Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Jaringan Periodontal


Jaringan periodontal terdiri dari gingiva dan jaringan periradikuler.
Jaringan periradikular terdiri dari sementum, yang menutupi akar gigi, prosesus
alveolar yang membentuk saluran tulang yang berisi akar gigi, dan ligament
periodontal, yang serabut kolagennya, tertanam di dalam sementum akar dan di
dalam prosesus alveolar, mengikatkan akar pada jaringan di sekelilingnya. Pada
daerah ini terletak jalan masuk dan keluar antara saluran akar dan jaringan
disekitarnya dan muncul reaksi patologik terhadap penyakit pulpa (Grossman,
1995).
2.2 Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang tersusun dari jaringan ikat
fibrosa, yang ditutupi epitel dan menutupi processus alveolar rahang dan
mengelilingi leher gigi. Gingiva adalah bahasa yang digunakan secara umum
dalam bidang kedokteran gigi. Sedangkan gusi adalah bahasa yang digunakan
masyarakat secara luas (Newman, 2002).
Mukosa mulut terdiri atas 3 bagian yaitu :
1. Mukosa mastikator atau pengunyahan yang meliputi gingiva dan mukosa
yang meliputi palatum.
2. Mukosa specialized yang meliputi dorsum dari lidah.
3. Mukosa oral meliputi daerah rongga mulut lainnya (Newman, 2002).
2.2.1 Gingiva Secara Anatomis
Menurut Newman,dkk pada tahun 2002, gingival secara anatomis dibagi
atas :
1. Free gingiva
Yaitu tepi atau pinggir gingiva yang mengelilingi gigi. Bagian ini berbatasan
dengan attached gingiva atau suatu lekukan dangkal yang disebut free
gingival groove. Lebar gingival kurang lebih 1 mm, dapat dilakukan dengan

alat periodontal probe dan permukaan gigi. Bagian ini juga merupakan salah
satu dinding jaringan lunak dari sulcus gingiva (Newman, 2002).
2. Attached gingiva
Attached gingiva tidak terpisah dengan marginal gingiva. Padat, lenting,
(resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar. Sampai meluas ke
mukosa alveolar yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko
gingival junction. Attached gingiva melekat erat ke periosteum tulang
alveolar. Lebarnya kurang lebih 1-9 mm. Pada bagian palatal maksila
gingiva ini berlanjut terus dengan mukosa palatum sedangkan pada bagian
lingual mandibula berakhir di perbatasannya dengan mukosa oral sampai
membran mukosa dasar mulut (Newman, 2002).
3. Interdental gingiva
Mengisi embrasus gingival, yaitu ruang proximal, di bawah daerah kontak
gigi. Interdental gingiva pada gigi bagian anterior berbentuk piramida, dan
bagian posterior berbentuk seperti lembah (Newman, 2002).

Gambar 1. Gingiva secara anatomis


2.2.2 Gambaran Mikroskopik Gingiva
a. Epitel gingiva
Sel epitel gingiva bersifat aktif secara metabolik dan dapat bereaksi
terhadap rangsangan eksternal dengan mensintesissejumlah sitokin, molekul
adhesi, faktor pertumbuhan, dan enzim. Sel epitel juga bereaksi terhadap
bakteri dengan meningkatkan proliferasi, perubahan signal sel, perubahan

dalam diferensiasi, dan kematian sel yang merubah homeostasis jaringan.


Guna mempertahankan integritas fungsional jaringan gingiva dari infeksi
bakteri, epitel gingiva dapat menebal dengan cara menambah kecepatan
pembelahan

selnya

atau

disebut

keratinisasi.

Keratin

mempunyai

insolubilitas yang tinggi dan resisten terhadap enzim. Terdapat cornified


envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami keratinisasi, CE memiliki
ketebalan 15 nm, tersusun dari ikatan silang protein dan lipid yang bertemu
saat diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam struktur CE
menggantikan membrane plasma dan integritasnya sangat vital dalam fungsi
pertahanan . Gusi memiliki lapisan epitel yang merupakan epitel skuama
berlapis (stratified squamous epithelium) dinamakan lamina propria. Bagian
tengah berupa jaringan ikat, yang dinamakan lamina propria (Carranza,
2006).

Gambar 2. Epitel Gingiva


Berdasarkan aspek morfologis dan fungsionalnya dibedakan atas tiga
bagian, epitel oral/luar (oral/outer epithelium), epitel sulkular/krevikular
(sulcular/crevicular epithelium), epitel penyatu/jungsional (junctional
ephitelium) (Carranza, 2006).
Fungsi utama epitel gingival adalah melindungi struktur yang berada
dibawahnya, serta memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan
lingkungan oral. Perubahan tersebut dimungkinkan oleh adanya proses
proliferasi dan diferensiasi. Epitel gingiva disatukan ke jaringan ikat oleh
lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina lamina basal. Lamina basal
terdiri atas lamina lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina lusida
dan lamina densa. Hemidesmosom dari sel-sel epitel basal mengikat

lamina lusida. Komposisi utama dari lamina lusida adalah laminin


glikoprotein, sedangkan lamina densa adalah berupa kolagen tipe IV.
Lamina basal berhubungan dengan fibril-fibril jaringan ikat dengan
bantuan fibril-fibril penjangkar (anchoring fibrils) (Carranza, 2006).
b. Epitel oral
Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin
(keratinized)

atau

berparakeratin

(parakeratinized)

yang

membalut

permukaan vestibular dan oral gingiva. Meluas dari batas mukogingival ke


krista tepi gingiva (crest gingival margin), kecuali pada permukaan palatal
dimana epitel ini menyatu dengan epitel palatum. Lamina basal yang
menyatukan epitel gingiva ke jaringan ikat gingiva bersifat permeabel
terhadap cairan, namun dapat menjadi penghalang bagi bahan partikel
tertentu. Mempunyai rete peg yang menonjol ke arah lamina propria.
(Carranza, 2006).

Gambar 3. Epitel Oral


c. Epitel sulkular
Epitel sulkular mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke
permukaan gigi tanpa melekat padanya. Epitel ini merupakan epitel
skuama

berlapis yang tipis,tidak berkeratin, tanpa rete peg dan

perluasannya mulai dari batas koronal epitel penyatu sampai ke krista tepi
gingival. Selain itu juga memiliki peran penting karena bertindak sebagai
membran semipermeabel yang dapat dirembesi oleh produk bakteri masuk
ke gingiva, dan oleh cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingival.
(Carranza, 2006).

d. Epitel penyatu
Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan
permukaan gigi dan berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada
usia muda epitel penyatu terdiri atas 3 4 lapis, namun dengan
bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 - 20 lapis
melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal.panjang epitel
penyatu ini bervariasi antara 0,25 - 1,35 mm merentang dari dasar sulkus
gingiva sampai 1,0 mm koronal dari batas semento-enamel pada gigi yang
belum mengalami resesi (Carranza, 2006).
Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada
sementum. Karena perlekatannya ke permukaan gigi, epitel penyatu dan
serat-serat gingiva dianggap sebagai suatu unit fungsional yang dinamakan
unit dentogingival (Carranza, 2006).
e. Pembaharuan gingiva
Epitel oral memgalami pembaharuan secara terus menerus. Ketebalan
epitel terpelihara oleh adanya keseimbangan antara pembentukan sel baru
pada lapisan basal dan lapisan spinosa dengan pengelupasan sel-sel tua
pada permukaan. Laju aktivitas mitotik tersebut paling tinggi pada pagi
hari dan paling rendah pada sore hari (Carranza, 2006).
2.2.3

Sulcus Gingiva
Sulkus ginggiva merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan

dinding sebelah dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah
epitel sebelah dalam dari gingiva bebas. Sulkus ini membetuk seperti huruf V, dan
kedalamnya dapat diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan yang sangat
normal dan bebas kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau mendekati 0,
namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus gingiva. Dengan kedalaman
tertentu. Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 - 1,8 mm. Kedalaman klinis
diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah 2,0 - 3,0 mm
(Carranza, 2006).
a.

Cairan sulcus gingiva

Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari
pembuluh darah yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari

jaringan gingiva yang sehat. Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah yang
terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun
meradang. Pada CSG dari gingival yang meradang jumlah polimorfonuklear
leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan
endotoksin bakteri bertambah banyak, sedangkan jumlah urea menurun.
Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel perlekatan yang
terdapat pada celah gusi dalam bentuk CSG. Pada keadaan normal, CSG yang
banyak mengandung leukosit ini akan melewati epitel perlekatan menuju ke
permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau
periodontitis (Carranza, 2006).
Cairan sulkus gingiva bersifat alkali sehingga dapat mencegah terjadinya
karies pada permukaan enamel dan sementum yang halus. Keadaan ini menunjang
netralisasi asam yang dapat ditemukan dalam proses karies di area tepi gingiva.
Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai
keadaan jaringan periodontal secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak
sebelum terlihatnya perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan
keadaan normal (Carranza, 2006).
b.

Komposisi Cairan Sulkus Gingiva


Banyak penelitian berusaha untuk menggunakan komponen dari cairan sulcus

gingiva untuk mengidentifikasikan atau mendiagnosis penyakit yang aktif,


mengantisipasi resikonya, menentukan perkembangannya, dan menggunakan
sebagai indikator dari kehilangan jaringan atau untuk respon pada pengobatan.
1. Materi Darah.
Materi darah ada pada cairan sulcus gingiva adalah polimofunuklear
leukosit, neutrofil, monosit, makrofag dan limfosit.
a. Polimorfonuklear leukosit, merupakan sel paling aktif yang keluar
dari pembuluh darah melalui epitel perlekatan masuk ke dalam sulcus
gingiva. Berberapa peneliti menyebutkan bahwa kecepatan migrasi
polimorfonuklear leukosit mempunyai hubungan dengan keparahan
gingivitis (Taqwim, 2012).
b. Neutrofil, bermigrasi melalui epitel perlekatan ke sulcus gingiva. Pada
sulcus, neutrofil membentuk rintangan diantara epitel dan plak yang

munkin mencegah invasi bakteri pada epitel dan jaringan ikat di


bawahnya, oleh karena itu, neutrofil dapat memperkecil efek merusak
dari plak bakteri (Taqwim, 2012).
c. Monosit, merupakan sel imatur yang mempunyai sedikit kemmpuan
untuk melawan agen-agen yang menyebabkan infeksi.
d. Limfosit, merupakan leukosit kedua terbanyak di dalam darah sesudah
leukosit neutrofil. Sekitar 25-35% dari jumlah seluruh leukosit darah
adalah limfosit. Funsi penting leukosit adalah pertahanan mekanisme
terhadap benda asing dan menghasilkan berbagai benda asing atau
senyawa asing (Taqwim, 2012).
2. Elektolit
Konsentrasi elektrolit yang telah diukur pada cairan sulcus gingiva
lebih banyak dibanding konsentrasi elektrolit pada plasma. Ini mencakup
sodium, potasium, kalsium, dan magnesium. Konsentrasi ion-ion tersebut
akan meningkat pada keadaan gingiva meradang. Selain itu peneliti
berpendapat, ion Ca++ dalam konsentrasi tinggi dapat berperan dalam
pembentukan kalukulus subgingiva (Taqwim, 2012).
3. Protein
Konsentrasi

total

protein

digunakan

sebagai

alat

untuk

mengevaluasi inflamasi gingiva dan aktivitas penyakit periodontal.


Penelitian melaporkan aktivitas kolagenase pada CSG atau jaringan
gingiva dari pasien dengan periodontitis lebih tinggi daripada mereka yang
sehat. Peneliti juga mengatakan aktivitasnya meningkat dengan keparahan
(Taqwim, 2012).
4. Sistem fibrinolisis.
Sistem fibrinolisis merupakan suatu sistem penghancuran fibrin
yang merupakan salah satu faktor perekat epitel ke jaringan gigi.
Pendarahan gingiva merupakan tanda khas dari inflamasi pada
periodontitis, memberi kesan penyakit dari sistem pembekuan darah pada
lesi-lesi seperti itu. Mikroorganisme oral (Porphyromonas gingivalis)
mempunyai aktivitas fibrinogenolitik dan fibrinolitik. Enzim fibrinolitik

10

yang diproduksi adalah faktor penting dalam periodontitis (Taqwim,


2012).
5. Endotoksin bakteri.
Kehadiran endotoksin bakteri mempnyai korelasi positif dengan
inflamasi gingiva. Dinding sel bakteri gram jenis tertentu mempunyai
enzim cysteine desulfhydrase yang membentuk H2S dalam cairan sulcus
gingiva. H2S merupakan suatu metabolik toksik dan suatu substansi yang
dapat menimbulkan bau mulut (halitosis) yang tidak menyenangkan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa H2S pada CSG meningkat dengan
keparahan dari inflamasi gingiva (Taqwim, 2012).
6. Sel epitel deskuamasi.
Sel epitel deskuamasi merupakan sel sel epitel perlekatan terluar
yang terletak dekat dengan sulcus gingiva dan menyusun pertahanan
setempat (host). Sel sel ini secara terus menerus terlepas kedalam sulcus
gingiva dan diganti dengan sel yang bergerak ke koronal dari area dasar
epitel. Sel-sel ini berisi lisosom primer dan sekunder dan mempunyai
kapasitas fagosit, kecepatan pertukaran sel epitel juga berpengaruh dalam
mekanisme pertahanan di dalam rongga mulut (Taqwim, 2012).
7. Urea.
Peneliti menemukan urea didalam CSG. Tidak seorangpun
menyebutkan fungsi urea dalam CSG tetapi jumlah urea dalam CSG akan
menurun bila terjadi peradangan setempat. Urea mungkin sumber nitrogen
yang paling berlebihan pada rongga mulut (Taqwim, 2012).
Peranan cairan sulkus gingiva
1. Indikator penyakit periodontal
Dimana cairan CSG ini sangat peka terhadap rangsangan kimiawi
c.

maupun mekanis (Dewi, 2007).


2. Pencegahan terhadap karies karena sifatnya yang alkali sehingga dapat
mencegah terjadinya karies pada permkaan enamel dan sementum
yang halus (Dewi, 2007).

2.2.4

Jaringan konektif gingiva

11

1. Lapisan papillary
Berada dekat dengan epitel diantara rete pegs.
2. Lapisan Reticular
Berbatasan dengan periosteum tulang, terdiri dari bagian seluler dan
interselular.

Bagian

interseluler

mengandung

proteoglycan

dan

glicoprotein (terutama fibronectin yang mengikat fibroblast-fiber)


(Carranza, 2006).
2.2.5

Serat Gingiva /Serat Kolagen


Jaringan ikat margin gusi dipadati oleh kolagen tebal disebut serat-serat

gingival. Jaringan ikat ini berfungsi menahan margin gusi dengan kuat pada gigi,
menahan daya kunyah, menyatukan margin gusi dengan sementum dan dengan
gusi cekat. Serat gingival dapat dikelompokkan sebagai kelompok gingivodental,
kelompok sirkular, dan kelompok transeptal (Carranza, 2006).
2.2.6

Vaskularisasi Gingiva
Suplai darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu:
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva
pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar
yaitu arteri infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual
(Krismariono, 2009).
b. Pada daerah interdental percabangan arteri intraseptal (Krismariono,
2009).
c. Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah
gingival. Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama
dengan distribusi suplai darah

2.2.7

(Krismariono, 2009).

Gambaran Klinik Gingiva Normal Atau Sehat


a. Warna Gingiva
Warna attached gingiva dan marginal gingiva pada umumnya
berwarna pink yang dipengaruhi oleh suplai darah, ketebalan dan
tingkat keratinisasi epithelium dan adanya kandungan sel pigmen.
Warna gingiva bervariasi dan berbeda tergantung dari individunya
karena berhubungan dengan pigmentasi kutaneus. Warna gingiva lebih
terang pada individu yang berambut hitam. Warna gingiva pada anak
lebih kemerah-merahan dikarenakan adanya peningkatan vaskularisasi

12

dan epithelium yang lebih tipis dibandingkan dengan orang dewasa


(Willmann, 2007).
Attached gingiva yang berbatasan dengan mukosa alveolar pada
aspek bukal terlihat jelas sebagai Mucogingival Junction. Alveolar
mukosa berwarna merah, halus dan mengkilat, pink dan berstipling.
Epithelium mukosa alveolar lebih tipis, nonkeratinisasi dan tidak
mengandung rete pegs (Willmann, 2007).
b. Kontour Gingiva
Kontour gingiva sangat bervariasi dan bergantung pada bentuk
maupun kesejajarannya dalam lengkung gigi, lokasi dan bentuk daerah
kontak proksimal, serta luas embrasure gingiva sebelah fasial dan
lingual. Marginal gingiva mengelilingi gigi menyerupai kerah baju.
Selama masa erupsi gigi permanen, marginal gingiva lebih tebal dan
memiliki protuberantia atau tonjolan. Bentuk interdental gingiva
ditentukan oleh kontur permukaan proksimal gigi, lokasi, bentuk
daerah kontak, dan luas embrasure gingiva. Pada gigi yang versi
lingual, gingiva horizontal dan lebih tipis. Gingiva sehat memiliki
permukaan halus dan bergelombang di depan tiap gigi sedangkan gusi
yang meradang atau tidak sehat memiliki tepi yang menggembung atau
bulat (Willmann, 2007).
c. Konsistensi
Gingiva yang sehat mempunyai konsistensi gingiva padat, keras,
kenyal dan melekat erat pada tulang alveolar. Kepadatan attached
gingiva didukung oleh susunan lamina propria secara alami dan
hubungannya dengan mucoperiosteum tulang alveolar, sedangkan
kepadatan marginal gingiva di dukung oleh serat-serat gingiva
(Willmann, 2007).
d. Tekstur Permukaan
Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti kulit jeruk yang
lembut, tahan terhadap adanya pergerakan dan tampak tidak
beraturan, yang disebut stippling. Stippling adalah gambaran gingiva
sehat, dimana berkurang atau menghilangnya stippling umumnya

13

dihubungkan dengan adanya penyakit gingiva, Sedangakan gingiva


yang tidak sehat itu memiliki tekstur yang membengkak.Stippling
tampak terlihat pada anak usia 3 dan 10 tahun, sedangkan gambaran
ini tidak terlihat pada bayi. Pada awal masa erupsi gigi permanen,
stippling menunjukkan gambaran yang bergerombol dan lebih lebar
1/8 inci, meluas dari daerah marginal gingiva sampai ke daerah
attached gingival (Willmann, 2007).
e. Keratinisasi
Epitel yang menutupi permukaan luar marginal dan attached
gingiva mengalami keratinisasi maupun parakeratinisasi. Keratinisasi
dianggap sebagai suatu bentuk perlindungan terhadap penyesuaian
fungsi gingiva dari rangsangan atau iritasi. Lapisan pada permukaan
dilepaskan dalam bentuk helaian tipis dan diganti dengan sel dari
lapisan granular dibawahnya. Keratinisasi mukosa mulut bervariasi
pada daerah yang berbeda. Daerah yang paling banyak mengalami
keratinisasi adalah palatum, gingiva, lidah dan pipi (Willmann, 2007).
f. Posisi
Posisi gingiva menunjukkan tingkatan dimana marginal
gingiva menyentuh gigi. Gingiva melekat erat pada tulang rahang
sedangkan gingiva yang tidak sehat tidak melekat processus
alveolaris pada gigi dan pada gingiva yang sehat ketika masa erupsi
gigi, marginal dan sulkus gingiva berada di puncak mahkota. Selama
proses erupsi berlangsung. marginal dan sulkus gingival terlihat lebih
dekat kearah apikal (Willmann, 2007).
g. Ukuran
Ukuran gingiva menunjukkan jumlah total elemen seluler dan
intraseluler, serta vaskularisasinya. Penyakit gingival biasanya
ditandai

oleh

terjadinya

perubahan

ukuran

dari

komponen

mikroskopik dan adanya pertambahan ukuran gingiva merupakan


adanya tanda penyakit periodontal (Willmann, 2007).

14

Gambaran Klinis Gingiva Normal


2.3 Sementum
Sementum merupakan struktur terkalsifikasi (avaskuler mesenchymal) yang
menutupi permukaan luar anatomis akar, yang terdiri atas matriks terkalsifikasi
yang mengandung serabut kolagen. Sementum menutupi dentin akar gigi mulai
dari bagian korona akar sampai ujung bawahnya. Komposisi sementum terdiri
atas: komponen organic 50-55 %, komponen anorganik 45-50 %, dan air 1%.

Gambar 4. Sementum
a. Tipe Sementum
1. Sementum Aseluler
Secara kronologis sementum aseluler pertama-tama ditimbun pada
dentin membentuk pertemuan sementum-dentin, dan biasanya menutupi
sepertiga servikal dan sepertiga tengah akar. Sementum aseluler tidak
mengandung sel, terbentuk sebelum gigi mencapai oclusal plane (erupsi),
ketebalannya sekitar 30-230 m. Serabut sharpey membentuk sebagian
besar struktur aseluler sementum. Selain itu juga, mengandung fibrilfibril kolagen yang terkalsifikasi yang tersusun beraturan atau parallel
terhadap permukaan (Chandra, 2004).

15

Gambar 5. Sementum aseluler tampak radiologi


2. Sementum Seluler
Sementum seluler biasanya ditumpuk pada sementum aseluler
pada sepertiga apikal akar dan bergantian dengan lapisan sementum
aseluler. Sementum seluler ditumpuk pada kecepatan yang lebih besar
daripada sementum aeluler dan dengan demikian menjebak sementoblas
di dalam matriks. Sel-sel yang terjebak ini disebut sementosit. Sementosit
terletak pada kripta sementum dan dikenal sebagai lacuna Sementum
seluler banyak ditemukan di daerah apikal dan bifurkasi akar gigi. Lebih
sedikit terkalsifikasi daripada tipe aseluler, serabut sharpey porsinya
sedikit, dan terpisah dari serabut lain yang tersusun parallel pada
permukaan akar, lebih tebal dari aseluler sementum (Chandra, 2004).

Gambar 6. Sementum seluler


2.3.1 Ciri-Ciri Sementum
1. Mengandung sementosit dengan jaringan mineralnya.
2. Terbentuk setelah erupsi gigi dan kurang mengapur dari pada sementum
aseluler.

16

3. Ketebalan berkisar antara 150 sampai 200 m.4. Dibentuk oleh sedikit
serat Sharphey, sementum aseluler (Chandra, 2004).
4. Tidak mengandung sementosit di dalam jaringan bermineralnya.
5. Terbentuk pertama kali dan membungkus sekitar bagian ketiga servikal
atau setengah dari akar (Chandra, 2004).
6. Sementum aseluler baru tidak terbentuk selama gigi masih hidup
(kondisi sehat) (Chandra, 2004).
7. Ketebalan sekitar 30 sampai 60 m. Hingga saat ini, penghilangan
sementum secara sengaja merupakan perawatan sementum yang tidak
terlindungi oleh migrasi apikal JE (Junctional Epitelium). Penghilangan
sementum pada setengah mahkota akar harus dihindari selama
bertahun-tahun, pemakaian instrumen secara terus-menerus dapat
menghilangkan seluruh sementum dan membuka dentin. Perlindungan
terhadap sementum adalah baik karena kehilangan sementum akan
diikuti dengan terbukanya tubul dentin dan hilangnya perlekatan serat
PDL dengan permukaan akar (Chandra, 2004).

Gambar 7. Sementum
2.3.2 Macam Macam Tipe Sementum
Menurut Willmann pada tahun 2007, macam-macam tipe sementum
yaitu :
a. Sementum serabut intrinsik aseluler primer. Ini adalah sementum yang
pertama kali terbentuk dan telah ada sebelum serabut periodontium
utama terbentuk sempurna. Jaringan ini meluas dari tepi servikal ke
sepertiga akar gigi dan mengelilingi seluruh akar pada sejumlah gigi

17

lainnya (insisif dan kaninus). Di daerah permukaan, sementum lebih


termineralisasi dibandingkan di daerah dekat dentin dan mengandung
kolagen yang awalnya dihasilkan oleh sementoblas dan kemudian oleh
fibroblas (Willmann, 2007).
b. Sementum serabut ekstrinsik aseluler primer. Ini adalah sementum yang
terus-menerus terbentuk sekitar serabut periodontium primer setelah
keduanya telah digabungkan ke dalam sementum serabut intrinsik
aseluler primer (Willmann, 2007).
c. Sementum serabut intrinsik seluler sekunder. Sementum ini memiliki
penampilan seperti tulang dan hanya memainkan peran yang kecil
dalam perlekatan serabut. Sementum ini lebih sering di bagian apeks
akar premolar dan molar (Willmann, 2007).
d. Sementum serabut campuran seluler sekunder. Sementum ini adalah
suatu tipe adaptif dari sementum seluler yang melibatkan serabut
periodontium sambil terus berkembang. Distribusi dan perluasannya
sangat bervariasi dan dan dapat dikenali oleh adanya inklusi sementosit,
tampilannya yang berlapis-lapis, dan keberadaan sementoid di
permukaannya.- sementum afibril aseluler Ini adalah sementum yang
terdapat pada email yang tidak berperan dalam perlekatan serabut
(Willmann, 2007).
2.3.3 Tipe Sementum Berdasarkan Lokasi dan Pola
1. Sementum intermediet
Dinamakan sementum intermediet karena lokasinya berada di
antara dentin dan (yang akan menjadi) sementum fibrilar
(ditemukan pada bagian semento dentinal junction ) dari
sementoblas yang berasal dari folikel atau kantung gigi. Dapat
bersifat sebagai sementum maupun dentin (Bakar, 2002).

18

Gambar 8. Sementum Intermediet


2. Sementum campuran bertingkat
Sementum campuran bertingkat terbentuk dari fiber ekstrinsik
(Sharpheys) dan intrinsik (kolagen) dan mengandung sel pada
matriksnya (Chandra, 2004).
2.4 Tulang Alveolar
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons diantara dua lapis tulang kortikal.
Lempeng kortikal luar adalah lanjutan korteks mandibula atau maksila. Lempeng
kortikal dalam bersebelahan dengan membran periodontal gigi yang disebut
lamina dura. Tulang alveolar mengelilingi akar untuk membentuk sakunya.
Pembuluh darah dan saraf ke gigi menembus tulang alveolar ke foramen apikal
untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai
sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah
hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi resorpsi nyata dari
tulang alveolar (Bloom and Fawcett, 2002).
2.4.1

Stuktur Tulang Alveolar


Tulang alveolar tersusun atas alveolar bone proper dan supporting bone.

Alveolar bone proper adalah tulang yang melapisi soket. Dalam istilah radiologi
disebut lamina dura. Supporting bone meliputi compact cortical plates dan
spongy bone (Avery et all, 2002).
Gambar 9. Tulang Alveolar

a. Alveolar bone proper

19

Alveolar bone proper adalah lapisan tipis tulang yang mengelilingi akar gigi
dan memberikan perlekatan pada pada prinsipal fibers dari ligamen
periodontal. Alveolar bone proper membentuk lapisan dalam soket (Bathla,
2012).
b. Supporting alveolar bone
Supporting alveolar bone adalah tulang yang mengelilingi alveolar bone
proper dan memberikan dukungan pada soket. Supporting alveolar bone
terdiri dari dua bagian yaitu:
1. Cortical plates yang terdiri dari compact bone dan membentuk outer
dan inner plates dari tulang alveolar
2. Spongy bone yang mengisi area diantara plates dan alveolar bone
proper. Spongy bone juga disebut trabecular bone atau cancellous bone
(Bathla, 2012).
Gambar 10. Struktur Tulang Alveolar

2.4.2
a.
b.
c.
d.

Komposisi Tulang Alveolar


Inorganik: 67% hydroxyapatite
Organik: 33%
Kolagen 28% tipe I terutama, tipe III, V, XII dan XIV
Protein non-kolagen 5% yaitu berupa osteonectin, oateopontin, bone
sialoprotein, osteocalcin, bone proteoglycan, biglycan, bone proteoglycan II
decorin, thrombospodin dan bone morphogenetic proteins (BMPs) (Bathla,
2012).

2.4.3

Komponen Seluler Tulang Alveolar


Menurut Bathla (2012), komponen seluler dari tulang alveolar antara lain:
a. Osteoblas
Umumnya selnya cuboidal atau sedikit memanjang yang melapisi
sebagian besar permukaan tulang
b. Osteosit

20

Selama osteoblas mensekresikan matriks tulang, beberapa dari mereka


menjadi terperangkap dalam lacuna dan disebut osteosit
c. Osteoklas
Ini adalah multinucleated sel raksasa dengan ukuran 50 hingga 100m
d. Osteoprogenitor cells
Sel ini panjang, populasi stem sel tipis untuk mengahasilkan osteobeas
e. Bone lining cells
f. Periosteum, terdiri dari lapisan dalam osteoblas yang dikelilingi oleh
osteoprogenitor cells
g. Endosteum, tersusun dari lapisan tunggal osteoblas dan sejumlah kecil
jaringan ikat (Bathla, 2012).
2.5 Ligamen Periodontal
Ligamen adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang.
Akar gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur
jaringan ikat yang dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal tidak hanya
menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada soketnya
dan menyerap beban yang mengenai gigi. Beban selama mastikasi, menelan dan
berbicara sangat besar variasinya, juga frekuensi, durasi dan arahnya. Struktur
ligamen biasanya menyerap beban tersebut secara efektif dan meneruskannya ke
tulang pendukung (Manson, 1993).

Gambar 11. Ligamen Periodontal


1. Struktur ligamen periodontal

21

Ketebalan ligamen bervariasi dari 0,3-0,1 mm. Ligamen periodontal yang


terlebar pada mulut soket dan pada apeks gigi dan yang tersempit adalah pada
aksis rotasi gigi yang terletak sedikit apikal dari pertengahan akar. Pada
keadaan sehat, gigi mempunyai rentang gerakan yang normal. Seperti sebagian
rangka lainnya, stes fungsional dibutuhkan untuk mempertahankan integritas
ligamen periodontal, bila stres fungsional besar, ligamen biasanya juga lebih
tebal dan bila gigi tidak berfungsi ligamen akan menjadi tipis setipis 0,06 mm.
Dengan terjadinya proses penuaan, ligamen akan menjadi lebih tipis (Manson,
1993).
Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah principal fibers
(serabut-serabut dasar). Menurut Phinney and Halstead (2003), enam grup dari
prinsipal fibers yaitu:
a. Alveolar crest, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan tilting
b. Horizontal, berfungsi dengan cara yang kebanyakan sama dengan alveolar
crest
c. Oblique, merupakan fibers grup yang sangat banyak. Fungsinya adalah
untuk menahan gaya intrusif yang mendorong gigi ke dalam
d. Apikal, berfungsi untuk menahan gaya yang mencoba untuk menarik gigi
keluar, dan juga gaya rotasi
e. Interradicular, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi
pada kontak interproksimal
f. Interdental (transeptal), berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan
memegang gigi di daerah kontak interproksimal

Gambar 12. Prinsipal Fibers dari Ligamen Periodontal


2. Komponen ligamen periodontal
Menurut Willmann (2007), komponen ligamen periodontal meliputi:
a. Sel

22

Sel ligamen periodontal yang utama adalah fibroblast dengan beberapa


sementoblas dan osteoblas

Gambar 13. Sel-sel pada Ligamen Periodontal Matriks ekstraseluler


1) Matriks ekstraseluler ligamen periodntal mirip dengan matriks
ekstraseluler jaringan ikat lainnya.
2) Bundel serabut dari ligamen periodontal adalah jaringan penghubung
khusus yang mengelilingi akar dari gigi dan menghubungkannya
dengan tulang alveolar. Serabut ini adalah komponen terbesar dari
ligamen periodontal.
3) Saraf dan suplai darah ligamen periodontal
Ligamen mempunyai anyaman pembuluh darah yang sangat
banyak didapat dari arteri apikal dan pembuluh yang berpenetrasi
pada tulang alveolar. Terdapat anastomosis dalam jumlah besar
dengan pembuluh darah gingiva. Bundel saraf

dari trigeminus

berjalan bersama pembuluh darah dari apeks dan melintasi tulang


alveolar untuk mensuplai ligamen dengan reseptor tactile, tekanan dan
rasa sakit. Saraf tampaknya berakhir sebagai ujung saraf bebas atau
struktur berbentuk kumparan yang berhubungan dengan aktifitas
proprioseptif yang terpusat untuk mengontrol sistem mastikasi pada
saat menelan, mengunyah dan berbicara (Manson, 1993).
a. Saraf
Saraf ditemukan pada ligamen melewati foramen pada tulang
alveolar. Saraf ini merupakan cabang dari divisi saraf kedua dan
ketiga dari saraf kranial kelima (saraf trigeminus). Saraf ini

23

mengikuti jalur yang sama dengan pembuluh darah (Chandra,


2004).
b. Pembuluh darah
Suplai darah utama dari ligamen periodontal adalah dari arteri
alveolaris superior dan inferior. Anastomosis arterivenous utama
terjadi dalam ligamen. Pembuluh darah berasal dari:
1. Cabang dari pembuluh darah apikal, yaitu pembuluh darah
yang mensuplai pulpa
2. Cabang dari pembuluh darah intra-alveolar, berjalan horizontal
dan menembus tulang alveolar untuk masuk ke dalam ligamen
periodontal
3. Cabang dari pembuluh darah gingiva (Chandra, 2004).
4) Substansi dasar ligamen periodontal
Ligamen periodontal mempunyai 2 grup substansi utama yaitu
proteoglycans dan glycoprotein. Dua grup ini tersusun atas protein
dan polisakarida. Substansi dasar pada ligamen periodontal adalah
70% berupa air. Fungsi substansi dasar adalah mentransportasikan
makanan ke sel dan membuang produk dari sel ke pembuluh darah
(Chandra, 2004).
5) Fungsi ligamen periodontal
Menurut Willmann (2007), fungsi ligamen periodontal meliputi
fungsi suportive, formative, resorptive, sensory and nutritive
a. Fungsi suportive
Fungsi suportive ligamen periodontal antara lain
1. Melekatkan tulang ke soket gigi
2. Menangguhkan gigi dalam soketnya, memisahkannya dari
dinding soket, sehingga akar tidak bertabrakan dengan
tulang ketika mastikasi
b. Fungsi formative
Ligamen periodontal mengandung

sementoblas

yang

memproduksi sementum sepanjang kehidupan gigi, semenata


osteoblas mempertahankan tulang dari soket gigi
c. Fungsi resorptive
Dalam merespon tekanan yang berat, sel dari ligamen
periodontal dapat memproduksi resorbsi tulang dengan cepat
dan kadang-kadang meresorpsi sementum (Willmann, 2007).
d. Fungsi sensory
Ligamen periodontal disuplai dengan serabut saraf yang
mengirimkan tekanan taktil dan sensanyi nyeri

24

e. Fungsi nutritive
Ligamen periodontal disuplai oleh pembuluh darah yang
menyediakan nutrien untuk sementum dan tulang (Willmann,
2007).
2.6 Kelainan pada jaringan periodontal
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan
periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah
proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa
adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan Gingivitis. Apabila
penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan
terus berkembang

mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau

sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis (Wilmann, 2007).


Tiga tahap pertama yaitu permulaan, dini dan menetap merupakan tahap
pada diagnosa gingivitis dan tahap parah merupakan diagnosa periodontitis.
Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi pada anak-anak
dan remaja dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gingivitis kronis
Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)
Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)
Periodontitis kronis
Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
Periodontitis Prepubertas (Wilmann, 2007).
2.6.1 Gejala Klinis
Untuk mengungkapkan gejala-gejala penyakit periodontal dapat dinilai
melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologis.
1

Gingivitis Kronis
Prevalensi gingivitis pada anak usia 3 tahun dibawah 5 %, pada
usia tahun 50 % dan angka tertinggi yaitu 90 % pada anak usia 11 tahun.
Sedangkan anak usia diantara 11-17 tahun mengalami sedikit penurunan
yaitu 80- 90 % (Wilmann, 2007).
Gingivitis biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gigi sulung
maupun gigi tetap dan menyebabkan rasa sakit. Pada anak usia 6-7 tahun
saat gigi permanen sedang erupsi, gingival marginnya tidak terlindungi
oleh kontur mahkota gigi. Keadaan ini menyebabkan sisa makanan masuk
ke dalam gingiva dan menyebabkan peradangan. Terjadi inflamasi gingiva

25

tanpa adanya kehilangan tulang atau perlekatan jaringan ikat (Wilmann,


2007).
Tanda pertama dari inflamasi adanya hiperamie, warna gingiva
berubah dari merah muda menjadi merah tua, disebabkan dilatasi kapiler,
sehingga jaringan lunak karena banyak mengandung darah. Gingiva
menjadi besar (membengkak), licin, berkilat dan keras, perdarahan gingiva
spontan atau bila dilakukan probing, gingiva sensitif, gatal-gatal dan
terbentuknya saku periodontal akibat rusaknya jaringan kolagen. Muncul
perlahan-lahan dalam jangka lama dan tidak terasa nyeri kecuali ada
komplikasi dengan keadaan akut. Bila peradangan ini dibiarkan dapat
berlanjut menjadi periodontitis (Wilmann, 2007).
2

Periodontitis Juvenile Lokalisata (LJP)


a. Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada
umur 10-11 tahun.
b. Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki (3 : 1).
c. Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus.
d. Angka karies biasanya rendah.
e. Netrofil memperlihatkan kelainan khemotaksis dan fagositosis.
f. Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada gigi, tetapi
pada tempat yang dirusak dijumpai kalkulus subgingiva.
g. Gingiva bisa kelihatan normal tetapi dengan probing bisa terjadi
3

perdarahan dan gigi yang dikenai akan terlihat goyang (Wilmann, 2007).
Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)
GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh pada
gigi permanen dan dijumpai

penumpukan plak yang banyak serta

inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar satu dan
semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P, M2) (Wilmann,
2007).

26

Gambar 14. Periodontitis Juvenile Generalisata


4

Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan
untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak
sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata
maupun prepubertas (Indriani, 2006).
a. Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi
kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat.
b. Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir sama
c. Angka karies biasanya tinggi
d. Respon host termasuk fungsi netrofil dan limposit normal (Indriani,
2006).

Gambar 15. Periodontitis Kronis


Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
a. Adanya lesi berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal
dengan daerah nekrosis yang luas, ditutupi / tidak ditutupi lapisan
pseudomembran berwarna putih keabu-abuan.
b. Lesi yang mengalami inflamasi akut menambah serangan rasa sakit
yang cepat, perdarahan dan sangat sensitif bila disentuh.
c. Gingiva berkeratin, edematus dan epitelnya terkelupas.
d. Mulut berbau, kerusakan kelenjar limpa , lesu dan perasaan
terbakar.

27

e. Penyakit ini sangat besar kemungkinan dipengaruhi beberapa


faktor etiologi sekunder seperti stress dan kecemasan. Dapat juga
dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kelelahan, daya tahan tubuh
yang menurun, kekurangan gizi, merokok, infeksi virus, kurang
tidur, disamping dipengaruhi faktor lokal lainnya (Indriani,
2006).

Periodontitis Prepubertas
a. Periodontitis

prepubertas

ada

menyeluruh. Bentuk terlokalisir

dua

bentuk

terlokalisir

dan

biasanya dijumpai pada usia 4

tahun dan mempengaruhi hanya beberapa gigi saja, sedangkan


bentuk menyeluruh dimulai saat gigi tetap mulai erupsi dan
b.
c.
d.
e.
f.

mempengaruhi semua gigi desidui (Indriani, 2006).


Pasien di bawah umur 12 tahun (4 atau 5 tahun).
Perbandingan jenis kelamin hampir sama.
Angka karies biasanya rendah.
Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit.
Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment) terlihat

secara radiografis.
g. Kerusakan jaringan

periodontal

lebih

cepat

pada

bentuk

generalisata dari pada bentuk terlokalisir (Indriani, 2006).


Gambar 16. Periodontitis Pubertas

Penyakit periodontal harus ditemukan secepatnya dan dirawat


sesegera mungkin setelah penyebab penyakit itu ditemukan. Tujuan dari
perawatan ini adalah untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih parah
dan kehilangan gigi (Indriani, 2006).

28

Menurut Glickman ada empat tahap yang dilakukan dalam


merawat penyakit periodontal yaitu :
1. Tahap jaringan lunak
Pada tahap ini dilakukan tindakan untuk meredakan inflamasi
gingiva, menghilangkan saku periodontal dan faktor-faktor penyebabnya.
Disamping itu juga untuk mempertahankan kontur gingiva dan hubungan
mukogingiva yang

baik. Pemeliharaan kesehatan jaringan periodontal

dapat dilakukan dengan penambalan lesi karies, koreksi tepi tambalan


proksimal yang cacat dan memelihara jalur ekskursi makanan yang baik.
2. Tahap fungsional
Hubungan oklusal yang optimal adalah hubungan oklusal yang
memberikan stimulasi fungsional yang baik untuk memelihara kesehatan
jaringan periodontal. Untuk mencapai hubungan oklusal yang optimal,
usaha yang

perlu dan dapat dilakukan adalah: occlusal adjustment,

pembuatan gigi palsu, perawatan ortodonti, splinting (bila terdapat gigi


yang mobiliti) dan koreksi kebiasaan jelek (misal bruksim atau clenching).
3. Tahap sistemik
Kondisi sistemik memerlukan perhatian khusus pada pelaksanaan
perawatan

penyakit

periodontal,

karena

kondisi

sistemik

dapat

mempengaruhi respon jaringan terhadap perawatan atau mengganggu


pemeliharaan kesehatan jaringan setelah perawatan selesai. Masalah
sistemik memerlukan kerja sama dengan dokter yang biasa merawat pasien
atau merujuk ke dokter spesialis.
4. Tahap pemeliharaan
Prosedur yang

diperlukan

untuk

pemeliharaan

kesehatan

periodontal yang telah sembuh yaitu dengan memberikan instruksi higine


mulut (kontrol plak), kunjungan berkala ke dokter gigi untuk memeriksa
tambahan (Indriani, 2006).
2.7 Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Periodontal

Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan
penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik

29

dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. Kerusakan tulang dalam


penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor lokal yaitu inflamasi
gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang
disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang
alveolar, sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar
pada sisi permukaan akar (Lamford, 1995).
2.7.1

Faktor Lokal (Ekstrinsik)


Faktor lokal penyebab penyakit periodontal meliputi :
1. Plak Bakteri
Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang
melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan
kebersihan mulut. Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra
gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang
berada apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di
daerah sulkus gingiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua
penyakit periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti
bahwa plak bakteri bersifat toksik (Lamford, 1995).
Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak langsung
dengan jalan :
a. Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh.
b. Mengurangi pertahanan jaringan tubuh
c. Menggerakkan proses immuno patologi.
Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama
terjadinya gingivitis, akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai
penyebabnya yang merupakan multifaktor, meliputi interaksi antara
mikroorganisme pada jaringan periodontal dan kapasitas daya tahan tubuh
(Lamford, 1995).
2. Kalkulus
Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang
mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah.
Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis (dapat
dilihat bahwa inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang

30

berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan
penyebab utama terjadinya penyakit periodontal. Faktor penyebab
timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral, melekat
pada permukaan kalkulus, mempengaruhi gingiva secara tidak langsung
(Lamford, 1995).
3. Impaksi makanan
Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan)
merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal.

Gigi

yang

berjejal

atau

miring

merupakan

tempat

penumpukan sisa makanan dan juga tempat terbentuknya plak, sedangkan


gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self cleansing yang tinggi.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi makanan
yaitu:
a. Perasaan tertekan pada daerah proksimal
b. Rasa sakit yang sangat dan tidak menentu
c. Inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering
berbau.
d. Resesi gingiva
e. Pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari
soketnya,sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan
sensitif terhadap perkusi.
f. Kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar (Lamford, 1995).
4. Pernafasan Mulut
Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan
buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau sementara. Permanen
misalnya pada anak dengan kelainan saluran pernafasan, bibir maupun
rahang, juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu lama. Sementara
misal pasien penderita pilek dan pada beberapa anak yang gigi depan atas
protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir. Keadaan ini
menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan bertambah pada
permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang,

31

populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan
akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal (Lamford,
1995).
5. Sifat fisik makanan
Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan
yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan
sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar
gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan
pembentukan karang gigi (Lamford, 1995).
Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga
menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah.
Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa tetapi dikulum di
dalam mulut sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair,
penumpukan makanan ini akan memudahkan terjadinya penyakit
(Lamford, 1995).
Makanan yang baik untuk gigi dan mulut adalah yang mempunyai
sifat selfn cleansing dan berserat yaitu makanan yang dapat membersihkan
gigi dan jaringan mulut secara lebih efektif, misalnya sayuran mentah yang
segar, buah-buahan dan ikan yang sifatnya tidak melekat pada permukaan
gigi (Lamford, 1995).
6. Iatrogenik Dentistry
Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena
pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan
perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan
kerusakan pada jaringan sekitar gigi. Dokter gigi harus memperhatikan
masa depan kesehatan jaringan periodontal pasien, misalnya :
1) Waktu melakukan penambalan pada permukaan proksimal
(penggunaan matriks) atau servikal, harus dihindarkan tepi
tambalan yang menggantung (kelas II amalgam), tidak baik
adaptasinya

atau

kontak

yang

salah,

karena

menyebabkan mudahnya terjadi penyakit periodontal.

hal

ini

32

2) Sewaktu

melakukan

pencabutan,

penyuntikan, penggunaan

dimulai

dari

saat

bein sampai tang pencabutan

dapat menimbulkan rusaknya gingiva karena tidak hati hati


3) Penyingkiran karang gigi (manual atau ultra skeler) juga harus
berhati hati, karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan
gingiva (Lamford, 1995).

7. Trauma dari oklusi


Trauma dari oklusi menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium,
tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik
oklusi. Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh :
1. Perubahan-perubahan tekanan oklusal
Misal : adanya gigi yang elongasi, pencabutan gigi yang tidak
diganti, kebiasaan buruk seperti bruksim, clenching.
2.
3.

Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan


oklusal.
Kombinasi keduanya.

2.7.2 Faktor Sistemik (Intrinsik)


Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat
diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan
material-material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila
keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal
yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi
yang dibutuhkan oleh sel-sel untuk penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang
seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja,
dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau
menyebabkan kerusakan jaringan periodontal (Lamford, 1995).
Faktor sistemik penyebab penyakit periodontal meliputi :
1. Demam yang tinggi
Pada anak-anak sering terjadi penyakit periodontal selama
menderita demam yang tinggi, (misal disebabkan pilek, batuk yang parah).
Hal ini disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan
mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya berbentuk

33

cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada mulut
menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit periodontal
(Macpee, 1995).
2. Defisiensi vitamin
Di antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada
jaringan periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan
ikat. Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit
periodontal, tetapi adanya iritasi local menyebabkan jaringan kurang dapat
mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi reaksi
inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan) (Macpee, 1995).
3. Drugs atau obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi
pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang,
yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit
jaringan periodontal, tetapi hyperplasia gingiva memudahkan terjadinya
penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri (Macpee, 1995).
4. Hormonal
Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan
hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat
inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab penyakit
periodontal

Anda mungkin juga menyukai