Anda di halaman 1dari 5

Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung (megakolon kongenital) adalah suatu kelainan bawaan berupa


agangglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang
segmen tertentu, selalu termasuk anus, dan setidak-tidaknya sebagian rektum1.
Insisdens diperkirakan 1 per 5000 kelahiran hidup dengan perbandingan antara laki-laki :
perempuan sebesar 4 : 1. Panjangnya segmen agangglionik bervariasi, sekitar 75-80%.
Biasanya terjadi pada kolon rektosigmoid distal dan 5% terjdai pada usus halus. Kolon
agangglionik total jarang ditemukan, namun dapat terjadi. Terdapat kecenderungan familial
pada penyakit ini. Sekitar 80% kasus terdiagnosis pada periode neonatus sedangkan 20%
terdiagnosis setelahnya1.
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan, terjdai defek
migrasi sel-sel krista neural yang merupakan prekursor sel gangglion intestinal. Normalnya,
sel-sel tersebut bermigrasi sefalokaudal. Proses tersebut selesai pada minggu ke-12
kehamilan. Namun, migrasi dari kolon transversal bagian tengah ke anus memerlukan waktu
selama 4 minggu. Pada periode inilah paling rentan terjadi defek migrasi sel krista neural.
Hingga saat ini Penyakit Hirschsprung diasosiasikan dengan mutasi tiga gen spesifik : protoonkogen RET. Gen EDNRB (endothelin B receptor) dan gen EDN3 (endotholin 3)1.
Karakteristik Penyakit Hirschsprung adalah sebagai berikut :7
Disebut juga colonic agangglinosis, congenital megacolon, total intestinal
agangglionis, atau total colonic agangglionisis
Obstruksi fungsional dari colon akibat kekurangan sel ganglion enterik intrinsik
Agangglionisis biasanya melibatkan anus dan berlanjut ke proksimal
Ketiadaan baik pleksus mienterikus maupun pleksus submukosa
Manifestasi Klinis
Pasien dengan kemungkinan Penyakit Hirschsprung dapat menunjukkan tanda dan gejala
berikut ini: 1
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan (keterlambatan
evakuasi mekonium)

2. Tanda obstruksi intestinal nonspesifik : distensi abdomen, muntah hijau, dan


intoleransi dalam pemberian makan. Hal ini terjdai karena tidak adanya peristalsis
yang bersifat propulsif pada segmen agangglionik.
3. Enterokolitis yang ditandai dengan demam, distensi abdomen, tinja menyemprot bila
dilakukan pemeriksaan colok dubur, tinja berbau busuk serta berdarah. Enterokolitis
diperkirakan terjadi karena stasis obstruktif dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan
(misalnya C.difficile dan rotavirus)
4. Apabila sudah terjadi komplikasi berupa peritonitis ditemukan edema., bercak
kemerahan disekitar umbilikus, punggung, serta pada daerah genitalia.
5. Pada anak yang lebih dewasa : konstipasi berulang, gagal tumbuh, serta tampak
letargis.
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik mencakup tanda dan gejala yang telah diuraikan
sebelumnya. Selain itu perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat kehamilan dan
kelahiran1.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kecurigaan penyakit
Hirschsprung adalah1 :
Pemeriksaan defenitif : biopsi rectal
Biopsi rectal dapat dilakukan secara bedside pada pasien neonatus, sedangkan pada
anak yang lebih besar diperlukan sedasi intravena. Pengambilan sampel meliputi
mukosa serta submukosa, 1 cm, 2 cm, dan 3 cm dari linea dentata. Sediaan
histopatologi penyakit Hirschsprung menunjukkan tidak adanya sel gangglion pada
pleksus myenterikus, adanya hipertrofi bundel saraf, serta pewarnaan yang menyangat

dengan asetilkolin1.
Roentgen abdomen
Pemeriksaan ini bersifat nonspesifik. Hasil foto menunjukkan usus-usus yang
terdistensi dn terisi oleh udara. Biasanya sulit membedakan usus halusdan usus besar
saat usia neonatus1.

Penyakit Hirschsprung pada foto


polos abdomen

(sumber gambar: Soetikno, Restaniah D.


2013. Radiologi Emergensi. Edisi
kedua. Bandung: PT. Refika Aditama)

Gambaran foto polos abdomen Penyakit Hirschsprung :7


Kolon yang denervasi tampak kecil dan spasmodik
Kolon yang membesar adalah kolon di sebelah proksimal dari kolon yang denervasi
Tampak banyak untaian usus yang berdilatasi
Udara dalam rektum sedikit
Pada enema kontras, rasio rektum-sigmoid < 1
Pemeriksaan barium enema
Dilakukan untuk menunjukkan lokasi zona transisi antara segmen kolon dengan
gangglion yang mengalami konstriksi. Terdapat tanda klasik radiografis penyakit

Hirschsprung, yakni1 :
1. Segmen sempit dari sfingter anal.
2. Zona transisi (daerah perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi).
3. Segmen dilatasi.
Pemeriksaan barium enema sangat berguna untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti atresia kolon, sidrom sumbatan mekonium, atau small left colon
syndrome1.

Penyakit Hirschsprung pada


pemeriksaan dengan barium
enema
(sumber gambar: Soetikno, Restaniah D.
2013. Radiologi Emergensi. Edisi
kedua. Bandung: PT. Refika Aditama)

Diferensial Diagnosis
Penyakit Hirschsprung dapat didiagnosis banding sebagai berikut ini1 :
1. Atresuia ileum : mekonium sedikit, kering, berbutir-butir, warna hijau muda
2. Sumbatan mekonium : pada Roentgen abdomen tampak usus melebar disertai
kalsifikasi
3. Atresia rektal
4. Enterokolitis nekrotikan neonatal : pasien letargis, mekonium bercampur darah, tanda
enterokolitis muncul lebih cepat dibandingkan penyakit Hirschsprung
5. Peritonitis intra-uterin
6. Sepsis neonatorum : gagal evakuasi mekonium dalam 24-48 jam pertama, pasien
menolak minum, distensi abdomen mulai dari daerah gaster, pasien tampak letargis
7. Sindrom kolon kiri kecil, biasanya pada ibu dengan diabetes mellitus, pada
pemeriksaan barium enema, kolon kiri terlihat kecil sedangkan ampula rektum
melebar
8. Obstipasi psikogenik : pada pasien usia > 2 tahun, feses seperti tanah liat dekat
sfingter anal.
Penatalaksanaan
Semua pasien dengan penyakit Hirschsprung dirujuk ke dokter spesialis bedah anak
untuk mendapatkan tatalaksan definitif. Namun, tatalaksana awal dapat diberikan pada paien
dengan distensi abdomen (biasanya pada kasus agangglionik total) 1:
1. Dekompresi saluran cerna dengan selang nasogastrik (NGT). Cairan dihisap setiap 1520 meit karena cairan jejenum akan mulai mengisi lambung dalam rentang waktu ini.
Dekompresi rektal juga dapat dilakukan dengan menggunakan rectal tube. Apabila
dekompresi tidak berhasil, kolostomi menjadi pilihan terapi bedah sementara.
2. Rehidrasi (diberikan kebutuhan rumatan dan rehidrasi). Hindari pemberian cairan
dengan kecepatan tinggi untuk menghindari terjadinya edema paru.
3. Pemasangan kateter urine untuk memantau urine output. Normalnya 1,5 cc/kgBB/jam.
4. Pemberian antibiotik apabila terjadi enterokolitis.
Tatalaksana operatif dilakukan dalam beberapa tahap1 :
1. Kolostomi dilakukan pada periode neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
terdiagnosis, dan pasien enterokolitis berat dengan keadaan umu yang buruk. Apabila
pasien tidak termasuk kedalam tiga kelompok ini, tindakan bedah defenitif dapat
dilaksanakn.
2. Pull-through operation
Prinsip operasi ini adalah membuang segmen agangglionik dan membuat anastomose
segmen gangglion dengan anus. Ada tiga buah teknik yang sering digunakan oleh
dekter bedah anak, yaitu prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Teknik Duhamel

dan Soave memberi hasil yang lebih baik dan dapat digunakan pada agangglionik
total. Teknik lain yang sering digunakan dengan transanal pull through. Pada kasus
agangglionik total, ileum digunakan sebagai anastomosis1.

Anda mungkin juga menyukai