Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO 3

BBDM MODUL 3.1


Batuk dan Sesak Nafas

Ilustrasi Kasus :
Burhan kelas II SD pulang dari sekolah mengeluh lelah dan tenggorokannya
sakit untuk menelan. Sore harinya tubuhnya demam, sakit kepala, mual dan
muntah. Oleh orangtuanya dibawa ke dokter. Hasil pemeriksaan didapatkan
suhu aksiler 39oC, faring dan tonsil membengkak (T2-2) berwarna merah.
Penderita diminta melakukan pemeriksaan laboratorium usap tenggorokan dan
pemeriksaan darah rutin. Hasil pemeriksaan darah didapatkan lekosit
15.000/ml, usap langsung tenggorok didapatkan kuman bentuk kokus Gram
positif bergandengan seperti rantai. Dokter memberikan terapi simtomatik
antipiretik, analgetik dan antibiotika.
I.

TERMINOLOGI
1. Sputum
Bahan yang dikeluarkan dari mulut,trakhea, bronkus atau paru-paru.
2. Ronkhi Basah Kasar
Suara berisik yang terputus akibat aliran udara yang melewati cairan,
suaranya seperti gelombang udara.
3. Band
Neutrofil non segmen, nukleus seperti pita.
4. Sesak Nafas
Perasaan sulit bernafas dikarenakan : Aktivitas Fisik, Alergi, Trauma,
Jejas dan Obstruksi.
5. Pemeriksaan Foto Thorax
Pemeriksaan yang dihasilkan satu proyeksi radiografi dari thorax yang
mendiagnosis kondisi yang mengganggu thorax menggunakan radiasi
terionisasi dalam bentuk x-ray.
6. ICU
(Intensive Care Unit) Pelayanan untuk pasien yang dirawat dan
diobservasi secara komprehensif serta dibutuhkan tenaga yang ekstra
dari Rumah Sakit (RS).

7. Batuk Berdahak
Suatu mekanisme untuk mengeluarkan jejas asing dengan proses
pengeluaran zat asing seperti cairan lendir.
II.

RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.

Apa penyebab gejala-gejala tersebut ?


Tujuan pemeriksaan foto thorax ?
Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium ?
Pada pemeriksaan sputum meliputi apa saja dan apa saja yang bisa
didapat ?
5. Hubungan ronkhi basah kasar dengan kenaikan leukosit ?
6. Mengapa pasien dirawat di ICU ?
7. Batuk dan sesak nafas dapat dimanifestasikan tubuh dalam bentuk
apa ?
III.

ANALISIS RUMUSAN MASALAH


1. (Infeksi) Jadi ketika terjadi infeksi, tubuh akan melakukan suatu
pertahanan dengan mengeluarkan mukus. Hal ini akan mengakibatkan
obstruksi jalan nafas dan menimbulkan resistensi yang besar sehingga
untuk mengeluarkan nafas butuh tenaga yang lebih dan menjadi sesak
nafas
(Batuk) Merupakan kompensasi agar mempermudah jalan nafas
sehingga lebih luas jalan nafasnya dan karena adanya perasaan tidak
enak disaluran pernafasan akan menjadi batuk.
2. Tujuannya adalah digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis yang berhubungan dengan kondisi rongga dada,
isi, dan struktur. Juga digunakan untuk menentukan adanya obstruksi
tertentu dari jalan nafas.
3. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium :
Ketika leukosit meningkat maka menandakan infeksi bakteri.
Neutrofil meningkat maka menandakan infeksi akut.
Bands, siap mengganti untuk neutrofil yang sudah bekerja.
Limfosit meningkat maka menandakan infeksi kronik.
4. Untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menyebabkan penyakit
tersebut. Secara Makroskopis (dengan melihat) : Volume Gel, Bau
Sputum, Warna Sputum, dan Konsistensi. Sedangkan pada

pemeriksaan,didapatkan : BTA, Pewarna Gram, Kultur Sputum,


Sensitifitas dan Sitologi.
5. Dikarenakan adanya leukosit meningkat sehingga terjadi infeksi
bakteri. Kompensasinya dengan adanya produksi mukus yang berlebih
sehingga menyebabkan ronkhi basah kasar.
6. Alasan atau kriteria pasien yang dirawat di ICU :
Pasien yang kritis, perlu monitoring yang intensif.
Pasien yang perlu monitor invasif sehingga pasien yang kronik
agar tidak akut.
Pasien yang tidak stabil dalam kondisi kritis.
7. Dalam keadaan yang fisiologis, menurunnya daya elastisitas paru
karena surfaktan di dalam paru menurun. Manifestasi dengan : sesak
nafas untuk mengambil O2 untuk menutupi kebutuhan pengambilan O2
dilakukan sebanyak-banyaknya.
IV.

PETA KONSEP

V.

VI.

SASARAN BELAJAR
1. Handling Specimen ; Cara Pemeriksaan dan Interpretasi ; Pemeriksaan
Darah, Sputum dan Foto Thorax
2. Patogenesis dari patologi tersebut.
3. Epidemiologi infeksi paru.
4. Terapi medika mentosa berdasarkan etiologi dan terapi non medika
mentosa
ANALISIS SASARAN BELAJAR

1. PEMERIKSAAN DARAH
1. Handling specimen
Specimen pemeriksaan darah menggunakan darah vena perifer
atau kapiler. Untuk pengambilan darah, kulit dibersihkan dengan
antisptik misalnya alcohol 70%. Jumlah darah yang akan diambil
tergantung pada jenis pemeriksaan. Untuk penyimpanan, darah
ditempatkan pada tabung steril dengan antikoagulan. Untuk
pemeriksaan darah rutin misalnya, dapat menggunakan antikoagulan
EDTA. Tabung EDTA ditandai dengan tutup berwarna biru.
2. Cara pemeriksaan dan interpretasi
Pemeriksaan darah rutin terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hitung
jumlah sel, hematocrit, hitung jenis leukosit, nilai eritrosit, serta laju
endap darah.
a. Hemoglobin: pemeriksaan Hb dilakukan dapat dengan metode
Sahli (asam hematin), haemoglobincyanide, maupun
oksihemoglobin. Pada metode Sahli dilakukan sebagai berikut:
a. Meneteskan HCl 0,1 N pada tabung pengencer hemometer
hingga skala angka 2
b. Mengisap darah dengan pipet hemoglobin sampai garis
tanda 20 mikroliter
c. menghapus darah yang melekat pada luar ujung pipet
d. mengalirkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung
pengencer
e. menambahkan air setetes demi setetes. Persamaan warna
campuran dengan warna tabung standar harus dicapai
dalam waktu 3-5 menit setelah darah dan HCl tercampur
f. Membaca kadar Hb pada tabung dalam g/dl darah
Nilai normal kadar hemoglobin untuk laki-laki dewasa sekitar 15
g/dl. Jumlah menurun pada infeksi virus, penyakit kronik, anemia,
dan kelainan ginjal. Jumlah meningkat pada polisitemia.

b. Hematokrit: pemeriksaan dapat menggunakan metode wintrobe


( dengan darah oksalat, heparin, atau EDTA dalam tabung
wintrobe, dan disentrifugasi 2000-2300 rpm selama 30 menit) atau
metode mikrohematokrit (dengan tabung kapiler, sentrifugasi 1200
rpm selama 5 menit dan grafik untuk membaca hematokrit). Nilai
normal untu laki-laki dewasa 45%, meningkat pada polisitemia
serta menurun pada infeksi virus, anemia dan penyakit kronis.
c. Hitung jumlah sel: dapat dilakukan secara manual dengan dilusi
mengunakan larutan Turk untuk hitung leukosit, larutan Hayem
untuk hitung eritrosit, kemudian menggunakan bilik hitung
dibawah mikroskop.
d. Hitung jenis leukosit: mencakup jumlah basophil, eosinophil,
neutrophil batang, neutrophil segmen, limfosti dan monosit. Nilai
normal untuk laki-laki dewasa adalah sebagai berikut.
a. Basophil: 0-1%
b. Eosinophil: 0-3%
c. Neutrophil batang: 5-11%
d. Neutrophil segmen: 35-66%
e. limfosit: 24-44%
f. monosit: 3-6%
e. Laju endap darah: dapat dikur dengan dua cara, yaitu cara
westergreen (menggunakan antikoagulan natrium sitrat) atau cara
wintrobe (menggunakan antikoagulan oksalat). Nilai normal untuk
laki-laki dengan cara westergreen 0-15 mm/jam, meningkat pada
keadaan infeksi akut atau kronis, serta menurun pada keadaan
polisitemia.
PEMERIKSAAN SPUTUM
Instruksi Kerja
A. Pengumpulan dahak
B. Pemberian Identitas
C. Pembuatan Sediaan
D. Pemeriksaan Mikroskopis
1. WAKTU PENGUMPULAN CONTOH UJI DAHAK
Untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis dibutuhkan tiga
contoh uji dahak. Pengumpulan spesimen dahak dilakukan dalam waktu 2
hari yaitu Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)
Dahak Sewaktu hari -1 (A)
Dahak pertama diambil SEWAKTU pada saat pasien
berkunjung ke Fasyankes
Beri pot dahak pada saat pasien pulang untuk keperluan
pengumpulan dahak pagi hari berikutnya.
Dahak Pagi (B)

Pasien mengeluarkan dahak kedua pada PAGI hari setelah


bangun tidur dan membawa contoh uji dahak ke laboratorium.
Dahak Sewaktu hari -2 (C)
Kumpulkan dahak ketiga (dahak SEWAKTU) di laboratorium
pada saat pasien kembali ke laboratorium pada hari kedua saat
membawa dahak pagi (B).
2. TEMPAT PENGUMPULAN DAHAK
Dahak adalah bahan yang infeksius, pada saat berdahak aerosol/percikan
dapat menulari orang yang ada disekitarnya, karena itu tempat berdahak
harus berada ditempat yang jauh dari kerumunan orang.
3. CARA BERDAHAK
Pasien berkumur dengan air dan melepaskan gigi palsu
Sputum diambil dengan cara dibatukkan
Penyampainan <20 jam pada suhu ruang
4. JENIS PEMERIKSAAN SPUTUM
MAKROSKOPIK

Volume
normal (kurang dari 25 ml/24jam), 100ml-500ml/24 jam

Bau
normal (-)
bau busuk : empyema, abses paru, tumor
bau tinja : abses dibawah diafragma

Warna sputum :
Kuning
Hijau
Merah

Konsistensi
Purulen : kental
Mukoid : berlendir dan kental : bronchitis, asma,
pneumonia lobaris

Hemoptisis : bercampur darah


Sereus : edema pulmonum
MIKROSKOPIS

Sediaan Natif
Sputum ditaruh diatas gelas objek
Cover glass
Lihat di mikroskop

Leukosit dan eritrosit

Sel yang mengandung pigmen : Heart failure


cells, sel-sel yang berisi berbutir-butir, serat
elastis, fungi, dll

Sel charcot dan leyden

Uliran Curcshmann

Heart failure

Sel hematoidine

Sediaan pulasan
o Pulasan Gram

Bahan-bahan :

Carbol gentian violet warna ungu (cat I/


primary stain))
Lugol
mordant
Alkohol absolute
peluntur
Safranin/basic fuscin warna merah (cat II)

Hasil pengecatan Gram tergantung susunan dinding selnya

Kuman Gram positif: dinding sel peptidoglikan


tebal sehingga tidak larut oleh alkohol absolut
(dekolorator) dan masih tercat ungu dengan cat
primernya yaitu gentian violet.
Kuman Gram negative: dinding LPS dan
peptidoglikan tipis, dikarenakan LPS
mengandung lipid dimana larut oleh alkohol
absolut (dekolorator) sehingga warna hilang dan
menyerap warna yang kedua yaitu Safranin
tercat merah seperti latar belakang.

o Pulasan Zeihl Nilsen


Bahan-bahan sbb:

Carbol fuchin (cat I / primary stain)


(dipanaskan)
Alkohol asam (dekolorator)
Methylen blue (cat II / secondary/ counter stain)

Pulasan ini untuk mendeteksi adanya kuman tahan asam.


Kuman tahan asam mempunyai lapisan lilin (40% berat
kering kuman)
Hasil:

Kuman Tahan Asam: tercat merah (latar


belakang biru).
Kuman Tidak Tahan Asam tercat biru (latar
belakang biru)

Pengecatan tahan asam lain : Kinyoun Gabbet

FOTO THORAX
Penilaian Kualitas Foto Thorax
1. Identifikasi lengkap ( nama dan usia pasien, nama institusi
kesehatan, tanggal pemeriksaan)
2. Lapangan paru tidak terpotong
3. Kedua sudut diafragma terlihat
4. Exposure: Pada foto yang mengalami underexposure maka dapat
terjadi kecurigaan terhadap proses patologis paru
5. Inspirasi: dinilai dari jumlah costa anterior atau posterior yang
terlihat
6. Rotasi atau sentrasi
7. Proyeksi dan posisi
8. Tidak terdapat artefak
Jenis Foto Thorax dan Indikasinya
1. Proyeksi oblik
Digunakan untuk melihat proses patologi di bawah kubah
diafragma. Posisi oblik dilakukan dengan sudut 45 derajat dan
dinamakan berdasarkan sisi dada yang paling dekat dengan film
dan paling jauh dari tabung sinar x.
2. Apikal lordotik
Digunakan untuk melihat proses patologis pada apeks paru. Pasien
diposisikan tegak AP kemudian bersandar pada penahan kaset kea
rah belakang.
3. Lateral decubitus
Dapat memperlihatkan cairan dalam rongga pleura dan untuk
menilai ketinggian cairan bebas dalam pleura.
Interpetasi Foto Thorax
1. Tulang
Perikasa apakah terdapat gambaran blastik atau litik, fraktur,
kelurusan spina, dan rongga antar sendi. Vertebra region dada
biasanya opasitasnya lebih rendah.
2. Kardio-mediastinum
Ukur lebar mediastinum. Dalam keadaan normal, trakea dan aorta
berjalan di daerah tengah rongga toraks tanpa deviasi, arkus aorta
terlihat. Diameter terbesat jantung pada proyeksi PA harus kurang
dari 50% dibandingkan rongga terbesar dada, peningkatan rasio ini
disebut kardiomegali.
3. Diafragma
Sudut kostofrenikus harus terlihat licin dan tajam.

4. Lapang paru
Hampir semua garis putih pada lapang paru merupakan pembuluh
darah. Pembuluh darah memiliki ciri bercabang dan mengecil
perlahan dari hilus di sentral menuju daerah perifer. Bronkus
biasanya tidak terlihat. Perhatikan daerah opak dan hiperlusen.
5. Pleura
Pleura parietalis dan visceralis normalnya tidak terlihat pada
radiogravi konvensional, kecuali ketika dua lapis pleura visceralis
melipat dan membentuk fisura.
6. Jaringan Lunak
Perhatikan adanya kalsifikasi jaringan lunak, masa atau
pengumpulan udara.
7. Pada foto lateral, perhatikan daerah:
- rongga bebas retrosternal
- Regio hilus
- Fisura
- Vertebra torakal
- Diafragma dan sulkus posterior
2. Patogenesis dari patologi tersebut.
A. MYCROBACTERIUM
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyebar dari satu orang ke orang lain
melalui udara. Selain mempengaruhi paru (80%), TB juga dapat
mempengaruhi organ lain seperti otak, ginjal atau spinal (tuberkulosis
ekstrapulmonar: 20%). 1,2Dua pertiga dari populasi dunia mengalami
infeksi TB. Akan tetapi, secara umum, hanya 5-10% orang yang terinfeksi
akan mengalami penyakit TB aktif. Setengah dari orang tersebut dapat
mengalami TB aktif pada dua tahun petama sejak infeksi. Jika imunitas
rendah, resikonya akan meningkat. 1
Tuberkulosis Laten dan Aktif 3
Saat seseorang yang terinfeksi tb terbatuk atau bersin, droplet yang
berisi M.tuberculosis keluar ke udara. Jika seseorang menghirupnya, dia
akan terinfeksi. Namun, bukan berarti orang tersebut mengalami penyakit
tuberkulosis.
Orang dengan infeksi laten TB tidak merasakan sakit dan gejala.
Mereka memang terinfeksi, tetapi bukan merupakan TB yang aktif. Satusatunya tanda adalah reaksi positif pada skin test uji tuberkulin. 4Pada
kondisi ini, orang tersebut tidak menyebarkan infeksi TB ke orang lain.
Sistem imun membungkus basil TB yang terlindungi oleh mantel lilin
yang tebal, yang dapat dorman dalam beberapa tahun. Makrofag yang

terinfeksi merekrut sel-sel imunitas untuk membentuk granuloma,


mengisolasi bakteri dan mencegahnya menyebar.
TB aktif dapat berkembang saat bakteri TB dapat mengatasi sistem
imunitas dan mulai bereplikasi. Hal tersebut dapat terjadi segera setelah
infeksi atau saat sistem imunitas mereka menurun. Granuloma dapat
mengalami nekrosis dan terjadi destruksi jaringan sehingga terjadi
pelepasan bakteri dan berkembang menjadi penyakit aktif.
M.tuberculosis dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan
pada paru, tetapi mekanisme imunopatologinya kurang dapat dimengeri
dengan baik. Meskipun begitu, diketahui bahwa M.tuberculosis
mengekspresikan MMP-1 yang dapat mempromosikan pemecahan
kolagen pada pH netral yang mengakibatkan destruksi alveolar pada TB.
Orang yang mengalami TB aktif, dapat memunculkan gejala
berupa penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, keringat di malam
hari, demam, kelelahan, serta menggigil. Dari segi paru, dapat nampak
gejala berupa batuk dalam 3 minggu atau lebih, hemoptisis, nyeri dada,
terasa sesak saat bernapas. Demam, meriang, dan penurunan berat badan
diinduksi oleh mediator, terutama TNF- yang memang berperan pada
efek sistemik suatu penyakit. 4 Gejala lain, tergantung organ mana yang
terkena. Orang dengan infeksi aktif dapat menyebarkan bakteri TB ke
orang lain. 3, 6
Patogenesis Tuberkulosis Secara Umum
Patogenesis tuberkulosis pada individu imunokompeten yang
belum pernah terpajan berpusat pada pembentukan imunitas selular yang
menimbulkan resistensi terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya
hipersensitifitas jaringan terhadap antigen tuberkulosis. Hipersensitifitas
jaringan yang destruktif memunculkan gambaran patologik berupa
granuloma perkijuan dan kavitasi.
Perjalanan kuman TBC dalam tubuh adalah sebagai berikut.7
Strain virulen mikobakteri masuk ke dalam endosom makrofag
diperantarai reseptor manosa makrofag yang mengenali glikolipid
berselubung manosa di dinding sel tuberkular. Setelah itu, organisme dapat
menghambat respon mikrobisida normal dengan memanipulasi pH
endosom dan menghentikan pematangan endosom. Dengan terganggunya
pembentukan fagolisosom efektif, mikobakteri dapat berproliferasi tanpa
gangguan. Polimorfisme pada gen NRAMP1 (natural resistance-associated
machrophage protein-1)dibuktikan berkaitan dengan peningkatan insiden
tuberkulosis. Dipostulasikan bahwa variasi genotipe NRAMP1 tersebut
menurunkan fungsi mikrobisida.
Berdasarkan proses di atas, fase dini TB primer (<3 minggu) pada
orang yang belum tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa
hambatan di dalam makrofag alveolus dan rongga udara sehingga terjadi

bakterimia dan penyebaran ke berbagai tempat. Namun, pada tahap ini


kebanyakan masih asimptomatik atau mengalami gejala mirip flu.
Imunitas seluler umumnya muncul dalam 3 minggu setelah
pajanan. Antigen mikobakterium diproses kemudian mencapai kelenjar
getah bening regional dan disajikan dalam konteks histokompatibilitas
mayor kelas II oleh makrofag ke sel TH0 CD4+ uncommited yang
memiliki reseptor sel T. Selanjutnya, sel tersebut akan mengalami
pematangan menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 dengan bantuan IL-12. IL12 itu sendiri dihasilkan oleh makrofag yang menampilkan antigen
M.tuberculosis tersebut.
Subtipe TH1 tersebut dapat mengeluarkan TNF- yang penting
untuk mengaktifkan makrofag. Selanjutnya, makrofag akan mengeluarkan
mediator seperti TNF (yang berperan untuk merekrut monosit) dan IFN-
yang bersama TNF akan mengaktifkan gen inducible nitric oxide synthase
(iNOS). Monosit nantinya akan mengalami pengaktifan dan differensiasi
menjadi histiosit epiteloid yang menandai respon granulomatosa.
Sementara itu, iNOS akan menyebabkan peningkatan nitrat oksida di
tempat infeksi. Nitrat oksida dapat menimbulkan kerusakan oksidatif pada
beberapa konstituen mikobakteri dari dinding sel sampai DNA.
Selain mengaktifkan makrofag, sel T CD4+ juga mempermudah
terbentuknya sel T sitotoksik CD8+ yang dapat mematikan makrofag yang
terinfeksi tuberkulosis. Selain sel T, ada juga sel T yang tidak hanya
mengeluarkan IFN- tetapi juga sebagai sel efektor sitotoksik.
B. PNEUMONIA
Patogenesis pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit
penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru.
Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di
kulit. Bakteri pneumokokus secara normal berada di tenggorokan dan
rongga hidung (saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat,
sehingga infeksi pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana
saja, tanpa memandang status sosial. Percikan ludah sewaktu bicara, bersin
dan batuk dapat memindahkan bakteri ke orang lain melalui udara.
Terlebih dari orang yang berdekatan misalnya tinggal serumah, tempat
bermain, dan sekolah. Jadi, siapa pun dapat menularkan kuman
pneumokokus.
Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan tetapi
kadang kala juga masuk melalui sistem peredaran darah apabila pada
bagian tubuh kita ada yang terinfeksi. Sering kali bakteri itu hidup pada
saluran pernafasan atas yang kemudian masuk ke dalam arteri. Ketika
masuk ke dalam alveoli, bakteri melakukan perjalanan diantara ruang antar
sel dan juga diantara alveoli. Dengan adanya hal tersebut, sistem imun

melakukan respon dengan cara mengirim sel darah putih untuk melindungi
paru-paru. Sel darah putih (neutrofil) kemudian menelan dan membunuh
organisme tersebut serta mengeluarkan sitokin yang merupakan hasil dari
aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya demam,
rasa dingin (menggigil), lemah yang merupakan gejala umum dari
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Neutrofil, bakteri,
dan cairan mempengaruhi keadaan sekitarnya dan juga mempengaruhi
transportasi O2.
Perjalanan bakteri dari paru-paru ke dalam peredaran darah
mengakibatkan penyakit yang serius seperti sepsis, yaitu suatu keadaan
tekanan darah rendah yang kemudian mempengaruhi sistem faal otak,
ginjal, dan jantung.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
1.
Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang
tercemar
2.
Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
C. BRONKIEKTASIS (BE)
Bronkiektasis (BE)adalah penyakit saluran napas kronik
ditandai dengan dilatasi abnormal yang permanen disertai rusaknya
dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut ditemukan perubahan
yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema
mukosa (BE silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan
timbul obstruksi berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan
arsitektur dinding bronkus serta fungsinya.
Keadaan yang sering menginduksi terjadinya BE adalah infeksi,
kegagalan drainase sekret, obstruksi saluran napas dan atau gangguan
mekanisme pertahanan individu.
Di seluruh dunia angka kejadian BE tinggi, biasanya terjadi pada
negara terbelakang atau berkembang. BE kebanyakan terjadi pada
penduduk usia pertengahan sampai lanjut, sedangkan akibat penyakit
kongenital terjadi pada usia muda. Tingkat sosial ekonomi yang rendah,
nutrisi buruk, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan
fasilitas kesehatan karena alasan finansial atau jangkauan fasilitas
kesehatan mempermudah timbulnya infeksi tersebut.
BE adalah dilatasi abnormal bronkus, pada daerah
proksimal bronkus (diameter > 2 mm) disertai destruksi komponen otot
dan jaringan elastik dinding bronkus yang dapat terjadi secara kongenital
ataupun didapat karena sebab infeksi kronik saluran napas. BE kongenital
terjadi pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan cabangcabang bronkus. Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding
bronkus merupakan respon tubuh terhadap infeksi berupa proses inflamasi

yang melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil protease sehingga


terjadi kerusakan pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya
terjadi fibrosis peribronkial. Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus
dan inflamasi transmural sehingga terjadi dilatasi abnormal bronkus. Pada
keadaan ini biasanya ditemukan gangguan pembersihan sekresi (mucous
clearance) pada bronkus dan cabang-cabangnya. Kegagalan proses
pembersihan sekresi menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul infeksi
oleh kuman pathogen yang ikut berperan dalam pembentukan mucus yang
purulen pada penderita BE.
3. Epidemiologi infeksi paru
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit
saluran pernapasan yang bersifat akut dengan berbagai macam
gejala. ISPA merupakan penyakit penyebab utama kematian bayi
dan sering menempati urutan pertama angka kesakitan balita
Klasifikasi Penyakit ISPA
a. Bukan Pneumonia
Tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan
tarikan dinding dada.
Contoh : Common Cold, faringitis, tonsilitis
b. Pneumonia
Adanya batuk dan kesukaran bernapas
c. Pnemonia Berat
Disertai sesak napas atau tarikan dinding dada
Epidemiologi
ISPA : Penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak,
baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah
mampu. Penyebab kematian bayi dan balita yang cukup tinggi
yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 %
-60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA.
Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 %
-30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari
populasi balita. Ini berarti setiap tahun jumlah penderita
pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta . Diperkirakan bahwa
separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 06 bulan.

Tubercolusis
Penyakit menular kronis. Mycobacterium tuberculosis
(complex). Basil tahan asam (BTA). Penularan melalui udara
(microdroplet nuclei). Faktor yang mempengaruhi kerentanan
seseorang menjadi penyakit TB: Sistem Imun dan Status gizi buruk
Epidemiologi
Indonesia merupakan negara urutan keempat dengan kasus
TB terbanyak pada tahun 2010 setelah India, Cina, dan Afrika
Selatan. Tahun 2007, prevalensi kasus TB sebesar 244 per 100.000
dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 228 per 100.000. Insiden
untuk kasus TB-BTA positif sebesar 102 per 100.000 dan angka
kematian mencapai 39 kasus per 100.000 atau sekitar 250 orang
perhari.
Gambaran insidens TB

Menurut usia, puncak insidens TB:


Pada kelompok umur 1-4 tahun
Kelompok remaja dan dewasa muda
Risiko TB meningkat pada usia lebih dari 60 tahun.
Menurut jenis kelamin:
Risiko TB lebih besar pada wanita dibandingkan pria pada
kelompok umur 15-44 tahun.
Risiko TB lebih rendah pada wanita dibandingkan pria pada
kelompok umur diatas 44 tahun.
Riwayat kontak sebelumnya:
Risiko lebih besar pada populasi yang belum pernah ada kontak
dengan TB sebelumnya
Menurut golongan darah: (studi di Eskimo)
Pasien TB secara signifikan lebih banyak memiliki golongan darah
AB atau B dibandingkan O atau A.
Menurut berat badan:
Risiko meningkat 3,4 kali pada orang-orang dengan underweight
10% dibandingkan overweight 10%.

4. Terapi medika mentosa berdasarkan etiologi dan terapi non medika


mentosa
Bronkiektasis
Untuk infeksi ringan dapat diobati sendiri di rumah dan
memperbanyak asupan gizi
Terapi antibiotik

Eksaserbasi akut
Adanya perburukan keadaan mendadak, terdapat keluhan sesak,
hemoptisis. Diberikan selama 10-14 hari.
Jangka panjang
indikasinya keluhan sangat berat dan sering
Pemberian bronkodilator untuk memperbaiki penyumbatan
Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Evaluasi setiap 2 minggu (bulan pertama) selanjutnya 1x sebulan
Pemberian vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Pneumonia Terapi antibiotik berdasarkan empiris
Patogen
potensial

Antibiotik yang
Disarankan

S. Pneumoniae

Seftriakson

H. Influenzae

Atau

Gram (-)
sensitif
antibiotik:

Levofloksasin,
moksifloksasin

Escherichia
coli

Atau
Ciprofloksasin

K.
pneumoniae

Atau

Enterobacter
spp.

Ampisilin /
Sulbaktam

Serratia
marcescens

Ertapenem

VII.

Rekomendasi dalam pengelolaan faktor risiko yang dapat diubah


Nutrisi adekuat, makanan enteral dengan selang nasogastrik
Penghentian terapi imunosupresif
Tempat tidur yang kinetik

DAFTAR PUSTAKA
Tanto, chris et.al. 2014. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Widoyono.2011.Penyakit Tropis.Semarang: Erlangga
Farmakologi dan Terapi.1995.Jakarta : Bagian farmakologi UI
Indranila KS. 2013.Hematologi Rutin. Diktat Patologi Klinik I FK UNDIP.
Suyono, Slamet dkk.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta
: Balai Penerbit FK UI

Anda mungkin juga menyukai