Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai
oleh nilai-nilai agama sehingga kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai negara yang berdasarkan agama, pendidikan
agama tidak dapat diabaikan dalam penyelengaraan pendidikan nasional. Umat
beragama beserta lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia merupakan potensi besar
dan sebagai modal dasar dalam pembangunan mental spiritual bangsa dan merupakan
potensi nasional untuk pembangunan fisik materiil bangsa Indonesia.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan
masyarakat seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Oleh karena itu, agama tidak dapat dipisahkan dengan penyelenggaraan
pendidikan nasional Indonesia. Pendidikan sebagai salah satu komponen pembangun
bangsa memiliki fungsi strategis untuk membentuk manusia yang bermoral dan
berakhlak baik, sehingga dapat menghantarkan peserta didik menuju keseimbangan
pribadi antara kecerdasan intelektual (ilmu) dengan kecerdasan emosional (perilaku)
yang sejalan dengan tuntunan Islam.
Pesantren merupakan salah satu pilar pendidikan tradisional yang sejarahnya
telah mengakar selama berabad-abad. Nurcholis Madjid menyebutkan, bahwa pesantren
mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Pesantren
adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana Abdurrahman Wahid mengatakan
bahwa pesantren sebagai sebuah subkultur masyarakat yang memiliki karakter, watak
dan tradisi tersendiri yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Pesantren bisa
disebut sebagai sebuah subkultur karena memiliki keunikan sendiri dalam aspek-aspek
kehidupannya seperti; cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang
diikuti, serta hierarki kekuasaan intern tersendiri yang ditaati sepenuhnya. Ketiga
keunikan ini setidaknya dirasa cukup untuk mengenakan predikat subkultur pada

kehidupan itu. Subkultur tersebut lahir dan berkembang seiring dengan derap langkah
perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat global. Perubahan-perubahan yang
terus bergulir itu, cepat atau lambat, pasti akan mengimbas pada komunitas pesantren
sebagai bagian dari masyarakat dunia.
Bila ditilik dari sejarah kehadiran pesantren, menarik kiranya untuk disimak
bahwa terbentuknya pesantren ternyata memiliki keunikan tersendiri. Kehadiran
pesantren disebut unik karenya ada dua alasan berikut; Pertama, pesantren dilahirkan
untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi suatu masyarakat yang telah
dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang
ditawarkan (amar maruf nahi munkar). Kehadirannya dengan demikian bisa disebut
sebagai agen perubahan sosial (agent of social change), yang selalu melakukan kerjakerja pembebasan pada masyarakatnya dari segala keburukan moral, penindasan politik,
pemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari pemiskinan ekonomi. Kedua, salah satu
misi awal didirikannya pesantren adalah menyebarluaskan informasi ajaran tentang
universalitas Islam ke seluruh pelosok nusantara yang berwatak pluralis, baik dari
dimensi kepercayaannya, budaya maupun kondisi sosial masyarakat. Melalui medium
pendidikan yang dikembangkan oleh para wali dalam bentuk pesantren ini, ajaran Islam
lebih cepat membumi di Indonesia.
Prinsip pendidikan modern muncul dikarenakan model pendidikan yang ada dan
mapan selama ini dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman yang
sudah semakin maju, sehingga apabila hal ini dibiarkan tanpa ada langkah konkret
untuk merubahnya maka dikhawatirkan kualitas anak didik yang menjadi generasi
penerus bangsa akan semakin menurun dan tidak mampu lagi bersaing dengan bangsa
lain di era globalisasi. Pendidikan di masa lalu dirasa sangat monoton, membosankan,
tidak mengembangkan daya kreatifitas anak didik, tidak menyenangkan dan kurang
efisien, serta hanya mengandalkan bakat alam. Hal ini berdampak pada kualitas anak
didik secara umum menjadi rendah yang akhirnya akan berdampak pula pada
perkembangan dan kemajuan bangsa.

Berdasarkan fakta tersebut maka para pemikir pendidikan berusaha untuk


memperbaiki model-model pendidikan yang lama menjadi suatu sistem pendidikan
yang variatif (sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jaman). Dengan adanya
prinsip-prinsip pendidikan yang semacam ini (modern), maka diharapkan mutu
pendidikan akan naik dan akhirnya akan berdampak bagi kemajuan bangsa dan negara.
Penyelenggaraan pendidikan nasional diatur oleh Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang didalamnya memuat pengertian
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba mengemukakan
tentang relevansi antara pendidikan berbasis kultur pesantren dengan pendidikan
modern.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dalam penulisan makalah ini sebagai rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan kultur pesantren?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan modern?
3. Bagaimana relevansi pendidikan berbasis kultur pesantren dengan
pendidikan modern?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan kultur pesantren.
2. Untuk mengetahui pengertian pendidikan modern.
3. Untuk mengetahui relevansi pendidikan berbasis kultur pesantren dengan
pendidikan modern.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperluas pemahaman penulis tentang sistem pendidikan pesantren
dan pendidikan modern.
2. Melengkapi khazanah intelektual tentang relevansi pendidikan pesantren
dengan pendidikan modern.

3. Memberikan kontribusi pemikiran kontemporer untuk dijadikan referensi


oleh tenaga pendidik dan peserta didik dalam mengembangkan keilmuan
tentang pendidikan pesantren dan pendidikan modern.

BAB II
PENDIDIKAN PESANTREN

A. Konsep Pendidikan Kultur Pesantren


1. Pengertian Pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin karakter), pikiran (intelek),
dan tubuh anak. Ketiga-tiganya tidak boleh dipisah-pisahkan, agar supaya kita dapat
memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anakanak didik
selaras dengan dunianya.1
Ide dasar pendidikan itu adalah kerja membangun manusia supaya dia bisa
survive melindungi diri terhadap alam serta mengatur hubungan antar-manusia.
Melalui pendidikan terjadi proses di mana suatu kompleks pengetahuan dan
kecakapan (capacities) diteruskan kepada generasi selanjutnya. Setiap generasi baru
pada gilirannya akan menggali dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan
baru yang diperlukannya untuk merespon dan mengatasi tantangan yang tidak
dikenal lewat pendidikan pengetahuan dan kecakapan terdahulu.
2. Pengertian Pendidikan Kultur Pesantren
Perkataan pesantren barasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an,
bararti tempat tinggal santri. Menurut Manfred Ziemek menyebutkan bahwa secara
etimologi pesantren barasal dari kata pe-santri-an, berarti tempat santri. 2 Versi
Ensiklopedi Islam memberi gambaran yang berbeda, menurutnya pesantren berasal dari
bahasa tamil yang berarti guru ngaji atau bahasa India sastria dan kata sastra yang
berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang pengetahuan.
Secara terminologi pesantren adalah lembaga pendidikan Islam untuk
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaquh fiddina)
dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup sehari-

1 Badan Standar Nasional Pendidikan, Paradigma Pendidikan Nasional Abad


XXI, (Jakarta: BSNP, 2010) hlm. 5.
2 Zamahsyari Dhofier, Tradisi pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1984) hlm. 18.

hari.3 Sistem pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur


pendidikan dan bekarja sama secara terpadu, dan saling melengkapi satu sama lain
menuju tercapainya tujuan pendidikan yang telah menjadi cita-cita bersama pelakunya.
Secara sederhana, kultur sekolah dapat didefinisikan sebagai satuan pendidikan
dengan cara kita berbuat di sini. Jika ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini
dapat kita kemukakan menjadi cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren.
Kita hanya akan berbuat berdasarkan nilai dan keyakinan tertentu yang telah
disekpakati di dalamnya. Indikator budaya pesantren dapat bersifat kasat mata
(tangible) dan tidak kasat mata (intangible). Oleh karenanya, kultur pesantren harus
dipahami secara komprehensif. Hal ini, berarti bahwa melihat sebagian unsur pesantren
tidak dapat kita jadikan generalisasi terhadap pesantren secara keseluruhan.
Jadi, sistem pendidikan pesantren adalah kumpulan dasar-dasar umum tentang
bagaimana lembaga pendidikan diselenggarakan dalam rangka membekali pengetahuan
kepada siswa yang di dasarkan kepada al-Quran dan sunah.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan merupakan sistem yang memiliki
beberapa sub sistem, setiap sub sistem memiliki beberapa sub-sub sistem dan
seterusnya, setiap sub sistem dengan sub sistem yang lain saling mempengarui dan
tidak dapat dipisahkan. Sub sistem dari sistem pendidikan pesantren antara lain,
a. Aktor atau pelaku: Kyai; ustadz; santri dan pengurus
b. Sarana perangkat keras: Masjid; rumah kyai; rumah dan asrama ustadz;
pondok dan asrama santri; gedung sekolah atau madrasah; tanah untuk
pertanian dan lain-lain.
c. Sarana perangkat lunak: Tujuan; kurikulum; kitab; penilaian; tata tertib;
perpustakaan; pusat penerangan; keterampilan; pusat pengembangn
masyarakat; dan lain-lain.4
Setiap pesantren sebagai institusi pendidikan harus memiliki ke-3 sub sistem
ini, apabila kehilangan salah satu dari ke-3nya belum dapat dikatakan sebagai sistem
pendidikan pesantren.

B. Sejarah Pendidikan Pesantren

3 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sisten
Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994) hlm. 6.

4 Ahmad Syahid, Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat, (Jakarta: Depag, 2002), hlm. 25.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam tumbuh dan berkembang sejak masuknya


Islam di Indonesia, proses Islamisasi di Indonesia tidak bisa lepas dari peranan
lembaga-lembaga tersebut. Lembaga ini belum muncul pada masa kontak pertama
agama Islam dengan penduduk pribumi. Menurut Abdurrachman Masud bahwa
penelitian antropologi Clifford Geertz yang mengasosiasiakan Islam dengan warisanwarisan Hindu-Budha. Bahwa Islam di Jawa sinkretis dan superfisial sebagaimana
asumsi Geertz jelas tidak didasakan pada pengamatan proses Islamisasi dan trasformasi
sosial yang panjang serta memisahkan Islam Jawa dari peta dunia Islam secara
keseluruhan. Hal ini tentu tidak sah menurut pendekatan sejarah dan dengan waktu
yang sama telah megecilkan peran besar Walisongo yang telah disepakati oleh ilmuanilmuan muslim dan non muslim.5
Data sejarah tentang kapan pesantren berdiri dan siapa serta dimana secara
detail sulit untuk ditelusuri. Data dan keterangan tentang pesantren tidak didapatkan
secara pasti. Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Subdit pesantren Depag R.I.
pada tahun 1994/1995 di peroleh keterangan bahwa pondok pesantren tertua didirikan
pada 1062 dengan nama pesantren Jan Tampes II di Pamekasan, Madura. Namun data
ini memunculkan pertanyaan lebih lanjut: jika ada pesantren Jan Tampes II, tentu ada
pesantren Jan Tampes I yang usianya lebih tua, sayangnya data tersebut tidak
mengikutkan data tentang Jan Tampes I yang mungkin usianya lebih tua.6
1. Masa Walisongo
Sejarah perkembangan pesantren di Indonesai tidak sampai sekarang
tidak dapat dipisahkan dengan asul-usul pesantren yang dipengarui oleh
sejarah Walisongo abad 15-16 masehi. Walisongo adalah tokoh-tokoh
penyebar Islam di Jawa yang telah mengkombinasikan aspek-aspek sekuler
dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masayarakat. Mereka

5 Abdurrachman masud, Sejarah Dan Budaya Pesantren, dalam, Ismail SM. Dkk.
Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogykarta: Pustaka pelajar, 2002) hlm. 5.

6 Achmad Syahid, Op. Cit., hlm. 22.

secara berturut-turut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan


Bonang, Sunan Kalijogo, Sunan Derajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan
Muria, dan Sunan Gunung Jati.11 Dari ke-9 wali tersebut Maulana Malik
Ibrahim (meninggal 1419) sebagai spiritual father Walisongo, dan dalam
masyarakat santri Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya-guru tradisi
pesantren di Jawa.
Tradisi yang diperkenalkan Walisongo merupakan kelanjutan
perjuangan Rasulullah yang diterjemahkan dalam menyebarkan agama Islam
tanpa kekerasan dan beorientasi pada perdamaian sebagaimana keberadaan
Islam sebagai rahmatan lil alamin. Menurut Abdurrachman Masud
modeling pesantren yang dicontohkan oleh Walisongo antara lain:
a. Orientasi kehidupan yang lebih mementingkan akhirat dari pada
kehidupan dunia. Hal ini dapat dilihat dari pendirian masjid
Demak pada tanggal 1 Zulqodah 1428 H. lebih dahulu dari pada
mendirikan sebuah negara (pemerintahan) yaitu kerajaan Demak.
b. Kepemimpinan dari seorang tokoh yang karismatik, seperti
kepemimpinan Rasulullah dan Walisongo yang menjadi kiblat
para santri sehingga kepemimpinan yang bersifat paternalism
dan patronclient relation yang sudah mengakar pada budaya
Jawa.
c. Misi Walisongo sebagai penerus Nabi Muhammad SAW. Dimana
Walisongo

berusaha

menerangkan,

memperjelas

dan

memecahkan persoalan masyarakat serta memberi model ideal


bagi kehidupan sosial masyarakat.
d. Walisongo berusaha menghilangkan dikotomi atau gap antara
ulama dan raja atau yang kita kenal dengan istilah Sabdo
Pandito Ratu. Hal ini sesuai dengan watak dasar agama tauhid
yang tidak memberi ruang terhadap sekularisme.

e. Pendidikan Walisongo yang mudah ditangkap dan dilaksakan.


Hal ini sesuai dengan sabda nabi wa khatibinnas ala qodri
uqulihim.7
2. Masa Sultan Agung
Sultan Agung adalan pemimpin Mataram yang yang berkuasa pada
tahun 1613-1645 dengan gelar Sultan Abdurrahman dan kholifahtullah
sayyidin ponotogomo ing tanah Jawi. Beliau menjadi salah satu rijukan
utama bagi dunia santri yang mampu menjalin hubungan baik dengan ulama,
dan menempatkan ulama pada posisi yang istimewa sebagai members of
highestrank-advisors.
Hubungna baik Sultan Agung dengan ulama tidak hanya terhadap
ulama Jawa, tapi juga terhadap ulama timur tengah yang menjadi kiblat
danstandar ilmu agama. Hal ini dapat dilihat dari anugrah yang gelar yang
diterima oleh Sultan Agung dari Syarif Makkah pada tahun 1641 dengan
sebutan: Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani.
Kebijakan pemerintah kerajaan terhadap pesantren pada awal
perkembangan pesantren telah ditunjukkan oleh Sultan Agung, pesantren
pada waktu itu berkembang pesat sehingga jumlah pesantren tidak kurang
dari 300 buah. Hal ini didukung oleh kebijakan Sultan Agung dengan
menawarkan tanah perdikan kepada kaum santri yang turut memberikan
iklim sehat bagi kehidupan intelektualisme keagamaan saat itu.
Sejak masa Sultan Agung tersebut, pesantren dapat diklasifikasikan
dalam beberapa hal: pesantren besar atau master pesantren, pesantren
takhassus dengan spesialisasi cabang ilmu agama tertentu, serta pesantren
tariqat, dan pada saat ini menurut Muhammad Yunus sebagai masa
keemasan pendidikan Islam. Dan secara umum bahwa sejak zaman
Walisongo sampai Sultan Agung tidak ditemukan disparitas kehidupan sosial
antara keraton dan pesantren, hal itu dapat dilihat dengan banyaknya para

7 Abdurrachman masud, Sejarah Dan Budaya Pesantren, dalam, Ismail SM. Dkk (eds).
Op. Cit.,hlm. 26-29.

pujangga handal di kerajaan Islam yang berlatar belakang pendidikan


pesantren.8
3. Masa Penjajahan
Pada masa penjajahan (kolonialisme). Kebijakan Pendidikan di
Indonesia pada masa penjajahan berawal dari bentuk pendidikan sparadis
oleh VOC melalui misi-misi agama. Pendidikan relatif lebih maju
dilaksanakan dalam rangka politik etik tahun 1878, dengan dilahirkannya
Comptabilitiet Wet atau undang-undang mengenai keuangan. Meskipun
demikian

dalam

prakteknya

penindasan

terhadap

pendidikan

dan

kesejahteraan rakyat tidak berubah.


Kebijakan pendidikan pasa masa Kolonial berusaha menekan
danmendiskriditkan Islam, pada masa ini oleh, sikap yang demikian
dilakukan oleh Belanda tidak hanya menghambat perkembangan pendidikan
Islam terutama pesantren tapi juga sistem pendidikan yang ditawarkan oleh
pesantren dianggap terlalu jelek dan tidak mungkin untuk pendidikan
modern, karena kedua sistem pendidikan ini memiliki berbagai perbedaan
seperti : biaya pendidikan , tujuan pendidikan, peserta didik dll.9
Bahkan pesantren bersikap nonkooperatif dengan kolonial Belanda
dengan cara tidak memperdulikan dan menutup kerjasama bahkan
melakukan perlawanan. Memang tidak ada bukti secara kelembagaan bahwa
pesantren memerintahkan santrinya melawan pemerintahan kolonial, namun
hal itu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, seperti melatih para santri
dengan beladiri dan kanuragan, disamping tetap melaksanakan fungsinya
sebagai lembaga pendidikan Islam.
4. Masa Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan sampai dekade kedua, pondok pesantren
tetap menempatkan diri sebagai alternatif dari sistem pendidikan seperti
sekolah. Ketika pemerintah menawarkan sistem madrasah diterapkan di
8 Ibid, hlm. 10-11.
9 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1996),
Cet. 2, hlm. 147-149.

10

pesantren, sikap yang muncul adalan sikap curiga dan bertanya-tanya.


Kebanyakan pesantren menganggap bahwa sistem sekolah adalah warisan
kaum kafir kolonial, sementara mereka yang menirunya merupakan bagian
dari kaum kafir itu. Sebuah jargon yang sangat populer di kalangan
pesantren adalah:

barangsiapa yang menyerupai

sebuah kaum, maka mereka termasuk bagian dari kaum tersebut sebagai
dasar penolakan mereka untuk kerjasama.
Baru memasuki era 1970-an pesantren mengalami perubahan yang
signifikan. Perubahan ini dapat ditilik melalui dua sudut pandang: Pertama,
pesantren mengalami perkembangan kuantitas yang luar biasa dan
menakjubkan baik di wilayah pedesaan, pingir kota dan perkotaan. Data
Departeman Agama menyebutkan pada tahun 1977 jumlah pesantren sekitar
4.185 buah dengan jumlah santri sekitar 677.394 orang. Pada tahun 1985
jumlah pesantren sekitar 6.239 buah dan jumlah santri 1.084.801 orang.
Pada tahun 1997 jumlah pesantren sekitar 9.388 buah, dan jumlah santri
sekitar 1.770.768 orang. Dan pada tahun 2001 dari jumlah 11.312 pesantren
memiliki santri sekitar 2.737.805 orang. Kemudian pada tahun 2008, terjadi
peningkatan yang sangat signifikan yakni terdapat 21.521 pondok pesantren
dengan jumlah 3.818.469 santri. Jumlah ini meliputi jumlah pesantren
tradisional dan modern. Selain menunjukkan tingkat keragaman orientasi
pimpinan pesantren dan independensi kyai dan ulama. Jumlah ini
memperkuat argumentasi bahwa pesantren merupakan lembaga swasta yang
sangat mandiri dan sejatinya merupakan praktek pendidikan berbasis
masyarakat.
Perkembangan kedua menyangkut penyelenggaraan pendidikan.
Sejak tahun 1970-an bentuk bentuk pendidikan yang diselenggarakan di
pesantren sudah sangat bervariasi. Bentuk pesantren diklasifikan menjadi
empat tipe yakni: tipe 1 pesantren yang menerapkan pendidikan formal dan
mengikuti kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah agama

11

seperti (MI, MTs, MA, dan PT Agama Islam) maupun yang juga memiliki
sekolah umum (SD, SLP, SMU dan PT Umum), seperti pesantren Jombang
dan pesantren Syafiiyah; tipe 2 pondok pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu
umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti pesantren
Gontor Ponorogo, dan Darul Rahmat Jakarta; tipe 3 pesantren yang hanya
mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniah (MD) sepeti
pesantren Lerboyo Kediri dan pesantren Tegal Rejo Magelang; dan tipe 4
pesantren yang hanya menjadi tempat pengajian.10
Pada era reformasi, setelah Departemen Agama memiliki unit
tersendiri yang khusus mengurusi pondok pesantren dalam sub-derektorat,
maka usaha-usaha untuk meningkatkan peran dan fungsi pondok pesantren
menjadi lebih sistematis. Nama pembina pondok pesantren ialah Sub
Direktorat pembinaan pondok pesantren dan madrasah (Subdit PP & MD) di
bawah direktorat pembinaan perguruan agama Islam (Ditjen Bimbaga Islam)
Departemen Agama RI. Dengan terbentuknya Sub Direktorat khusus
pesantren ini, usaha-usaha pengembangan dan pemberdayaan pondok
pesantren digalakkan dan diintensifkan. Rancangan program pondok
pesantren dewasa ini, dan kemungkinan besar akan dipertahankan pada
waktu mendatang, ialah mengembangkan dan membina namun tetap
mempertahankan keragaman dan ciri khas masing-masing pesantren.
C. Jenis-Jenis Pesantren
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk
sesuai dengan perubahan zaman, terutama adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti pesantren kehilangan ciri khasnya.
Secara faktual, pesantren dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan
bangunan fisik dan berdasarkan kurikulum.
1. Pesantren Berdasarkan Bangunan Fisik
10 Mundzier Suparta, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Depag, 2003), hlm. 4-5.

12

Berdasarkan bangunan fisik atau sarana pendidikan yang dimiliki,


pesantren mempunyai lima tipe11, yaitu:
Jenis/Tipe

Keterangan

Tipe I:
a. Masjid
b. Rumah Kyai

Pesantren ini masih bersifat sederhana, di


mana kyai menggunakan masjid atau
rumahnya sendiri untuk mengajar. Tipe ini
santri hanya datang dari daerah pesantren ini
sendiri, namun mereka telah mempelajari
agama secara kontinyu dan sitematis. Metode
pengajaran: wetonan dan sorongan.
Tipe pesantren ini telah memiliki pondok atau
asrama yang disediakan bagi santri yang
datang daerah di luar pesantren. Metode
pengajaran: wetonan dan sorongan.
Pesantren ini telah memakai sistem klasikal,
santri yang tinggal di pesantren mendapat
pendidikan di madrasah. Adakalanya santri
madrasah itu datang dari daerah sekitar
pesantren itu sendiri. Di samping sistem
klasikal, kyai memberikan pengajian dengan
system wetonan.

Tipe II:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
Tipe III:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
d. Madrasah

Tipe IV:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
d. Madrasah
e. Tempat Keterampilan
Tipe V:
a. Masjid
b. Rumah Kyai
c. Pondok/Asrama
d. Madrasah
e. Tempat Keterampilan
f. Perguruan Tinggi
g. Gedung Pertemuan
h. Tempat Olahraga
i. Sekolah Umum

Dalam tipe ini di samping memiliki madrasah,


juga memiliki tempattempat keterampilan.
Misalnya: peternakan, pertanian, tata busana,
tata boga, toko, koperasi, dan sebagainya.

Tipe pesantren ini sudah berkembang dan bisa


digolongkan pesantren mandiri. Pesantren ini
seperti ini telah memiliki perpustakaan, dapur
umum, ruang makan, rumah penginapan tamu,
dan sebagainya. Di samping itu pesantren ini
mengelola SMP, SMA dan SMK.

2. Pesantren Berdasarkan Kurikulum


Berdasarkan kurikulum atau sistem pendidikan yang dipakai,
pesantren mempunyai tiga tipe, yaitu:
a. Pesantren Tradisional (salf)
Pesantren ini masih mempertahankan bentuk aslinya dengan
mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke-15 dengan
menggunakan

bahasa

Arab.

Pola

pengajarannya

dengan

11 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. II;
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 66.

13

menerapkan sistem halaqah atau mangaji tudang yang


dilaksanakan di masjid. Hakikat dari sistem pengajaran halaqah
ini adalah penghapalan yang titik akhirnya dari segi metodologi
cenderung kepada terciptanya santri yang menerima dan
memiliki ilmu. Artinya ilmu tidak berkembang ke arah
paripurnanya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang
diberikan kyai. Kurikulum sepenuhnya ditentukan oleh para kyai
pengasuh pondok.
b. Pesantren Modern (khalaf atau asri)
Pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena
orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar
klasikal dan meninggalkan sistem belajar tradisional. Penerapan
sistem belajar modern ini terutama tampak pada penggunaan
kelas belajar baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah.
Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum nasional. 48 Kedudukan
para kyai sebagai koordinator pelaksana proses pembelajaran dan
sebagai pengajar di kelas. Perbedaannya dengan sekolah dan
madrasah terletak pada porsi pendidikan agama Islam dan bahasa
Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal.
c. Pesantren Komprehensif
Tipe pesantren ini merupakan sistem pendidikan dan pengajaran
gabungan antara tradisional dan modern. Pendidikan diterapkan
dengan pengajaran kitab kuning dengan metode sorongan,
bandongan dan wetonan yang biasanya diajarkan pada malam
hari sesudah salat Magrib dan sesudah salat Subuh. Proses
pembelajaran sistem klasikal dilaksanakan pada pagi sampai
siang hari seperti di madrasah/sekolah pada umumnya.
Ketiga tipe pesantren tersebut memberikan gambaran bahwa
pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berjalan dan
berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Dimensi kegiatan sistem

14

pendidikan dilaksanakan oleh pesantren bermuara pada sasaran utama yaitu


perubahan baik secara individual maupun kolektif. Perubahan itu berwujud
pada peningkatan persepsi terhadap agama, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Santri juga dibekali dengan pengalaman dan keterampilan dalam rangka
meningkatkan sumber daya manusia.

D. Unsur-unsur Sistem Pendidikan Pesantren


Pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak bisa lepas dari beberapa unsur
dasar yang membangunnya. Menurut Zamahsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi
Pesantren menyebutkan ada lima elemen, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran
kitab-kitab klasik, kyai.12
a. Pondok (asrama untuk para santri)
Istilah pondok berasal dari bahasa Arab funduq ( )yang berarti
hotel, penginapan. Istilah pondok juga diartikan sebagai asrama. Dengan
demikian pondok mengandung arti juga tempat tinggal. Sebuah pesantren
pasti memiliki asrama (tempat tinggal santri dan kyai). Di tempat tersebut
selalu terjadi komunikasi antara kyai dan santri dan kerjasama untuk
memenuhi kebutuhannya, hal ini merupakan pembeda dengan lembaga
pendidikan di masjid atau langgar.
Ada beberapa alasan pokok pentingnya pondok dalam suatu
pesantren, Yaitu: pertama, banyaknya santri yang berdatangan dari tempat
yang jauh untuk menuntut ilmu kepada kyai yang sudah masyhur
keahliannya. Kedua, pesantren-pesantren tersebut terletak di desa-desa,
dimana tidak tersedia perumahan santri yang berdatangan dari luar daerah.
Ketiga, ada hubungan timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri
menganggap kyai sebagi orangtuanya sendiri.
Disamping alasan-alasan di atas, kedudukan pondok sebagai unsur
pokok pesantren sangat besar sekali manfaatnya. Dengan adanya pondok,
maka

suasana

belajar santri,

baik yang

bersifat intra kurikuler,

12 Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah. (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 2001). hlm. 16.

15

ekstrekurikuler, kokurikuler dan hidden kurikuler dapat dilaksanakan secara


efektif. Santri dapat di kondisikan dalam suasana belajar sepanjang hari dan
malam. Atas dasar demikian waktu-waktu yang digunakan siswa di
pesantren tidak ada yang terbuang secara percuma.
b. Masjid
Masjid secara harfiah adalah tempat sujud, karena tempat ini
setidaknya seorang muslim lima kali sehari semalam melaksanakan sholat.
Fungsi masjid tidak hanya sabagai pusat ibadah (sholat) tapi juga untuk
perkembangan kebudayaan lama pada khususnya dan kehidupan pada
umumnya, termasuk pendidikan. Masjid sebagai tempat pendidikan Islam,
telah berlangsung sejak masa Rasullah, dilanjutkan oleh Khulafaurrasidin,
dinasti Bani Umayah, Fatimiah, dan diasti lainnya. Tradisi menjadikan
masjid sebagai tempat pendidikan Islam, tetap di pegang oleh kyai sebagai
pimpinan pesantren sampai sekarang.
Dalam perkembangannya, sesuai dengan bertambahnya jumlah santri
dan tingkat pelajaran, dibangun tempat atau ruangan-ruangan khusus untuk
halaqoh-halaqoh berupa kelas, sebagaimana yang sekarang menjadi
madrasah-madrasah. Namun demikian masjid tetap menjadi tempat belajar
mengajar, hingga sekarang kyai sering membaca kitab-kitab klasik dengan
metode wetonan dan sorogan. Pada sebagian pesantren menggunakan masjid
sebagai tempat Itikaf, dan melaksanakan latihan-latihan, atau suluk dan
dzikir, ataupun latihan-latihan lain dalam kehidupan tarekat dan sufi.
c. Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pesantren, santri dapat di
golongkan menjadi dua kelompok, yaitu: Pertama. Santri mukim, yaitu
santri yang berdatangan dari tempat yang jauh yang tidak memungkin dia
untuk pulang kerumahnya, maka dia mondok (tinggal) di pesantren. Sebagai
santri mukim mereka punya kewajibankewajiban tertentu; Kedua. Santri
kalong, yaitu para siswa yang datang dari daerah-daerah sekitar pondok

16

yang memungkin dia pulang kerumahnya masing- masing. Santri kalong ini
mengikuti pelajaran dengan jalan pulang pergi antara rumah dan pesantren.
Di dunia pesantren biasa juga biasa diperlakukan, seorang santri
pindah dari satu pesantren ke pesantren yang lain, setelah seorang santri
merasa cukup lama tinggal di pesantren. Biasanya kepindahannya itu untuk
menambah dan mendalami suatu ilmu yang menjadi keahlian dari seorang
kyai yang di datanganginya. Pada pesantren yang tergolong tradisioanal,
lamanya santri bermukim tidak ditentukan pada lamanya dia bermukim atau
kelas, tetapi pada seberapa banyak kitab yang telah di baca. Kitab kitab
tersebut bersifat dasar, menengah, dan kitab-kitab besar.
Pada awalnya, pesantren diselenggarakan untuk mendidik santri agar
menjadi taat menjalankan agamanya dan berakhlak mulia. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, santri dituntut memiliki kejelasan profesi, maka
banyak dari pesantren membuka pendidikan kejuruan dan umum dari
sekolah, madrasah bahkan perguruan tinggi.
d. Kiyai
Kyai adalah tokoh sentral dalam sebuah pesantren, maju mundur
pesantren di tentukan oleh wibawa dan kharismati kyai. Bagi pesantren kyai
adalah unsur yang paling dominan. Kemasyhuran, perkembangan dan
kelangsungan hidup suatu pesantren tergantung dari kedalaman dan keahlian
ilmu serta kemampuannya dalam mengelola pesantren. Dalam konteks ini
kepribadian kyai sangat menentukan sebab terhadap keberadaan pesantren
karena dia sebagai tokoh sentral dalam pesantren.
Gelar kyai diberikan oleh masyarakat yang memiliki pengetahuan
mendalam tentang agama Islam dan memiliki serta memimpin pondok
pesantren serta mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para santri. Dalam
perkembangannya kadang-kadang sebutan kyai diberikan kepada mereka
yang memiliki pengetahuan mendalam tentang agama Islam, dan tokoh
masyarakat walaupun tidak memiliki pesantren, pemimpin dan mengajar di
pesantren, umumnya mereka adalah alumni pesantren.
e. Pengajian Kitab-Kitab Islam Klasik

17

Unsur pokok lain yang membedakan pesantren dengan lembaga


pendidikan lain adalah bahwa dipondok pesantren diajarkan kitab-kitab
klasik yang dikarang oleh zaman dulu (kitab kuning), mengenai berbagai
macam ilmu pengatahuan agama Islam dan bahasa Arab. Pelajaran diberikan
mulai dari yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang
berbagai ilmu yang mendalam. Dan tingkatan suatu pesantren dan
pengajarannya biasanya biasaanya di ketahui dari jenis kitab-kitab yang di
ajarkannya. Kriteria kemampun membaca dan mengarahkan kitab bukan
saja merupakan kriteria diterima atau tidaknya seorang sebagai ulama, atau
kyai pada zaman dulu, tapi juga pada saat sekarang. Salah satu persyaratan
seorang dapat di terima menjadi seorang kyai dari kemampuannya dalam
membaca kitab-kitab tersebut.
Kitab-kitab klasik yang dibaca di pesantren dapat di golongkan
menjadi 8 kelompok: yaitu, nahwu/sharaf, fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir,
tauhid, tasauf dan etika, serta cabang-cabang ilmu lain seperti tarikh dan
balaghah.
E. Aspek-Aspek Sistem Pendidikan Pesantren
Aspek-aspek sisitem pendidikan pesantren yang dikaji dalam makalah ini
meliputi:
1. Manajemen Pendidikan Pesantren
Pesantren sebagai lembaga pendidikan (nonformal) dan bagian dari
sistem pendidikan nasional yang memiliki tanggung jawab sama dengan
lembaga pendidikan lain (formal) dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Untuk itu, semua unsur pesantren menentukan keberhasilan dalam
mencapai tujuan pendidikan pesantren melalui menajemen yang sesuai
dengan karekteristiknya. Manajemen diartikan sebagai proses merencana,
mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan
segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Dalam pelaksanannya, manajemen di setiap pesantren tidak sama,
sesuai dengan kemampuan pesantren dalam melalukan pembaharuan.

18

Pesantren menurut Hasan Basri sekurang-kurangnya pesantren dibedakan


menjadi tiga corak yaitu: 1) pesantren tadisional, 2) pesantren transisional,
3) pesantren modern.13
Pertama, pesantren tradisional yaitu pesantren yang masih
mempertahankan nilai-nilai tradisionalnya dalam arti tidak mengalami
transformasi yang berarti dalam sistem pendidikannya, manajemen
(pengelolaan) pendidikannya masih sepenuhnya berada pada seorang kyai,
dan kyai sebagai satu-satunya sumber belajar dan pemimpin tunggal serta
menjadi otoritas tertinggi di lingkungan pesantrennya.
Kedua, pesantren transisional, pesantren ini ditandai dengan adanya
porsi adaptasi pada nilai-nilai baru (sistem pendidikan modern). Dalam
manajemen dan administrasi sudah mulai ditata secara modern meskipun
sistem tradisionalnya masih dipertahankan seperti pimpinan masih berporos
pada keturunan, wewenang dan kebijakan dipegang oleh kyai karismatik dan
lain sebagainya. Dari segi kelembagaan sudah mulai ada yang mengelola
atau mengurus melalui kesepakatan bersama dan kyai sudah membebaskan
santri untuk memberikan pendapat. Pada umumnya pesantren ini tidak
terdapat perencanaan-perencanaan yang tepat dan tidak mempunyai rencana
induk pengembangan pasantren untuk jangka pendek maupun jangka
panjang.
Ketiga, pesantren modern, pesantren telah mengalami transformasi
yang sangat signifikan baik dalam sitem pendidikannya maupun unsur-unsur
kelembagaannya. Pesantren ini telah dikelola dengan manajemen dan
administrasi yang sangat rapi dan sistem pengajarannya dilaksanakan
dengan porsi yang sama antara pendidikan agama dan pendidikan umum,
dan penguasaan bahasa Inggris dan bahasa Arab. Sejak pertengahan tahun
1970-an pesantren telah berkembang dan memiliki pendidikan formal yang
merupakan bagian dari pesantren tersebut mulai pendidikan dasar,
13 Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di
Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 124.

19

pendidikan menengah bahkan sampai pendidikan tinggi, dan pesantren telah


menerapkan prinsip-prinsip manajemen.14
Sejalan dengan pendidikan formal memang pesantren mengalami
beberapa perkembang pada aspek menejerial, organisasi, administrasi dan
pengelolaan keuangan. Dari beberapa kasus, perkembangan ini dimulai dari
perubahan gaya kepemimpinan pesantren; dari karismatik ke rasionalistik
dari otoriter-patneralistik ke diplomatik-partisipatik. Seperti kedudukan
dewan kyai di pesantren Tebu Ireng sebagai bagian atau unit kerja kesatuan
administrasi pengelolaan penyelenggaraan pesantren, sehingga kekuasaan
sedikit terdistribusi dari kalangan elit pesantren dan tidak terlalu terpusat
pada kyai . pengaruh sistem pendidikan formal menuntut kejelasan pola dan
pembagian kerja diantara unit-unit kerja.
2. Tujuan Pendidikan Pesantren
Tujuan dan fungsi pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan sebagai usaha untuk menjadikan pondok pesantren tetap terjaga
dalam eksistensinya. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan
yang unik dan berbeda dengan lembaga pendidikan yang lain, untuk itu
pengembangan fungsi dan tujuan pendidikan pesantren sebagai panduan dan
arah pendidikan sangat penting. Selain tujuan dan fungsi pendidikan
pesantren yang tidak kalah pentingnya adalah visi dan misi pesantren. Visi
adalah pernyataan cita-cita, bagaimana wujut masa depan, kelanjutan dari
masa sekarang dan berkaitan erat dengan masa lalu. Sedangkan misi adalah
tugas yang dirasakan seseorang atau lembaga sebagai suatu kewajiban untuk
melaksanakan demi agama, ideologi, patriotisme dan lain-lain. Visi
pendidikan pesantren tidak terlepas dari visi pendidikan Islam yaitu:
Agamis, populis, berkualitas dan beragam.15
14 Imam Barnawi, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993), hlm.
108.

15 Husni rahim, Arah Baru pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm.
17

20

Untuk memahami tujuan pendidikan pesantren haruslah terlebih


dahulu memahami tujuan hidup menusia menurut Islam. Artinya tujuan
pendidikan pondok pesantren haruslah sejalan dengan tujuan hidup manusia
menurut konsep Islam, karena pada umumnya pesantren tidak merumuskan
tujuan pendidikan secara rinci, dijabarkan dalam sebuah sistem pendidikan
yang lengkap dan konsisten.
Al-Quran menegaskan bahwa manusia diciptakan dimuka bumi ini
untuk menjadi khalifah yang berusaha melaksanakan ketaatan kepada Allah
dan meminta petuntuk-Nya untuk kehidupan didunia dan akhirat. Kemudian
dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan pesantren sama dengan dasar-dasar
penetapan tujuan pendidikan Islam, karena pesantren bagian yang tak
terpisahkan atau bentuk lembaga pendidikan Islam.
Secara umum tujuan pendidikan pesantren sebagaiman yang tertulis
dalam kitab Talim alMutaalim karya Zarnuzi, sebagai pedoman etika dan
pembelajaran di pesantren dalam menuntut ilmu, yaitu menuntut dan
mengembangkan ilmu itu semata-mata merupakan kewajiban yang harus
dilakukan secara ikhlas. Keikhlasan merupakan asas kehidupan di pesantren
yang ditetapkan secara taktis dalam pembinaan santri, melalui amal
perbuatan sehari-hari. Sedangkan ilmu agama yang dipelajari merupakan
nilai dasar yang mengarahkan tujuan pendidikannya, yakni membentuk
manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam sebagai dasar
nilai yang bersifat menyeluruh.16
Tujuan pendidikan di atas bersifat ideal, umum dan sulit untuk
dilaksanakan secara langsung oleh lembaga pendidikan dalam level praktis,
untuk itu setiap pondok pesantren memiliki hak untuk menentukan tujuan
secara operasional tujuan pendidikannaya. Menurut H.M. Arifin tujuan
pesantren dibagi:
a. Tujuan umum: membimbing anak didik untuk menjadi manusia
yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmunya
16 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 18.

21

menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu


dan amalnya.
b. Tujuan khusus: mempersiapkan para santri untuk menjadi orang
yang alim dalam ilmu agama yang diajarka oleh kyai yang
bersangkutan dan mengamalkan dalam masyarakat.17
Sedangkan menurut beberapa peneliti pesantren seperti yang
dikemukakan oleh Mastuhu, bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah
menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu pribadi yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi
masyarakat atau berkhidmad pada masyarakat dengan jalan menjadi kaula
atau abdi masyarakat atau rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat
sebagaimana pribadi Nabi Muhammad (mengikuti sunah nabi), mempu
berdiri sendiri, bebas dan tangguh dalam kepribadian, menyebarkan agama
atau menegakkan Islam dan kejayaan umat islam ditengah-tengah umat
masyarakat (zzul Islam wal Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian Indonesia.
Menurut Nur Kholis Madjid, bahwa tujuan pendidikan pesantren
adalah: terbentuknya manusia yang memiliki kesadaran setinggi-tingginya
akan bimbingan agama Islam, weltanschauung yang bersifat menyeluruh,
dan diperlengakapi dengan kemampuan setinggi-tinginya untuk mengadakan
responsi terhadap tentangan-tantangan hidup dalam konteks ruang dan
waktu yang ada: Indonesia dan dunia abad sekarang.
Sesuai dengan pendapat di atas bahwa tujuan pendidikan pesantren
secara umum adalah untuk membentuk santri yang beriman dan bertaqwa
sehingga terbentuk manusia yang paripurna (insan kamil). Tujuan utama ini
akan tampak sempurna apabila seorang santri juga dibekali dengan
pengetahuan umum dan tehnologi serta pemanfaatannya untuk membentuk
manusia yang kaffah, sebagaimana Firman Allah dalam surat Al Qhashas
ayat: 77.
17 H.M Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. 3, hlm. 148.

22

dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.(TQS. Al Qashas: 77)
Dari beberapa tujuan pendidikan pesantren di atas juga menekankan
pentingnya tegaknya Islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber
utama moral atau akhlak mulia. Dan akhlak mulia ini merupakan kunci
keberhasilan hidup masyarakat sebagaimana akhlah Rasulullah, serta tujuan
pendidikan pesantren berusaha untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme.
3. Fungsi Pendidikan Pesantren
Selain tujuan yang penting adalah fungsi. Fungsi pesantren
sebagaimana yang dikemukakan oleh Mastuhu bahwa pesantren memilik 3
fungsi yang ketiganya merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, yaitu
sebagai:
a. Lembaga Pendidikan
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan
pendidikan formal (madrasah, sekolah umum, dan perguruan
tinggi),

dan

pendidikan

nonformal

yang

secara

khusus

mengajarkan agama yang sangat kuat dipengarui oleh pikiran


ulama-ulama klasik, melalui kitab-kitab: Tauhid, tafsir, hadis,
fikih, usul fiqih, tasauf, bahasa Arab (nahwu, saraf, balaghoh dan
tajwid), mantek dan akhlak.
b. Lembaga Sosial
Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari segala
lapisan masyarakat muslim, tanpa membedakan tingkat sosial23

ekonomi orang tuanya. Beberapa orang tua sengaja mengirimkan


anaknya ke pesantren dan menyerahkan kepada pengasuh untuk
dirahkan kejalan yang benar, karena mereka percaya bahwa
seorang kyai tidak akan menyesatkan anaknya, dan banyak lagi
masyarakat pergi ke pesantren dengan segala kepentingannya.
c. Lembaga Penyiaran Agama
Sebagai lembaga penyiaran agama, masjid pesantren juga sebagai
masjid umum, yaitu sebagai tempat belajar agama dan ibadah
bagi masyarakat umum dan masjid pesantren seringkali dipakai
untuk menyelenggarakan majlis taklim (pengajian), diskusidiskusi keagamaan, dan sebagainya oleh masyarakat. 18
Demikian pula yang dikemukakan oleh Manfred Ziemek bahwa
fungsi dan watak pesantren digabungkan dan memiliki sudut pandang
berbeda-beda, apalagi dilihat dari perspektif internis dan ekternis, yaitu:
a. Perananya sebagai basis pedesaan untuk penyebaran Islam pada
masa lampau dan sekarang sama pentingnya dengan revolusi
kaum tani untuk melawan pendudukan penjajah;
b. Selama beberapa dasa warsa, dalam sektor pendidikan, pesantren
merupakan sistem sekolah yang terbuka bagi mayoritas pribumi.
Sementara sekolah-sekolah kristen dan cina hanya melayani
sebagian kecil masyarakat.
c. Dalam perjuangan kemerdekaan

Indonesia,

pesantren

menyumbangkan kepemimpinan dan memberikan motivasi


kepada para petani untuk berperang melawan penjajah.
Jadi fungsi pesantren menurut hal-hal di atas adalah, sebagai
lembaga pendidikan, lembaga sosial, lembaga penyiaran agama dan sarana
perjuangan untuk membebaskan diri terhadap penjajah (dulu).
4. Kurikulum Pendidikan Pesantren
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin yaitu curriculum yang
memiliki pengertian running cource dalam bahasa Inggris carier yang
berarti to run. Istilah ini kemudian diadopsi dalam dunia pendidikan menjadi
18 Mastuhu, Op. Cit. hlm. 59-60.

24

sejumlah mata pelajaran (couse) yan harus ditempuh untuk mencapai suatu
gelar penghargaan dalam dunia pendidikan yang dikenal sebagai ijazah.
Sedangkan menurur H.M. Arifin definisi kurikulum diperluas tidak
sebatas pada mata pelajaran tetapi seluruh program sekolah yang
mempengarui proses belajar mengajar baik langsung dalam sekolah maupun
luar sekolah.19
Sehingga kurikulum dapat meliputi kegiatan-kegiatan intra kurikuler,
kokurikuler dan ekstra kulikuler serta aktifitas para santri maupun aktifitas
para kyai sebagai pendidik atau guru.
Hasil penelitian Van Den Berg yang dikutip Karel. A. Steenbrink
menyatakan bahwa pada abad 19 kurikulum atau materi pendidikan
pesantren masih sulit di rinci, namun secara implisit masih berkisar pada
materi fiqih, tata bahasa, tafsir, tasawuf. Hal ini dapat dipahami bahwa pada
saat itu proses belajar mengajar pandidikan Islam masih berlangsung di
mushola, masjid, surau. Kurikulum pengajian masih sederhana yaitu berupa
pengajaran agama Islam yang meliputi iman, islam, ikhsan.
Jenis pendidikan pesantren bersifat nonformal, hanya mempelajari
ilmu-ilmu agama yang bersumbar pada kitab-kitab klasik. Adapun mata
pelajaran sebagian pesantren terbatas pada pemberian ilmu yang secra
langsung membahas masalah aqidah, syariah dan bahasa Arab antara lain:
Al-Quran dengan tajwid dan tafsirnya; aqaid dan ilmu kalam; fiqih dan usul
fiqih; hadist dan mustahalah hadist; bahasa arab dan ilmu alatnya seperti
nahwu, sharaf, bayan, maani, badi dan araudl tarikh, manthiq dan tasauf.
Kurikulum dalam jenis pendidikan pesantren berdasarkan tingkat
kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab
jadi ada tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat tinggi yang disesuaikan
dengan kemampuan santri dengan pedoman bahwa sebelum anak belajar
lebih lanjut minimal mereka mempelajari kitab-kitab awal keagamaan.20
19 H.M. Arifin, Op. Cit., hlm., 84-85.
20 Mastuhu, Op. Cit., hlm. 142.

25

Di antara kitab kuning populer yang digunakan sebagai bagian


kurikulum antara lain:
a. Kitab Dasar
Yang termasuk kitab dasar adalah Bina (sharaf), awamil
(nahwu), Aqidat al-Awal (akidah), dan Washaya (akhlak).
b. Kitab menengah
Untuk kitab menengah meliputi Amtsilat al-Tasrifiah
(sarf/Tsanawiyah), Kailani, Maqshud (sarf/Aliyah), Jurumiah,
Imriti, Muthamimah (nahwu/ Tsanawiyah), Alfiah Ibn Aqil
(nahwu/ Aliyah),

Taqrib,

Safinah,

Sulam

Taufiq

(fiqih/

Tsanawiyah), Bayan (ushul fiqh/Tsanawiyah), Fath al-Muin,


Fath Qarib, Fath al-Fahab, Mahalli Tahrir (fiqih/AliyahKhawas); Sanusi Kifyat Awam, Jauhar al-Tauhid, al-Husun alHamidiyah (Akidah/Tsanawiyah) Dasuki (akidah/Aliyah), Tafsir
Depag (Tsanawiyah), Jalalain, tafsir Munir, ibn Kasir, al-Itqon
(tafsirulum tafsir/Aliyah-Khawas), Bulugh al-Maram, Shahih
Muslim, Arbain Nawai, Baiquniyah, (hadits/tsanawiyah), Riyadh
al-Shalihin, Darratu an Nasihin, Minhaj al-Mughis (Hadistulumul hadits/Aliyah),Talim al-Mutaalim, Bidayah al-Hidayah
(akhlak/Tsanawiyah)

Ihya

Ulumu

al-Din,

Risalah

al-

Muawanah(ahlak/Aliyah), Khulashah Nur al-Yakin (tarikh).


c. Kitab Besar
Kitab yang dipelajari kalangan khawas, antara lain kitab Jamu
al-Jawami, al-Nashibah wa al-Nadhoir (ushul figh), Faht alMajid (akidah), Jami al-Bayanli Ahkam al-Quran, al Manar
(tafsir), dan Shahih Bukhari (hadist).21
Disamping kurikulum yang bersumber dari kitab kunig tersebut,
pesantren biasanya terdapat kegiatan kokurikuler yang menggambarkan
tradisi kehidupan pesantren. Diataranya literatur sumber kegiatan tersebut
adalah kitab Manaqib Syaih Abdil Qadir Jailani dan kitab Barzanji, yang
21 Abuddin Nata, Op. Cit. hlm. 173-174.

26

berisi sejarah kehidupan nabi Muhammad S.A.W. Setiap bidang studi


memiliki tingkat kemudahan kompleksitas pembahasan masing-masing, oleh
karena itu evaluasi kemajuan belajar pada pesantren juga berbeda dengan
evaluasi dari madrasah dan sekolah umum.
Jenis pendidikan madrasah dan sekolah umum bersifat formal dan
kurikulumnya mengikuti ketentuan pemerintah. Madrasah mengikuti
ketentuan dari depag dengan perbandingan 30% berisi mata pelajaran
agama, dan 70% pelajaran umum, tetapi beberapa pesantren menggunakan
perbandingan terbalik, dengan bobot perbandingan agak berbeda: 20% berisi
pelajaran umum, 80% pelajaran agama, seperti pada kurikulum madrasah
yang diasuh oleh PP Tebu Ireng.
Kurikuler pesantren sebenarnya meliputi seluruh kegiatan yang
dilakukan pesantren selama sehari semalam. Diluar pelajaran banyak
kegiatan yang bernilai pendidikan dilakukan di pondok berupa latihan untuk
hidup sederhana, mengatur kepentingan bersama, mengurusi kebutuhan
sendiri latihan beladiri, dan ibadah dengan tertib dan riyadhah.
Jadi, kurikulum pesantren dalam rangka mencetak manusia yang
beriman dan bertakwa, beraklakul karimah dan sebagainya diajarkan dalam
kehidupan pesantren baik melalui penedidikan formal dan nonformal
pesantren, kegiatan yang bersifat insidental dan nilai-nilai agama yang
dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari pesantren atas bimbingan pengasuh
(kyai) untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
5. Proses Belajar-Mengajar Pesantren
Proses belajar-mengajar di pesantren mengunakan pendekatan
tradisional, yaitu didasarkan pada proses belajar secara monologis. Tehnik
pengajaran yang diberikanpada jenis pendidikan pesantren adalah sorogan
dan bandongan. Kedua teknik belajar ini sangat popular sehingga menjadi
cirri khas pesantren.
Sorogan adalah pelajaran yang diberikan secara individual. Kata
sorogan berasal dari bahasa jawa sorog yang berati menyodorkan. Seorang
santri menyodorkan kitabnya kepada seorang kyai untuk meminta diajari.

27

Oleh karena sifatnya pribadi, santri harus menyiapkan diri sebelumnya


mengenai apa yang akan diajarkan kyai. Tehnik sorogan telah terbukti
efektif sebagai langkah pertama bagi seorang murid yang bercta-cita
menjadi seorang alim. Tehnik ini memungkinkan seorang guru mengawasi,
menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid
dalam menguasai literatur Arab.
Bandongan adalah pelajaran yang diberikan secara berkelompok.
Kata bandongan berasal dari bahasa jawa yang berarti berbondong-bondong
secara kelompok. Tehnik bandongan disebut juga tehnik wetonan, yaitu
metode kuliah dimana santri mengikiti pelajaran dengan duduk disekeliling
kyai yang menerangkan pelajaran. Dalam tehnik bandongan, seorang tidak
harus menunjukkan ia mengerti tentang kitab yang sedang dipelajari. Para
kyai biasanya membaca dan menerjemahkan arti secara cepat dan tidak
menerjemahkan kata-kata yang mudah. Dengan cara tersebut seorang kyai
dapat menyelesaikan kitab-kitabnya dengan cepat. Tehnik bandongan ini
dimaksudkan untuk santri menengah dan tingi yang sudah mengikuti tehnik
sorogan secara intensif.
Selain kedua cara tersebut juga dikenal dua cara lagi, tetapi
merupakan kegiatan belajar mandiri oleh santri, yaitu halaqah dan lalaran.
Halaqoh adalah belajar bersama secara diskusi untuk mencocokkan
pemahaman tentang arti terjemah dari isi kitab. Jadi bukan mendiskusikan
isi kitab dan terjemahnya yang diberikan oleh kyai itu benar atau salah.
Maka yang didiskusikan untuk mengetahui pertanyaan apa bukan
pertanyaan mengapa.
Lalaran adalah belajar sendiri dengan jalan menghafal; biasanya
dilakukan diman saja; baik di dekat makam, masjid, atau kamar. Lalaran ini
dapat juga disebut tehnik hafalan yaitu santri menghafal teks atau kalimat
tertentu dari kitab yang di pelajarinya, materi hafalan biasanya berbentuk
nazham.

28

Tehnik-tehnik belajar tersebut berdasarkan pada keyakinan bahwa


kitab yang diajarkan adalah benar dan kyai atau uztad tidak mungkin
megajarkan sesuatu yang kelirudan menyesatkan; jadi sifatnya mekanis,
terus menerus dan secara berurutan (tidak melompat-lompat). Kyai atau
ustad dalam kegiatan belajar mengajar, merupakan satu satunya sumber ilmu
yang emmiliki otoritas penuh dalam menjabarkan dan menentukan arti dan
maksud suatu teks. Bagi santri. belajar merupakan kewajiban yang bernilai
ibadah kepada Allah, oleh karena itu diperolah atau tidaknya sebagai hasil
belajar tergantung pada Ridho Allah.22
Jadi proses belajar dan mengajar di pesantren sebagaimana di atas
telah berjalan sejak lama dan menjadi ciri khas sebagai proses pembelajaran
tradisionalisme pesantren.

22 Mastuhu, Op. Cit., hlm. 144.

29

BAB III
PENDIDIKAN MODERN

A. Konsep Pendidikan Modern


1. Hakikat Pendidikan
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan,

pengendalian

diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang


diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan
terbentuknya

jasmani
kepribadian

dan
yang

rohani

anak

utama.

didik

Dengan

menuju

kata

lain,

pendidikan pada hakekatnya adalah usaha orang dewasa secara


sadar untuk membimbing kepribadian dan kemampuan dasar anak
didik supaya berkembang secara maksimal sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
Azyumardi Azra mengemukakan definisi pendidikan sebagai
suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan
kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara efektif dan
efisien. Pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran, karena
pengajaran dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu
belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian
dengan segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan
dengan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap
pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik, di samping

30

transfer ilmu dan keahlian. Dengan proses semacam ini suatu


bangsa dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan,
pemikiran dan keahlian kepada generasi mudanya, sehingga
mereka betul-betul siap menyongsong kehidupan.
Secara lebih terinci, Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan
sebagai pengembangan pribadi dalam semua aspeknya; dengan
penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah
yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh
lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru); seluruh aspek
mencakup jasmani, akal, dan hati. Menurutnya, pendidikan ini
dibagi ke dalam tiga macam, yaitu pendidikan di dalam rumah
tangga, di masyarakat, dan di sekolah. Diantara ketiga tempat
pendidikan itu, pendidikan di sekolah adalah yang paling mudah
direncanakan dan teori-teorinya berkembang dengan pesat sekali.
Sehingga sekarang ini, bila orang berbicara tentang pendidikan,
hampir dapat dipastikan bahwa yang dimaksudkannya adalah
pendidikan di sekolah. 23
2. Pengertian Pendidikan Modern
Merujuk dari pengertian pendidikan yang sudah ada dan
mapan

selama

ini

mengindikasikan

bahwasannya

sistem

pendidikan yang ada selama ini hanya sebagai sebuah Bank


dimana pelajar diberikan ilmu pengetahuan agar ia kelak dapat
mendatangkan hasil dengan berlipat ganda, hal ini dikarenakan
pelajar atau anak didik hanyalah sebagai obyek yang terus
menerus dijejali dengan ilmu pengetahuan oleh gurunya, sehingga
pada akhirnya murid menjadi seperti prototipe bagi gurunya yang
selalu kelihatan sempurna di mata muridnya dan hal ini berakibat

23 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hlm.
28.

31

pada hilangnya kreatifitas dan kebebasan berpikir pada diri


pelajar.
Hal

inilah

yang

kemudian

menjadikan

acuan

untuk

merombak model pendidikan yang ada selama ini yang dianggap


telah membelenggu dan tidak memberi kebebasan bagi pelajar
atau anak didik untuk berkembang dan menentukan sendiri tujuan
hidupnya. Dengan demikian pengertian (definisi) pendidikan juga
mengalami

perubahan,

pendidikan

diartikan

sebagai

proses

hominisasi dan humanisasi seseorang yang berlangsung di dalam


lingkungan hidup keluarga dan masyarakat yang berbudaya, kini
dan masa depan.24
Pendidikan berarti proses humanisasi, oleh sebab itu perlu
dihormati hak-hak asasi manusia. Anak didik bukanlah robot,
tetapi manusia yang harus dibantu dalam proses pendewasaannya
agar dia dapat mandiri dan berpikir kritis, jadi pendidikan bukan
hanya menjadikan manusia berbeda dengan binatang yang dapat
makan

minum,

berpakaian

dan

mempunyai

tempat

tinggal

(hominisasi), hal ini sama dengan istilah memanusiakan manusia.


Pelajar atau anak didik bukanlah objek bagi guru, melainkan
sebagai

subyek

yang

bebas

berpikir

dan

mengembangkan

kreativitasnya sehingga nantinya akan mampu mengubah realitas


dirinya sendiri, sedangkan guru berfungsi sebagai motivator dan
fasilitator yang selalu membantu dan membimbing anak didiknya
ke arah kedewasaan. Hal ini sesuai dengan definisi mengajar
modern, yaitu mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam
proses belajar.25
24 H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 20.
25 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), hlm. 30.

32

Konsep pendidikan modern dimunculkan karena adanya


suatu kesadaran bahwasanya manusia adalah mahluk sosial yang
mempunyai kebutuhan untuk dihargai dan mempunyai hak untuk
menentukan pilihan sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya,
hal inilah yang bertentangan dengan sistem pendidikan yang
lama,

dimana

peserta

didik

dianggap

kurang

mempunyai

kebebasan untuk menentukan sendiri jalur hidupnya dan seolah


hanya

bersifat

sebagai

menyimpan segala

bank

yang

hanya

bertugas

untuk

macam teori yang diberikan oleh guru

kepadanya sehingga murid seakan hanya sebagai prototip dari


gurunya dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengatur dan
mengubah dirinya sendiri.
Dengan demikian penulis

dapat

menyimpulkan

bahwa

pendidikan modern adalah cara-cara belajar yang sesuai dengan


tuntutan era kekinian, untuk dapat dipersiapkan anak didik pada
masanya.

Berkaitan

dengan

pengertian

pendidikan

modern,

dikaitkan dengan tujuan pendidikan. Pendidikan modern berlaku


bagi hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan,
memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah
dicapai.
B. Prinsip-Prinsip Pendidikan Modern
Prinsip merupakan asas (kebenaran yang menjadi pokok atau
dasar dalam berpikir, bertindak), sedangkan pendidikan merupakan
suatu proses humanisasi dengan humanisasi yang berlangsung di
dalam lingkungan hidup keluarga dan masyarakat yang berbudaya.
Jadi prinsip pendidikan modern dapat diartikan sebagai asas atau
pokok yang menjadi dasar dalam bertindak demi untuk tercapainya
proses hominisasi dan humanisasi yang berlangsung di dalam

33

lingkungan hidup keluarga dan masyarakat yang berbudaya, dalam


hal ini pendidikan tersebut sesuai dengan tuntutan jaman (modern).
Pada dasarnya prinsip-prinsip pendidikan modern sangatlah
banyak, diantaranya: prinsip kesuksesan pendidikan dipengaruhi oleh
faktor Emotional Intelligence (EI/EQ) dan Spiritual Intelligence (SI/SQ),
prinsip kebebasan dalam berkembang, prinsip pendidikan berdasar
pada kebutuhan masyarakat, prinsip minat dan perhatian dalam
bekerja (belajar), prinsip cepat dan efektif, prinsip kesenangan dalam
belajar, dan lain-lain.
Oleh karena itu prinsip-prinsip pendidikan modern dalam
penyusunan makalah ini kami batasi dengan hanya empat prinsip,
yaitu:
a. Emotional Intelligence (kecerdasan emosional) yang lazim
disebut EQ (Emotional Quotion).
b. Kesenangan dalam belajar.
c. Cepat dan efektif.
d. Kebebasan berkembang.
Keempat prinsip tersebut sekiranya cukup mewakili dari prinsipprinsip pendidikan yang lain. Dengan demikian cukup memberikan
gambaran mengapa prinsip-prinsip pendidikan modern tersebut
menjadi begitu penting bagi para pelajar untuk meraih kesuksesan di
dalam menempuh pendidikan. Kecerdasan emosional (EQ) kami
kemukakan disini karena untuk mengubah persepsi orang umum
yang menganggap bahwasanya seseorang akan berhasil dalam
menempuh pendidikan apabila mempunyai akal yang cerdas (IQ yang
tinggi), hal ini tidak sepenuhnya benar, karena di samping faktor IQ
tersebut ada faktor lain yang sangat mendukung dan mempunyai
peran yang besar dalam kesuksesan pendidikan seseorang, yang
salah satu diantaranya adalah EQ. IQ menyumbang 20 % bagi faktorfaktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 %
adalah diisi oleh kekuatan-kekuatan lain. Kecerdasan tingkat tinggi

34

memadukan EQ dengan IQ, dan tidak hanya mempertahankan


kemampuan berfungsi, tetapi juga menjadikannya lebih hebat.
Sedangkan prinsip kesenangan dalam belajar dimaksudkan
sebagai sebuah terobosan baru dalam dunia pendidikan yang
berusaha mengubah pandangan masyarakat bahwasanya belajar
adalah suatu usaha yang membutuhkan konsentrasi yang sangat
tinggi, sehingga apabila seseorang menginginkan kesuksesan maka
orang tersebut haruslah mau bersusah payah demi tercapainya
kesuksesan dalam belajar.
Hal ini bertentangan dengan prinsip pendidikan modern yang
justru beranggapan bahwa: Belajar akan efektif jika dilakukan dalam
suasana menyenangkan. Jika seseorang mengalami kesenangan
dalam

belajar

maka

otomatis

akan

membuat

orang

tersebut

mempunyai keinginan yang kuat untuk terus belajar dan belajar, dan
jika seseorang dalam keadaan yang senang ketika belajar sesuatu
maka materi pelajaran yang diterima pun akan menjadi lebih cepat
untuk diterima dan menjadikannya lebih tahan lama di dalam
ingatan. Prinsip cepat dan efektif yang dimaksudkan di sini adalah
bahwasanya suatu mata pelajaran atau keterampilan akan dapat
dikuasai seseorang dalam waktu yang singkat dan cepat apabila
dilakukan

dengan

perkembangan

cara

jaman

yang

yang

efektif.

menuntut

Hal

ini

sesuai

segalanya

untuk

dengan
dapat

dilakukan dengan cepat, sehingga terkesan lebih mengefisienkan


waktu yang ada.
Prinsip kebebasan berkembang merupakan suatu prinsip dasar
dalam pendidikan modern yang menginginkan kebebasan bagi
seorang pelajar untuk mengembangkan kreatifitasnya tanpa adanya
tekanan dari pihak lain yang bisa mengganggu dan membatasi ruang
geraknya, hal ini bertujuan untuk menjadikan para pelajar sebagai

35

subyek yang berhak mengatur dan mengolah serta mengembangkan


potensi dirinya, bukannya sebagai obyek yang terus-menerus dijejali
ilmu pengetahuan oleh gurunya sehingga berakibat mematikan
kreativitasnya dalam mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya. Di Indonesia hal ini dikenal sebagai program Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) dan yang sekarang eksistensinya telah digantikan
dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).
C. Perubahan Pembelajaran dalam Pendidikan Modern
Di dalam perkembangan proses pembelajaran, terjadi perubahan tata cara
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran dari konvensional menjadi
modern di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta
didik menimba ilmu. Perubahan itu meliputi proses pembelajaran:
1. dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa
Jika dahulu biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa
mendengar, menyimak, dan menulis maka saat ini guru harus lebih banyak
mendengarkan siswanya saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan
berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi
fasilitator bagi siswa-siswanya.
2. dari satu arah menuju interaktif
Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru
ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan
siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas
semenarik

mungkin

melalui

berbagai

pendekatan

interaksi

yang

dipersiapkan dan dikelola.


3. dari isolasi menuju lingkungan jejaring
Jika dahulu siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku
yang ada di dalam kelas semata, maka sekarang ini yang bersangkutan dapat
menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta
diperoleh via internet.
4. dari pasif menuju aktif-menyelidiki
Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja mendengarkan dan menyimak
baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar mengerti, maka sekarang

36

disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan cara memberikan berbagai
pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.
5. dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata
Jika dahulu contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya
kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat
memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan seharihari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.
6. dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim
Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan
masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan saat ini adalah
model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu.
7. dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan
Jika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua
materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih benarbenar ilmu atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan
diperdalam secara sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi
kehidupan sang siswa yang diberikan).
8. dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke sehala penjuru
Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam
menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini
seluruh panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif
dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
9. dari alat tunggal menuju alat multimedia
Jika dahulu ilmu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar,
maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan
dan teknologi pendidikan yang tersedia baik yang bersifat konvensional
maupun moderen.
10. dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif
Jika dahulu siswa harus selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh
sama sekali menentangnya, maka saat ini harus ada dialog antar guru dan
siswa untuk mencapai kesepakatan bersama.
11. dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan
Jika dahulu seluruh siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten
materi yang sama, maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk

37

mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau keunikan potensi yang


dimilikinya.
12. dari usaha sadar tunggal menuju jamak
Jika dahulu siswa harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam
berproses maka yang harus ditonjolkan saat ini justru adanya keberagaman
inisiatif yang timbul dari masing-masing individu.
13. dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak
Jika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu
sisi pandang ilmu, maka saat ini konteks pemahaman akan jauh lebih baik
dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.
14. dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan
Jika dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka
sekarang ini siswa diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas
pekerjaan dan aktivitasnya masing-masing.
15. dari pemikiran faktual menuju kritis
Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka
sekarang ini harus dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang
membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya.
16. dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan
Jika dahulu yang terjadi di dalam kelas adalah pemindahan ilmu dari guru
ke siswa, maka dalam abad moderen ini yang terjadi di kelas adalah
pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan
sesamanya.26
D. Aliran Pendidikan Modern
Aliran-aliran pendidikan merupakan pemikiran-pemikiran yang

membawa

pembaharuan

dalam

dunia

pendidikan,

setidaknya

terdapat 3 macam aliran pendidikan diantaranya adalah aliran klasik,


aliran modern dan aliran pendidikan pokok di Indonesia. Dalam
makalah ini yang akan dibahas adalah mengenai Aliran-aliran
Pendidikan

Modern

di

Indonesia,

diantaranya

26 Badan Standar Nasional Pendidikan, Op. Cit. hlm. 48-50.

38

adalah

menurut

Jalaluddin macam-macam aliran pendidikan modern di Indonesia


adalah sebagai berikut27:
1. Progresivisme
a. Pengertian
Progresivisme

adalah

gerakan

pendidikan

yang

mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah


berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi
terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat
pada

guru (teacher-centered) atau

bahan

pelajaran (subject-centered).
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak
agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis,
mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk
mencapai

tujuan

tersebut,

pendidikan

harusnya

merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat


setiap anak.
c. Kurikulum
Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum
yang

berisi

kegiatan

pengalaman-pengalaman

belajar

yang

diminati

oleh

atau
setiap

kegiatanpeserta

didik (experience curriculum).


d. Metode Pendidikan
Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan
berpusat pada anak. Anak adalah pusat dari keseluruhan
kegiatan-kegiatan pendidikan. Pendidikan Progresivisme
sangat memuliakan harkat dan martabat anak dalam
pendidikan. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk
27 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat dan Pendidikan), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), hlm. 78-116.

39

kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda dengan


orang dewasa. Setiap anak mempunyai individualitas
sendiri-sendiri, anak mempunyai alur pemikiran sendiri,
anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapanharapan dan kecemasan sendiri, yang berbeda dengan
orang

dewasa.

diperlakukan

Dengan

berbeda

demikian,

dari

orang

anak

dewasa.

harus
Metode

pendidikan Progresivisme antara lain:


1) Metode belajar aktif.
2) Metode memonitor kegiatan belajar.
3) Metode penelitian ilmiah
2. Esensialisme
a. Pengertian
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan
pendidikan
terhadap

yang

memprotes

nilai-nilai

budaya/sosial.

yang

Menurut

gerakan

tertanam

esensialisme

progresivisme

dalam

warisan

nilai-nilai

yang

tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai-nilai


kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur
dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan
dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.
Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi
kegiatan-kegiatan di kelas.
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan
warisan

budaya

dan

sejarah

melalui

suatu

inti

pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan


sepanjang waktu dan dengan demikian adlah berharga

40

untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti


oleh ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang
tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari
sebuah pendidikan Pendidikan bertujuan untuk mencapai
standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek
atau kecerdasan.
c. Metode Pendidikan:
1) Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
2) Peserta didik dipaksa untuk belajar.
3) Latihan mental
d. Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup
mata-mata pelajaran akademik yang pokok. Kurikulum
sekolah

dasar

ketrampilan

dasar

ditekankan
dalam

matematika.Sedangkan

pada

pengembangan

membaca,

kurikulum

menulis,
pada

dan

sekolah

menengah menekankan pada perluasan dalam mata


pelajaran matematika, ilmu kealaman, serta bahasa dan
sastra.

3. Rekonstruksionalisme
a. Pengertian
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai
rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung
terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama
berlangsungnya

pendidikan

haruslah

merupakan

gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat


b. Tujuan Pendidikan

41

Sekolah-sekolah

rekonstruksionis

berfungsi

sebagai

lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial,


ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tujuan pendidikan
rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para
peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik
yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan
mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan
yang

diperlukan

untuk

mengatasi

masalah-masalah

tersebut.
c. Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi
mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhankebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak
berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang
dihadapi umat manusia. Yang termasuk di dalamnya
masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan
program-program

perbaikan

yang

ditentukan

secara

ilmiah.
4. Perennialisme
a. Pengertian
Perennialisme merupakan gerakan pendidikan yang
mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan
pendidikan hendaknya menjadi suatu pencarian dan
penanaman

kebenaran-kebenaran

serta

nilai-nilai

tersebut. Guru mempunyai peranan dominan dalam


penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Menurut perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan
filsafat

yang

tertinggi,

karena

dengan

ilmu

pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif.

42

Jadi dengan berpikir, maka kebenaran itu akan dapat


dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsipprinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang
cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami
faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan
berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
b. Tujuan Pendidikan
Diharapkan
anak
didik
mampu
mengenal

dan

mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan


pengembangan

disiplin

mental.

Karya-karya

ini

merupakan buah pikiran besar pada masa lampau.


Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah
dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat,
politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam,
dan lain-lainnya, telah banyak memberikan sumbangan
kepada perkembangan zaman dulu.
c. Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung
menitikberatkan pada sastra, matematika, bahasa dan
sejarah.
5. Idealisme
a. Pengertian
Aliran idealisme adalah suatu aliran ilmu filsafat
yang mengagungkan jiwa. Menurut aliran idealisme, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani
dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera.
Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-

43

angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta


menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Tugas ide
adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh
bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia
akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakan

sebagai

alat

untuk

mengukur,

mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang


dialami sehari-hari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa
aliran

idealisme

memperoleh

sedang

gencar-gencarnya

pendidikan

dengan

pendekatan (approach) secara

diajarkan,

mendapatkan

khusus.

Sebab,

pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting.


Para

guru

tidak

boleh

berhenti

hanya

di

tengah

pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu


muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti
masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para
anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali
spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil
yang tidak banyak bermakna.
Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme
berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya
berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka,
tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai
atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
b. Tujuan Pendidikan

44

Agar

anak

didik

bisa

menjadi

kaya

dan

memiliki

kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang


harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu
menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk
hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme
bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan
terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang
lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya,
namun hubungan manusia yang satu dengan yang
lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang
saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
c. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi
yang

objektif.

daripada

Pengalaman

pengajaran

yang

haruslah

lebih

banyak

textbook.

Agar

supaya

pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.

45

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Falsafah Pendidikan
Pemahaman mengenai pendidikan itu berubah dari waktu ke waktu serta dari
pendidik yang satu ke pendidik yang lain. Pendidikan itu pada dasarnya memang bisa
dipahami sebagai proses, di mana pendidik melakukan transfer pengetahuan, kecakapan
dan nilai-nilai kepada anak didik dalam suatu proses pembentukan kemampuan fisik
(yang sehat), kemampuan nalar (yang cerdas) maupun karakter (yang utama), melalui
suatu proses yang merupakan upaya sosialisasi dan enkulturasi yang terlembaga, baik
dalam ranah formal, non formal, dan informal.
Dalam kerangka konsep Ki Hajar Dewantara pendidikan yang humanis
menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia
menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang,
menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif).
Pesan mengenai ekstensi pendidikan yang siap bahkan untuk jangkauan masa
depan sudah diberikan oleh Ki Hajar Dewantara (1889-1959), hampir seabad yang lalu:
pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan
independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya
mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan;
pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masingmasing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa
percaya diri, mengembangkan harga diri; Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta
didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota
masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan
kesejahteraan orang lain. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang
yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya
dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang.
B. Pendidikan Pesantren dan Modernisasi Pendidikan

46

Institusi pendidikan di Indonesia yang mengenyam sejarah paling panjang di


antaranya adalah pesantren. Institusi ini lahir, tumbuh dan berkembang telah lama.
Bahkan, semenjak belum dikenalnya lembaga pendidikan lainnya di Indonesia,
pesantren telah hadir lebih awal. Dalam kesejarahannya yang amat panjang itu,
pesantren terus berhadapan dengan banyak rintangan, diantaranya pergulatan dengan
modernisasi. M. Dawam Raharjo, salah seorang pemikir muslim Indonesia, pernah
menuduh bahwa pesantren merupakan lembaga yang kuat dalam mempertahankan
keterbelakangan dan ketertutupan.
Dunia pesantren memperlihatkan dirinya bagaikan bangunan luas, yang tak
pernah kunjung berubah. Ia menginginkan masyrakat luar berubah. Oleh karena itu,
ketika isu-isu modernisasi dan pembangunan yang dilancarkan oleh rezim negara jelas
orientasinya adalah pesantren. Dalam kaitannya dengan peran tradisionalnya, pesantren
kerap diidentifikasi memiliki peranan penting dalam masyarakat Indonesia, antara lain:
sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional, sebagai penjaga
dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional, dan sebagai pusat reproduksi
ulama.
Dalam proses pembelajaran di pesantren, ilmu-ilmu keislaman memang menjadi
prioritas utama, untuk tidak mengatakan satu-satunya. Hal ini antara lain tampak dari
kurikulum yang berlaku. Sebagaimana diketahui, kitab kuning berisi pembahasan
tentang berbagai ilmu keIslaman tradisional, yang dalam banyak aspek tidak memiliki
hubungan langsung dengan ilmu-ilmu modern.
Sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat, pesantren mengalami
perubahan dan perkembangan yang berarti. Diantaranya perubahan-perubahan yang
paling penting menyangkut penyelengaraan pendidikan. Dewasa ini tidak sedikit
pesantren di Indonesia telah mengadopsi sistem pendidikan formal seperti yang
diselenggarakan pemerintah. Pada umumnya pilihan pendidikan formal yang didirikan
di pesantren masih berada pada jalur pendidikan Islam. Namun demikian, banyak pula
pesantren yang sudah memiliki lembaga pendidikan sistem sekolah seperti dikelola oleh

47

Depdikbud. Beberapa pesantren bahkan sudah membuka perguruan tinggi, baik berupa
Institut Agama Islam maupun Universitas.
Di pesantren-pesantren tersebut, sistem pembelajaran tradisional yang berlaku
pada pesantren tradisional mulai diseimbangkan dengan sistem pembelajaran modern.
Dalam aspek kurikulum, misalnya, pesantren tidak lagi hanya memberikan mata
pelajaran ilmu-ilmu Islam, tetapi juga ilmu-ilmu imum modern yang diakomodasi dari
kurikulum pemerintah. Dalam hal ini, mata pelajaran umum menjadi mata pelajaran
inti, disamping mata pelajaran agama yang tetap dipertahankan. Begitu pula dalam
pesantren yang baru ini, sistem pengajaran yang berpusat pada kyai mulai ditingalkan.
Pihak pesantren umumnya merekrut lulusan-lulusan perguruan tinggi untuk menjadi
pengajar di sekolah-sekolah yang di dirikan oleh pengelola pesantren.
Semua perubahan itu sama sekali tida mencabut pesantren dari peran
tredisionalnya sebagai lembaga yang banyak bergerak di bidang pendidikan Islam,
terutama dalam pengertiannya sebagai lembaga tafaqquh fi al-din. Sebaliknya, hal
tersebut justru semakin memperkaya sekaligus mendukung upaya transmisi khazanah
pengetahuan Islam trdisional sebagaimana di muat dalam kitab kuning dan
melebarkan jangkauan pelayanan pesantren terhadap tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, terutama di bidang pendidikan formal. Dengan ungkapan lain, proses
perubahan seperti dijelaskan diatas merupakan salah satu bentuk modernisasi pesantren
sebagai lembaga pendidikan maupun lembaga sosial.
Namun, dalam proses perubahan tersebut, pesantren tampaknya dihadapkan
pada keharusan merumuskan kembali sistem pendidikan yang diselenggarakan. Di sini,
pesantren tengah berada dalam proses pergumulan antara identitas dan keterbukaan.
Di satu pihak, pesantren dituntut untuk menemukan identitasnya kembali sebagai
lembaga pendidikan Islam. Sementara di pihak lain, ia juga harus bersedia membuka
diri terhadap sistem pendidikan modern yang bersumber dari luar pesantren. Salah satu
agenda penting pesantren dalam kehidupan dewasa ini adalah memenuhi tantangan
modernisasi yang menuntut tenaga trampil di sektor-sektor kehidupan modern.
Dalam kaitan dengan modernisasi ini, pesantren diharapkan mampu
menyumbangkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam kehidupan modern.

48

Mempertimbangkan proses perubahan di pesantren, tampaknya bahwa hingga dewasa


ini pesantren telah memberi kontribusi penting dalam menyelengarakan pendidikan
formal dan modern. Hal ini berarti pesantren telah berperan dalam perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia. Meskipun demikian, dalam konteks peningkatan mutu
pendidikan dan perluasan akses masyarakat dari segala lapisan sosial terhadap
pendidikan, peran pesantren tidak hanya perlu ditegaskan, tetapi mendesak untuk
dilibatkan secara langsung.
C. Pesantren Dan Era Modern
Pesantren juga memiliki karakter plural, tidak seragam. Pluralitas pesantren ini
diantaranya ditunjukan oleh tiadanya sebuah aturan apa pun baik menyangkut
manajerial, administrasi, birokrasi, struktur, budaya, kurikulum apalagi pemihakan
politik yang dapat mendifinisikan pesantren menjadi tunggal. Aturan hanya datang dari
pemahaman keagamaan yang di personifikasikan melalui berbagai kitab kuning.
Asosiasi pondok pesantren seluruh Indonesia, dan NU sekalipun tidak mempunyai
kekuatan untuk memaksa pesantren. Karena tingkat pluralitas dan independensi yang
kuat inilah, dirasakan sulit untuk memberikan rumusan konseptualisasi yang definitif
tentang pesantren.
Atas kemandirian pesantren itu, Martin van Bruinessen, salah seorang peneliti
keIslaman dari Belanda, meyakini bahwa di dalam pesantren terkandung potensi yang
cukup kuat dalam mewujudkan masyarakat sipil. Meskipun demikian, menurutnya,
demokratisasi tetap tidak bisa diharapkan melalui instrumen pesantren. Sebab, dalam
pandangan Martin, kyai-ulama di pesantren adalah tokoh yang lebih dominan
didasarkan atas nilai karisma. Sementara, antara karisma dan demokrasi, keduanya
tidak mungkin menyatu. Walaupun demikian, menurut Martin, kaum taradisional,
termasuk komunitas pesantren, di banyak negara berkembang tidak dipandang sebagai
kelompok yang resisten dan mengancam modernisasi.
Dalam kaitan ini, penting dikemukakan hasil analisis Snouck Hurgronje yang
mempermasalahkan kaum tradisional. Hurgronje mencatat bahwa: Islam tradisional
Jawa, oleh sebagian kalangan, dianggap sedemikian statis dan demikian kuat

49

terbelenggu oleh pikiran-pikiran ulama abad pertengahan. Sebenarnya tidak demikian.


Mereka telah mengalami perubahan-perubahan itu dilakukan melalui tahapan-tahapan
yang rumit dan tersimpan. Lantaran itulah para pengamat yang kurang mengenal pola
pikiran Islam tradisional tidak bisa melihat perubahan-perubahan itu, walaupun
sebenarnya hal itu terjadi didepan matanya sendiri, kecuali bagi mereka yang
mengamati secara seksama.
Karakteristik pesantren yang diidentikkan dengan penolakan terhadap isu
pemusatan merupakan potensi luar biasa bagi pesantren dalam memainkan transformasi
sosial secara efektif. Karena itu, pesantren adalah kekuatan masyarakat dan sangat
diperhitungkan oleh negara. Dalam kondisi sosial politik yang serba menegara dan di
hegemoni oleh wacana kemodernan, pesantren dengan ciri-ciri dasariyah mempunyai
potensi yang luas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, terutama pada kaum
tertindas dan terpinggirkan. Bahkan, dengan kemampuan fleksibelitasnya, pesantren
dapat mengambil peran secara signifikan, bukan saja dalam wacana keagamaan, tetapi
juga dalam setting sosial budaya, bahkan politik dan ideologi negara sekalipun.
D. Relevansi Pendidikan Berbasis Kultur Pesantren dengan Pendidikan Modern
Setelah mengalami masa-masa sulit akibat bangsa penjajah,
pesantren selanjutnya memasuki era pasca-kemerdekaan dan kiprah
pesantren di zaman pembangunan. Terdapat bukti-bukti sejarah
bahwa tidak sedikit putra terbaik bangsa ditempa di pesantren.
Mereka tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik melawan bangsa
penjajah, tetapi turut juga mengambil bagian dalam mendirikan
bangsa, aktif dalam mempertahankan dan mengisi era kemerdekaan
bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya. Sejalan dengan
itu, tidak berlebihan seandainya pada periode tahun 1959-1965,
pesantren disebut sebagai alat revolusi dan penjaga keutuhan
negara kesatuan Republik Indonesia. Pada era ini dikenal para tokoh
nasional, seperti KH. Wahid Hasyim (salah satu anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI) dan KH. Saifuddin Zuhri
50

(Mentri Agama Era Orde Lama), yang dibesarkan melalui pesantren.


Juga KH. Abdurrahman Wahid yang bahkan berhasil menduduki kursi
Presiden RI ke-4; dan masih sangat banyak lagi yang lainnya.
Memasuki Orde Baru, tugas pokok pesantren dalam mendidik
dan memberdayakan masyarakat tetap dijalankan. Indenpendensi
yang selama ini dipertahankan agaknya menjadi faktor penting bagi
tetap eksisnya pesantren sebagai media komunikasi efektif dalam
jaringan

masyarakat

tradisional

pedesaan.

Bahkan,

atas

partisipasinya sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat, Dawam


Rahardjo mengungkapkan bahwa pesantren memiliki peran penting
sebagai

agen

pembaharuan

sosial,

khususnya

dalam

program

transmigrasi, sosialisasi sistem keluarga berencana, gerakan sadar


lingkungan atau pergerakan para santri dan masyarakat setempat
dalam perbaikan prasarana fisik dan pembangunan masyarakat desa,
penyelenggaraan poliklinik bagi anggota masyarakat sekitar dan
sebagainya.

Dari

semua

itu,

yang

paling

menonjol

adalah

kemampuan pesantren dalam menyediakan sarana pendidikan relatif


murah dan terjangkau oleh masyarakat.
Di samping sebagai lembaga pendidikan dan pemberdayaan
masyarakat, terhitung sejak dekade 70 hingga sekarang, sudah
banyak

pesantren

yang

dinilai

berhasil

membuka

jaringan

(networking) dan melakukan aliansi strategis dengan pihak-pihak di


luar pesantren, seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat
(LSM),

maupun

pengembangan

lembaga
dan

asing,

guna

pemberdayaan

merealisasikan

masyarakat.

program

Mengomentari

fenomena ini, sosiolog Jerman yang pernah meneliti perkembangan


pesantren di Indonesia, Manfred Ziemek mengungkapkan, bahwa
pesantren telah berhasil melaksanakan proyek sinergis antara kerja

51

dan pendidikan serta berhasil dalam membina lingkungan desa


berdasarkan struktur budaya dan sosial. Demikianlah, pesantren
terus berkembang mengikuti lintasan sejarah kehidupan dengan
tetap mempertahankan indenpendensinya dan konsistensinya dalam
memainkan peran sebagai lembaga pendidikan dan pemberdayaan
sosial.
Tidak hanya itu, dalam tataran yang lebih luas, pesantren juga
berperan sebagai benteng pengawal moral, khususnya berkenaan
dengan terjaganya tradisi kepesantrenan yang luhur dengan nilai-nilai
keteladanan, baik yang ditunjukkan oleh figur kiai maupun nilai-nilai
agama yang diajarkan di pesantren. Peran seperti ini menempatkan
pesantren sebagai kekuatan counter culture, demi tidak terjadinya
alienasi budaya di tingkat lokal. Alhasil, semua penjelasan di atas
dapat

dikategorikan

sebagai

potensi

pesantren

yang

bisa

dikembangkan secara optimal, sehingga menjadi institusi yang


berperan aktif dalam mamberdayakan masyarakat, khususnya dalam
hal pendidikan masyarakat.
Nilai, filosofi dan ideologi pesantren dapat diwujudkan dengan
banyak cara, termasuk lisan, perbuatan dan material. Secara lisan,
kultur pesantren dapat dilihat pada kemampuan warga pesantren
dalam

menyatakan

tujuan

dan

sasaran

lembaga

pesantren,

kurikulum, bahasa yang digunakan setiap hari, sejarah organisasi,


tokoh organisasi dan struktur organisasi. Dalam bentuk perilaku,
ketiga aspek tersebut diwujudkan dalam ritual, upacara, pendekatan
terhadap belajar mengajar (wetonan, bandongan, sorogan, dsb),
prosedur, aturan dan perunangan pelaksanaan, penghargaan dan
sangsi, dukungan sosial dan psikologis, serta pola-pola interaksi
dengan masyarakat dan orang tua santri. Dalam hal material, ketiga

52

aspek tersebut diwujudkan dalam fasilitas dan perlengkapan, karya


seni (kaligrafi), motto dan uniform/seragam. Kultur pesantren yang
kuat

ditunjukkan

oleh

ketaatan

keseluruhan

warga

pesantren

melaksanakan semua cara yang telah disepakati.


Pemerintah telah memberikan porsi yang sama antara lembaga pendidikan
umum dengan lembaga pendidikan agama Islam dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan diperkuat dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Pesantren pada masa sekarang diharapkan menjadi agen
perubahan (agent of change) sebagai lembaga perantara yang diharapkan dapat
berperan sebagai dinamisator dan katalisator pemberdayaan sumber daya manusia,
penggerak pembangunan di segala bidang, serta pengembang ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menyongsong era global.
Sebagai generasi penerus, maka jangan sampai kita kalah
dengan para kiyai terdahulu yang telah berhasil membangun bangsa
ini melalui kiprahnya. Jika mereka saja bisa memajukan pesantren
dengan semangat juang yang tinggi, sehingga bisa membangun
bangsa ini menjadi lebih baik dari sebelumnya, kenapa kita tidak bisa
melakukan hal yang lebih dari itu? Dengan semangat dan tekad yang
kuat, kita pasti bisa membuat peradaban baru di dunia tanpa harus
menghilangkan tradisi khas pesantren, karena sistem pendidikan di
pesantren itulah yang akan menghantarkan kita sebagai bagian dari
pembangunan dan kemajuan bangsa ini.

53

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan hasil pembahasan yang telah dipaparkan diatas,
maka penulis dapat menyimpulkan.
1. Pendidikan pesantren adalah kumpulan dasar-dasar umum tentang bagaimana
lembaga pendidikan diselenggarakan dalam rangka membekali pengetahuan
kepada siswa yang di dasarkan kepada al-Quran dan sunah.
2. Pendidikan modern adalah cara-cara belajar yang sesuai

dengan tuntutan era kekinian, untuk dapat dipersiapkan


anak didik pada masanya. Berkaitan dengan pengertian
pendidikan modern, dikaitkan dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan modern berlaku bagi hidup untuk menumbuhkan,
memupuk,

mengembangkan,

memelihara

dan

mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.


3. Pesantren telah dianggap sebagai lembaga pendidikan yang mengakar kuat
dari budaya asli bangsa Indonesia, dan perkembangan dunia telah
melahirkan suatu kemajuan zaman yang modern. Akibatnya ada keharusan
untuk mengadakan upaya kontekstualisasi bangunan-bangunan budaya
masyarakat dengan dinamika modernisasi, tak terkecuali dengan sistem
pendidikan pesantren. Karena itu, sistem pendidikan pesantren harus
melakukan upaya-upaya konstruktif agar tetap relevan dan mampu bertahan
seiring dengan perkembangan zaman. Pesantren pada masa sekarang
diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change) sebagai lembaga
perantara yang diharapkan dapat berperan sebagai dinamisator dan
katalisator pemberdayaan sumber daya manusia, penggerak pembangunan di
segala bidang, serta pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
menyongsong era global.
B. Saran-Saran

54

1. Diharapkan bagi para penulis dan teoritikus pendidikan agar dapat mengkaji
dan member kontribusi pemikiran terhadap pembaharuan sistem pendidikan
pesantren untuk kemajuan sistem pendidikan yang telah ada agar tetap
relevan dengan modernisasi zaman.
2. Bagi para praktisi pendidikan dapat mengambil sisi-sisi positif dari pola
pendidikan pesantren baik dalam pembenahan administrasi, metodologi, dan
tujuan sistem pendidikan pesantren yang dapat menunjang dalam
menyelenggarakan sistem pendidikan modern.
3. Pemerintah maupun swasta dapat mendirikan sebuah lembaga pendidikan
baik formal maupun nonformal dengan pola perpaduan antara model
pendidikan tradisional dengan modern.

55

Anda mungkin juga menyukai