Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KIMIA KUALITATIF

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKALAH
ANALISIS ANTIBIOTIK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VI
KELS C.10
SUNANDA CHATIMAH SURIAMAN

15020130242

ANDI NURKAMILA

15020130276

RUSITA HALIM SOAMOLE

15020130309

ST MUTIARA NUR AZIZAH

15020130364

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu analisa farmasi yang ditentukan bukan hanya untuk
uji kualitas

tetapi juga untuk uji kuantitasnya atau dengan kata lain

menentukan adanya suatu zat dalam sediaan dan menentukan seberapa besar
kandungan zat aktifnya. Analisa kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa obat
yang diproduksi sangat penting untuk dilakukan karena obat-obat yang
beredar dipasaran harus diketahui kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa
atau bahan kimia obat harus sesuai dengan yang tercantum dalam Farmakope
dan buku-buku resmi lainnya (Syarif, 2009).
Di bidang farmasi, penentuan suatu senyawa dalam sampel sangat
bermanfaat. Hal ini dapat berfungsi sebagai kontrol kualitas sediaan obat,
apakah obat tersebut mengandung zat aktif sesuai dengan yang tertera pada
etiket dan untuk mencegah terjadinya kesalahan pemesanan zat aktif untuk
produksi sediaan obat (Gowen, 2008).
Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau
diturunkan oleh organisme hidup, termasuk struktur analognya yang dibuat
sintetik yang dalam kadar rendah mampu menghambat atau membunuh satu
atau lebih spesies mikroorganisme. Antibiotik dan infeksi merupakan masalah
terbanyak yang dihadapi oleh negara yang sedang berkembang, termasuk
Indonesia. Jumlah korban yang meninggal karena infeksi masih menduduki
peringkat teratas di antara penyakit-penyakit yang menyerang penduduk
Indonesia. Antibiotik merupakan kelompok obat yang paling sering dan

terbanyak digunakan untuk memerangi penyakit-penyakit di Indonesia


(Syarif, 2009).
Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab
mempunyai ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih
obyektif sehingga bisa menggantikan penetapan secara hayati. Dengan
mempelajari sifat kimia dan rumus bangun dari suatu antibiotik maka dapat
disusun penetapan secara kimiawi yang secara kuantitiatif tanpa diganggu
oleh hasil peruraiannya atau senyawa lain yang mempunyai sifat kimia yang
serupa. Penetapan secara kimia diharapkan lebih spesifik daripada penetapan
secara hayati (Gowen, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan antibiotik?
2. Bagaimana penggolongan antibiotik?
3. Bagaimana kelarutan dari antibiotik?
4. Bagaimana pemerian dari antibiotik?
5. Bagaimana sifat umum antibiotik?
6. Bagaimana penentuan reaksi golongan untuk antibiotik?
7. Bagaimana penentuan reaksi spesifik untuk antibiotik?
8. Bagaimana uji kromatografi lapis tipis (KLT) untuk antibiotik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan antibiotik.
2. Untuk mengetahui penggolongan antibiotik.
3. Untuk mengetahui kelarutan dari antibiotik.
4. Untuk mengetahui pemerian dari antibiotik.
5. Untuk mengetahui sifat umum antibiotik.
6. Untuk mengetahui penentuan reaksi golongan untuk antibiotik.
7. Untuk mengetahui penentuan reaksi spesifik untuk antibiotik.
8. Untuk mengetahui uji kromatografi lapis tipis (KLT) untuk antibiotik.

BAB II
ISI
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan mikro-organisme
hidup terutama fungi dan bakteri tanah, yang memiliki khasiat mematikan atau
menghambat pertumbuhan banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay, 2010). Antibiotika dapat juga berarti
suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan
oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau
menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. Antimikroba adalah obat
yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia (Roth, 1981).
Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab
mempunyai ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih
objektif sehingga bisa menggantikan penetapan secara hayati. Dengan
mempelajari sifat kimia dan rumus bangun dari suatu antibiotik maka dapat
disusun penetapan secara kimiawi yang secara kuantitiatif tanpa diganggu oleh
hasil peruraiannya atau senyawa lain yang mempunyai sifat kimia yang serupa.
Penetapan secara kimia diharapkan lebih spesifik daripada penetapan secara
hayati (Gandjar, 2007).

Dengan dapat dibuatnya antibiotik murni, maka penetapan secara


kimia berkembang dengan menetapkan jumlah zat dalam berat dan tidak lagi
dalam unit, walaupun demikian beberapa antibiotik masih diukur dalam aktivitas
unit dan ini dapat diubah menjadi unit perberat jika diperlukan (Gandjar, 2007).

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik terbagi menjadi (Tjay,


2010):
1. Aminoglikosida, di antaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin,
neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.
2. Beta-Laktam, di antaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem,
meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim,
sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan
penisilin (penisilin, amoksisilin).
3. Glikopeptida, di antaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan
dekaplanin.
4. Polipeptida, di antaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin,
klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan
tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
5. Polimiksin, di antaranya polimiksin dan kolistin.
6. Kinolon (fluorokinolon), di antaranya asam nalidiksat, siprofloksasin,
ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.
7. Streptogramin, di antaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan
kinupristin-dalfopristin.
8. Oksazolidinon, di antaranya linezolid.
9. Sulfonamida, di antaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.
10. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam
fusidat.

A. Kloramfenikol
Pemerian dari kloramfenikol, yaitu hablur halus berbentuk jarum
atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan;
tidak berbau; rasa sangat pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap (Ditjen
POM, 1979).
Kelarutan dari kloramfenikol, yaitu larut dalam lebih kurang 400
bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian
propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P (Ditjen
POM, 1979).
Sifat umum dari antibiotik kloramfenikol, yaitu (Syarif, 2009):

Zat ini larut sedikit dalam air (1:400) dan relatif stabil.
Obat ini diinaktifasi dengan mereduksi gugus nitro dan menghidrolisis

ikatan amida, serta terjadi asetilasi.


Turunan kloramfenikol khasiatnya

kloramfenikol.
Karena sangat pahit, pada anak-anak digunakan bentuk ester palmitat.

Senyawa ini akan aktif setelah mengalami hidrolisis dalam tubuh.


Untuk dewasa dapat dibuat dalam bentuk kapsul.
Untuk pemakaian parenteral digunakan garam ester natrium

monosuksinat.
Kloramfenikol mempunyai spektrum antimikroba yang luas

tidak

ada

yang

melebihi

Pemeriksaan kualitatif (Auterhoff, 2002):


Sejumlah 10 mg zat dan 2,0 g NaOH ditambah 3

mL air, lalu dipanakan sampai mendidih; larutan berwana kuning kuat.


Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 3 mL etanol
30%, ditambahkan 7 mL air dan 200 mg bubuk seng. Dipanaskan di
penanas air selama 10 menit, kemudian disaring. Ke dalam 2 mL filtrate

ditambahakan 2 tetes benzoilklorida, dikocok 1 menit, lalu ditambahkan


3 tetes larutan besi (III) klorida; terbentuk warna merah ungu pekat.
Ke dalam 2 mL filtrate yang lain ditambahkan 3 tetes asam klorida encer,
3 tetes larutan natrium nitrit 10%, dan 5 tetes larutan 10 mg 2-naftol
dalam 5 mL NaOH 15%; terbentuk warna merah-jingga.
Filtrat yang diasamkan dengan asam nitrat dan ditambah perak nitrat,
membentuk endapan perak klorida.
Uji KLT (Auterhoff, 2002):
Pelarut Pengembang:
Kloroform : Etanol (96%) = 95 : 5
Tinggi rambat 15 cm dalam waktu 40 menit
Kelembaban relative 50%
Pendeteksi:
Difenilkarbazol + HgCl2
Kloramfenikol : ungu
B. Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah zat antimikroba yang diperoleh dengan cara
dekrorrinasi klortetrasiklina, reduksi oksitetrasiklina, atau dengan fermentasi.
Pemerian dari tetrasiklin, yaitu serbuk hablur; kuning; tidak berbau atau
sedikit berbau lemah (Ditjen POM, 1979).
Kelarutan dari tetrasiklin, yaitu sangat sukar larut dalam air; larut
dalam 50 bagian etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam kloroform P dan
dalam eter P; larut dalam asam encer; larut dalam alkali disertai peruraian
(Ditjen POM, 1979).
Sifat umum dari antibiotik tetrasiklin, yaitu (Syarif, 2009):

Spektrum antibakteri: gram +, gram -, aerob, anaerob, spiroket, mikroplasma,


riketsia, klamidia, legionela, protozoa tertentu (spektrum luas)

Efek non terapi : reaksi kepekaan, toksik dan iritasi, reaksi akibat perubahan

biologi Sifat Fisika dan kimia


Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, garam Na dan garam

HCl nya mudah larut dalam air.


Bentuk basa dan garam HCl stabil dalam keadaan kering.
Tetrasiklin cepat berkurang potensinya dalam larutan.
Umumnya tetrasiklin berupa kristal kuning yang amfoter.
Pemeriksaan kualitatif (Auterhoff, 2002):
Kira-kira 0,5 mg zat direaksikan dengan 2 mL asam
sulfat pekat; terbentuk warna ungu. Setelah ditambahkan 1 tetes larutan
besi (III) klorida 1% warna berubah menjadi coklat atau merah-coklat.
Uji KLT (Auterhoff, 2002):

Pelarut Pengembang:
Kloroform : Dietilamin = 90 : 10
Tinggi rambat 15 cm dalam waktu 45 menit
Kelembaban relative 50%
Pendeteksi:
Ninhidrin
Tetrasiklin : Kuning coklat
C. Ampisilin
Pemerian dari ampisilin, yaitu serbuk hablur renik; putih; tidak
berbau atau hampir tidak berbau; rasa pahit (Ditjen POM, 1979).
Kelarutan dari ampisilin, yaitu larut dalam 170 bagian air; praktis
tidak larut dalam 2,5 bagian etanol (95%) P, dalam kloroform P , dalam eter
P, dalam aseton P dan dalam minyak lemak (Ditjen POM, 1979).
Sifat umum dari antibiotik ampisilin, yaitu (Syarif, 2009):

Ampisilin berbentuk anhidrat atau trihidrat mengandung tidak kurang

dari 95,0% C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat.


Secara komersial, sediaan ampisilin trihidrat untuk sediaan oral dan gram
natrium untuk sediaan injeksi.

Potensi ampisilin trihidrat dan natrium penisilin dihitung berdasarkan

basis anhidrous.
Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam air sekitar 6 mg/mL pada

suhu 200C dan 10 mg/mL pada suhu 400C.


Ampisilin sodium berwarna hampir putih, praktis tidak berbau, serbuk
kristal, serbuk hidroskopis, sangat larut dalam air, mengandung 0,9%

Natrium Klorida.
Pelarutan Natrium ampicilin per mil memiliki pH 8 10. jika dilarutkan

secara langsung ampisilin trihidratoral suspensi memiliki pH antara 5-7,5


Pemeriksaan kualitatif (Auterhoff, 2002):
Ke dalam suspense 10 mg zat dalam 1 mL air ditambahkan 2 mL larutan
Fehling encer(2:6); timbul warna ungu (fuhsin)
Reaksi asam hidroksamat : ke dalam larutan 15 mg zat dalam 3 mL N
NaOH ditambahkan 0,3 g hidroksilamin hidroklorida dan dibiarkan
selama 5 menit. Larutan diasamkan dengan beberapa tetes 6 N HCl,
kemudian ditambahkan 1 mL besi (III) klorida 1%; timbul warna ungumerah kotor.
Reaksi iodazida : positif
Ke dalam 2 mL larutan 0,003 N iodium (3 mL 0,1 N I 2 + 100 mL air)
ditambah beberapa tetas larutan kanji dan 100 mg natrium azida padat;
larutan menjadi biru. Kemudian di dalam larutan ini ditambahkan 50 mg
bahan yang akan diperiksa, dengan pengocokan warna hilang atau larutan
menjadi jernih dan tampak gelembung-gelembung nitrogen yang berasal
dari zat.

Uji KLT (Auterhoff, 2002):


Pelarut Pengembang:
Toluol : Etanol : Asam Asetat = 50 : 40 : 10

Tinggi rambat 15 cm dalam waktu 55 menit


Pendeteksi:
Larutan kalium permanganate asam sulfat
Ampisilin : Kuning

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antibiotika dapat juga berarti suatu senyawa kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan
secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan
bakteri dan organisme lain. Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk
memberantas infeksi mikroba pada manusia.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan kajian pustaka

lebih

lanjut

untuk

mendapatkan pengetahuan yang lebih lagi mengenai analisis kualitatif


golongan antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
Auterhoff, Harry dan Karl-Artur Kovar. 2002. Identifikasi Obat. ITB : Bandung.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.
Gandjar, I.G., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Gowen, A. A., ODonnel, C., Cullen, P., dan Bell, S . E .J. 2008. Recent
Applications of Chemical Imaging to Pharmaceutical Process
Monitoring and Quality Control. Dublin : School of Food Science
and Environmental Health Dublin Institute of Technology.
Gunawan, S.G., 2012, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, Universitas Indonesia.
Sudjadi, 2008, Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press.
Roth, H.J., 1981, Analisis Farmasi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Syarif, Estuningtyas, Setiawati, Muchtar, Arif, Bahry, Suyatna, Dewoto, Utama,
Darmansjah, Wiria, Nafrialdi, Wilmana, Ascobat, Setiabudy,
Sunaryo, Wardhini, Suherman, Gunawan, Ganiswarna, Arozal,
Mariana, Istiantoro, Sadikin, Louisa dan Elysabeth. 2009.
Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tjay, T.H., dan Rahardja, Kirana, 2010, Obat-Obat Penting, Jakarta, Penerbit
Elexmedia Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai