htm
Jenis endapan emas epitermal, pada 500 m bagian atas dari suatu
sistem hidrotermal ini merupakan zone yang menarik dan terpenting.
Disini terjadi perubahan-perubahan suhu dan yang maksimum dan
tekanan mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat. Fluktuasifluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic
fracturing), pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi
sistem yang mendadak. Proses-proses fisika ini secara langsung
berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang menyebabkan
mineralisasi.
Banyak model-model terakhir untuk sistem epitermal dengan ciri-ciri dan
kelemahan-kelemahannya.
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan
mineralisasi epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif
dalam sistem epitermal. Asosiasi klasik unsur-unsur ini adalah: emas
(Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), thallium (Tl),
dan belerang (S).
Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted
deposits), arsen dan belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi
dengan emas dan perak (Berger, 1983), beserta dengan sejumlah kecil
tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury (Hg), thallium (Tl),
antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba)
yang secara setempat terkayakan.
Dalam endapan yang batuan penerimanya volkanik (volcanic-hosted
deposits) akan terdapat pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon
(Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam mulia (precious
metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana
asosiasinya dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut Buchanan
(1981), logam-logam dasar (base metals) karakteristiknya rendah
dalam asosiasinya dengan emas-perak, meskipun demikian dapat tinggi
pada level di bawah logam-logam berharga (precious metals) atau
dalam asosiasi-nya dengan endapan-endapan yang kaya perak dimana
unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd), selenium (Se) dapat
berasosiasi dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth
(Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat bervariasi tinggi
kandungannya dari satu endapan ke endapan yang lainnya; serta boron
(B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan.
Contoh zonasi logam yang menunjukkan hubungan skematik antara
unsur arsen-antimon-thallium terhadap emas dan perak dapat dilihat
dalam Model Sistem Epitermal Hot Spring (Berger dan Eimon, 1982).
Contoh tipikalnya di distrik McLaughlin (Knoxville), California; yaitu
tambang Manhattan (Becker, 1888; Averrit, 1945). Contoh tipikal lainnya,
Bohan dan Giles (1983) membuktikan bahwa adanya atau tidak adanya
unsur-unsur jejak (trace elements) tertentu, misalnya Hg dan W),
dalam suatu sistem epitermal tergantung pada karakteristik batuan
sumber (source rock) setempat. Sedangkan jika membandingkan
konsentrasi-konsentrasi logam dalam endapan permukaan pada tabel
distribusi sulfida serta logam-logam dalam sulfida di sumur 16, sistem
epithermal aktif Waimangu, Waitopu, dan Broadlands, New Zealand
(Weisberg, et al., 1979; Ewer dan Keays, 1977) membuktikan anggapan
tersebut keliru. Kesimpulannya, unsur-unsur jejak tidak tergantung pada
karakteristik batuan sumber.
b. Alterasi Epitermal
Dalam bagian ini, dijelaskan suatu variasi model-model yang berlaku saat
ini yang telah dikenal dan merupakan suatu keragaman sistem epitermal
Pada pembahasan ini secara kritis dinilai ciri-ciri dan kekurangankekurangannya. Hal terpenting dalam pembahasan ini adalah
pemahaman genetik sistem-sistem epitermal. Meskipun berguna untuk
generalisasi, dan untuk mengembangkan model-model yang mengarah
untuk eksplorasi, dianjurkan prospeknya model-model tersebut
dipertimbangkan untuk manfaatnya itu sendiri. Dalam model-model yang
disajikan disini terdapat banyak ciri-ciri yang telah dihilangkan, karena
ciri-ciri tersebut sudah tidak sesuai lagi berdasarkan perkembangan hasil
studi-studi saat ini dalam "model yang banyak disukai", hingga akhirnya
nanti ditemukan sebagai suatu endapan bijih (misalnya, Model Jerrit
Canyon). Beberapa banyak endapan yang menunggu adanya penemuan
model yang sesuai, karena endapan-endapannya "tidak sesuai" dengan
kerangka model yang ada saat ini. Kemudian, "pendekatan genetik" yang
telah disajikan cukup fleksibel untuk menggabungkan endapan-endapan
yang tidak sesuai dengan suatu model yang ada. Dalam keadaan ini,
suatu pemahaman mengenai aspek-aspek umum tentang sistem-sistem
epitermal pada akhirnya akan mengarahkan pada endapan bijih.
Dalam Gambar 3.1 dan 3.2 berikut ini, disajikan beberapa model-model
mineralisasi epitermal yang saat ini telah diperkenalkan, antara lain oleh
Buchanan (1981); Berger dan Eimon (1982); Giles dan Nelson
(1982). Model-model tersebut memiliki suatu gambaran yang umum,
yaitu di dalam semua model tersebut secara empiris menyimpulkan
bahwa alterasi, mineralisasi, dan distribusi rekahan, dan sebagainya
pada kejadian-kejadian fosil epitermal untuk menerangkan sistem-sistem
epitermal. Karena itu, model-model tersebut sering mengandung
kesamaan dari pembuat yang berbeda, dan jika dipandang dari suatu
ringkasan observasi-observasi yang dilakukan, ternyata model-model
tersebut umumnya benar. Meskipun demikian, dalam tahap awal
pengkajian model-model tersebut, kita cenderung mendekati
permasalahan dengan pertanyaan: "Apa yang aku ketahui mengenai
aliran fluida dan proses-proses dalam lingkungan epitermal, baik sistem
epitermal aktif maupun pasif? Bagaimana hubungannya dengan geologi,
struktur geologi/tektonik, anomali geokimia, anomali geofisika, alterasi,
dan mineralisasi?" Kemudian kita segera mengambil penggalanpenggalan bukti di tempatnya (dan sering kali dengan banyak sekali
variasinya) untuk merekonstruksikan sistem epitermal. Hal ini akan
dibahas kemudian, juga akan ditampilkan model-model yang disuslkan
oleh Henley dan Ellis (1983), yang didasarkan pada analoginya dengan
sistem aktif, serta pemahaman tentang aliran fluida dan prosesprosesnya.