Anda di halaman 1dari 20

PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK

SIMULASI IN-VITRO MODEL FARMAKOKINETIKA


Dosen Pengampu :
Siti Maimunah, M.Farm., Apt.
Dr. Yudi Purnomo, M.Kes., Apt.

Oleh:
NAMA

: Mutholiatul Masyrifah

NIM

: 13670037

KELAS

:B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas serta toksisitas suatu obat tergantung pada lama keberadaan dan
perubahan zat aktif di dalam tubuh. Aktivitas ini dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Nasib obat di dalam tubuh dikenal dengan istilah farmakokinetika.
Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan
profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan selanjutnya menentukan
aktivitas terapeutik obat. Fase farmakokinetika terdiri dari absorpsi, distribusi,
metabolism, dan ekskresi.
Farmakokinetika obat dapat diilustrasikan dalam model yang dikenal
dengan istilah model farmakokinetika atau kompartemen. Model farmakokinetik
sendiri dapat memberikan penafsiran yang lebih teliti tentang hubungan kadar
obat dalam plasma dan respons farmakologik. Salah satu model kompartemen
yang biasa digunakan untuk perhitungan farmakokinetika adalah model
kompartemen satu terbuka.
Mempelajari ilustrasi model kompartemen secara teoritis perlu didukung
dengan aplikasi untuk lebih memudahkan pemahaman mahasiswa. Oleh sebab itu,
pada praktikum ini dilakukan praktikum model farmakokinetika dengan bahan
rhodamin B. Rhodamin diibaratkan sebagai obat yang beredar di dalam tubuh.
Dengan begitu, mahasiswa dapat lebih jelas memahami bagaimana kinerja obat di
dalam tubuh sesuai dengan teori model farmakokinetika.
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui penentuan parameter farmakokinetika
berdasarkan simulasi in-vitro model farmakokinetika (kompartemen satu terbuka).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Farmakokinetika


Model

farmakokinetik

merupakan

model

matematika

yang

menggambarkan hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap


individu. Parameter dari model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya
penting dalam penentuan observasi dari konsentrasi atau efek obat. Parameter
tersebut antara lain terdiri dari beberapa parameter antara lain parameter primer
yang terdiri dari volume distribusi (Vd); klerens (Cl); dan kecepatan absorbsi
(Ka), parameter sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K); dan waktu paruh
(T1/2), serta parameter-parameter turunan. Model farmakokinetik tersebut
mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan
aturan dosis yang sesuai (Aiache, 1993).
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambarkan dengan
suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi
dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadangkadang perlu untuk menggunakan multikompartemen, dimulai dengan determinasi
apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model kompartemen satu dan jika
tidak pas coba dapat mencoba model yang memuaskan. Sebenarnya tubuh
manusia

adalah

model

kompartemen

multimillion

(multikompartemen),

mengingat konsentrasi obat tiap organel berbeda-beda. (Hakim, L., 2014).


Model kompartemen yang sering digunakan adalah model kompartemen
satu terbuka, model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam
plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam
jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap
jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Di samping itu, obat di
dalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan
konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988).
Jika tubuh diasumsikan sebagai satu kompartemen, tidak berarti bahwa
kadar obat sama di dalam setiap jaringan atau organ, namun asumsi yang berlaku

pada model tersebut ialah bahwa perubahan kadar obat di dalam darah
mencerminkan perubahan kadar obat di jaringan. Lalu eliminasi (metabolism dan
ekskresi) obat dari tubuh setiap saat sebanding dengan jumlah atau kadar obat
yang tersisa di dalam tubuh pada saat itu (Ritschel, 1992).
2.2 Jalur Intravaskuler dan Ekstravaskuler
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada
pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik
tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular
umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda,.dkk, 1995).
Model farmakokinetika untuk obat yang diberikan dengan injeksi

IV

cepat. D: obat dalam tubuh; Vd: Volume distribusi; K: tetapan laju eliminasi.
Setelah ditentukan nilai Cp dan K, berbagai parameter farmakokinetik obat yang
berkaitan dengan cara pemberian obat secara bolus intravaskuler dapat dihitung,
seperti: (Hakim, L, 2014)

volume distribusi (Vd): volume dalam tubuh di mana obat

terlarut,
klirens (Cl),
waktu paruh eliminasi (t )
Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC)
Bioavalaibilitas (ketersediaan hayati)

Vd = D/Cp
Cl = Vd.Ke
t = 0,693/K
AUC= (C1+C0) x (t1-t0)
2
Absorpsi sistemik suatu obat melalui saluran gastrointestinal atau tempat
absorpsi lain tergantung sifat fisiko kimia obat, bentuk sediaan, dan anatomi
fisiologi tempat absorpsi. Factor-faktor seperti luas permukaan saluran cerna,
kecepatan pengosongan lambung, motilitas gastrointestinal, metabolism oleh
mikroflora usus, dana aliran darah di tempat absorpsi, semuanya dapat
mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi (Shargel dkk, 2005).
Pada pemberian ekstravaskuler ini terdapat proses absorpsi obat, pada
waktu ke 0 tidak ada obat pada sirkulasi sistemik, dan setelah absorpsi konsentrasi
meningkat dan berkurang setelah eliminasi. Bentuk model yang menerangkan
kinetik obat setelah pemberian ekstravaskuler adalah: (Hakim, L., 2014)

Persamaan yang merangkan perubahan kadar obat dalam darah, plasma,


serum, atau sampel hayati lainnya pada tiap waktu (Ct) adalah: (Hakim, L., 2014)

= ketersediaan hayati (bioavailabilitas)

Dev

= dosis obat yang diberikan secara ekstravaskular

Dari persamaan terebut dapat diketahui bahwa semakin cepat atau banyak
obat yang diabsorpsi masuk ke dalam sistem sirkulasi atau semakin besar dosis,
maka semakin cepat dan tinggi kadar obat di dalam darah. Demikian sebaliknya,
semakin banyak obat yang terdistribusi ke dalam jaringan, semakin rendah kadar
obat di dalam darah.

DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M, 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2. Surabaya: Penerbit


Airlangga University Press.
Hakim, L., 2014. Farmakokinetik. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Ritschel, W.A. dan Kearns, G.L. 1992. Handbook of Basic PharmacokineticsIncluding
Clinical Aplications, 6th ed., Washington: AphA.
Shargel, Leon., Yu, Andrew B. C., 2005. Applied Biopharmaceutical and
Pharmacokinetics fifth edition. New York: the McGraw-Hill companies.
Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna. 1995. Pengantar Farmakologi. Dalam
Farmakologi dan Terapi Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia Press.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Spektrofotometri


4.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

Penentuan panjang gelombang maksimal ( max) dilakukan pada


konsentrasi 3 ppm, hasilnya panjang gelombang maksimal dicapai pada nilai
panjang gelombang sebesar 554,0 nm
.4.1.2 Tabel Larutan Baku
KONSENTRASI
0,25 ppm
0,5 ppm
1 ppm
2 ppm
3 ppm
5 ppm
4.1.3 Kurva Larutan Baku

ABSORBANSI
0,0329
0,0799
0,1759
0,3758
0,5462
0,8978

4.1.4 Data Rute Intravaskular


WAKTU
(Menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70

ABSORBANSI
0,4627
0,4805
0,4535
0,3999
0,4383
0,4252
0,4229
0,4061
0,3981
0,3887
0,3634
0,3505
0,3628
0,3401
0,3405

KONSENTRASI

LOG KONSENTRASI

OBAT (ppm)
2,569078947
2,666666667
2,518640351
2,224780702
2,435307018
2,363486842
2,350877193
2,25877193
2,214912281
2,163377193
2,024671053
1,953947368
2,021381579
1,896929825
1,899122807

OBAT
0,40977745
0,425968732
0,401166157
0,347287209
0,38655372
0,373553189
0,371229943
0,353872382
0,345356531
0,335132247
0,306354474
0,290912861
0,305648304
0,278051265
0,278553049

4.1.5 Data Rute Ekstravaskular


WAKTU
(Menit)
0
5

ABSORBANSI
0,4627
0,4805

KONSENTRASI

LOG KONSENTRASI

OBAT (ppm)
2,569078947
2,666666667

OBAT
0,40977745
0,425968732

10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70

0,4535
0,3999
0,4383
0,4059
0,4383
0,4239
0,4082
0,4120
0,3990
0,3886
0,3853
0,3742
0,3608

2,518640351
2,224780702
2,435307018
2,257675439
2,435307018
2,356359649
2,270285088
2,291118421
2,219846491
2,162828947
2,144736842
2,083881579
2,010416667

0,401166157
0,347287209
0,38655372
0,353661508
0,38655372
0,372241577
0,356080397
0,360047537
0,346322943
0,335022174
0,331374012
0,318873036
0,303286076

4.2 Pembahasan
Dalam memahami permodelan farmakokinetika, dapat dilakukan simulasi
in-vitro. Model kompartemen satu terbuka merupakan model yang umumnya
digunakan untuk permodelan farmakokinetika. Pada praktikum kali ini dilakukan
simulasi in-vitro model kompartemen satu terbuka dengan reaksi orde kesatu.
Simulasi dilakukan baik dalam rute intravaskuler maupun rute ekstravaskuler.
Rute intravaskuler dimodelkan untuk obat-obat IV dan rute ekstravaskuler
dimodelkan untuk obat-obat yang biasanya melalui fase absorpsi, seperti obat
oral.
Sampel yang digunakan adalah rhodamine B. Rhodamine B dianggap
sebagai obat yang diberikan melalui rute IV maupun ekstravaskuler. Warnanya
yang merah akan mempermudah dalam pengamatan.
Berdasarkan analisis spektrofotometri dari larutan baku rhodamine B,
diketahui panjang gelombang maksimal yakni 554 nm. Selanjutnya analisis
dilakukan dalam panjang gelombang 554 nm. Panjang gelombang ini termasuk
dalam panjang gelombang visible merah, sesuai dengan penampakan rhodamine B
yang berwarna merah keunguan.
Larutan standar rhodamine B dibuat dalam konsentrasi 0,25; 0,5; 1; 2; 3; 5
ppm yang selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer. Hasil dari absorbansi
larutan kemudian dibuat kurva konsentrasi vs absorbansi sehingga didapatkan
persamaan garis y = 0,1824x 0,0059. Dari kurva tersebut dapat diketahui kadar
rhodamine B dalam cuplikan-cuplikan rute intravaskuler dan ekstravaskuler.
Rute intravaskuler merupakan rute yang diibaratkan tubuh sebagai satu
ruang. Jadi, ketika obat diinjeksikan ke dalam tubuh, maka secara perlahan-lahan
obat akan menyebar hingga merata dan terjadi kesetimbangan. Sedangkan rute
intravaskuler mengumpamakan tubuh sebagai satu bagian, yang meliputi jalur
absorpsi dan ekskresi. Sehingga, ketika obat dimasukkan dalam tubuh, obat
tersebut akan melalui proses absorpsi terlebih dahulu hingga mencapai
kesetimbangan baru diekskresikan secara bertahap. Masing-masing rute memiliki
perhitungan parameter farmakokinetika yang berbeda.

Cuplikan-cuplikan dalam masing-masing rute berjumlah 15 yang


diibaratkan proses obat dalam tubuh sejak T0-T70 dengan interval 5. Pada rute
intravaskuler, dicari regresi linier dari data dengan plot waktu vs log konsentrasi
sehingga didapatkan persamaan garis y = 0,002x + 0,4186. Dari persamaan garis
tersebut dapat ditentukan K, T1/2, Vd, Cl, dan AUC. Hasil perhitungan parameter
farmakokinetika adalah sebagai berikut:
K = 0,004606 menit-1

Vd = 0,97 L

t = 150,455927 menit

AUC = 156,6393 mgL/menit

Cl = 0,00446782 L/menit
Secara teoritis juga dihitung parameter farmakokinetikanya, yakni K,
waktu paruh, konsentrasi plasma, dan AUC. Hasil perhitungan secara teoritis
adalah sebagai berikut:
K = 0,025 menit-1

CO = 2,5 ppm

t = 27,72 menit

AUC = 100 mgL/menit

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil perhitungan teroritis dan


hasil praktik. Hal ini kemungkinan disebabkan dari perlakuan selama simulasi invitro yang kurang maksimal. Sehingga diperoleh nilai absorbansi yang tidak linier.
Dari kurva dapat dilihat bahwa kurva rute intravaskuler yang harusnya linier
menurun,

justru

tidak

linier

sempurna.

Menyebabkan

perhitungan

farmakokinetika tidak sesuai dengan perhitungan secara teoritis. Selama proses


pengambilan cuplikan dari beaker glass larutan dimungkinkan tidak berada dalam
kondisi homogen. Maka dari itu didapatkan nilai konsentrasi yang tidak linier
menurun sesuai dengan kurva yang dimiliki obat-obat IV.
Tahapan pengambilan cuplikan pada rute ekstravaskuler berbeda dengan
rute intravaskuler. Pada rute ekstravaskuler, dosis rhodamine B dibagi menjadi 5
dan ditambahkan satu persatu hingga seluruh dosis digunakan. Baru kemudian
penambahan larutan dilakukan dengan aquades. Proses pengambilan cuplikan
yang masing ditambah rhodamine B diibaratkan sebagai proses absorpsi dan
selanjutnya diibaratkan proses eliminasi.
Sayangnya pada praktikum kali ini tidak semua cuplikan dianalisis dengan
spektrofotometer. Hanya cuplikan-cuplikan proses eliminasi saja yang dibaca nilai
absorbansinya. Untuk menutupi data fase absorpsi, digunakan 5 data pertama dari

rute intravaskuler. Hal demikian tentu saja menyebabkan perhitungan tidak valid.
Namun,

untuk

kepentingan

pembelajaran

perhitungan

masih

dilakukan

sebagaimana mestinya.
Hasil dari perhitungan parameter farmakokinetika rute ekstravaskular
adalah sebagai berikut:
Ka = 0,0057575 menit-1

t = 200,6079027 menit

Ke = 0,0034545 menit-1

Vd = 0,97 L

Ktotal = 0,009212 ppm

AUC = 161,7859 mgL/menit


LAMPIRAN

1. Perhitungan Kadar Rute Intravaskular


Y = 0,1824x 0,0059
a. T0

h. T40

0,4627 = 0,1824x 0,0059

0,4061 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4686

0,1824x = 0,412

x = 2,569078947 ppm

x = 2,25877193 ppm

b. T5

i. T45

0,4805 = 0,1824x 0,0059

0,3981 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4864

0,1824x = 0,404

x = 2,666666667 ppm

x = 2,214912281 ppm

c. T10

j. T50

0,4535 = 0,1824x 0,0059

0,3887 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4594

0,1824x = 0,3946

x = 2,518640351 ppm

x = 2,163377193 ppm

d. T15

k. T55

0,3999 = 0,1824x 0,0059

0,3634 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4058

0,1824x = 0,3693

x = 2,224780702 ppm

x = 2,024671053 ppm

e. T20

l. T60

0,4383 = 0,1824x 0,0059

0,3505 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4442

0,1824x = 0,3564

x = 2,435307018 ppm

x = 1,953947368 ppm

f. T25

m. T65

0,4252 = 0,1824x 0,0059

0,3628 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4311

0,1824x = 0,3687

x = 2,363486842 ppm

x = 2,021381579 ppm

g. T30

n. T70

0,4229 = 0,1824x 0,0059

0,3401 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4288

0,1824x = 0,346

x = 2,350877193 ppm

x = 1,896929825 ppm

o. T35
0,3405 = 0,1824x 0,0059
0,1824x = 0,3464
x = 1,899122807 ppm
2. Perhitungan Parameter Farmakokinetika Rute Intravaskular

Teoritis

1. Dosis

4. Konsentrasi Plasma 0 (C0)

2. Tetapan Laju Eliminasi (K)

5. AUC

menit-1
3.

Waktu
Paruh
mgL/menit

Praktek

1. Tetapan Laju Eliminasi (K)

3. Volume Distribusi

K = 0,2303 x (-slope)
= 0,2303 x (0,002)
= 0,004606 menit-1

Vd = D/Cp
= 2,5 mg : 2,569078947 mg/L
= 0,973111396 L
= 0,97 L

2. Waktu Paruh
t = 0,693/K
= 0,693 : 0,004606 menit-1
= 150,455927 menit
4. Klirens
Cl = Vd x Ke

5. AUC
AUC = (C0+C5) x (T5-T0) + .. +
2
(C65+C70) x (T70-T65)

= 0,97 L x 0,004606 menit-1

= 0,00446782 L/menit

= 156,6393 mgL/menit
3. Perhitungan Kadar Rute Ekstravaskular
Y = 0,1824x 0,0059
1. T0

f. T25

0,4627 = 0,1824x 0,0059

0,4059 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4686

0,1824x = 0,4118

x = 2,569078947 ppm

x = 2,257675439 ppm

2. T5

g. T30

0,4805 = 0,1824x 0,0059

0,4383 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4864

0,1824x = 0,4442

x = 2,666666667 ppm

x = 2,435307018 ppm

3. T10

h. T35

0,4535 = 0,1824x 0,0059

0,4239 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4594

0,1824x = 0,4388

x = 2,518640351 ppm

x = 0,372241577 ppm

4. T15

i. T40

0,3999 = 0,1824x 0,0059

0,4082 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4058

0,1824x = 0,4141

x = 2,224780702 ppm

x = 2,270285088 ppm

5. T20
0,4383 = 0,1824x 0,0059

j. T45
0,4120 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,4442

0,1824x = 0,4179

x = 2,435307018 ppm

x = 0,360047537 ppm

k. T55

m. T65

0,3886 = 0,1824x 0,0059

0,3742 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,3945

0,1824x = 0,3801

x = 0,335022174 ppm

x = 0,318873036 ppm

l. T60

n. T70

0,3853 = 0,1824x 0,0059

0,3608 = 0,1824x 0,0059

0,1824x = 0,3912

0,1824x = 0,3667

x = 0,331374012 ppm

x = 0,303286076 ppm

4. Perhitungan Parameter Farmakokinetika Rute Ekstravaskular


1. Tetapan Laju Absorpsi (Ka)
Ka = 0,2303 x (-slope)
= 0,2303 x (0,0025)
= 0,0057575 menit-1
2. Tetapan Laju Eliminasi (Ke)
Ke = 0,2303 x (-slope)
= 0,2303 x (0,0015)
= 0,0034545 menit-1
3. Tetapan Laju Total (Ktot)
Ktotal = Ka + Ke
= 0,0057575 + 0,0034545
= 0,009212 ppm
4. Waktu Paruh
t = 0,693/Ke
= 0,693 : 0,0034545 menit-1
= 200,6079027 menit

5. Volume Distribusi
Vd = D/Cp
= 2,5 mg : 2,569078947 mg/L
= 0,973111396 L
= 0,97 L
6. AUC
AUC = (C0+C5) x (T5-T0) + .. +
2
(C65+C70) x (T70-T65)
2
= 161,7859 mgL/menit

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai-nilai

parameter

farmakokinetika

rhodamine

untuk

rute

rhodamine

untuk

rute

intravaskuler adalah sebagai berikut:


K = 0,004606 menit-1
t = 150,455927 menit
Cl = 0,00446782 L/menit
Vd = 0,97 L
AUC = 156,6393 mgL/menit
2. Nilai-nilai

parameter

farmakokinetika

ekstravaskuler adalah sebagai berikut:


Ka = 0,0057575 menit-1
Ke = 0,0034545 menit-1
Ktotal = 0,009212 ppm
t = 200,6079027 menit
Vd = 0,97 L
AUC = 161,7859 mgL/menit
5.2 Saran
Praktikum adalah salah satu proses pembelajaran. Memahami konsep
permodelan farmakokinetika secara teoritis membutuhkan bimbingan dan arahan
yang jelas, terutama untuk proses perlakuan selama praktikum dan perhitungan.
Meskipun mahasiswa diharuskan untuk memiliki kemandirian dalam belajar,
bimbingan dan arahan dari dosen masih sangat dibutuhkan untuk mempermudah
memahami materi.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Spektrofotometer
2. Magnetic stirer
3. Tabung reaksi
4. Rak tabung
5. Beaker glass 1L atau 2 L
6. Pipet volume 25 mL
3.1.2

Bahan

4. Rhodamin B
5. Air suling
6. Sarung tangan
7. Masker

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pembuatan Larutan Baku rhodamin B
Buatlah larutan baku induk 100g/mL dari 10mg rodhamin B
dalam 100mL air suling
Buatlah larutan baku kerja rhodamin B dengan cara mengencerkan
larutan baku induk dengan air sulingn sampai didapat laritan kadar
0,25; 0,5; 1; 2; 3; 5 g/mL
a. Penentuan panjang gelombang

Tentukan panjang gelombang max. Dengan menggunakan larutan bakunkerja 2


dan 5 g/mL (510-560nm). Buatlah kurva serapan terhadap panjang gelombang
dari larutan baku kerja 2 dan 5 g/mL pada kertas grafik. Tentukan maksimum.
b. Pembuatan kurva baku
Lakukan pengamatan serapan dari larutan baku pada (1) panjang gelombang ma
yang di dapat dari (2).
Buatlah tabel hasil pengamatan dan buat kurva kadar larutan baku kerja terhadap
serapan. Hitung koefisien korelasi dan buat persamaan garisnya.
3.2.2 Model farmakokinetik In Vitro
a. Rute intravaskular (komparetemen satu terbuka)
Isi beaker glass dengan air suling secara kuantitaif untuk nilai Vd
Tambahkan dosis obat dengan pipet volume ke dalam beaker glass
dengan dosis yang ditentukan ( ambil dari larutan baku induk yang
disesuaikan volumenya)
Ambil sampel dari beaker glas larutan rhodamin (15x) sebesar nilai
Cl dan segera gantikan volume yang diambil dengan air suling
Ukur serapan sampel pada panjang gelombang max yang telah
diperoleh(gunakan air suling sebagai blanko)
Hitung parameter Farmakokinetika
b. Rute ekstravaskular (kompartemen satu terbuka)
Pada percobaan ini dianggap kadar puncak dicapai pada pemberian ke 4-5
sehingga percobaan dilakukan dengan pemasukan obat 4-5, tiap kali 1/5-1/4 dosis
yang digunakan
Isi beaker glas dengan air suling secara kuantitatif sesuai Vd
Tambahkan rhodamin B 1/5-1/4 dosis ke dalam beaker glass sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan sebelumnya (rhodamin B yang
ditambahkan diambil dari karutan baku induk yang disesuaikan

volumenya. Homogenkan ambil sampel larutan rhodamin


sebesar nilai Cl nya dan segera ganti volume tersebut dengan air
suling
Lakukan prosedur tersebut secara berulang sampai semua dosis
rhodamin B masuk
Lanjutkan pengambilan sample larutan rhodamin B berkali-kali
sebesar nilai Cl dan segera gantikan volume yang diambil tersebut
dengan air suling.
Ukur serapan sampel pada panjang gelombang max. Yang
diperoleh, gunakan air suling sebagai blanko
Hitung parameter farmakokinetika

Anda mungkin juga menyukai