Ilustrasi Kasus :
Burhan kelas II SD pulang dari sekolah mengeluh lelah dan tenggorokannya
sakit untuk menelan. Sore harinya tubuhnya demam, sakit kepala, mual dan
muntah. Oleh orangtuanya dibawa ke dokter. Hasil pemeriksaan didapatkan
suhu aksiler 39oC, faring dan tonsil membengkak (T2-2) berwarna merah.
Penderita diminta melakukan pemeriksaan laboratorium usap tenggorokan dan
pemeriksaan darah rutin. Hasil pemeriksaan darah didapatkan lekosit
15.000/ml, usap langsung tenggorok didapatkan kuman bentuk kokus Gram
positif bergandengan seperti rantai. Dokter memberikan terapi simtomatik
antipiretik, analgetik dan antibiotika.
I.
TERMINOLOGI
1. Sputum
Bahan yang dikeluarkan dari mulut,trakhea, bronkus atau paru-paru.
2. Ronkhi Basah Kasar
Suara berisik yang terputus akibat aliran udara yang melewati cairan,
suaranya seperti gelombang udara.
3. Band
Neutrofil non segmen, nukleus seperti pita.
4. Sesak Nafas
Perasaan sulit bernafas dikarenakan : Aktivitas Fisik, Alergi, Trauma,
Jejas dan Obstruksi.
5. Pemeriksaan Foto Thorax
Pemeriksaan yang dihasilkan satu proyeksi radiografi dari thorax yang
mendiagnosis kondisi yang mengganggu thorax menggunakan radiasi
terionisasi dalam bentuk x-ray.
6. ICU
(Intensive Care Unit) Pelayanan untuk pasien yang dirawat dan
diobservasi secara komprehensif serta dibutuhkan tenaga yang ekstra
dari Rumah Sakit (RS).
7. Batuk Berdahak
Suatu mekanisme untuk mengeluarkan jejas asing dengan proses
pengeluaran zat asing seperti cairan lendir.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
PETA KONSEP
V.
VI.
SASARAN BELAJAR
1. Handling Specimen ; Cara Pemeriksaan dan Interpretasi ; Pemeriksaan
Darah, Sputum dan Foto Thorax
2. Patogenesis dari patologi tersebut.
3. Epidemiologi infeksi paru.
4. Terapi medika mentosa berdasarkan etiologi dan terapi non medika
mentosa
ANALISIS SASARAN BELAJAR
1. PEMERIKSAAN DARAH
1. Handling specimen
Specimen pemeriksaan darah menggunakan darah vena perifer
atau kapiler. Untuk pengambilan darah, kulit dibersihkan dengan
antisptik misalnya alcohol 70%. Jumlah darah yang akan diambil
tergantung pada jenis pemeriksaan. Untuk penyimpanan, darah
ditempatkan pada tabung steril dengan antikoagulan. Untuk
pemeriksaan darah rutin misalnya, dapat menggunakan antikoagulan
EDTA. Tabung EDTA ditandai dengan tutup berwarna biru.
2. Cara pemeriksaan dan interpretasi
Pemeriksaan darah rutin terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hitung
jumlah sel, hematocrit, hitung jenis leukosit, nilai eritrosit, serta laju
endap darah.
a. Hemoglobin: pemeriksaan Hb dilakukan dapat dengan metode
Sahli (asam hematin), haemoglobincyanide, maupun
oksihemoglobin. Pada metode Sahli dilakukan sebagai berikut:
a. Meneteskan HCl 0,1 N pada tabung pengencer hemometer
hingga skala angka 2
b. Mengisap darah dengan pipet hemoglobin sampai garis
tanda 20 mikroliter
c. menghapus darah yang melekat pada luar ujung pipet
d. mengalirkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung
pengencer
e. menambahkan air setetes demi setetes. Persamaan warna
campuran dengan warna tabung standar harus dicapai
dalam waktu 3-5 menit setelah darah dan HCl tercampur
f. Membaca kadar Hb pada tabung dalam g/dl darah
Nilai normal kadar hemoglobin untuk laki-laki dewasa sekitar 15
g/dl. Jumlah menurun pada infeksi virus, penyakit kronik, anemia,
dan kelainan ginjal. Jumlah meningkat pada polisitemia.
Volume
normal (kurang dari 25 ml/24jam), 100ml-500ml/24 jam
Bau
normal (-)
bau busuk : empyema, abses paru, tumor
bau tinja : abses dibawah diafragma
Warna sputum :
Kuning
Hijau
Merah
Konsistensi
Purulen : kental
Mukoid : berlendir dan kental : bronchitis, asma,
pneumonia lobaris
Sediaan Natif
Sputum ditaruh diatas gelas objek
Cover glass
Lihat di mikroskop
Uliran Curcshmann
Heart failure
Sel hematoidine
Sediaan pulasan
o Pulasan Gram
Bahan-bahan :
FOTO THORAX
Penilaian Kualitas Foto Thorax
1. Identifikasi lengkap ( nama dan usia pasien, nama institusi
kesehatan, tanggal pemeriksaan)
2. Lapangan paru tidak terpotong
3. Kedua sudut diafragma terlihat
4. Exposure: Pada foto yang mengalami underexposure maka dapat
terjadi kecurigaan terhadap proses patologis paru
5. Inspirasi: dinilai dari jumlah costa anterior atau posterior yang
terlihat
6. Rotasi atau sentrasi
7. Proyeksi dan posisi
8. Tidak terdapat artefak
Jenis Foto Thorax dan Indikasinya
1. Proyeksi oblik
Digunakan untuk melihat proses patologi di bawah kubah
diafragma. Posisi oblik dilakukan dengan sudut 45 derajat dan
dinamakan berdasarkan sisi dada yang paling dekat dengan film
dan paling jauh dari tabung sinar x.
2. Apikal lordotik
Digunakan untuk melihat proses patologis pada apeks paru. Pasien
diposisikan tegak AP kemudian bersandar pada penahan kaset kea
rah belakang.
3. Lateral decubitus
Dapat memperlihatkan cairan dalam rongga pleura dan untuk
menilai ketinggian cairan bebas dalam pleura.
Interpetasi Foto Thorax
1. Tulang
Perikasa apakah terdapat gambaran blastik atau litik, fraktur,
kelurusan spina, dan rongga antar sendi. Vertebra region dada
biasanya opasitasnya lebih rendah.
2. Kardio-mediastinum
Ukur lebar mediastinum. Dalam keadaan normal, trakea dan aorta
berjalan di daerah tengah rongga toraks tanpa deviasi, arkus aorta
terlihat. Diameter terbesat jantung pada proyeksi PA harus kurang
dari 50% dibandingkan rongga terbesar dada, peningkatan rasio ini
disebut kardiomegali.
3. Diafragma
Sudut kostofrenikus harus terlihat licin dan tajam.
4. Lapang paru
Hampir semua garis putih pada lapang paru merupakan pembuluh
darah. Pembuluh darah memiliki ciri bercabang dan mengecil
perlahan dari hilus di sentral menuju daerah perifer. Bronkus
biasanya tidak terlihat. Perhatikan daerah opak dan hiperlusen.
5. Pleura
Pleura parietalis dan visceralis normalnya tidak terlihat pada
radiogravi konvensional, kecuali ketika dua lapis pleura visceralis
melipat dan membentuk fisura.
6. Jaringan Lunak
Perhatikan adanya kalsifikasi jaringan lunak, masa atau
pengumpulan udara.
7. Pada foto lateral, perhatikan daerah:
- rongga bebas retrosternal
- Regio hilus
- Fisura
- Vertebra torakal
- Diafragma dan sulkus posterior
2. Patogenesis dari patologi tersebut.
A. MYCROBACTERIUM
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyebar dari satu orang ke orang lain
melalui udara. Selain mempengaruhi paru (80%), TB juga dapat
mempengaruhi organ lain seperti otak, ginjal atau spinal (tuberkulosis
ekstrapulmonar: 20%). 1,2Dua pertiga dari populasi dunia mengalami
infeksi TB. Akan tetapi, secara umum, hanya 5-10% orang yang terinfeksi
akan mengalami penyakit TB aktif. Setengah dari orang tersebut dapat
mengalami TB aktif pada dua tahun petama sejak infeksi. Jika imunitas
rendah, resikonya akan meningkat. 1
Tuberkulosis Laten dan Aktif 3
Saat seseorang yang terinfeksi tb terbatuk atau bersin, droplet yang
berisi M.tuberculosis keluar ke udara. Jika seseorang menghirupnya, dia
akan terinfeksi. Namun, bukan berarti orang tersebut mengalami penyakit
tuberkulosis.
Orang dengan infeksi laten TB tidak merasakan sakit dan gejala.
Mereka memang terinfeksi, tetapi bukan merupakan TB yang aktif. Satusatunya tanda adalah reaksi positif pada skin test uji tuberkulin. 4Pada
kondisi ini, orang tersebut tidak menyebarkan infeksi TB ke orang lain.
Sistem imun membungkus basil TB yang terlindungi oleh mantel lilin
yang tebal, yang dapat dorman dalam beberapa tahun. Makrofag yang
melakukan respon dengan cara mengirim sel darah putih untuk melindungi
paru-paru. Sel darah putih (neutrofil) kemudian menelan dan membunuh
organisme tersebut serta mengeluarkan sitokin yang merupakan hasil dari
aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya demam,
rasa dingin (menggigil), lemah yang merupakan gejala umum dari
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Neutrofil, bakteri,
dan cairan mempengaruhi keadaan sekitarnya dan juga mempengaruhi
transportasi O2.
Perjalanan bakteri dari paru-paru ke dalam peredaran darah
mengakibatkan penyakit yang serius seperti sepsis, yaitu suatu keadaan
tekanan darah rendah yang kemudian mempengaruhi sistem faal otak,
ginjal, dan jantung.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
1.
Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang
tercemar
2.
Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
C. BRONKIEKTASIS (BE)
Bronkiektasis (BE)adalah penyakit saluran napas kronik
ditandai dengan dilatasi abnormal yang permanen disertai rusaknya
dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut ditemukan perubahan
yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema
mukosa (BE silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan
timbul obstruksi berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan
arsitektur dinding bronkus serta fungsinya.
Keadaan yang sering menginduksi terjadinya BE adalah infeksi,
kegagalan drainase sekret, obstruksi saluran napas dan atau gangguan
mekanisme pertahanan individu.
Di seluruh dunia angka kejadian BE tinggi, biasanya terjadi pada
negara terbelakang atau berkembang. BE kebanyakan terjadi pada
penduduk usia pertengahan sampai lanjut, sedangkan akibat penyakit
kongenital terjadi pada usia muda. Tingkat sosial ekonomi yang rendah,
nutrisi buruk, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan
fasilitas kesehatan karena alasan finansial atau jangkauan fasilitas
kesehatan mempermudah timbulnya infeksi tersebut.
BE adalah dilatasi abnormal bronkus, pada daerah
proksimal bronkus (diameter > 2 mm) disertai destruksi komponen otot
dan jaringan elastik dinding bronkus yang dapat terjadi secara kongenital
ataupun didapat karena sebab infeksi kronik saluran napas. BE kongenital
terjadi pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan cabangcabang bronkus. Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding
bronkus merupakan respon tubuh terhadap infeksi berupa proses inflamasi
Tubercolusis
Penyakit menular kronis. Mycobacterium tuberculosis
(complex). Basil tahan asam (BTA). Penularan melalui udara
(microdroplet nuclei). Faktor yang mempengaruhi kerentanan
seseorang menjadi penyakit TB: Sistem Imun dan Status gizi buruk
Epidemiologi
Indonesia merupakan negara urutan keempat dengan kasus
TB terbanyak pada tahun 2010 setelah India, Cina, dan Afrika
Selatan. Tahun 2007, prevalensi kasus TB sebesar 244 per 100.000
dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 228 per 100.000. Insiden
untuk kasus TB-BTA positif sebesar 102 per 100.000 dan angka
kematian mencapai 39 kasus per 100.000 atau sekitar 250 orang
perhari.
Gambaran insidens TB
Eksaserbasi akut
Adanya perburukan keadaan mendadak, terdapat keluhan sesak,
hemoptisis. Diberikan selama 10-14 hari.
Jangka panjang
indikasinya keluhan sangat berat dan sering
Pemberian bronkodilator untuk memperbaiki penyumbatan
Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Evaluasi setiap 2 minggu (bulan pertama) selanjutnya 1x sebulan
Pemberian vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Pneumonia Terapi antibiotik berdasarkan empiris
Patogen
potensial
Antibiotik yang
Disarankan
S. Pneumoniae
Seftriakson
H. Influenzae
Atau
Gram (-)
sensitif
antibiotik:
Levofloksasin,
moksifloksasin
Escherichia
coli
Atau
Ciprofloksasin
K.
pneumoniae
Atau
Enterobacter
spp.
Ampisilin /
Sulbaktam
Serratia
marcescens
Ertapenem
VII.
DAFTAR PUSTAKA
Tanto, chris et.al. 2014. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Widoyono.2011.Penyakit Tropis.Semarang: Erlangga
Farmakologi dan Terapi.1995.Jakarta : Bagian farmakologi UI
Indranila KS. 2013.Hematologi Rutin. Diktat Patologi Klinik I FK UNDIP.
Suyono, Slamet dkk.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta
: Balai Penerbit FK UI