Relevansi Pendidikan Kultur Pesantren de
Relevansi Pendidikan Kultur Pesantren de
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai
oleh nilai-nilai agama sehingga kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai negara yang berdasarkan agama, pendidikan
agama tidak dapat diabaikan dalam penyelengaraan pendidikan nasional. Umat
beragama beserta lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia merupakan potensi besar
dan sebagai modal dasar dalam pembangunan mental spiritual bangsa dan merupakan
potensi nasional untuk pembangunan fisik materiil bangsa Indonesia.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan
masyarakat seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Oleh karena itu, agama tidak dapat dipisahkan dengan penyelenggaraan
pendidikan nasional Indonesia. Pendidikan sebagai salah satu komponen pembangun
bangsa memiliki fungsi strategis untuk membentuk manusia yang bermoral dan
berakhlak baik, sehingga dapat menghantarkan peserta didik menuju keseimbangan
pribadi antara kecerdasan intelektual (ilmu) dengan kecerdasan emosional (perilaku)
yang sejalan dengan tuntunan Islam.
Pesantren merupakan salah satu pilar pendidikan tradisional yang sejarahnya
telah mengakar selama berabad-abad. Nurcholis Madjid menyebutkan, bahwa pesantren
mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Pesantren
adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana Abdurrahman Wahid mengatakan
bahwa pesantren sebagai sebuah subkultur masyarakat yang memiliki karakter, watak
dan tradisi tersendiri yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Pesantren bisa
disebut sebagai sebuah subkultur karena memiliki keunikan sendiri dalam aspek-aspek
kehidupannya seperti; cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang
diikuti, serta hierarki kekuasaan intern tersendiri yang ditaati sepenuhnya. Ketiga
keunikan ini setidaknya dirasa cukup untuk mengenakan predikat subkultur pada
kehidupan itu. Subkultur tersebut lahir dan berkembang seiring dengan derap langkah
perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat global. Perubahan-perubahan yang
terus bergulir itu, cepat atau lambat, pasti akan mengimbas pada komunitas pesantren
sebagai bagian dari masyarakat dunia.
Bila ditilik dari sejarah kehadiran pesantren, menarik kiranya untuk disimak
bahwa terbentuknya pesantren ternyata memiliki keunikan tersendiri. Kehadiran
pesantren disebut unik karenya ada dua alasan berikut; Pertama, pesantren dilahirkan
untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi suatu masyarakat yang telah
dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang
ditawarkan (amar maruf nahi munkar). Kehadirannya dengan demikian bisa disebut
sebagai agen perubahan sosial (agent of social change), yang selalu melakukan kerjakerja pembebasan pada masyarakatnya dari segala keburukan moral, penindasan politik,
pemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari pemiskinan ekonomi. Kedua, salah satu
misi awal didirikannya pesantren adalah menyebarluaskan informasi ajaran tentang
universalitas Islam ke seluruh pelosok nusantara yang berwatak pluralis, baik dari
dimensi kepercayaannya, budaya maupun kondisi sosial masyarakat. Melalui medium
pendidikan yang dikembangkan oleh para wali dalam bentuk pesantren ini, ajaran Islam
lebih cepat membumi di Indonesia.
Prinsip pendidikan modern muncul dikarenakan model pendidikan yang ada dan
mapan selama ini dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman yang
sudah semakin maju, sehingga apabila hal ini dibiarkan tanpa ada langkah konkret
untuk merubahnya maka dikhawatirkan kualitas anak didik yang menjadi generasi
penerus bangsa akan semakin menurun dan tidak mampu lagi bersaing dengan bangsa
lain di era globalisasi. Pendidikan di masa lalu dirasa sangat monoton, membosankan,
tidak mengembangkan daya kreatifitas anak didik, tidak menyenangkan dan kurang
efisien, serta hanya mengandalkan bakat alam. Hal ini berdampak pada kualitas anak
didik secara umum menjadi rendah yang akhirnya akan berdampak pula pada
perkembangan dan kemajuan bangsa.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperluas pemahaman penulis tentang sistem pendidikan pesantren
dan pendidikan modern.
2. Melengkapi khazanah intelektual tentang relevansi pendidikan pesantren
dengan pendidikan modern.
BAB II
PENDIDIKAN PESANTREN
3 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sisten
Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994) hlm. 6.
4 Ahmad Syahid, Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat, (Jakarta: Depag, 2002), hlm. 25.
5 Abdurrachman masud, Sejarah Dan Budaya Pesantren, dalam, Ismail SM. Dkk.
Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogykarta: Pustaka pelajar, 2002) hlm. 5.
berusaha
menerangkan,
memperjelas
dan
7 Abdurrachman masud, Sejarah Dan Budaya Pesantren, dalam, Ismail SM. Dkk (eds).
Op. Cit.,hlm. 26-29.
dalam
prakteknya
penindasan
terhadap
pendidikan
dan
10
sebuah kaum, maka mereka termasuk bagian dari kaum tersebut sebagai
dasar penolakan mereka untuk kerjasama.
Baru memasuki era 1970-an pesantren mengalami perubahan yang
signifikan. Perubahan ini dapat ditilik melalui dua sudut pandang: Pertama,
pesantren mengalami perkembangan kuantitas yang luar biasa dan
menakjubkan baik di wilayah pedesaan, pingir kota dan perkotaan. Data
Departeman Agama menyebutkan pada tahun 1977 jumlah pesantren sekitar
4.185 buah dengan jumlah santri sekitar 677.394 orang. Pada tahun 1985
jumlah pesantren sekitar 6.239 buah dan jumlah santri 1.084.801 orang.
Pada tahun 1997 jumlah pesantren sekitar 9.388 buah, dan jumlah santri
sekitar 1.770.768 orang. Dan pada tahun 2001 dari jumlah 11.312 pesantren
memiliki santri sekitar 2.737.805 orang. Kemudian pada tahun 2008, terjadi
peningkatan yang sangat signifikan yakni terdapat 21.521 pondok pesantren
dengan jumlah 3.818.469 santri. Jumlah ini meliputi jumlah pesantren
tradisional dan modern. Selain menunjukkan tingkat keragaman orientasi
pimpinan pesantren dan independensi kyai dan ulama. Jumlah ini
memperkuat argumentasi bahwa pesantren merupakan lembaga swasta yang
sangat mandiri dan sejatinya merupakan praktek pendidikan berbasis
masyarakat.
Perkembangan kedua menyangkut penyelenggaraan pendidikan.
Sejak tahun 1970-an bentuk bentuk pendidikan yang diselenggarakan di
pesantren sudah sangat bervariasi. Bentuk pesantren diklasifikan menjadi
empat tipe yakni: tipe 1 pesantren yang menerapkan pendidikan formal dan
mengikuti kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah agama
11
seperti (MI, MTs, MA, dan PT Agama Islam) maupun yang juga memiliki
sekolah umum (SD, SLP, SMU dan PT Umum), seperti pesantren Jombang
dan pesantren Syafiiyah; tipe 2 pondok pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu
umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti pesantren
Gontor Ponorogo, dan Darul Rahmat Jakarta; tipe 3 pesantren yang hanya
mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniah (MD) sepeti
pesantren Lerboyo Kediri dan pesantren Tegal Rejo Magelang; dan tipe 4
pesantren yang hanya menjadi tempat pengajian.10
Pada era reformasi, setelah Departemen Agama memiliki unit
tersendiri yang khusus mengurusi pondok pesantren dalam sub-derektorat,
maka usaha-usaha untuk meningkatkan peran dan fungsi pondok pesantren
menjadi lebih sistematis. Nama pembina pondok pesantren ialah Sub
Direktorat pembinaan pondok pesantren dan madrasah (Subdit PP & MD) di
bawah direktorat pembinaan perguruan agama Islam (Ditjen Bimbaga Islam)
Departemen Agama RI. Dengan terbentuknya Sub Direktorat khusus
pesantren ini, usaha-usaha pengembangan dan pemberdayaan pondok
pesantren digalakkan dan diintensifkan. Rancangan program pondok
pesantren dewasa ini, dan kemungkinan besar akan dipertahankan pada
waktu mendatang, ialah mengembangkan dan membina namun tetap
mempertahankan keragaman dan ciri khas masing-masing pesantren.
C. Jenis-Jenis Pesantren
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk
sesuai dengan perubahan zaman, terutama adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti pesantren kehilangan ciri khasnya.
Secara faktual, pesantren dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan
bangunan fisik dan berdasarkan kurikulum.
1. Pesantren Berdasarkan Bangunan Fisik
10 Mundzier Suparta, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Depag, 2003), hlm. 4-5.
12
Keterangan
Tipe I:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
Tipe II:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
Tipe III:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
d. Madrasah
Tipe IV:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
d. Madrasah
e. Tempat Keterampilan
Tipe V:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
d. Madrasah
e. Tempat Keterampilan
f. Perguruan Tinggi
g. Gedung Pertemuan
h. Tempat Olahraga
i. Sekolah Umum
bahasa
Arab.
Pola
pengajarannya
dengan
11 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. II;
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 66.
13
14
suasana
belajar santri,
baik yang
12 Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah. (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 2001). hlm. 16.
15
16
yang memungkin dia pulang kerumahnya masing- masing. Santri kalong ini
mengikuti pelajaran dengan jalan pulang pergi antara rumah dan pesantren.
Di dunia pesantren biasa juga biasa diperlakukan, seorang santri
pindah dari satu pesantren ke pesantren yang lain, setelah seorang santri
merasa cukup lama tinggal di pesantren. Biasanya kepindahannya itu untuk
menambah dan mendalami suatu ilmu yang menjadi keahlian dari seorang
kyai yang di datanganginya. Pada pesantren yang tergolong tradisioanal,
lamanya santri bermukim tidak ditentukan pada lamanya dia bermukim atau
kelas, tetapi pada seberapa banyak kitab yang telah di baca. Kitab kitab
tersebut bersifat dasar, menengah, dan kitab-kitab besar.
Pada awalnya, pesantren diselenggarakan untuk mendidik santri agar
menjadi taat menjalankan agamanya dan berakhlak mulia. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, santri dituntut memiliki kejelasan profesi, maka
banyak dari pesantren membuka pendidikan kejuruan dan umum dari
sekolah, madrasah bahkan perguruan tinggi.
d. Kiyai
Kyai adalah tokoh sentral dalam sebuah pesantren, maju mundur
pesantren di tentukan oleh wibawa dan kharismati kyai. Bagi pesantren kyai
adalah unsur yang paling dominan. Kemasyhuran, perkembangan dan
kelangsungan hidup suatu pesantren tergantung dari kedalaman dan keahlian
ilmu serta kemampuannya dalam mengelola pesantren. Dalam konteks ini
kepribadian kyai sangat menentukan sebab terhadap keberadaan pesantren
karena dia sebagai tokoh sentral dalam pesantren.
Gelar kyai diberikan oleh masyarakat yang memiliki pengetahuan
mendalam tentang agama Islam dan memiliki serta memimpin pondok
pesantren serta mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para santri. Dalam
perkembangannya kadang-kadang sebutan kyai diberikan kepada mereka
yang memiliki pengetahuan mendalam tentang agama Islam, dan tokoh
masyarakat walaupun tidak memiliki pesantren, pemimpin dan mengajar di
pesantren, umumnya mereka adalah alumni pesantren.
e. Pengajian Kitab-Kitab Islam Klasik
17
18
19
15 Husni rahim, Arah Baru pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm.
17
20
21
22
dan
pendidikan
nonformal
yang
secara
khusus
Indonesia,
pesantren
24
sejumlah mata pelajaran (couse) yan harus ditempuh untuk mencapai suatu
gelar penghargaan dalam dunia pendidikan yang dikenal sebagai ijazah.
Sedangkan menurur H.M. Arifin definisi kurikulum diperluas tidak
sebatas pada mata pelajaran tetapi seluruh program sekolah yang
mempengarui proses belajar mengajar baik langsung dalam sekolah maupun
luar sekolah.19
Sehingga kurikulum dapat meliputi kegiatan-kegiatan intra kurikuler,
kokurikuler dan ekstra kulikuler serta aktifitas para santri maupun aktifitas
para kyai sebagai pendidik atau guru.
Hasil penelitian Van Den Berg yang dikutip Karel. A. Steenbrink
menyatakan bahwa pada abad 19 kurikulum atau materi pendidikan
pesantren masih sulit di rinci, namun secara implisit masih berkisar pada
materi fiqih, tata bahasa, tafsir, tasawuf. Hal ini dapat dipahami bahwa pada
saat itu proses belajar mengajar pandidikan Islam masih berlangsung di
mushola, masjid, surau. Kurikulum pengajian masih sederhana yaitu berupa
pengajaran agama Islam yang meliputi iman, islam, ikhsan.
Jenis pendidikan pesantren bersifat nonformal, hanya mempelajari
ilmu-ilmu agama yang bersumbar pada kitab-kitab klasik. Adapun mata
pelajaran sebagian pesantren terbatas pada pemberian ilmu yang secra
langsung membahas masalah aqidah, syariah dan bahasa Arab antara lain:
Al-Quran dengan tajwid dan tafsirnya; aqaid dan ilmu kalam; fiqih dan usul
fiqih; hadist dan mustahalah hadist; bahasa arab dan ilmu alatnya seperti
nahwu, sharaf, bayan, maani, badi dan araudl tarikh, manthiq dan tasauf.
Kurikulum dalam jenis pendidikan pesantren berdasarkan tingkat
kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab
jadi ada tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat tinggi yang disesuaikan
dengan kemampuan santri dengan pedoman bahwa sebelum anak belajar
lebih lanjut minimal mereka mempelajari kitab-kitab awal keagamaan.20
19 H.M. Arifin, Op. Cit., hlm., 84-85.
20 Mastuhu, Op. Cit., hlm. 142.
25
Taqrib,
Safinah,
Sulam
Taufiq
(fiqih/
Ihya
Ulumu
al-Din,
Risalah
al-
26
27
28
29
BAB III
PENDIDIKAN MODERN
kekuatan
spiritual
keagamaan,
pengendalian
diri,
jasmani
kepribadian
dan
yang
rohani
anak
utama.
didik
Dengan
menuju
kata
lain,
30
selama
ini
mengindikasikan
bahwasannya
sistem
23 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hlm.
28.
31
inilah
yang
kemudian
menjadikan
acuan
untuk
perubahan,
pendidikan
diartikan
sebagai
proses
minum,
berpakaian
dan
mempunyai
tempat
tinggal
subyek
yang
bebas
berpikir
dan
mengembangkan
32
dimana
peserta
didik
dianggap
kurang
mempunyai
bersifat
sebagai
menyimpan segala
bank
yang
hanya
bertugas
untuk
dapat
menyimpulkan
bahwa
Berkaitan
dengan
pengertian
pendidikan
modern,
33
34
belajar
maka
otomatis
akan
membuat
orang
tersebut
mempunyai keinginan yang kuat untuk terus belajar dan belajar, dan
jika seseorang dalam keadaan yang senang ketika belajar sesuatu
maka materi pelajaran yang diterima pun akan menjadi lebih cepat
untuk diterima dan menjadikannya lebih tahan lama di dalam
ingatan. Prinsip cepat dan efektif yang dimaksudkan di sini adalah
bahwasanya suatu mata pelajaran atau keterampilan akan dapat
dikuasai seseorang dalam waktu yang singkat dan cepat apabila
dilakukan
dengan
perkembangan
cara
jaman
yang
yang
efektif.
menuntut
Hal
ini
sesuai
segalanya
untuk
dengan
dapat
35
mungkin
melalui
berbagai
pendekatan
interaksi
yang
36
disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan cara memberikan berbagai
pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.
5. dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata
Jika dahulu contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya
kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat
memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan seharihari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.
6. dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim
Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan
masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan saat ini adalah
model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu.
7. dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan
Jika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua
materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih benarbenar ilmu atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan
diperdalam secara sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi
kehidupan sang siswa yang diberikan).
8. dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke sehala penjuru
Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam
menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini
seluruh panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif
dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
9. dari alat tunggal menuju alat multimedia
Jika dahulu ilmu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar,
maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan
dan teknologi pendidikan yang tersedia baik yang bersifat konvensional
maupun moderen.
10. dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif
Jika dahulu siswa harus selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh
sama sekali menentangnya, maka saat ini harus ada dialog antar guru dan
siswa untuk mencapai kesepakatan bersama.
11. dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan
Jika dahulu seluruh siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten
materi yang sama, maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk
37
membawa
pembaharuan
dalam
dunia
pendidikan,
setidaknya
Modern
di
Indonesia,
diantaranya
38
adalah
menurut
adalah
gerakan
pendidikan
yang
bahan
pelajaran (subject-centered).
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak
agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis,
mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk
mencapai
tujuan
tersebut,
pendidikan
harusnya
berisi
kegiatan
pengalaman-pengalaman
belajar
yang
diminati
oleh
atau
setiap
kegiatanpeserta
39
dewasa.
diperlakukan
Dengan
berbeda
demikian,
dari
orang
anak
dewasa.
harus
Metode
yang
memprotes
nilai-nilai
budaya/sosial.
yang
Menurut
gerakan
tertanam
esensialisme
progresivisme
dalam
warisan
nilai-nilai
yang
budaya
dan
sejarah
melalui
suatu
inti
40
dasar
ketrampilan
dasar
ditekankan
dalam
matematika.Sedangkan
pada
pengembangan
membaca,
kurikulum
menulis,
pada
dan
sekolah
3. Rekonstruksionalisme
a. Pengertian
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai
rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung
terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama
berlangsungnya
pendidikan
haruslah
merupakan
41
Sekolah-sekolah
rekonstruksionis
berfungsi
sebagai
diperlukan
untuk
mengatasi
masalah-masalah
tersebut.
c. Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi
mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhankebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak
berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang
dihadapi umat manusia. Yang termasuk di dalamnya
masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan
program-program
perbaikan
yang
ditentukan
secara
ilmiah.
4. Perennialisme
a. Pengertian
Perennialisme merupakan gerakan pendidikan yang
mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan
pendidikan hendaknya menjadi suatu pencarian dan
penanaman
kebenaran-kebenaran
serta
nilai-nilai
yang
tertinggi,
karena
dengan
ilmu
42
dan
disiplin
mental.
Karya-karya
ini
43
sebagai
alat
untuk
mengukur,
idealisme
memperoleh
sedang
gencar-gencarnya
pendidikan
dengan
diajarkan,
mendapatkan
khusus.
Sebab,
guru
tidak
boleh
berhenti
hanya
di
tengah
44
Agar
anak
didik
bisa
menjadi
kaya
dan
memiliki
objektif.
daripada
Pengalaman
pengajaran
yang
haruslah
lebih
banyak
textbook.
Agar
supaya
45
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Falsafah Pendidikan
Pemahaman mengenai pendidikan itu berubah dari waktu ke waktu serta dari
pendidik yang satu ke pendidik yang lain. Pendidikan itu pada dasarnya memang bisa
dipahami sebagai proses, di mana pendidik melakukan transfer pengetahuan, kecakapan
dan nilai-nilai kepada anak didik dalam suatu proses pembentukan kemampuan fisik
(yang sehat), kemampuan nalar (yang cerdas) maupun karakter (yang utama), melalui
suatu proses yang merupakan upaya sosialisasi dan enkulturasi yang terlembaga, baik
dalam ranah formal, non formal, dan informal.
Dalam kerangka konsep Ki Hajar Dewantara pendidikan yang humanis
menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia
menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang,
menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif).
Pesan mengenai ekstensi pendidikan yang siap bahkan untuk jangkauan masa
depan sudah diberikan oleh Ki Hajar Dewantara (1889-1959), hampir seabad yang lalu:
pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan
independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya
mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan;
pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masingmasing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa
percaya diri, mengembangkan harga diri; Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta
didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota
masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan
kesejahteraan orang lain. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang
yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya
dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang.
B. Pendidikan Pesantren dan Modernisasi Pendidikan
46
47
Depdikbud. Beberapa pesantren bahkan sudah membuka perguruan tinggi, baik berupa
Institut Agama Islam maupun Universitas.
Di pesantren-pesantren tersebut, sistem pembelajaran tradisional yang berlaku
pada pesantren tradisional mulai diseimbangkan dengan sistem pembelajaran modern.
Dalam aspek kurikulum, misalnya, pesantren tidak lagi hanya memberikan mata
pelajaran ilmu-ilmu Islam, tetapi juga ilmu-ilmu imum modern yang diakomodasi dari
kurikulum pemerintah. Dalam hal ini, mata pelajaran umum menjadi mata pelajaran
inti, disamping mata pelajaran agama yang tetap dipertahankan. Begitu pula dalam
pesantren yang baru ini, sistem pengajaran yang berpusat pada kyai mulai ditingalkan.
Pihak pesantren umumnya merekrut lulusan-lulusan perguruan tinggi untuk menjadi
pengajar di sekolah-sekolah yang di dirikan oleh pengelola pesantren.
Semua perubahan itu sama sekali tida mencabut pesantren dari peran
tredisionalnya sebagai lembaga yang banyak bergerak di bidang pendidikan Islam,
terutama dalam pengertiannya sebagai lembaga tafaqquh fi al-din. Sebaliknya, hal
tersebut justru semakin memperkaya sekaligus mendukung upaya transmisi khazanah
pengetahuan Islam trdisional sebagaimana di muat dalam kitab kuning dan
melebarkan jangkauan pelayanan pesantren terhadap tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, terutama di bidang pendidikan formal. Dengan ungkapan lain, proses
perubahan seperti dijelaskan diatas merupakan salah satu bentuk modernisasi pesantren
sebagai lembaga pendidikan maupun lembaga sosial.
Namun, dalam proses perubahan tersebut, pesantren tampaknya dihadapkan
pada keharusan merumuskan kembali sistem pendidikan yang diselenggarakan. Di sini,
pesantren tengah berada dalam proses pergumulan antara identitas dan keterbukaan.
Di satu pihak, pesantren dituntut untuk menemukan identitasnya kembali sebagai
lembaga pendidikan Islam. Sementara di pihak lain, ia juga harus bersedia membuka
diri terhadap sistem pendidikan modern yang bersumber dari luar pesantren. Salah satu
agenda penting pesantren dalam kehidupan dewasa ini adalah memenuhi tantangan
modernisasi yang menuntut tenaga trampil di sektor-sektor kehidupan modern.
Dalam kaitan dengan modernisasi ini, pesantren diharapkan mampu
menyumbangkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam kehidupan modern.
48
49
masyarakat
tradisional
pedesaan.
Bahkan,
atas
agen
pembaharuan
sosial,
khususnya
dalam
program
Dari
semua
itu,
yang
paling
menonjol
adalah
pesantren
yang
dinilai
berhasil
membuka
jaringan
maupun
pengembangan
lembaga
dan
asing,
guna
pemberdayaan
merealisasikan
masyarakat.
program
Mengomentari
51
dikategorikan
sebagai
potensi
pesantren
yang
bisa
menyatakan
tujuan
dan
sasaran
lembaga
pesantren,
52
ditunjukkan
oleh
ketaatan
keseluruhan
warga
pesantren
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan hasil pembahasan yang telah dipaparkan diatas,
maka penulis dapat menyimpulkan.
1. Pendidikan pesantren adalah kumpulan dasar-dasar umum tentang bagaimana
lembaga pendidikan diselenggarakan dalam rangka membekali pengetahuan
kepada siswa yang di dasarkan kepada al-Quran dan sunah.
2. Pendidikan modern adalah cara-cara belajar yang sesuai
mengembangkan,
memelihara
dan
54
1. Diharapkan bagi para penulis dan teoritikus pendidikan agar dapat mengkaji
dan member kontribusi pemikiran terhadap pembaharuan sistem pendidikan
pesantren untuk kemajuan sistem pendidikan yang telah ada agar tetap
relevan dengan modernisasi zaman.
2. Bagi para praktisi pendidikan dapat mengambil sisi-sisi positif dari pola
pendidikan pesantren baik dalam pembenahan administrasi, metodologi, dan
tujuan sistem pendidikan pesantren yang dapat menunjang dalam
menyelenggarakan sistem pendidikan modern.
3. Pemerintah maupun swasta dapat mendirikan sebuah lembaga pendidikan
baik formal maupun nonformal dengan pola perpaduan antara model
pendidikan tradisional dengan modern.
55