilaku kesehatan maladaptif yang memengaruhi ...[tunjukkan keadian medis
umum] (cth.,makan berlebihan; tidak ada olah raga; seks yang tidak aman)
Tabel 2
Kriteria
Diagnostik
ICD-10
untukFaktorPsikologis
danPerilakuTerkait
Setiapgangguan
mentalyang
seringberkepanjangan(sepertikhawatir,konflik
dihasilkanbiasanya
emosional,
ringandan
ketakutan)dantidak
dengan
yang
jarang
telahmenyebabkangangguan
terjadidi
fisik,
managangguanjiwa
kode
tambahankedua
terbukadiperkirakan
harusdigunakan
untuk
mencatatgangguan kejiwaan).
(Dicetak
ulang
denganizin
InternasionalGangguanMental
dariOrganisasiKesehatan
danPerilaku:KriteriaDiagnostik,
DuniaKlasifikasi
Organisasi
Kesehatan
tahun
1920,
Walter
Cannon
melakukan
studi
sistematik
bernama Alexis St.Martin, yang menjadi terkenal karena luka akibat tembakan senjata yang
menyebabkan fistula lambung yang permanen. Beaumont mencatat bahwa selama keadaan
emosional yang sangat hebat, mukosa dapat menjadi hiperemik atau memucat,
menunjukkan bahwa aliran darah ke lambung dipengaruhi oleh emosi.2
Hans Seyle (1907-1982) mengembangkan suatu model stres yang disebut sindrom
adaptasi umum. Model ini terdiri atas tiga fase: (1) reaksi alarm; (2) tahap resistensi,
idealnya adaptasi dicapai; dan (3) tahap kelelahan, adaptasi atau resistensi yang didapat
bisa hilang. Ia menganggap stres sebagai respons tubuh yang tidak spesifik terhadap
tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Seyle yakin bahwa stres, menurut definisi, tidak harus selalu tidak
menyenangkan. Ia menyebut stres yang tidak menyenangkan sebagai "penderitaan". Untuk
menerima kedua jenis stresmenyenangkan atau tidak menyenangkanmembutuhkan
adaptasi.2
2.3 Respon Neurotransmiter terhadap Stres
Stresor mengaktifkan sistem noreadrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus)
dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga
mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan meningkatnya
pergantian serotonin. Bukti terkini mengesankan bahwa meskipun glukokortikoid
cenderung meningkatkan fungsi serotonin secara keseluruhan, mungkin terdapat perbedaan
pengaturan glukokortikoid dengan subtipe reseptor serotonin, yang dapat memiliki kaitan
untuk fungsi serotonergik padadepresi dan penyakit-penyakit terkait. Contohnya,
glukokortikoid dapat meningkatkan kerja serotonin yang diperantarai oleh 5-HT2, sehingga
turut menyebabkan penguatan kerja tipe reseptor ini, yang telah dikaitkan di dalam
patofisiologi
gangguan
depresif
berat.
Stres
juga
meningkatkan
neurotransmisi
(GABA) semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respons stres atau
mengatur sistem yang berespons terhadap stres lainnya seperti sirkuit otak dopaminergik
dan noradrenergik.2
2.4 Respon Endokrin Terhadap Stres
Sebagai respons terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem
hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan
hormon adrenokortikotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal
untuk merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki
jutaan efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat sebagai
meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskular dalam respons
"fight or flight", dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.2
Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku pengendali umpan balik
negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (yaitu, ACTH dan kortisol) di berbagai
tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus, dan regio otak suprahipotalamik seperti
hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (yaitu zat yang merangsang
pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja langsung
untuk memutar kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk katekolamin,
vasopresin, dan oksitosin. Yang menarik, stresor berbeda (cth., stres dingin lawan hipotensi)
memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga menunjukkan bahwa gagasan
respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah terlalu disederhanakan.2
2.5Respon Imun Terhadap Stres
Bagian dari respons stres terdiri atas inhibisi fungsi imun oleh glukokortikoid.
Inhibisi dapat mencerminkan kerja kompensasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk
mengurangi efek fisiologis stres lainnya. Sebaliknya, stres juga dapat menyebabkan aktivasi
imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui
reseptor CRF yang terletak di locus ceruleus, yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik
sentral maupun perifer, serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal. Di
samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang bersinaps pada set
target imun. Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor, juga terdapat aktivasi imun
yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral (sitokin) seperti interleukin-1 (IL-1)
dan IL-6. Sitokin ini dapat menyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut, yang di dalam teori
berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid sehingga membatasi sendiri aktivasi
imun.2
2.6Perubahan Kehidupan
Peristiwa atau situasi kehidupan, menyenangkan atau tidak menyenangkan
(penderitaan menurut Selye), sering terjadi tanpa disengaja, menimbulkan tantangan yang
harus ditanggapi dengan adekuat. Thomas Holmes dan Richard Rahe membangun skala
penilaian penyesuaian sosial setelah menanyakan ratusan orang dari berbagai latar belakang
untuk mengurutkan derajat relatif penyesuaian yang diperoleh dengan perubahan peristiwa
kehidupan. Helmes dan Rahe mendaftarkan 43 peristiwa kehidupan yang menyebabkan
berbagai gangguan dan stres pada kehidupan rata-rata orang; contohnya, kematian
pasangan, 100 unit perubahan kehidupan; perceraian, 73 unit; perpisahan perkawinan, 65
unit; dan kematian anggota keluarga dekat, 63 unit (Tabel 25-2). Akumulasi 200 atau lebih
unit perubahan kehidupan dalam satu tahun meningkatkan risiko timbulnya gangguan
psikosomatik pada tahun itu. Yang menarik, orang yang menghadapi stres umum dengan
optimis, bukannya pesimis, lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami gangguan
psikosomatik; jika mengalami, mereka lebih mudah pulih.2
Bab III
Gangguan Psikosomatis
3.1 Definisi
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang
artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor
psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.2,3
Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk
mempelajari interaksi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani
dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan
interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam
keadaan sehat maupun sakit.3
3.2 Etiologi
Setiap fungsi organis/somatis yang terganggu oleh emosi-emosi yang kuat (yaitu
oleh konflik-konflik dan kecemasanhebat) bisa menjadi basis bagi timbulnya bermacammacam gangguan psikosomatis.1Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis:
1. Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau situasi kehidupan dimana individu tidak
dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala
urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43
peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang
rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian
73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala
dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk
menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan
kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres
umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan
psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.4
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefinisikan sebagai kepribadian
10
spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang
berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang
pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki
kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).4
3. Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel
lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara
kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans
Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi
sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai
hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana
hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar
endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan.
Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa pesan
(messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan
mood.4
3.3Gangguan Spesifik
Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:
3.3.1. Sistem Kardiovaskuler
Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau
kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung
dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan
putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah.1
Gejala-gejala yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri
perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala- gejala
seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.1
a. Penyakit arteri koroner
11
Orang dengan hipertensi tampak dari luar menyenangkan, dan patuh walaupun
kemarahan mereka tidak diekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang
terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk
hipertensi, yaitu bila terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi
secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi.
Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A.2
c. Gagal jantung kongestif
Faktor psikologis seperti stres, dan konflik emosional non spesifik, sering kali
bermakna dalam memulai atau eksaserbasi gangguan.2
d. Sinkop vasomotor (vasodepressor)
12
penurunan pasokan darah ke otak, sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan
kesadaran.2
e. Aritmia jantung
Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam
menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan
konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang.
Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang
berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi.2,3
b. Sindroma Hiperventilasi
13
Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal
sebagai Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing
Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan
tidak dapat bernafas bebas
Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan
juga ditemukan pada kelainan fungsional jantungdan sirkulasi
Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu, cepat
lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca.2
c. Tuberkulosis
Onset dan perburukan tuberkulosis sering kali berhubungan dengan stres akut dan
kronis. Faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi
daya tahan pasien terhadap penyakit.2
3.3.3. Sistem Gastrointestinal
a. Penyakit Refluks Gastroesofagus (Gastroesophageal Reflux Disease-GERD)
GERD merupakan gangguan esofagus yang paling lazim ditemukan dan berperan
pada sebagian besar konsumsi antasid yang dijual bebas. Gejala yang dominan adalah nyeri
ulu hati, yang dapat disertai dengan regurgitasi dan nyeri. Berbagai faktor di samping stres
yang tampaknya penting di dalam terjadinya refluks; (I) adanya hernia hiatus, (2)
efektivitas sfingter esofagus bawah untuk menyekat refluks asam lambung; (3) efektivitas
esofagus untuk membersihkan dan menetralkan refluks, (4) kemampuan esofagus untuk
melindungi dirinya dari asam dan pepsin, serta (5) pengosongan lambung yang tertunda
serta hipersekresi asam. Sampai 80 persen pasien dengan GERD memiliki hernia hiatus.
Meskipun demikian, 50 persen pasien dengan hernia hiatus tidak memiliki GERD.
Penderitaan psikologis meningkatkan keparahan gejala pada pasien yang rentan terhadap
penyakit ini. Di dalam survei pada penderita GERD, stres yang berlebihan, terlalu banyak
14
kegairahan, argumen keluarga, dan depresi sementara dirasakan dapat memicu gejala.2
b. Penyakit Ulkus Lambung
Ulkus lambung mengacu pada ulserasi mukosa yang meliputi lambung bagian distal
atau duodenum bagian proksimal. Gejala penyakit ulkus lambung mencakup rasa perih atau
nyeri epigastrium seperti terbakar yang terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan dan diredakan
dengan makanan atau antasid. Gejala yang menyertai dapat mencakup mual, muntah,
dispepsia, atau tanda perdarahan gastrointestinal seperti hematemesis atau melena.2
Teori-teori awal mengidentifikasi kelebihan sekresi asam lambung sebagai faktor
etiologic yang paling penting, tetapi kepentingan infeksi oleh Helicobacter pylori sekarang
diakui. H. pylori merupakan penyebab 95 sampai 99 persen ulkus duodenum dan 70 hingga
90 persen ulkus lambung. Terapi antibiotik yang menargetkan H. pylori memberikan hasil
banyaknya angka penyembuhan daripada terapi antasid dan inhibitor histamin yang
digunakan sendirian.2
Studi-studi awal mengenai penyakit ulkus lambung mengesankan bahwa faktor
psikologis memiliki peranan di dalam terbentuknya kerentanan ulkus, diperantarai melalui
peningkatan ekskresi asam lambung yang disebabkan oleh stres psikologis. Studi pada
tawanan perang selama Perang Dunia 11 mendokumentasikan angka pembentukan ulkus
lambung dua kali lebih tinggi daripada kontrol. Faktor psikososial dapat terlibat di dalam
ekspresi klinis gejala, mungkin dengan mengurangi respons imun, yang menimbulkan
kerentanan terhadap infeksi H. pylori.2
c. Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif adalah penyakit peradangan usus dengan penyebab yang tidak
diketahui yang terutama mengenai usus besar. Gejala yang dominan adalah diare berdarah.
Manifestasi ekstrakolon dapat mencakup uveitis, iritis, penyakit kulit, dan kolangitis
sklerosans primer. Diagnosis ditegakkanterutama dengan kolonoskopi atau proktoskopi.
Reseksi pembedahan pada bagian usus besar atau seluruh usus dapat menghasilkan
penyembuhan pada beberapa pasien. Studi-studi pasien dengan kolitis ulseratif
menunjukkan dominasi ciri obsesif-kompulsif. Mereka rapi, teratur, tepat waktu, dan
memiliki kesulitan untuk mengekspresikan kemarahan. Meskipun demikian, terdapat
15
16
memiliki rasa marah yang terekspresi tentang pembatasan fungsi otot-otot mereka, yang
memperberat kekakuan dan imobilitas mereka.6
Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatis adalah :
Riwayat keluarga
Hilang timbul
17
Menurut Sarno, patofisiologi yang terlibat adalah vasospasme pembuluh darah yang
mendarahi otot, saraf, atau tendo yang terlibat. Vasospasme diperantarai oleh sistem saraf
otonom, yang sangat sensitif terhadap perubahan emosi, stres emosional kronis, dan afek
yang tidak disadari. Iskemia dan kurangnya oksigen menyebabkan nyeri di area yang
terlibat. Sebuah analogi dapat diberikan pada vasospasme arteria koronaria yang
menyebabkan angina.2
Terapi mencakup pemberian edukasi kepada pasien mengenai komponen fisiologis
(vasospasme) dan membantu mereka memahami cara kerja pikiran dan konflik yang timbul
dari afek yang tidak disadari, khususnya kemarahan. Pasien mengerti bahwa pikiran
menggantikan nyeri fisik untuk nyeri emosi sehingga pikiran yang disadari tidak harus
menghadapi konflik. Aktivitas fisik harus dilanjutkan sesegera mungkin, dan terapi seperti
manipulasi spinal dan sesi terapi fisik yang diperintahkan digunakan minimal.2
3.3.5. Sistem Endokrin
a. Hipertiroidisme
18
adalah yang mencetuskan perasaan frustrasi, kesepian, dan kesedihan. Pasien dengan
diabetes biasanya harus mempertahan. kan kendali diet di dalam diabetesnya. Ketika
depresi dan sedih, mereka sering makan dan minum berlebihan sehingga merusak diri
sendiri dan menyebabkan diabetesnya di luar kendali. Reaksi ini terutama lazim pada
pasien dengan diabetes juvenil atau tipe I.2
c. Gangguan Endokrin Wanita
Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa
kesehatan fisik, dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Secara
khusus, perubahan kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin dihipotesiskan berperan
penting sebagai penyebab.Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat
secara bertahap, dan mencapai intensitas maksimum kira-kira lima hari sebelum periode
menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis telah terlibat didalam patogenesis
gangguan.4
Penderitaan menopause (menopause distress), adalah suatu keadaan yang terjadi
setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun yang disebut menopause.
Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk kecemasan,
kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah (iritabilitas), depresi, pening, dan
insomnia. Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka kemerahan, dan rasa panas
pada tubuh. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone
(LH). Fungsi yang tergantung pada estrogen hilang secara berurutan, dan wanita mungkin
mengalami perubahan atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus,
dispareunia, dan stenosis.4
Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan
lemak, kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan perubahan
tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis yang terjadi pada tahun-tahun
pasca menopause, seperti osteoporosis dan aterosklerosis koroner.1
Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan
pemutusan hormon, jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita untuk
menahan proses ketuaan, kesehatan, dan tingkat aktivitas mereka, serta arti psikologis
19
20
adalah
penyakit
kulit
kronik
dan
kambuhan,
dengan
lesi
yang ditandai oleh sisik berwarna keperakan dengan eritema homogen yang berkilatan di
bawah sisik. Sulit untuk mengendalikan efek merugikan psoriasis pada kualitas hidup. Hal
21
ini dapat menimbulkan stres yang pada gilirannya akan memicu lebih banyak psoriasis.
Pasien sering menggambarkan stres oleh karena penyakit akibat kecacatan kosmetik dan
stigma sosial pada psoriasis, bukannya peristiwa kehidupan utama yang menimbulkan stres.
Stres karena psoriasis dapat lebih berhubungan dengan kesulitan psikososial yang ada di
dalam hubungan interpersonal pasien dengan psoriasis daripada dengan keparahan atau kekronisan aktivitas psoriasis.2
Studi terkontrol menemukan bahwa pasien psoriatik memiliki tingkat depresi dan
ansietas yang tinggi dan serta komorbiditas yang signifikan dengan serangkaian gangguan
kepribadian, termasuk skizoid, menghindar, pasif-agresif, dan gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif. Laporan pasien mengenai keparahan psoriasis berhubungan langsung
dengan depresi dan gagasan bunuh did, serta depresi komorbid menurunkan ambang untuk
pruritus pada pasien psoriasis. Konsumsi alkohol berat (lebih dari 80 gram etanol setiap
hari) oleh pasien psoriasis laki-laki dapat meramalkan adanya hasil terapi yang buruk.2
e. Ekskoriasi Psikogenik
Ekskoriasi psikogenik (juga disebut pruritus psikogenik) adalah lesi yang
disebabkan oleh menggaruk atau mencubit sebagai respons terhadap gatal atau sensai kulit
lainnya atau karena dorongan untuk menghilangkan kelainan kulit akjbat dermatosis yang
telah ada sebelumnya, seperti jerawat. Lesi secara khas ditemukan di daerah yang dapat
dicapai oleh pasien dengan mudah (cth., wajah, punggung atas, dan ekstremitas atas serta
bawah) dan diametemya beberapa milimeter serta mengeluarkan cairan, berkrusta, atau
berjaringan
ikat,
dengan
kadang-kadang
hipopigmentasi
atau
hiperpigmentasi
22
sakit kepala sebagai keluhan utama. Sakit kepala juga merupakan penyebab utama absen
dari kerja dan penghindaran aktivitas sosial serta pribadi.2
Sebagian besar sakit kepala bukan disebabkan oleh penyakit organik yang
signifikan; banyak orang rentan terhadap sakit kepala pada sail stres emosi. Lebih jauh lagi,
pada banyak gangguan psikiatri, termasuk gangguan ansietas dan depresif, sakit kepala
sering menjadi gejala yang menonjol. Pasien dengan sakit kepala sering dirujuk ke psikiater
oleh dokter umum dan neurologis setelah pemeriksaan biomedis yang ekstensif, yang
sering meliputi MRI kepala. Sebagian besar pemeriksaan untuk keluhan sakit kepala umum
memberikan hasil negatif, dan hasil demikian dapat membuat frustrasi bagi pasien serta
dokter. Dokter yang tidak benar-benar mengetahui kedokteran psikologis dapat berupaya
menenangkan pasien tersebut dengan mengatakan pada mereka bahwa tidak ada penyakit.
Tetapi penenangan mereka dapat memiliki efek sebaliknyadapat meningkatkan ansietas
pasien dan bahkan meningkat menjadi perdebatan mengenai apakah nyeri tersebut
sesungguhnya atau hanya khayalan. Stres psikologik biasanya memperburuk sakit kepala,
walaupun penyebab primer yang mendasarinya adalah fisik atau psikologis.2
a. Migrain (Vaskular) dan Cluster Headaches
Sakit kepala migrain (vaskular) adalah gangguan paroksismal yang ditandai dengan
sakit kepala unilateral berulang, dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal
(cth., mual, muntah, dan fotofobia) terkait. Sakit kepala ini mungkin disebabkan oleh
gangguan fungsi sirkulasi kranial. Migrain dapat dicetuskan oleh estrogen, yang dapat
menjadi penyebab prevalensi yang tinggi pada perempuan. Stres juga merupakan pencetus,
dan banyak orang dengan migrain bersifat terlalu terkontrol, perfeksionis, dan tidak dapat
mengekspresikan kemarahan. Cluster headache dikaitkan dengan migrain, gangguan ini
unilateral, terjadi sampai delapan kali dalam sehari, dan disertai miosis, ptosis,
sertadiaforesis.2
b. Tension (Muscle Contraction) Headache
Stres emosional sering disertai dengan kontraksi lama pada otot leher dan kepala,
yang selama beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh darah dan mengakibatkan
iskemia. Nyeri tumpul, kadang-kadang merasa seperti ikatan yang mengencang, sering
23
dimulai pada suboksipital dan dapat menyebar di seluruh kepala. Kulit kepala dapat nyeri
bila disentuh, dan sebaliknya dengan migrain, sakit kepala ini biasanya bilateral dan tidak
disertai dengan prodromata, mual, atau muntah. Tension headache dapat bersifat episodik
atau kronis dan perlu dibedakan dengan sakit kepala migrain, terutama dengan atau tanpa
aura.2
Tension headache sering dikaitkan dengan ansietas dan depresi dan dapat terjadi
pada kira-kira 80 persen orang selama periode stres emosional. Kepribadian yang tegang,
lekas gugup, dan kompetitif terutama rentan terhadap gangguan irii. Pada keadaan awal,
orang tersebut dapat diterapi dengan agen antiansietas, relaksan otot, dan pijat atau
pemberian panas di kepala dan leher; antidepresan dapat diresepkan jika ada depresi yang
mendasari. Psikoterapi merupakan terapi yang efektif bagi orang yang mengalami tension
headache kronis. Belajar menghindari atau menghadapi tegangan dengan lebih baik adalah
pendekatan pengelolaan jangka panjang yang paling efektif. Biofeedback dengan
menggunakan feedback elektromiogram (EMG) dari otot frontal ke temporal dapat
membantu beberapa pasien. Latihan relaksasi dan meditasi juga bermanfaat bagi beberapa
pasien.2
3.3.9. Psikonkologi
Psiko-onkologi ingin mempelajari dampak kanker pada fungsi psikologis dan
peranan variabel psikologis serta perilaku pada risiko dan ketahanan kanker. Tonggak riset
psiko-onkologi adalah studi intervensi yang berupaya untuk memengaruhi perjalanan
penyakit pada pasien dengan kanker. Studi penting oleh David Spiegel menemukan bahwa
perempuan dengan kanker payudara metastatik yang menerima psikoterapi kelompok
mingguan bertahan rata-rata 18 bulan lebih lama daripada pasien kontrol secara acak yang
diberikan perawatan rutin. Sementara studi ini membutuhkan replikasi, tidak terdapat
keraguan bahwa bahkan jika ketahanan hidup tidak bertambah, kualitas hidup menjadi
meningkat. Pada studi lain, pasien dengan melanoma maligna yang menerima intervensi
kelompok terstruktur menunjukkan kekambuhan kanker lebih rendah yang secara statistik
bermakna serta angka kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak
mendapatkan terapi tersebut. Pasien melanoma maligna yang menerima, intervensi
kelompok juga menunjukkan sel limfosit granular dan natural killer (NK) yang lebih
24
banyak, juga indikasi meningkatnya aktivitas sel NK, yang mengesankan adanya
peningkatan respons imun. Studi lain menggunakan intervensi perilaku kelompok
(relaksasi, guided imagery, dan pelatihan biofeedback) untuk pasien dengan kanker
payudara, yang menunjukkan aktivitas sel NK serta respons mitogen limfosit yang lebih
tinggi daripada kontrol.2
Karena protokol terapi baru pada banyak kasus memiliki kanker yang mengalami
transformasi dari yang tidak dapat disembuhkan menjadi sering kronis dan sering menjadi
penyakit yang dapat disembuhkan, aspek psikiatrik kankerreaksi pada diagnosis maupun
terapisemakin penting. Sedikitnya separuh dari satu juta orang dengan kanker di Amerika
Serikat pada tahun 1987 masih hidup lima tahun kemudian. Baru-baru ini, perkiraan 3 juta
orang yang bertahan dari kanker tidak memiliki bukti adanya penyakit ini.2
Kira-kira setengah dari semua pasien kanker memiliki gangguan jiwa. Kelompok
terbesar adalah mereka dengan gangguan penyesuaian (68 persen), dan gangguan depresif
berat (13 persen) serta delirium (8 persen) adalah diagnosis berikutnya yang paling sering.2
Ketika seseorang mengetahui bahwa ia memiliki kanker, reaksi psikologisnya
mencakup rasa takut mati, cacat, dan ketidakmampuan; rasa takut diabaikan dan hilangnya
kemandirian; rasa takut akan gangguan hubungan, fungsi peran, dan kedudukan keuangan;
serta penyangkalan, ansietas, kemarahan, serta rasa bersalah. Meskipun pikiran dan
keinginan bunuh diri sering ada pada orang dengan kanker, insiden bunuh diri yang
sebenarnya hanya sedikit lebih tinggi dari populasi umum. Psikiater harus membuat
pengkajian yang teliti mengenai masalah medis dan psikiatrik pada setiap pasien. Perhatian
khusus harus diberikan pada faktor keluarga, khususnya, konflik di dalam keluarga yang
sebelumnya telah ada, pengabaian keluarga, dan kelelahan keluarga.2
3.4. Pemeriksaan
Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak
didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan
masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis
gejala yang paling sering didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada
badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu
25
pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain,
minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.
2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam
26
menghindari tanggung jawab untuk penyakitnya dengan mengisolasi organ yang sakit serta
datang ke dokter untuk didiagnosis dan disembuhkan. Mereka mungkin memuaskan
kebutuhan infantil untuk dirawat secara pasif, sambil menyangkal kalau mereka dewasa,
dengan semua stres dan konflik yang ada.2
3.5.2. Aspek Medis
Terapi
internis
gangguan
psikosomatik
harus
mengikuti
peraturan
27
seseorang,
dan
menerimanya
adalah
sumber
kekuatan
yang
dapat
28
29
30
obat
umumdalam
imunosupresan,
dan
pengobatanberbagai
kortikosteroid.Penggunaan
gangguanGI.Pengobatan
penyakitGIdipersulit
olehgangguanmotilitaslambung
metabolismeberkaitan
dengangangguanGIyang
padaobatpsikotropikadapat
digunakan
obatpsikotropika
pada
pasiendengan
danpenyerapan,dan
mendasarinya.EfekGI
untukefek
terapidengan
mengurangimotilitaslambung
sampingGI,bagaimanapun,
samping
padaIBS
dengandiare.Psikotropikaefek
dapatmemperburukgangguanGI.Sebuah
potensialyang
obatpsikotropikayang
refluksgastroesophageal.
rumit
olehpenyakit
besaragenpsikotropikadimetabolismeoleh
denganhepatotoksisitas.Ketika
dariefek
merugikanakanmeresepkansebuahTCAuntuk
mengobatipasiendepresidengan
Terapi
contoh
hatiakut
hati.Banyak
perubahanakut
dankronis.Sebagian
dariagendapat
padates
fungsi
dikaitkan
hatiterjadi
periodepenghentian,
lorazepamatau
lithiumdapat
digunakan,karena
penyakit
hati,
meskipun
ahli
anestesiperluhati-hati
memilihagen
menjadikomponen
pendekatanmelangkahperawatanuntuk
kuncidalam
pengobatanIBSdan
pendek,berorientasidinamis,
psikoterapi
individu,psikoterapisuportif,
31
32
33
Bab III
Penutup
Psikosomatik,berdasarkan
DSM-IV-TR,
merupakan
faktor
psikologis
yang
memengaruhi keadaan medis sebagai satu atau lebih masalah psikologis atau perilaku yang
memiliki pengaruh dengan cara menghambat dan bermakna terhadap perjalanan dan hasil
keadaan medis umum, atau yang meningkatkan risiko seseorang secara signifikan untuk
memperoleh hasil yang merugikan.2Proses psikosomatik berawal dari emosi yang terdapat
di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alat-alat viseral yang
banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom vegetatif, seperti kardiovaskular, traktus
digestivus, respiratorius, sistem endokrin dan traktus urogenital. 4Stres akan merubah
neurotransmiter, respon imun dan endokrin yang akan mempengaruhi saraf-saraf otonom
vegetatif dan menimbulkan gangguan spesifik pada alat-alat viseral. Manifestasi klinis dari
gangguan psikosomatis terdiri dari suatu kondisi medis umum dan faktor psikologis yang
merugikan mempengaruhi kondisi medis umum. Terapi tidak hanya ditujukan kepada
penyakit, tetapi gangguan psikologis yang diderita.Pemahaman motivasi, membantu pasien
menyadari sifat penyakit dan mobilisasi pasien untuk mengubah perilaku dapat
mengoptimalkan proses penyembuhan pasien.2
34
Daftar Pustaka
35
dari
http://www.ziddu.com/download/9082971/A-
http://emedicine.medscape.com/article/294131-overview#aw2aab6b3.
15
Maret 2012
8. Htay
TT.
Premenstrual
dysphoric
disorder.
Diunduh
dari
37
169-71.
11.Budihalim S, Sukatman D, Mudjadid E. Psikofarmaka dan psikosomatik.
Diunduh dari http://www.energibiosel.org/psikosomatik.html. 14 Agustus 2011.
37