Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum adat merupakan suatu istilah yang diterjemahkan dari Bahasa Belanda. Pada mulanya
hukum adat itu dinamakan adat rect oleh Snouchk Hurgronje dalam bukunya yang berjudul De
Atjehers. Buku ini artinya adalah orang-orang Aceh. Mengapa Snouchk Hurgronje memberi judul
Orang-orang Aceh ? karena pada masa Penjajah Belanda orang Aceh sangat berpegang teguh pada
hukum Islam yang saat itu dimasukkan ke dalam hukum adat.
Istilah Adatrecht digunakan juga oleh Van Vollenhoven dalam bukunya yang berjudul Het
Adat-Recht Van Nederlandsch Indie yang artinya hukum ada Hindia Belanda. Mengapa Van
Vollenhoven memberi

judul

hukum adat

Hindia Belanda dalam Bukunya ? Karena Van

Vollenhoven menganggap bahwa rakyat Indonesia banyak yang menganut hukum adat pada masa
Hindia Belanda. Melalui buku Het Adat-Recht Van Nederlandsch Van Vollenhoven dianggap
sebagai Bapak Hukum Adat karena masyarakat Indonesia menganggap bahwa sebutan hukum adat
bagi hukum yang digunakan oleh Bumiputera merupakan buah pemikiran Van Vollenhoven. Jika
diamati sebenarnya asal mula hukum adat itu dari Bahasa Arab yaitu adati yang berarti
kebiasaan masyarakat. Pada abad 19 pada saat peraturan-peraturan agama mengalami kejayaan
timbullah teori Receptio in complexu dari Van den Berg dan Salmon Keyzer yang menyatakan
bahwa hukum adat itu merupakan penerimaan dari hukum agama yang dianut oleh masyarakat.
Tetapi hal ini ditentang keras oleh Smouchk Hurgronje, Van Vollenhoven dan Ten Haar Bzn.
Walaupun hukum agama itu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan hukum adat, tetapi
tidak begitu besar pengaruhnya karena pengaruh hukum agama hanya terbatas pada beberapa
daerah saja.

BAB II
PEMBAHASAN

B. HUKUM ADAT
Perkataan hukum adat adalah istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak dikodifikasi di
kalangan bangsa Indonesia dan Timur Asing (Tionghoa, Arab dan sebagainya). Ketika orang berusaha
menyelidiki hukum adat secara berilmu pengetahuan, dibutuhkan suatu istilah setegas-tegasnya untuk
menyatakan keseluruhan hukum adat tersebut. Perundang-undangan Hindia Belanda menggunakan
istilah undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan. Akan tetapi istilah itu
kurang tepat.
Perkataan adat adalah suatu istilah yang dikutip dari bahasa Arab, tetapi boleh dikata telah
diterima dalam semua bahasa di Indonesia. Mulanya istilah itu berarti:kebiasaan. Dengan nama ini
sekarang dimaksudkan: semua kesusilaan dan kebiasaan Indonesia di semua lapangan hidup, jadi juga
semua peraturan tentang tingkah laku macam apa pun juga, menurut mana orang Indonesia biasa
bertingkah laku. Jadi di dalamnya termuat pula peraturan-peraturan hukum yang melingkupi dan
mengatur hidup bersama orang0orang Indonesia.
1. Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil
Di mata rakyat jelata Indonesia, hukum adat demikian juga adat, berpangkal pada kehendak nenek
moyang yang biasanya didewa-dewakan dan adat dianggap pula bersendi pada kehendak dewa-dewa.
Karena itu menarik perhatian jugalah, bahwa peraturan-peraturan hikum adat umumnya oleh rakyat
dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris (hanya ditemui dalam cerita-cerita orang tua).
Sebuah contoh yang terkenal adalah sebagai berikut : Menurut riwayat, dua orang bersaudara tiri,
Datuk Katemanggungan dan Datuk Perpatih nan sebatang kara adalah dua orang pehlawan
Minangkabau. Menurut kepercayaan rakyat dari merekalah berasal peraturan ketertiban hidup dan
juga ketertiban hukum Minangkabau.
Teranglah agaknya bahwa kepada ketrtiban hukum yang sedang berlaku itu diberikan
penghormatan yang sebesar-besarnya sesuai dengan kehendak yang suci dari nenek moyang (dewadewa) itu. Ini merupakan suatu rem yang kuat terhadap keinginan untuk malakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang mungkin merusak ketertiban tersebut. Karena barang siapa yang menyalahi
peraturan-peraturan adat, akan tertimpa kutuk nenek moyang (ketulahan), yang mengawasi ketaatan

terhadap peraturan-peraturan tersebut. Sebab itu selama rakyat jelata Indoneia masih berpegang teguh
pada kepercayaan dan tradisi lama, peraturan-peraturan hukum itu akan kekal adanya.
Tetapi ini tidak boleh menyebabkan orang menarik kesimpulan, bahwa hukum adt pantang
menyerah. Sebab juga menurut pendapt bangsa Indonesia tidak demikian halnya.
2. Hukum adat dapat berubah
Perubahan yang dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-peraturan itu
dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat
istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kejadian-kejadian,
pengaruh keadaan hidup yang silih berganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenalkan oleh
pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi-situasi tertentu dari kehidupan sehari-hari
dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian dan kerap
kali orang sampai menyangka bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi keadaan-keadaan
baru (Van Vollenhoven).
3. Kesanggupan hukum adat untuk menyesuaikan diri.
Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasi,
maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat
berkembang modern) memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisitet yang luas.
Suatu hukum yang sudah tercatat dalam kitab undang-undang dan reglemen-reglemen kurang mudah
dapat diubah dari hari ke hari., dari situasi ke situasi, sebab untuk itu biasanya perlu digerakkan
seluruh mesin perundang-undangan.
Suatu hukum sebagai hukum adat, yang berlebih-lebihan ditimbulkan oleh keputusan-keputusan
di kalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan-keadan baru. Keadaan demikian ini sangat menguntungkan untuk Indonesia.
C. AZAS-AZAS HUKUM ADAT
Hukum adat yang tumbuh dari cita-cita dan alam pikiran masyarakat Indonesia, yang bersifat
majemuk, namun ternyata dapat dilacak azas-azasnya, yaitu:
1. Azas Gotong royong;
2. Azas fungsi sosial hak miliknya;
3. Azas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum;

4. Azas perwakilan dan musyawaratan dalam sistem pemerintahan


D. HAK-HAK MASYARAKAT ADAT
Hak-hak masyarakat hukum adat adalah:
a. Hak perseorangan sebagai warga negara, sebagai warga negara, masyarakat hukum adat
mempunyai hak asasi yang sama dengan warga negara lainnya.
b. Hak kolektif sebagai Masyarakat hukum Adat. Sebagai suatu komunitas antropologis, masyarakat
hukum adat mempunyai hak kolektif, yang diperlukannya baik untuk memelihara eksistensi dan
identitas kulturalnya maupun untuk membangun dan mengembangkan potensi kemanusiaan
warganya untuk mencapai taraf kesejahteraan yang lebih tinggi, terutama hak atas tanah ulayat.
c. Hak atas Pembangunan. Hak-hak tersebut diatas merupakan bagian dari hak-hak atas
pembangunan, yang menurut Deklarasi PBB tentang Hak Atas Pembangunan, 1986 dan Konvensi
ILO Tahun 1989 tentang Kelompok Minoritas dan Masyarakat Hukum Adat di Negara Negara
Merdeka. Yang secara menyeluruh terdiri dari:
1. Hak untuk menentukan nasib sendiri (rights of internal self determination)
2. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan (rights of participation)
3. Hak atas pangan, kesehatan, habitat, dan keamanan ekonomi. (rights to food, health,
habitat, and economic security)
4. Hak atas pendidikan (rights to education)
5. Hak atas pekerjaan (rights to work)
6. Hak anak (rights of children)
7. Hak pekerja (rights of workers)
8. Hak minoritas dan masyarakat hukum adat. (rights of minorities and indigenous people)
9. Hak atas tanah (rights to land)
10. Hak atas persamaan (rights to equality)
11. Hak atas perlindungan lingkungan (rights to environmental protection)

12. Hak atas pelayanan (rights to administrative due process)


13. Hak atas penegakan hukum (rights to the rule of law) .
DAFTAR PUSTKA

Anda mungkin juga menyukai