Anda di halaman 1dari 28

PORTOFOLIO

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER

Disusun oleh:
dr. Medisiana Sukses S

Pendamping :
dr. Siti Ningsih

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN INDONESIA
& DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA BANJARBARU
RSUD BANJARBARU
2015-2016

BAB I
PENDAHULUAN
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini
terdiri dari 4 serotipe yakni DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.1
DHF menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak, tetapi lebih
banyak menimbulkan korban pada anak-anak di bawah 15 tahun. DHF yang
disertai dengan perdarahan dapat menimbulkan renjatan (syok) yang dapat
menyebabkan kematian. 2
DHF merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini tampak dari
kenyataan bahwa seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit
penyakit demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk
penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum di
seluruh Indonesia. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DHF di
seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang.

3,4

Penyebaran DBD di provinsi Kalimantan Selatan terjadi di 13


kota/kabupaten. Kasus tertinggi terjadi di kota Banjarmasin, banjarbaru, dan
kabupaten Banjar. Jumlah Penderita DBD di Kabupaten Banjar adalah 101 orang
di tahun 2010, di tahun 2011 sebanyak 12 orang, dan di tahun 2012 terjadi
peningkatan kasus, hingga pertengahan tahun jumlah penderita sudah sebanyak 92
orang. Penderita DBD di Kabupaten Banjar mengikuti trend kejadian hujan.
2

Penderita meningkat pada bulan DesemberJanuari dan semakin turun hingga


bulan April. Curah hujan tinggi terjadi mulai bulan Oktober dan terus naik hingga
bulan Januari, dan akhirnya mengalami penurunan pada bulan Februari dan
Maret.5
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus Dengue Hemorrhagic Fever pada
seorang anak perempuan berumur 11 tahun yang dirawat di Ruang Anak RSUD
Banjarbaru.

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama penderita

: An. C

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 11 thn

ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien
Tanggal

: 5 Januari 2016

Keluhan Utama

: Demam

Keluhan tambahan

: Nyeri Kepala, mual, muntah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 hari yang lalu.
Demam muncul mendadak, tinggi dan terus menerus. Demam turun
dengan pengobatan, tetapi kemudian demam lagi. Pasien juga mengeluh
nyeri sendi sejak satu hari yang lalu, nyeri mendadak. Pasien juga
mengeluh ada nyeri di bagian belakang mata sejak satu hari yang lalu, juga
disertai mual dan muntah yang berisikan air dan makanan. Pasien juga
dikeluhkan sempat mimisan satu kali sehari yang lalu, dan sempat muntah
dengan bercak darah, serta bab kecoklatan. Pasien masih bisa kencing,
nafsu makan pasien menurun dan juga dikeluhkan sedikit minum. Nyeri

menelan (+), batuk (+). Selain itu pasien juga sempat mengeluh sesak 3
hari yang lalu.
Riwayat Kesehatan/ Penyakit:
Keluhan serupa (-), asma (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Serupa (+), kakak pasien baru sembuh dari penyakit DHF, asma (-).
Riwayat Lingkungan:
Banyak tetangga pasien yang mengalami DHF, pernah dilakukan fogging
di daerah tinggal pasien, rumah dengan ventilasi baik, genangan air (+),
selokan disekitar rumah (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Vital sign
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu

: Tampak sakit sedang


: Komposmentis
: E4V5M6
: 100/80 mmHg
: 132 kali/ menit
: 22 kali/ menit
: 39,0 C

Status generalis
Kepala
: Normosefal
Mata
: Konjugtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Hidung
: Sekret (-), epistaksis (+)
Telinga
: Cairan (-/-), darah (-/-), edem pada daun telinga D/S
Mulut
: Sianosis (-), deviasi lidah (-), edem (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-), JVP (-), edem (-)
Thoraks
: Simetris kanan dan kiri
Jantung
Inspeksi
: Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Pulsasi iktus cordis teraba pada ICS V linea
midklavikula sinistra
5

Perkusi

: Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis


dextra, batas kiri jantung ICS V linea midklavikula

Auskultasi

sinistra
: Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
Inspeksi

: Retraksi interkostal (-)

Palpasi

: Vokal fremitus sama pada kedua lapang paru

Perkusi

: Redup pada ICS IV

Auskultasi

: Vesikular (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi
Palpasi

: Datar
: Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (+)
Perkusi
: Timpani pada semua regio
Auskultasi
: BU (+) normal
Ekstremitas
: Akral hangat, refilling kapiler < 2, petekia (+), sianosis
(-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 08/1/2016 (06.22)
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Leukosit

1.800

4000-10000/mm3

Trombosit

41.000

100000 400000/mm3

Hemoglobin

16,0

12 18 gr/dl

Hematokrit

47,1

36 55 %

Laboratorium 08/1/2016 (15.54)


Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Leukosit

2.400

4000-10000/mm3

Trombosit

40.000

100000 400000/mm3

Hemoglobin

15,9

12 18 gr/dl

Hematokrit

46,9

36 55 %

Laboratorium 09/1/2016
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Leukosit

5.300

4000-10000/mm3

Trombosit

36.000

100000 400000/mm3

Hemoglobin

16,4

12 18 gr/dl

Hematokrit

47,0

36 55 %

Laboratorium 10/1/2016
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Leukosit

6.600

4000-10000/mm3

Trombosit

38.000

100000 400000/mm3

Hemoglobin

13,6

12 18 gr/dl

Hematokrit

38,0

36 55 %

Laboratorium 11/1/2016
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Leukosit

5.100

4000-10000/mm3

Trombosit

75.000

100000 400000/mm3

Hemoglobin

13,2

12 18 gr/dl

Hematokrit

37,0

36 55 %

PENATALAKSANAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

IVFD RL 20 tetes/menit makro


Inj. Antrain 400 mg (k/p)
Inj. Ondansentron 2 mg (k/p)
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Progesic Syr 4x1,5 cth
Amoxicilin Syr 3x1 cth
Sanmag Syr 3x1 cth

DIAGNOSIS
DHF Grade II

PERJALANAN PENYAKIT/ FOLLOW UP


Tanggal
6/1/16

Subjek

Objek

Assesment

Plan

Demam (+)
Muntah (+)
Melena (+)
Mimisan (-)
Nyeri Kepala

Kes: CM

DHF Grade Th/:

GCS: E4V5M6

II

(+)
Nyeri

T: 37C

N : 84x/menit

1. IVFD

RL

20

tetes/menit makro
2. Inj. Antrain 400 mg

RR: 20 x/ menit

(k/p)
3. Inj. Ondansentron 2

Perut

mg (k/p)
4. Inj. Ranitidin

(+)

2x1

amp
5. Progesic Syr 4x1,5
cth
6. Amoxicilin Syr 3x1

7/1/16

Demam (+)
Mual (+)
Muntah (+)
Melena (+)
Mimisan (-)
Nyeri Kepala
(-)
Nyeri

Kes: CM

cth
7. Sanmag Syr 3x1 cth
DHF Grade Th/:

GCS: E4V5M6

II

N : 90x/menit

1. IVFD

RL

20

tetes/menit makro
2. Inj. Antrain 400 mg

RR: 24 x/ menit

(k/p)
3. Inj. Ondansentron 2

T: 38,8C

mg (k/p)
4. Inj. Ranitidin

Perut

(+)

2x1

amp
5. Progesic Syr 4x1,5
cth
6. Amoxicilin Syr 3x1
cth
7. Sanmag Syr 3x1 cth

8/1/16

Demam (+)
Mual (+)
Muntah (+)
Melena (+)
Nyeri Perut

Kes: CM

DHF Grade Th/:

GCS: E4V5M6

II

N : 100x/menit
RR: 24 x/ menit

1. IVFD

RL

20

tetes/menit makro
2. Inj. Antrain 400 mg
9

(+)

T: 37C

(k/p)
3. Inj. Ondansentron 2
mg (k/p)
4. Inj. Ranitidin

9/1/16

Demam (-)
Mual (+)
Muntah (+)
Melena (-)
Nyeri Kepala

Kes: CM

amp
5. Sanmol Tab 3x1 tab
6. Sanmag Syr 3x1 cth
DHF Grade Th/:

GCS: E4V5M6

II

(+)
Nyeri

T: 35,4C

1. IVFD

Asering

tetes/menit makro (4

RR: 24 x/ menit

jam)

lanjut

(k/p)
3. Inj. Ondansentron 2
mg (k/p)
4. Inj. Ranitidin

Demam (+)
Muntah (+)
Melena (+)
Mimisan (-)
Nyeri Kepala

2x1

Kes: CM

amp
5. Sanmol 3x1 tab
6. Sanmag Syr 3x1 cth
DHF Grade Th/:

GCS: E4V5M6

III

N : 102x/menit

1. IVFD

Asering

tetes/menit makro
2. Inj. Lasix 20 mg

RR: 28 x/ menit

(now)
3. Inj. Ondansentron 2

T: 36,8C

(+)

11/1/16

30

tetes/menit makro
2. Inj. Antrain 400 mg

Perut

Demam (-)
Muntah (+)
Melena (+)
Mimisan (-)
Sesak (+)
Nyeri Perut

54

N : 100x/menit

(+)

10/1/16

2x1

mg (k/p)
4. Inj. Ranitidin

2x1

Kes: CM

amp
5. Sanmol 3x1/2 tab
6. Sanmag Syr 3x1 cth
7. Omeprazol 1x1 tab
8. Supralisisn 1x1 tab
DHF Grade Th/:

GCS: E4V5M6

II

N : 84x/menit
RR: 20 x/ menit

1. IVFD

Asering

tetes/menit makro
2. Inj. Ondansentron 2

10

(+)
Nyeri
(+)

T: 37C
Perut

mg (k/p)
3. Inj. Ranitidin
4.
5.
6.
7.
8.

2x1

amp
Sanmol 3x1/2 tab
Sanmag Syr 3x1 cth
Omeprazol 1x1 tab
Supralisisn 1x1 tab
R/ foto thorax

11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi

DHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue tipe
I-IV dengan manifestasi klinis demam 2 7 hari disertai gejala perdarahan dan
bila timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi. Pada keadaan yang lebih
parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan penderita jatuh dalam keadaan
syok akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut Dengue Shock Syndrome
(DSS).6

Bagan 1. Dengue virus infection.7


II. Etiologi
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini terdiri atas 4
12

serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda,
tergantung dari serotipe virus Dengue. 8
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Struktur antigen ke-4
serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masingmasing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi
genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar
serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri, tergantung waktu dan daerah
penyebarannya. Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara serotipe
dapat mencapai 2,6 11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 7,7 % untuk
tingkat protein. Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan variasi
dalam sifat biologis dan antigenitasnya. 8
Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun
dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari
protein envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan
25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural merupakan bagian yang
terbesar (75%) terdiri dari NS-1 NS-5. Dalam merangsang pembentukan
antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein
E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein non-struktural
yang paling berperan adalah protein NS-1. 9
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia
(makhluk vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue
13

didalam darahnya (viraemia). Virus yang sampai kedalam lambung nyamuk akan
mengalami replikasi (memecah diri/kembang biak), kemudian akan migrasi yang
akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat
siap untuk dimasukkan ke dalam kulit tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. 9,10
Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus
kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana
virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah
virus sudah cukup, maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan
pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan
adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi.
Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan
perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.11,12
III. Epidemiologi
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DHF di seluruh
propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak
389 orang (CFR=1,53%). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534
orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)1. KLB DBD
terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000
penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%,
namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);
21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003)1. Tidak tertutup
kemungkinan peningkatan jumlah kasus dan angka kematian yang cepat
14

disebabkan oleh virus dengue jenis baru karena dengue adalah virus RNA (virus
yang menggunakan RNA sebagai genomnya). Virus RNA bermutasi jauh lebih
cepat dibanding dengan virus DNA. 13
IV. Mortalitas / Morbiditas
Morbiditas penyakit DHF menyebar di negara-negara Tropis dan
Subtropis. Disetiap negara penyakit DHF mempunyai manifestasi klinik yang
berbeda. Demam berdarah dengue termasuk self-limiting disease dengan angka
mortalitas yang sangat rendah. Dengan penanganan yang benar, angka mortalitas
DBD sebesar 5%, dan bila tidak dilakukan penangan maka angka mortalitas DHF
meningkat sampai dengan 50%. 10, 14
V. Patogenesa Dengue Hemorrhagic Fever
Menurut sejarah perkembangan patogenesis DHF kurun waktu hampir
seratus tahun ini dapat dibagi menjadi dua teori patogenesis, yaitu: pertama, virus
dengue mempunyai sifat tertentu, dan yang ke dua, pada manusia yang terinfeksi
mengalami suatu proses imunologi yang berakibat kebocoran plasma, perdarahan,
dan pelbagai manifestasi klinik. Dapat pula kemungkinan patogenesis campuran
dari kedua mekanisme tersebut. 8
Patogenesis DHF belum sepenuhnya dapat dipahami, namun terdapat dua
perubahan patofisiologis yang mencolok, yaitu : 14, 15
1)

Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya


plasma, hipovolemia, dan terjadinya syok. Pada DHF terdapat kejadian

15

unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan


rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
2)

Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni,


dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Infeksi virus
dengue
Demam,
anoreksia,
muntah

Dehidrasi

Manifestasi
perdaraha
n

hepatomeg
ali

trombositopenia
Permeabilitas vaskular
naik
Kebocoran plasma:
hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi
pleura, dan asites.
hipovolemi
a
syok

Perdarahan
saluran cerna

anoksia

meningg
al

Bagan 2. Patogenesa infeksi virus dengue.14

Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan the secondary heterologous


infection hypothesis dapat dilihat pada bagan 3. Hipotesis ini menyatakan bahwa

16

DHF dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Akibat
infeksi ke-2 oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan
kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi

17

limf osit imun dengan menghasilkan titer tinggi antibodi Ig G anti dengue.

15

Secondary Heterologous Dengue


infection
Virus
replication

Annamnestic antibody
response
Virus antibody
complex
Complement
activation
Anaphylatoxin (C3a
C5a
vascular
permeability

> 30% in shock


cases 24 48

Leakage of
plasma

Complement

histamin level
in 24 hours
urine 18

Ht
Na+

cavities

Hypovolemia

SHOCK

Anoxia

Acidosis

Bagan 3. Patogenesis syok pada Dengue Hemorrhagic Fever.16


VI. Klasifkasi Klinis
Derajat penyakit DHF dalam 4 derajat, yaitu sebagai berikut:9,10
Derajat 1: demam diikuti gejala tidak khas. Satu-satunya tanda perdarahan adalah
tes torniquet positif atau mudah memar.
Derajat 2: gejala derajat 1 ditambah dengan perdarahan spontan. Perdarahan bisa
terjadi di kulit atau di tempat lain.
Derajat 3: terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang
cepat dan lemah , hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita
gelisah.
Derajat 4: terjadi syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diperiksa.
VII. Diagnosis.6,10,16
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 2009, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 1-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :

Petekia, ekimosis, purpura

19

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

Hematemesis dan atau melena

Hematuria

Uji tourniquet positif

3. Pembesaran hati (hepatomegali).


4. Manifestasi syok / renjatan
Kriteria Laboratoris :
1. Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
2. Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit > 20%)
Ditemukannya dua atau tiga gejala klinis yang disertai dengan
trombositopenia dan peningkatan hematokrit dapat digunakan sebagai dasar untuk
menegakkan diagnosa demam berdarah dengue.
VIII. Diagnosis Banding
Diagnosis banding mencakup demam dengue, demam chikungunya,
malaria dan tipoid. 17
IX. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DHF tanpa penyulit antara lain :9,10,19
1. Tirah baring
2. Makanan lunak. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak 1,5-2
liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar ditambah
dengan garam saja.

20

3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan


kompres kepala, ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya bukan dari
golongan asetosal dan ibupropen.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder.
Terapi cairan DHF derajat II : 19

Inisial kristaloid 6
cc/kgbb/jam

Membai
k

Tidak Membaik

Turunkan 3cc/kgbb/jam
Kristaloid selama 6-12

Membai
k

Tidak Membaik

Naikkan
10cc/kgbb/jam

Membai
k

Turunkan
Hentikan
6cc/kgbb/jam
cairan
kemudian
IV
3cc/kgbb/jam

21

Hematokrit naik

Hematokrit
turun

Transfusi
IV koloid
darahDextran 40
atau plasma
10cc/kgbb/jam
10cc/kgbb/jam
selama 1 jam

Membai
k
Ganti dengan kristaloid
Turunkan 10 ke 6 ke
3cc/kgBB/jam

Monitor vital sign tiap 4-6 jam

Monitor hematokrit dan trombosit minimal tiap hari

Balans cairan ketat

Kriteria membaik dan tidak membaik:


Membaik :
1. Tidak gelisah
2. Nadi kuat
3. Tekanan darah stabil
4. Diuresis cukup
(12 ml/kgbb/jam)

22

5. Ht turun (2 kali pemeriksaan)


Tidak Membaik
1. Distress pernafasan
2. Bila Frekuensi nadi meningkat
3. Hematokrit tetap tinggi/meningkat
4. Tekanan darah <20 mmHg
5. Diuresis kurang/tidak ada
X. Prognosis.
Prognosa penderita demam berdarah dengue tergantung pada beberapa
faktor seperti: 20
1)

Lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, serta adekuat tidaknya


penangan.

2)

Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama
setelah pemberian cairan parenteral dimulai.

3)

Adanya demam selama renjatan berlangsung, menunjukkan prognosa


yang lebih buruk.

4)

Ada

tidaknya

tanda-tanda

penurunan

fungsi

serebral,

dimana

mengarahkan pemikiran kita pada terjadinya ensefalopati.


XI. Pencegahan
Pengendalian Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever tergantung
pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypty.7 Untuk mencapai program
pemberantasan vektor yang optimal, sangat penting untuk memusatkan
23

pembersihan pada sumber larva dan harus bekerjasama dengan sektor nonkesehatan seperti organisasi non-pemerintahan, organisasi swasta, dan kelompok
masyarakat, untuk memastikan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaannnya.10
Atas dasar itu maka dalam pemberantasan penyakit demam berdarah
dengue ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk
penularnya di tempat perindukannya dengan melakukan 3M, yaitu:10
1.

Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurangkurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalmnya.

2.

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

3.

Mengubur / menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung


air hujan seperti kaleng bekas, plastik, dan lainnya.

24

BAB IV
PEMBAHASAN

DHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue tipe
I-IV dengan manifestasi klinis demam 2 7 hari disertai gejala perdarahan dan
bila timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi. Pada keadaan yang lebih
parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan penderita jatuh dalam keadaan
syok akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut Dengue Shock Syndrome
(DSS).6
Pada kasus ini seorang anak perempuan berusia 11 tahun datang dengan
keluhan demam tinggi mendadak sejak satu hari yang lalu. Berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagian besar
mengarah pada penyakit DHF. Berdasarkan kriteria WHO, anak memiliki klinis
demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terdapat manifestasi perdarahan
(mimisan,

petekia,

dan

melena),

serta

terdapat

manifestasi

laboratoris

(trombositopeni dan hemokonsentrasi) , sehingga anak didiagnosa dengan DHF.


Berdasarkan kriteria WHO, anak termasuk dalam kategori DHF Grade II.
Anak demam tinggi dengan mendadak sebab tidak jelas serta diikuti dengan tanda
perdarahan (petekia, mimisan, dan melena).
Terapi yang didapatkan oleh pasien, adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

IVFD RL 20 tetes/menit makro


Inj. Antrain 400 mg (k/p)
Inj. Ondansentron 2 mg (k/p)
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Progesic Syr 4x1,5 cth
Amoxicilin Syr 3x1 cth
Sanmag Syr 3x1 cth

Pasien mendapatkan terapi sesuai standar pelayanan medis anak penderita


DHF grade II, yaitu dengan pemberian cairan parenteral berupa RL sebanyak 6
cc/KgBB/jam selama 2 jam. Dilihat dari tanda vital yang membaik, maka terapi
cairan diturunkan menjadi 3 cc/KgBB/jam selama 6 jam. Selanjutnya diteruskan

dengan 3 cc/KgBB/jam sebagai maintenance. Sebagai terapi suportif, anak


dianjurkan untuk minum banyak, tirah baring, dan pemberian antipiretik progesic
syr jika suhu badan meningkat, anak juga mendapatkan antibiotik Amoxicilin syr
3x1 cth. Antibiotik diberikan jika terdapat kekhawatiran terjadinya infeksi
sekunder, serta mendapatkan sanmaag syr karena anak tidak mau makan dan
diduga terdapat perdarahan lambung dengan manifestasi melena. Pemeriksaan Hb,
Ht dan trombosit juga dilakukan minimal tiap 24 jam.18
Pemeriksaan laboratorium yang penting ialah hemokonsentrasi

dan

trombositopeni. Dari hasil pemeriksaan darah rutin, trombosit terus mengalami


peningkatan sampai mencapai nilai normal pada hari ke-3 dan ke-4 perawatan.
Hal ini menggambarkan kelainan hemostasis pada DHF berupa agregasi trombosit
mulai mengalk ami perbaikan.9
Pada kasus ini juga didapatkan nilai leukosit berupa neutrofil di bawah
normal. Kemudian terlihat adanya kenaikan seiring dengan keadaan anak yang
semakin membaik, walaupun masih di bawah kisaran normal. Terjadinya
leukositopenia berupa neutropenia umum terjadi selama beberapa hari pertama
infeksi (biasanya virus) dan biasanya menetap selama 3-6 hari. Mekanisme
terjadinya neutropeni yang disebabkan infeksi masih belum dapat dimengerti
dengan baik. Tampaknya bervariasi pada berbagai jenis infeksi.
Penatalaksanaan DHF bersifat suportif simptomatik dengan tujuan
memperbaiki sirkulasi dan mengatasi syok. Penatalaksanaan pada pasien ini
adalah terapi cairan sesuai untuk DHF derajat II, tirah baring, diet lunak,

pemberian antipiretik, pemberian antibiotik jika dikhawatirkan terjadi infeksi


sekunder dan pemberian sanmag syrup sebagai penetralisir asam lambung.19

BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan kasus dengue haemorrhagic fever (DHF) derajat II pada


seorang anak perempuan berusia 11 tahun yang dirawat di ruang anak RSUD
Banjarbaru. Pasien datang dengan keluhan badan panas mendadak. Tanda klinis,
fisik dan laboratorium mengarah pada dengue haemorrhagic fever (DHF) derajat
II.
Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah Sakit Ulin
Banjarmasin, adalah terapi cairan sesuai untuk DHF grade II, tirah baring, diet
lunak, pemberian antipiretik. Pasien dipulangkan dari RS setelah perawatan
dengan alasan keadaan secara klinis membaik

Anda mungkin juga menyukai