TINJAUAN PUSTAKA
alat periodontal probe dan permukaan gigi. Bagian ini juga merupakan salah
satu dinding jaringan lunak dari sulcus gingiva (Newman, 2002).
2. Attached gingiva
Attached gingiva tidak terpisah dengan marginal gingiva. Padat, lenting,
(resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar. Sampai meluas ke
mukosa alveolar yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko
gingival junction. Attached gingiva melekat erat ke periosteum tulang
alveolar. Lebarnya kurang lebih 1-9 mm. Pada bagian palatal maksila
gingiva ini berlanjut terus dengan mukosa palatum sedangkan pada bagian
lingual mandibula berakhir di perbatasannya dengan mukosa oral sampai
membran mukosa dasar mulut (Newman, 2002).
3. Interdental gingiva
Mengisi embrasus gingival, yaitu ruang proximal, di bawah daerah kontak
gigi. Interdental gingiva pada gigi bagian anterior berbentuk piramida, dan
bagian posterior berbentuk seperti lembah (Newman, 2002).
selnya
atau
disebut
keratinisasi.
Keratin
mempunyai
atau
berparakeratin
(parakeratinized)
yang
membalut
perluasannya mulai dari batas koronal epitel penyatu sampai ke krista tepi
gingival. Selain itu juga memiliki peran penting karena bertindak sebagai
membran semipermeabel yang dapat dirembesi oleh produk bakteri masuk
ke gingiva, dan oleh cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingival.
(Carranza, 2006).
d. Epitel penyatu
Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan
permukaan gigi dan berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada
usia muda epitel penyatu terdiri atas 3 4 lapis, namun dengan
bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 - 20 lapis
melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal.panjang epitel
penyatu ini bervariasi antara 0,25 - 1,35 mm merentang dari dasar sulkus
gingiva sampai 1,0 mm koronal dari batas semento-enamel pada gigi yang
belum mengalami resesi (Carranza, 2006).
Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada
sementum. Karena perlekatannya ke permukaan gigi, epitel penyatu dan
serat-serat gingiva dianggap sebagai suatu unit fungsional yang dinamakan
unit dentogingival (Carranza, 2006).
e. Pembaharuan gingiva
Epitel oral memgalami pembaharuan secara terus menerus. Ketebalan
epitel terpelihara oleh adanya keseimbangan antara pembentukan sel baru
pada lapisan basal dan lapisan spinosa dengan pengelupasan sel-sel tua
pada permukaan. Laju aktivitas mitotik tersebut paling tinggi pada pagi
hari dan paling rendah pada sore hari (Carranza, 2006).
2.2.3
Sulcus Gingiva
Sulkus ginggiva merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan
dinding sebelah dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah
epitel sebelah dalam dari gingiva bebas. Sulkus ini membetuk seperti huruf V, dan
kedalamnya dapat diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan yang sangat
normal dan bebas kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau mendekati 0,
namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus gingiva. Dengan kedalaman
tertentu. Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 - 1,8 mm. Kedalaman klinis
diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah 2,0 - 3,0 mm
(Carranza, 2006).
a.
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari
pembuluh darah yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari
jaringan gingiva yang sehat. Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah yang
terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun
meradang. Pada CSG dari gingival yang meradang jumlah polimorfonuklear
leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan
endotoksin bakteri bertambah banyak, sedangkan jumlah urea menurun.
Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel perlekatan yang
terdapat pada celah gusi dalam bentuk CSG. Pada keadaan normal, CSG yang
banyak mengandung leukosit ini akan melewati epitel perlekatan menuju ke
permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau
periodontitis (Carranza, 2006).
Cairan sulkus gingiva bersifat alkali sehingga dapat mencegah terjadinya
karies pada permukaan enamel dan sementum yang halus. Keadaan ini menunjang
netralisasi asam yang dapat ditemukan dalam proses karies di area tepi gingiva.
Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai
keadaan jaringan periodontal secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak
sebelum terlihatnya perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan
keadaan normal (Carranza, 2006).
b.
total
protein
digunakan
sebagai
alat
untuk
10
2.2.4
11
1. Lapisan papillary
Berada dekat dengan epitel diantara rete pegs.
2. Lapisan Reticular
Berbatasan dengan periosteum tulang, terdiri dari bagian seluler dan
interselular.
Bagian
interseluler
mengandung
proteoglycan
dan
gingival. Jaringan ikat ini berfungsi menahan margin gusi dengan kuat pada gigi,
menahan daya kunyah, menyatukan margin gusi dengan sementum dan dengan
gusi cekat. Serat gingival dapat dikelompokkan sebagai kelompok gingivodental,
kelompok sirkular, dan kelompok transeptal (Carranza, 2006).
2.2.6
Vaskularisasi Gingiva
Suplai darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu:
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva
pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar
yaitu arteri infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual
(Krismariono, 2009).
b. Pada daerah interdental percabangan arteri intraseptal (Krismariono,
2009).
c. Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah
gingival. Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama
dengan distribusi suplai darah
2.2.7
(Krismariono, 2009).
12
13
oleh
terjadinya
perubahan
ukuran
dari
komponen
14
Gambar 4. Sementum
a. Tipe Sementum
1. Sementum Aseluler
Secara kronologis sementum aseluler pertama-tama ditimbun pada
dentin membentuk pertemuan sementum-dentin, dan biasanya menutupi
sepertiga servikal dan sepertiga tengah akar. Sementum aseluler tidak
mengandung sel, terbentuk sebelum gigi mencapai oclusal plane (erupsi),
ketebalannya sekitar 30-230 m. Serabut sharpey membentuk sebagian
besar struktur aseluler sementum. Selain itu juga, mengandung fibrilfibril kolagen yang terkalsifikasi yang tersusun beraturan atau parallel
terhadap permukaan (Chandra, 2004).
15
16
3. Ketebalan berkisar antara 150 sampai 200 m.4. Dibentuk oleh sedikit
serat Sharphey, sementum aseluler (Chandra, 2004).
4. Tidak mengandung sementosit di dalam jaringan bermineralnya.
5. Terbentuk pertama kali dan membungkus sekitar bagian ketiga servikal
atau setengah dari akar (Chandra, 2004).
6. Sementum aseluler baru tidak terbentuk selama gigi masih hidup
(kondisi sehat) (Chandra, 2004).
7. Ketebalan sekitar 30 sampai 60 m. Hingga saat ini, penghilangan
sementum secara sengaja merupakan perawatan sementum yang tidak
terlindungi oleh migrasi apikal JE (Junctional Epitelium). Penghilangan
sementum pada setengah mahkota akar harus dihindari selama
bertahun-tahun, pemakaian instrumen secara terus-menerus dapat
menghilangkan seluruh sementum dan membuka dentin. Perlindungan
terhadap sementum adalah baik karena kehilangan sementum akan
diikuti dengan terbukanya tubul dentin dan hilangnya perlekatan serat
PDL dengan permukaan akar (Chandra, 2004).
Gambar 7. Sementum
2.3.2 Macam Macam Tipe Sementum
Menurut Willmann pada tahun 2007, macam-macam tipe sementum
yaitu :
a. Sementum serabut intrinsik aseluler primer. Ini adalah sementum yang
pertama kali terbentuk dan telah ada sebelum serabut periodontium
utama terbentuk sempurna. Jaringan ini meluas dari tepi servikal ke
sepertiga akar gigi dan mengelilingi seluruh akar pada sejumlah gigi
17
18
Alveolar bone proper adalah tulang yang melapisi soket. Dalam istilah radiologi
disebut lamina dura. Supporting bone meliputi compact cortical plates dan
spongy bone (Avery et all, 2002).
Gambar 9. Tulang Alveolar
19
Alveolar bone proper adalah lapisan tipis tulang yang mengelilingi akar gigi
dan memberikan perlekatan pada pada prinsipal fibers dari ligamen
periodontal. Alveolar bone proper membentuk lapisan dalam soket (Bathla,
2012).
b. Supporting alveolar bone
Supporting alveolar bone adalah tulang yang mengelilingi alveolar bone
proper dan memberikan dukungan pada soket. Supporting alveolar bone
terdiri dari dua bagian yaitu:
1. Cortical plates yang terdiri dari compact bone dan membentuk outer
dan inner plates dari tulang alveolar
2. Spongy bone yang mengisi area diantara plates dan alveolar bone
proper. Spongy bone juga disebut trabecular bone atau cancellous bone
(Bathla, 2012).
Gambar 10. Struktur Tulang Alveolar
2.4.2
a.
b.
c.
d.
2.4.3
20
21
22
dari trigeminus
23
sementoblas
yang
24
e. Fungsi nutritive
Ligamen periodontal disuplai oleh pembuluh darah yang
menyediakan nutrien untuk sementum dan tulang (Willmann,
2007).
2.6 Kelainan pada jaringan periodontal
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan
periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah
proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa
adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan Gingivitis. Apabila
penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan
terus berkembang
Gingivitis kronis
Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)
Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)
Periodontitis kronis
Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
Periodontitis Prepubertas (Wilmann, 2007).
2.6.1 Gejala Klinis
Untuk mengungkapkan gejala-gejala penyakit periodontal dapat dinilai
melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologis.
1
Gingivitis Kronis
Prevalensi gingivitis pada anak usia 3 tahun dibawah 5 %, pada
usia tahun 50 % dan angka tertinggi yaitu 90 % pada anak usia 11 tahun.
Sedangkan anak usia diantara 11-17 tahun mengalami sedikit penurunan
yaitu 80- 90 % (Wilmann, 2007).
Gingivitis biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gigi sulung
maupun gigi tetap dan menyebabkan rasa sakit. Pada anak usia 6-7 tahun
saat gigi permanen sedang erupsi, gingival marginnya tidak terlindungi
oleh kontur mahkota gigi. Keadaan ini menyebabkan sisa makanan masuk
ke dalam gingiva dan menyebabkan peradangan. Terjadi inflamasi gingiva
25
perdarahan dan gigi yang dikenai akan terlihat goyang (Wilmann, 2007).
Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)
GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh pada
gigi permanen dan dijumpai
inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar satu dan
semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P, M2) (Wilmann,
2007).
26
Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan
untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak
sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata
maupun prepubertas (Indriani, 2006).
a. Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi
kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat.
b. Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir sama
c. Angka karies biasanya tinggi
d. Respon host termasuk fungsi netrofil dan limposit normal (Indriani,
2006).
27
Periodontitis Prepubertas
a. Periodontitis
prepubertas
ada
dua
bentuk
terlokalisir
dan
secara radiografis.
g. Kerusakan jaringan
periodontal
lebih
cepat
pada
bentuk
28
penyakit
periodontal,
karena
kondisi
sistemik
dapat
diperlukan
untuk
pemeliharaan
kesehatan
Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan
penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik
29
30
berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan
penyebab utama terjadinya penyakit periodontal. Faktor penyebab
timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral, melekat
pada permukaan kalkulus, mempengaruhi gingiva secara tidak langsung
(Lamford, 1995).
3. Impaksi makanan
Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan)
merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal.
Gigi
yang
berjejal
atau
miring
merupakan
tempat
31
populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan
akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal (Lamford,
1995).
5. Sifat fisik makanan
Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan
yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan
sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar
gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan
pembentukan karang gigi (Lamford, 1995).
Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga
menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah.
Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa tetapi dikulum di
dalam mulut sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair,
penumpukan makanan ini akan memudahkan terjadinya penyakit
(Lamford, 1995).
Makanan yang baik untuk gigi dan mulut adalah yang mempunyai
sifat selfn cleansing dan berserat yaitu makanan yang dapat membersihkan
gigi dan jaringan mulut secara lebih efektif, misalnya sayuran mentah yang
segar, buah-buahan dan ikan yang sifatnya tidak melekat pada permukaan
gigi (Lamford, 1995).
6. Iatrogenik Dentistry
Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena
pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan
perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan
kerusakan pada jaringan sekitar gigi. Dokter gigi harus memperhatikan
masa depan kesehatan jaringan periodontal pasien, misalnya :
1) Waktu melakukan penambalan pada permukaan proksimal
(penggunaan matriks) atau servikal, harus dihindarkan tepi
tambalan yang menggantung (kelas II amalgam), tidak baik
adaptasinya
atau
kontak
yang
salah,
karena
hal
ini
32
2) Sewaktu
melakukan
pencabutan,
penyuntikan, penggunaan
dimulai
dari
saat
33
cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada mulut
menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit periodontal
(Macpee, 1995).
2. Defisiensi vitamin
Di antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada
jaringan periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan
ikat. Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit
periodontal, tetapi adanya iritasi local menyebabkan jaringan kurang dapat
mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi reaksi
inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan) (Macpee, 1995).
3. Drugs atau obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi
pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang,
yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit
jaringan periodontal, tetapi hyperplasia gingiva memudahkan terjadinya
penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri (Macpee, 1995).
4. Hormonal
Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan
hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat
inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab penyakit
periodontal