Anda di halaman 1dari 56

PRESENTASI KASUS

Seorang Anak Perempuan dengan Dengue Hemorraghic Fever


Derajat I dan Obesitas, Obese, Normoheight

Oleh :
Adiptya Cahya Mahendra G99151036/E-14
Bima Kusuma Jati

G99151038/E-16

Pembimbing :
Bagus Artiko dr., Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi. Presentasi kasus dengan judul:
Seorang anak perempuan dengan dengue hemorraghic fever derajat I dan
Obesitas, obese, normoheight

Hari/tanggal

Mei 2016

Oleh:
Adiptya Cahya Mahendra G99151036/E-14
Bima Kusuma Jati

G99151038/E-16

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

Bagus Artiko dr., Sp.A, M.Kes

BAB I

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. S

Usia

: 5 tahun 11 bulan

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Ngadirejo Kartosuro

No RM

: 0133xxxx

Tanggal masuk

: 23 April 2016

Tanggal periksa

: 23 April 2016

Berat Badan

: 29 kg

Tinggi Badan

: 110 cm

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
I

II

III

Selasa

Rabu

19/04/16

20/04/16

21/04/16

07.30

07.30

07.30

IV

Kamis

Jumat

Sabtu

22/04/16 23/04/16
07.30

07.30

Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, Selasa 19 April 2016


pukul 07.30, pasien demam tinggi mendadak. Demam dirasa terus
menerus sepanjang hari. Demam dapat turun setelah pasien minum obat
penurun panas, namun hanya sebentar kemudian demam kembali. Keluhan
demam yang dirasajuga disertai nyeri kepala, nyeri pada seluruh badan.
Tidak ada keluhan nyeri perut, tidak ada mual maupun muntah, pasien
juga tidak dalam kondisi batuk maupun pilek. Tidak ada mimisan, gusi
berdarah, ataupun BAB hitam. Sehari kemudian orang tua pasien
2

I
15/6
2015
09.00

II
16/6
2015
09.00

III
17/6
2015
09.00

IV
18/6
2015
09.00

19/6
2015
09.00

membawa pasien ke klinik dokter umum dan diberikan obat puyer dan
sirup penurun panas.
Kurang lebih dua hari kemudian (Sabtu, 23 April 2016) orang tua
pasien mengatakan pasien tampak lesu, pasien juga masih demam tinggi.
Pasien buang air kecil dan buang air besar susah. Oleh orang tua kemudian
pasien dibawa ke klinik lagi dan diberikan obat, kemudian diinstruksikan
untuk cek laboratorium.
Sebelum masuk rumah sakit (Sabtu, 23 April 2016), pasien dibawa
untuk cek di laboratorium dengan hasil:
Hemoglobin : 17.8 g/dl
Hematokrit
: 63.6%
Leukosit
: 6500/ul
Trombosit
: 84000/ul
Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit swasta dan diberi
tatalaksana oksigen nasal 3 lpm, infus RL 300 cc dalam 15 menit
selanjutnya 100 cc per jam. Karena keterbatasan sarana, pasien dirujuk ke
RSUD Dr. Moewardi.
Saat di IGD RSUD Dr. Moewardi pada Sabtu 23 April 2016 pukul
13.40, pasien tampak sakit sedang, lemah, kesadaran kompos mentis,
terpasang infus RL 100 cc per jam, tidak terpasang oksigen nasal. Nafsu
makan dan minum menurun. Buang air kecil terakhir 4 jam yang lalu,
buang air besar terakhir 4 hari yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap di RS sebelumnya

: disangkal

Riwayat keluhan serupa

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Pada keluarga pasien tidak terdapat anggota keluarga yang
mengalami demam maupun muntah. Anggota keluarga pasien juga tidak
mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan riwayat demam berdarah.
3

E. Riwayat Lingkungan dan Kebiasaan


Dari alloanamnesis diketahui bahwa terdapat tetangga pasien (
500 m dari rumah pasien) mengalami demam tinggi namun tidak
mengetahui secara pasti penyebabnya. Tempat penampungan air di kamar
mandi rumah pasien dikuras setiap 7 hari sekali. Pasien tidak bepergian
jauh ke manapun.
Sumber air minum keluarga adalah air PDAM yang kemudian
dimasak. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan tidak diterapkan
dalam keluarga. Makanan keluarga sehari-hari dimasak sendiri hingga
matang.

F. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Selama hamil, ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilan
di Bidan. Pada trimester I ibu pasien melakukan kontrol sebanyak 1x
dalam 2 bulan. Pada trimester II ibu pasien melakukan kontrol sebanyak
1x/bulan dan pada trimester ke III juga melakukan kontrol 1x/minggu.
Tidak ada keluhan selama kehamilan berupa mual, muntah pada awal usia
kehamilan. Obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan meliputi
vitamin, tablet penambah darah, dan sempat meminum anti muntah. Kesan
kehamilan dalam batas normal.
G. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu usia 24 tahun dengan umur kehamilan 39
minggu secara spontan ditolong bidan dengan berat badan lahir 3200 gram
dan panjang 48 cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir dan tidak
ada kebiruan. Kesan kelahiran tidak ada kelainan.
H. Riwayat Imunisasi
Dasar:
Hep B0

: 0 bulan

BCG

: 1 bulan
4

Polio

: 1,2,3,4 bulan

DPT- HB

: 2,3,4 bulan

Campak

: 9 bulan

Kesimpulan : imunisasi sesuai Depkes RI 2009.


I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pertumbuhan
Pasien lahir dengan berat badan lahir 3300 gram, panjang
badan 48 cm, dan lingkar kepala 37 cm. Menurut keterangan dari ibu
kandungnya, ketika ditimbang di Posyandu, berat badan pasien
beberapa kali naik. Saat ini, pasien berusia 5 tahun 11 bulan dengan
berat badan 29 kg, tinggi badan 110 cm, dan lingkar kepala 51 cm.
Kesan : Pertumbuhan sesuai usia.
b. Perkembangan
1 bulan

: menatap wajah, bersuara, bereaksi terhadap bel,


mengangkat kepala.

2 bulan

: tersenyum spontan, kedua tangan bersentuhan, bersuara


ooo/aaa dan kepala mengangkat 45o.

3 bulan

: mengamati tangannya sendiri, mengikuti objek 180o,


berteriak, kepala terangkat 90o.

4 bulan

: melihat barang yang ditunjukkan, tengkurap sendiri.

6 bulan

: duduk bersandar, mengambil mainan, mengoceh.

9 bulan

: merangkak, bicara penggal kata.

Saat ini pasien berusia 5 tahun 11 bulan, bersekolah di taman


kanak-kanak dan aktif bermain dengan teman sekelasnya. Pasien
mampu berkomunikasi baik dengan teman sebaya, anak yang lebih
muda, dan dengan orang tua.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.

J. Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif sejak lahir hingga
usia 6 bulan. Pada usia 6 bulan, pasien mulai diberikan mendapatkan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) berupa sayur dan buah yang
dihaluskan (misalnya, kentang, pisang, sayuran hijau), bubur atau nasi
yang dihaluskan, kadang daging yang dihaluskan (misalnya, daging ayam
atau sapi), serta air; kuantitas makan sehari 3-4 kali sehari porsi.
Saat ini, pasien makan sehari tiga kali, porsi makan lebih banyak
disbanding anak seusianya. Menu makan sehari-hari berupa nasi dan lauk
pauk seperti tempe, tahu, telur dan sayur. Pasien sering mengkonsumsi
daging, buah maupun susu.
Kesan : kualitas asupan gizi baik.
K. Pohon Keluarga
I

II

III

III.

PEMERIKSAAN FISIK (23/04/2016)


1.

Status Generalis
a. Keadaan Umum:
tampak sakit sedang, kompos mentis (GCS: E4V5M6), gizi kesan
lebih
b. Tanda vital
6

Tekanan darah : 110/80 mmHg


Laju nadi

: 120x/menit, isi cukup, tegangan cukup

Laju napas

: 24x/menit, reguler, kedalaman cukup

Suhu

: 35,9 C

c. Status Gizi
i.
ii.

Secara klinis : gizi lebih


Secara Antropometri
BB / U = 29/18.5 X 100% = 156.75%
BB/U > P97 = obese
TB / U = 110/109 x 100 % = 100.9%
P50 < TB/U < P75 = normoheight
BB/TB = 29/19 x100% = 152.6%
BB/TB > P97 = obesitas
(Kurva CDC, 2000)
Interpretasi: obesitas, obese, normoheight
d. Kepala : lingkar kepala = 51 cm; normocephal
(-2SD<LK< 0SD, Nellhaus)
e. Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema

palpebra (+/+), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter


2mm/2mm.
f. Hidung : napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-)
g. Telinga : sekret (-/-)
h. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
i. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
j. Toraks : retraksi (-), simetris
k. Cor
Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis teraba tidak kuat angkat di spatium


intercostal 5 linea midklavikularis sinistra

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : bunyi jantung I-II interval normal, reguler, bising (-)


l. Pulmo
Inspkesi

: pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi

: fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: redup / redup

Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+ , suara tambahan -/m. Abdomen


Inspeksi

: dinding perut lebih sejajar dinding dada

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: redup, pekak alih (+)

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar teraba 1 cm bawah arcus


costae dextra dan 1 cm bawah processus
xiphoideus,

permukaan

rata,

tepi

tajam,

konsistensi lunak, lien tidak teraba, turgor kulit


kembali cepat
n. Ekstremitas
:
Edema
Akral dingin
Petechiae
- - Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Capillary Refill Time kurang dari 2 detik
Uji Torniquet rumple leed (+)
Interpretasi: Rumple leed (+) didapatkan petechiae lebih dari 10 pada
kulit lengan bawah bagian volar dengan garis tengah kurang lebih 5
cm, kira-kira 4 cm di bawah fossa cubiti.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1.1. Laboratorium Darah (23 April 2016)
Hematologi rutin
15.00
Hb
14.7g/dL
Hct
45%

AL
7.7 ribu/L
AT
50ribu/L
AE
5.9juta/L
Indeks eritrosit
MCV
76.6/m
MCH
24.9pg

MCHC
32.5g/dL
RDW
12.4%
MPV
8.7 fl
PDW
18%

Hitung jenis
Eosinofil
0.40%
Basofil
1.80%

23.00
13.9g/dL
40%
7.4 ribu/ L
57ribu/L
5.34juta/L
75.4/m
26.0pg

34.5g/dL
12.5%
8.8 fl
18%

0.30%
1.30%

Neutrofil
Limfosit
Monosit

42.00%
44.50%
11.30%

35.20%
47.10%
16.10%

Kesan: hemokonsentrasi dan trombositopenia


Gambar 1.1. Foto Thorax RLD (23 April 2016)

Kesan: tampak efusi pleura kanan dengan pleural effusion index 15%
V.

KEBUTUHAN ENERGI HARIAN


Kebutuhan energi harian berdasarkan tabel recommended dietary
allowances (RDA) untuk bayi dan anak pada pasien ini adalah sekitar 90
kkal/kg/hari, di mana mengacu pada tinggi badan pasien sebesar 110 cm.
Jadi, kebutuhan energi harian pasien adalah sebesar 2000 kkal/hari, di
mana berat badan ideal pasien sebesar 23 kg.
Tabel 1.2. Recommended dietary allowances untuk bayi dan anak

VI.

RESUME
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam mendadak,
tinggi, terus menerus sepanjang hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada
seluruh badan dan nyeri kepala. Tidak ada keluhan nyeri perut, keluhan
pada buang air kecil maupun buang air besar, tangan dan kaki pasien
masih teraba hangat. Orang tua pasien memberikan obat penurun panas,
demam mereda setelah pasien meminum obat penurun panas namun
kemudian panas lagi setelah efek obat habis.
Pada tanggal 23 April 2016 pukul 08.00 WIB karena keluhan
pasien belum berkurang, pasien diperiksakan ke klinik dokter umum dan
dilakukan

pemeriksaan

laboratorium

darah.

Hasil

pemeriksaan

menunjukkan trombosit 84 ribu/ul. Pasien kemudian dibawa ke rumah


sakit swasta, karena keterbatasan sarana, pasien dirujuk ke Rumah Sakit
Dr. Moewardi.
Pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi pada tanggal 23
April 2016 pukul 13.40 WIB. Saat di IGD pasien sadar, tidak demam,
masih mengeluhkan nyeri pada kepala dan nyeri seluruh badan. Tidak
didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah,
ruam atau bintik merah di ekstremitas dan badan, telinga merah (-), nyeri
telinga (-), pembengkakan pada sendi (-), sesak (-) tidak ada cairan yang
keluar dari telinga, nafsu makan menurun. Pasien makan 3 kali sehari
dengan porsi makan yang lebih sedikit dari biasanya. BAK terakhir 100
ml, warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-) BAB normal.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan gizi kesan baik.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 35,9oC, tekanan darah 110/80
mmHg, laju nadi 120x/menit, isi, tegangan cukup, laju napas 24 x/menit,
reguler, kedalaman cukup. Pemeriksaan fisik didapatkan manifestasi
perdarahan berupa uji tourniquet positif, serta tanda-tanda kebocoran
plasma seperti edema palpebra, pembesaran hepar, arteri dorsalis pedis

10

teraba kuat, capillary refill time kembali kurang dari 2 detik, tidak ada
akral dingin.
Hasil laboratorium darah (23 April 2016) jumlah trombosit 50000
unit/L, hematokrit 45%, jumlah lekosit 7700 unit/L.
VII.DAFTAR MASALAH
Anak perempuan umur 5 tahun 11 bulan dengan :
-

Riwayat demam mendadak selama 4 hari


Nyeri pada persendian (+)
Tidak didapatkan tanda perdarahan seperti perdarahan gusi,

epistaksis, dan BAB hitam


Riwayat lingkungan tetangga sekitar demam dalam seminggu

terakhir ini
Edema palpebra (+)
Hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae dextra dan 1 cm di bawah

processus xiphoideus, permukaan rata, tepi tajam, konsistensi lunak


Arteri dorsalis pedis teraba kuat, tidak didapatkan akral dingin pada

keempat ekstremitas
Uji Rumple-Leed (+)
Trombositopenia (AT 50 ribu/L)
Peningkatan hematokrit (45%)
Status gizi secara klinis kesan gizi lebih; secara antropometris
obesitas (BB/TB > P97), obese (BB/U > P97), normoheight (P50 <
TB/U < P75); dan secara laboratoris tidak didapatkan anemia

VIII. DIAGNOSIS BANDING


a. Dengue hemorrhagic fever grade I
b. Dengue Fever dengan perdarahan
c. Obesitas, obese, normoheight (antropometri)
IX.

DIAGNOSIS KERJA
a. Dengue hemorrhagic fever grade I
b. Obesitas, obese, normoheight (antropometri)

X. PENATALAKSANAAN
a.
Rawat bangsal anak
b.
Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
c.
Inf Asering (5mL/kgBB/jam) ~ 95 mL/jam
d.
Paracetamol (15mg/kgBB/kali) ~ 400 mg/kali per oral
11

XI.

MONITORING
a. Keadaan umum, tanda vital per 4 jam
b. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
c. Awasi overload cairan

XII. PLAN
a. DL2 series tiap 8 jam
b. Rontgen thorax RLD
c. IgG dan IgM anti dengue (24 April 2016)
XIII. EDUKASI
a. Edukasi keluarga tentang penyakit pasien, edukasi untuk
menambah intake makanan dan minuman pasien, prognosis pasien
baik dengan penanganan yang tepat.
b. Lapor bila ada tanda-tanda perdarahan.
c. Kompres hangat apabila demam lebih dari 37,5C dan pemberian
paracetamol bila demam lebih dari 38,5C.
d. Edukasi untuk melakukan 3M plus di rumah.
XIV. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

12

XV.

FOLLOW UP

Tanggal 24 April 2016 pukul 06.00 (dalam perawatan hari pertama)


S : Demam (-), memasuki hari ke-5, tidak didapatkan tanda perdarahan seperti
mimisan, gusi berdarah. Nafsu makan masih menurun, minum baik, buang
air besar dan buang air kecil tidak didapatkan keluhan.
I
Selasa
19/04/16
07.30

II
Rabu
20/04/16
07.30

III
Kamis
21/04/16
07.30

IV
Jumat
22/04/16
07.30

V
Sabtu
23/04/16
07.30

Minggu
24/04/16
06.00

O : a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, kesadaran kualitatif compos


mentis, kesadaran kuantitatif GCS E4V5M6, gizi kesan
lebih.
b. Tanda Vital :
Tekanan darah
Laju nadi
Laju napas
Suhu

: 110/80 mmHg
: 100 kali/menit, isi dan tegangan cukup
: 24 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
: 36.1 C per aksiler

SiO2

: 98%

Balance cairan: +36,7 cc/ hari


Diuresis

: 1,4 cc / kgBB / jam

c. Kepala

: Lingkar kepala 51 cm (-2 SD < LK 0 Nellhaus

d. Mata

mesocephalia), ubun-ubun besar tertutup.


: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+), pupil
isokhor dengan diameter 2 mm/ 2 mm.

e. Telinga
f. Hidung
g. Mulut

: Sekret (-/-), nyeri tragus (-/-).


: Napas cuping hidung (-), sekret (-/-).
: Mukosa basah (+), sianosis (-), napas bau aseton (-), gusi

h.
i.
j.
k.

berdarah (-).
: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-/-).
: Kelenjar getah bening tidak membesar.
: Retraksi (-).
: Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba tidak kuat angkat

Tenggorok
Leher
Thorax
Cor

13

Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I dan II interval normal, regular,
l. Pulmo

: Inspeksi

bising (-)
: pengembangan dinding thorax kanan sama

dengan kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi
: sonor/sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
m.Abdomen

(-/-)
: Inspeksi : dinding abdomen sejajar dinding thorax
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani di seluruh lapang abdomen, pekak alih
Palpasi

(-), undulasi (-)


: nyeri tekan (-), hepar teraba 1 cm di bawah
arcus costae dexter dan 1 cm di bawah
processus xiphoideus, permukaan rata, tepi
tajam, konsistensi lunak, lien tidak

teraba,

turgor kembali cepat


n. Extremitas:
Edema
Akral dingin
- - Kulit lembab (-)
Arteria dorsalis pedis teraba kuat
Capillary refill time < 2 detik

Petechiae
-

Tabel 1.3 Hasil laboratorium darah (24 Maret 2016, pukul 06.30, 18.30)
Hematologi rutin
Hb
Hct
AL
AT
AE
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW

06.30
12.5 g/dL
38%
8.4 ribu/L
45 ribu/L
4.95 juta/L
76.1 /m
25.3 pg
33.2 g/dL
12.5%
7.9 fl
18 %

18.30
12.7 g/dL
38%
10.2 ribu/L
42 ribu/L
5.03 juta/L

75. /m
25.2 pg
34.7 g/dL
12.3%
8.4 fl
19 %

14

Hitung jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
IgM Dengue
IgG Dengue

0.30 %
1.10 %
37.10 %
52.30 %
9.20 %
Positif
Positif

0.60 %
1.50 %
36.10 %
53.10 %
8.60 %

Kesan: trombositopenia, menyokong infeksi Dengue


A: Dengue Hemorrhagic Fever grade I (hari ke IV-V)
Obesitas, obese, normoheight (antropometri)
P:
1.

Terapi :
a. Infus Asering* 5cc/kgBB/jam ~ 95 cc/jam
b. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
c. Parasetamol (15 mg/kg/kali) 400 mg/kali PO jika demam (38.5 C
per axilla)
*per liter Asering mengandung Na 130 meq, K 4 meq, Cl 109 meq, Ca 3
meq, asetat 28 meq, dekstrosa anhidrosa 50 g

2.

Pemantauan :
a. Mengawasi keadaan umum, tanda-tanda vital per 8 jam.
b. Pantau balans cairan dan diuresis selama pemberian cairan intravena
per 8 jam (pukul 05:00)
c. Awasi tanda-tanda perdarahan (epistaksis, gusi berdarah, peteki,
hematemesis, hematuria, atau melena)
d. Awasi tanda-tanda ensefalopati dengue (hiperpireksia, penurunan
kesadaran, nyeri kepala, muntah, atau kejang)
e. Awasi adanya overload cairan

3. Perencanaan:
a. Pemeriksaan darah lengkap per 12 jam (pukul 06:30, 18.30)
b. Pemeriksaan IgM dan IgG anti-dengue hari ini.
Tanggal 25 April 2016 pukul 06.00 (dalam perawatan hari kedua)

15

S : Demam (-) bebas demam 1 hari, tidak didapatkan tanda perdarahan seperti
mimisan, gusi berdarah. Nafsu makan membaik, makan sehari tiga kali,
minum baik, buang air besar dan buang air kecil tidak didapatkan keluhan.
I

II

III

IV

VI

Selasa

Rabu

Kamis

Jumat

Sabtu

Minggu

Senin

19/04/16

20/04/16

21/04/16

22/04/16

23/04/16

24/04/16

25/04/16

07.30

07.30

07.30

07.30

07.30

07.30

06.00

O : a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, kesadaran kualitatif compos


mentis, kesadaran kuantitatif GCS E4V5M6, gizi
kesan lebih.
b. Tanda Vital :
Tekanan darah
Laju nadi
Laju napas
Suhu

: 100/60 mmHg
: 112 kali/menit, isi dan tegangan cukup
: 32 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
: 36.2 C per aksiler

SiO2

: 99%

c. Balance cairan (per 25 April 2016):


Diuresis
: 1,1 ml/kgBB/jam
Balans cairan : +407 ml/jam
d. Kepala

: Lingkar kepala 51 cm (-2 SD < LK 0 Nellhaus

e. Mata

mesocephalia), ubun-ubun besar tertutup.


: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+), pupil
isokhor dengan diameter 2 mm/ 2 mm.

f. Telinga
g. Hidung
h. Mulut

: Sekret (-/-), nyeri tragus (-/-).


: Napas cuping hidung (-), sekret (-/-).
: Mukosa basah (+), sianosis (-), napas bau aseton (-), gusi

berdarah (-).
i. Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-/-).
j. Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar.
k. Thorax
: Retraksi (-).
l. Cor
: Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar

16

Auskultasi : bunyi jantung I dan II interval normal, regular,


m.Pulmo

: Inspeksi

bising (-)
: pengembangan dinding thorax kanan sama

dengan kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi
: sonor/sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
n. Abdomen

(-/-)
: Inspeksi : dinding abdomen sejajar dinding thorax
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani di seluruh lapang abdomen, pekak alih
Palpasi

(-), undulasi (-)


: nyeri tekan (-), hepar teraba 1 cm di bawah
arcus costae

dexter dan 1 cm di bawah

processus xiphoideus, lien tidak teraba, turgor


kembali cepat
o. Extremitas :
Edema
Akral dingin
- - Kulit lembab (-)
Arteria dorsalis pedis teraba kuat
Capillary refill time < 2 detik

Petechiae
-

Tabel 1.4 Hasil laboratorium darah (25 April 2016, pukul 06.30, 18.30)
Hematologi rutin
Hb
Hct
AL
AT
AE
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
Hitung jenis
Eosinofil

06.30
13.0 g/dL
40%
9.8 ribu/L
48 ribu/L
5.22 juta/L
76.1 /m
24.9 pg
32.7 g/dL
12.4%
7.8 fl
18 %

18.30

0.30 %

13.0 g/dL
40%
11.1 ribu/L
53 ribu/L
5.32 juta/L
75.4 /m
24.4 pg
32.4 g/dL
11.9%
8.8 fl
19 %
1.00 %

17

Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

0.50 %
33.70 %
58.40 %
7.10 %

0.40 %
25.40 %
64.20 %
9.00 %

Kesan: Trombositopenia (peningkatan)


A: Dengue Hemorrhagic Fever grade I (hari ke V-VI)
Obesitas, obese, normoheight (antropometri)
P:
1. Terapi:
a. Infus Asering* maintenance 3ml/jam sesuai BB ideal 19 kg ~ 57 cc/jam
b. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
c. Parasetamol (15 mg/kg/kali) 200 mg/kali PO jika demam (38.5 C
per axilla)
*per liter Asering mengandung Na 130 meq, K 4 meq, Cl 109 meq, Ca 3 meq,
asetat 28 meq, dekstrosa anhidrosa 50 g

2. Pemantauan:
a. Mengawasi keadaan umum, tanda-tanda vital per 8 jam.
b. Pantau balans cairan dan diuresis selama pemberian cairan intravena
per 8 jam (pukul 05:00)
c. Awasi tanda-tanda perdarahan (epistaksis, gusi berdarah, petechiae,
hematemesis, hematuria, atau melena)
d. Awasi tanda-tanda ensefalopati dengue (hiperpireksia, penurunan
kesadaran, nyeri kepala, muntah, atau kejang)
3. Perencanaan:
Pemeriksaan darah lengkap per 12 jam (06.30, 18.30)
Tanggal 26 April 2016 pukul 06.00 (dalam perawatan hari ketiga)
S : Demam (-) bebas demam 2 hari, tidak didapatkan tanda perdarahan seperti
mimisan, gusi berdarah. Nafsu makan baik, makan sehari tiga kali, minum
cukup, buang air besar dan buang air kecil tidak didapatkan keluhan.
I
Selasa

II
Rabu

19/04/16 20/04/16
07.30

07.30

III

IV

Kamis

Jumat

Sabtu

21/04/16

22/04/16

23/04/16

07.30

07.30

07.30

18

VI
Minggu

VII
Senin

Selasa

24/04/16 25/04/16 26/04/16


07.30

07.30

06.00

O : a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, kesadaran kualitatif compos


mentis, kesadaran kuantitatif GCS E4V5M6, gizi
kesan lebih.
b. Tanda Vital :
Tekanan darah
Laju nadi
Laju napas
Suhu

: 100/60 mmHg
: 69 kali/menit, isi dan tegangan cukup
: 22 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
: 36.6 C per aksiler

SiO2

: 99%

c. Balance cairan (per 26 April 2016):


Balans cairan : +97,2 mL
Diuresis
: 1,25 mL/kg/jam
d. Kepala
: Lingkar kepala 51 cm (-2 SD < LK 0 Nellhaus
e. Mata

mesocephalia), ubun-ubun besar tertutup.


: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+), pupil
isokhor dengan diameter 2 mm/ 2 mm.

f. Telinga
g. Hidung
h. Mulut
i.
j.
k.
l.

Tenggorok
Leher
Thorax
Cor

m.Pulmo

: Sekret (-/-), nyeri tragus (-/-).


: Napas cuping hidung (-), sekret (-/-).
: Mukosa basah (+), sianosis (-), napas bau aseton (-), gusi
berdarah (-).
: Faring hiperemis (+), tonsil T1-T1 hiperemis (-/-).
: Kelenjar getah bening tidak membesar.
: Retraksi (-).
: Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I dan II interval normal, regular,
: Inspeksi

bising (-)
: pengembangan dinding thorax kanan sama

dengan kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi
: sonor/sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
n. Abdomen

(-/-)
: Inspeksi : dinding abdomen sejajar dinding thorax
Auskultasi : bising usus (+) normal

19

Perkusi

: timpani di seluruh lapang abdomen, pekak alih

Palpasi

(-), undulasi (-)


: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, turgor kembali cepat

o. Extremitas:
Edema
Akral dingin
- - Kulit lembab (-)
Arteria dorsalis pedis teraba kuat
Capillary refill time < 2 detik

Petechiae
-

Tabel 1.5. Hasil laboratorium Darah (26 April 2016, pukul 06.00)
Hematologi rutin
Hb
Hct
AL
AT
AE
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
Hitung jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

13.3 g/dL
41%
9.3 ribu/L
128 ribu/L
5.4 juta/L
75.9 /m
24.6 pg
32.4 g/dL
12.1%
9.6 fl
18 %
1.70 %
0.30 %
29.80 %
62.50 %
5.70 %

Kesan: Trombositopenia (peningkatan)


A: Dengue Hemorrhagic Fever grade I hari 6-7
Obesitas, obese, normoheight (antropometri)
P:
1. Terapi:
a. Infus Asering* maintenance 3ml/jam sesuai BB ideal 19 kg ~ 57 cc/jam
stop
b. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari

20

c. Parasetamol (15 mg/kg/kali) 400 mg/kali PO jika demam (38.5 C


per axilla)
*per liter Asering mengandung Na 130 meq, K 4 meq, Cl 109 meq, Ca 3 meq,
asetat 28 meq, dekstrosa anhidrosa 50 g

2. Pemantauan:
a. Mengawasi keadaan umum, tanda-tanda vital per 4 jam.
b. Pantau balans cairan dan diuresis selama pemberian cairan intravena
per 8 jam (pukul 05:00)
c. Awasi tanda-tanda perdarahan (epistaksis, gusi berdarah, petechiae,
hematemesis, hematuria, atau melena)
d. Awasi tanda-tanda ensefalopati dengue (hiperpireksia, penurunan
kesadaran, nyeri kepala, muntah, atau kejang)
3. Plan
Boleh pulang

21

BAB II
ANALISIS KASUS
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi
disertai

leukopenia,

ruam,

limfadenopati,

trombositopenia,

dan

diatesis

hemoragik. Gejala-gejala yang timbul merupakan akibat perembesan plasma yang


ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh
renjatan/syok (WHO, 2011a).
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 penderita (Depkes, 2014).
Menurut WHO tahun 2009 salah satu penyakit dengan gejala klinis
demam tinggi mendadak kurang dari 7 hari adalah infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue. Infeksi dengue memiliki gejala demam tinggi mendadak 2-7 hari,
selain itu diikuti pula dengan adanya gejala klinis lain berupa manifestasi
perdarahan baik spontan maupun diprovokasi, hepatomegali, dengan atau tanpa
disertai syok.
Pada pasien, dilakukan alloanamnesis kepada kedua orang tua serta
anamnesis kepada pasien. Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam
mendadak, tinggi, terus menerus sepanjang hari. Pasien mengeluhkan adanya
nyeri kepala dan nyeri pada perut. Seluruh badan terasa tidak enak dan pegal.
Pasien sudah mengkonsumsi obat penurun panas, namun demam mereda hanya
beberapa saat kemudian setelah itu kembali demam. Pasien kemudian
diperiksakan ke klinik dan dilakukan cek laboratorium darah, didapatkan hasil
trombositopenia (AT = 84 ribu/ul).
Pasien kemudian dirujuk ke IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi pada tanggal
23 April 2016 pukul 13.40 WIB. Saat di IGD pasien sadar, tampak sakit sedang,
tidak demam, perut sebelah kanan terasa sebah, nyeri dan pegal pada seluruh
22

badan, tidak didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan seperti mimisan, gusi


berdarah, ruam atau bintik merah di ekstremitas dan badan, telinga merah (-),
nyeri telinga (-), pembengkakan pada sendi (-), sesak (-) tidak ada cairan yang
keluar dari telinga, nafsu makan menurun. Pasien makan 3 kali sehari dengan
porsi makan yang lebih sedikit dari biasanya. BAK terakhir 4 jam sebelum masuk
rumah sakit 100 ml, warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-) BAB normal.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesan gizi lebih
(klinis). Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 35,9oC, tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 110x/menit, frekuensi nafas 24 x/menit.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra kedua mata.
Edema palpebra merupakan salah satu tanda adanya kebocoran plasma pada
pasien dengan infeksi dengue.
Pada pemeriksaan hepar, teraba hepar 1 cm di bawah arcus costa dextra
dan 1 cm bawah processus xiphoideus, dengan permukaan rata, tepi tumpul dan
konsistensi lunak. Hasil pemeriksaan mengindikasikan adanya hepatomegali yang
disebabkan oleh kebocoran plasma.
Pada awal perjalanan penyakit infeksi dengue terkadang susah dibedakan
dengan penyakit yang memiliki gejala klinis demam lainnya sehingga diperlukan
suatu tes yaitu uji Rumple leed untuk menunjang diagnosis penyakit ke arah
infeksi dengue. Pada pasien ini dilakukan uji Rumple leed untuk melihat apakah
adanya manifestasi kebocoran plasma yang biasanya terdapat pada infeksi dengue.
Hasil uji Rumple leed pada pasien ini positif yang ditandai dengan adanya peteki
lebih dari 10 pada lengan pasien yang menunjukan adanya manifestasi
perdarahan.
Pada pasien tidak didapatkan adanya tanda dan gejala syok. Perabaan
arteri dorsalis pedis kuat, capillary refill time kembali kurang dari 2 detik,
keempat ekstremitas teraba hangat.
Hasil anamnesis, pada keluarga pasien tidak terdapat anggota keluarga
yang mengalami sakit serupa dengan pasien. Akan tetapi terdapat tetangga sebelah
rumah pasien yang dirawat dengan demam tinggi pada seminggu terakhir ini,
namun keluarga tidak mengetahui penyebab pasti.

23

Selain dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan uji


laboratorium dengan menggunakan sample darah pasien. Hasil uji lab saat pasien
datang ke IGD menunjukkan kadar trombosit pasien yang turun dibawah 100.000
u/l yaitu 84.000 u/l. Hematokrit pasien sebesar 45% yang menunjukkan
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan trombosit pada pasien ini terjadi akibat
proses kebocoran plasma. Plasma darah yang normalnya berada di dalam
pembuluh darah keluar menuju ke jaringan interstisial.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil lab di atas dapat
disimpulkan terdapat beberapa gejala klinis dan hasil laboratoris yang mendukung
ke arah Dengue Hemorraghic Fever (DHF) grade I menurut klasifikasi WHO
tahun 2011. Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk menegakkan diagnosis DHF
grade I dapat dengan memenuhi kriteria klinis dan laboratoris.
Setelah dilakukan diagnosis pada pasien dapat dilakukan tatalaksana pada
pasien DHF sesuai dengan WHO 2011. Berdasarkan WHO 2011 pasien tersebut
dapat dirawat inap di pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.
Menurut WHO 2011 pasien tersebut memenuhi kriteria rawat inap berupa adanya
tanda bahaya pada demam berdarah dengue yaitu: adanya nyeri perut, sulitnya
intake minum, berkurang atau tidak adanya buang air kencing selama 4 jam. Tata
laksana yang tepat dan segera dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas dengue
hemorraghic fever atau demam berdarah dengue (DBD).
Pengobatan pada saat dirawat inap pasien tersebut diberikan terapi
penggantian cairan dan terapi simtomatis. Terapi cairan meliputi jenis dan jumlah
cairan yang diberikan. Cairan kristaloid isotonik merupakan pilihan untuk pasien
DBD. Tidak dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45%. Dalam
keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume
yang bertahan dalam ruang intravaskular sedangkan cairan isotonis volume
yang bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intrseluler dan ekstraseluler. Pada
keadaan permeabilitas yang meningkat, volume cairan yang bertahan akan
semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian
cairan hipotonis. Pada pasien ini diberikan cairan kristaloid isotonik berupa
asering. Asering dipilih karena cairan memiliki sifat dimetabolisme di otot dan

24

bukan di hepar. Pada pasien DBD terjadi hepatomegali sebagai akibat proses
infeksi yang terjadi sehingga pemilihan asering diharapkan tidak membuat kerja
hepar semakin berat karena harus memetabolisme cairan infus.
Menurut Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue
(IDAI), pasien yang datang dengan kondisi syok, diberikan tatalaksana oksigen
nasal 2 lpm, infus R asering 10-20 mL/kgBB dalam 1 jam. Apabila kondisi umum
dan vital sign terdapat perbaikan, maka cairan dapat diturunkan hingga 10
mL/kgBB. Jika kondisi stabil pemberian cairan dapat diturunkan secara bertahap
menjadi 7ml/kgBB, 5mL/kgBB, 3mL/kgBB, 1,5mL/kgBB hingga pada dosis
maintainance. Pada pasien diberikan cairan sebanyak 5 mL/kgBB/jam ~ 95
mL/jam (sesuai dengan BB ideal pasien) dikarenakan kondisi pasien masih stabil,
tidak didapatkan tanda- tanda syok Volume cairan yang diberikan pada pasien
DHF disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium.
Pada pasien dengan obesitas pemberian jumlah cairan harus berhati-hati karena
mudah terjadi kelebihan cairan, penghitungan carian sebaiknya berdasarkan berat
badan ideal. Selain dengan pemberian cairan melewati infus pasien juga
dianjurkan untuk minum yang cukup terutama minum cairan yang mengandung
elektrolit. Pemberian cairan harus diawasi supaya tidak terjadi overload cairan.
Pemberian obat simtomatis pada pasa pasien ini dapat diberikan antipiretik
dengan pilihan parasetamol 15mg/ kgBB/kali apabila demam. Berat pasien 29 kg
sehingga untuk dosis parasetamol yang diberikan sebanyak 400 mg sekali minum.
Parasetamol sebaiknya diberikan hanya pada keadaan pasien demam (suhu
>38,5C) dengan interval 6 jam. Pemberian aspirin atau golongan NSAID serta
ibuprofen tidak dianjurkan karena akan memperparah manifestasi perdarahan
pada pasien.
Pada hari kedua dan ketiga pasien diberikan terapi cairan maintenance
3ml/jam sesuai BB ideal pasien 19 kg ~ 57 mL/jam lalu distop apabila sudah ada
perbaikan klinis serta laboratoris. Pasien dipulangkan apabila telah memenuhi
kriteria pulang, yaitu: Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, secara klinis tampak perbaikan, hematokrit stabil, syok teratasi,
trombosit >50.000/ml, tidak ada distress pernapasan. Pada pasien ini setelah 3 hari

25

perawatan, pasien tampak perbaikan. Hasil trombosit akhir 128.000/ml sehingga


pasien dapat dipulangkan.

26

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)


a. Definisi
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.Gejala-gejala yang
timbul merupakan akibat perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh.Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh
renjatan/syok (WHO, 2011a).
b. Epidemiologi
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan
641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak
871 penderita (Kemenkes, 2014).
Penularan

infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk

genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus


setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
virus dengue yaitu: 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:

27

terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan


terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan,
suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
c. Etiologi
Etiologi penyakit demam berdarah dangue adalah virus dangue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe.
Terdapat empat serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak.
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil
terhadap suhu dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek.
Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung
dua protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M. (Halstead,
2011).
d. Patofisiologi
Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous
Infection hyphotesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat
ini masih dianut sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan
hipotesis ini seseorang akan menderita DHF apabila mendapatkan infeksi
berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu
tertentu, yang berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis lain yang
menentangnya adalah hipotesis virulensi virus, menurut hipotesis ini
perbedaan virulensi serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya
DHF.
Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF
adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler),
yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma,

28

peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya


volume

plasma

yang

otomatis

jumlah

trombosit

berkurang

(trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang


dikarenakan

kekurangan

haemoglobin,

plasma

merembes

selama

perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai


puncaknya pada masa terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
> 20 %) bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit menimbulkan
dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak.
Sesuai dengan hipotesis secondary heterologous infection, pasien
yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit
terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik). Dalam waktu beberapa
hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigenantibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok
(Halstead, 2011).
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di
dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut,
terjadi

sekresi

mediator

vasoaktif

yang

kemudian

menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan

29

perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma


ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa seperti efusi
pleura, asites (Halstead, 2011).
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen,
juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme
kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak
berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi
faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler (Halstead, 2011 Gubler dkk., 2014).

30

Patogenesis DBD menurut The Secondary Heterologous Dengue Infection


Hypothesis

Sumber : Suhendro, 2006


e. Klasifikasi
Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand
karena pada beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kriteria

WHO

2009,

SEARO

juga

memperbaharui

dalam

mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut berupa demam


yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi perdarahan,
demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demamberdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-

31

tanda syok, demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan
perluasan dari sindroma dengue.
Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO
dibandingkan dengan WHO 2009

32

Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO


dibandingkan dengan WHO 2009

33

34

Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase


Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36.
Desember 2012: 6-7
f. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar
35

2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu


spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara asimtomatik, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever atau dengue shock syndrom.
(Hadinegoro dkk., 2014)
Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut
biasanya sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada
kulit, pegal pada seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital,
fotofobia, ruam makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian
menghilang tanpa bekas, serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat
nyeritenggorokan, faringitis, injeksi konjungtiva.Diikuti dengan anoreksia
mual serta muntah yang umumnya selalu diderita pasien.Pada fase ini bila
didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.
2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya
hari ke 3-7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
bersamaan dengan peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda
awal dari fase kritis, periode kebocoran plasma biasanya berlangsung 2448 jam yang ditandai dengan peningkatan hematokrit, diikuti dengan
leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok terjadi ketika
terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis
metabolik, DIC.
3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan
terjadi perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.

36

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva:


WHO, 2012
B. Derajat Beratnya Penyakit DHF
Sesuai dengan patokan dari WHO (2011b) bahwa penderita DHF dalam
perjalanan penyakit terdapat pembagian sebagai berikut
1.

Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan
manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes rumple leed yang positif.

2.

Derajat II (Sedang)
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena
ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain
yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena
(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang
teraba dingin dan lembab.

37

3.

Derajat III (Berat)


Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi
gelisah.

4.

Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat
diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.

5.

Expanded Dengue Syndrome


Pasien menderita keterlibatan organ dan manifestasi klinis yang tidak
lazim dialami pasien infeksi Dengue lain.

C. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk
mengikuti

perkembangan

dan

diagnosa

penyakit.Pemeriksaan

jumlah

trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai
pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun.Pada pasien
DHF didapatkan jumlah trombosit < 100.000 /l. Peningkatan nilai hematokrit
menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.
(Gandasubrata, 1999).
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan
karena limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal
antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga
respon imunnya bersifat spesifik. Limfosit yang berstimulasi dengan antigen
akan mengalami perubahan struktural dan biokimia. Istilah yang biasa untuk
menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain limfosit plasma
biru, limfosit reaktif atau limfosit atipik (Gandasubrata, 1999).
Uji serologi ini merupakan konfirmatif adanya infeksi virus
dengue.Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah
sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan

38

ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan
kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus
dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi
IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua.Oleh karena itu diagnosa dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah
demam hari kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini
dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Groen, dkk.
2000).
Gambar 2. Perubahan Titer IgG dan IgM pada Infeksi Dengue

Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue


secara adekuat :
1. Virologi dan serologi yang berhubungan dengan waktu infeksi dengue
Masa inkubasi adalah 4-10 hari setelah digit oleh nyamuk, pada
infeksi primer viremia terjadi 1-2 hari sebelum mulainya demam sampai
hari ke 4-5. Antibodi spesifik Anti-dengue IgM dapat ditemukan saat
hari ke 3-6, kemudian akan menetap dengan kadar yang rendah sampai 3
bulan setelah demam. IgG akan meningkat pada hari ke 9-10 yang
kemudian akan bertahan dengan kadar rendah sampai 1 dekade dan hal
39

ini dapat mengetahui kemungkinan seseorang pernah terinfeksi dengue


sebelumnya.
2. Jenis metode diagnostik dalam kaitannya dengan manifestasi klinis
Klinis pada saat fase demam menunjukan sedang terjadinya
viremia, beberapa komponen virus terdapat dalam darah sehingga
pilihan yang tepat adalah RT-PCR, NS-1 Ag. Saat fase kritis dan
penyembuhan dapat kita lihat IgM spesifik bisa dengan menggunakan
rapid Test, ELISA maupun haemagglutination inhibition assay (HIA).
3. Karakteristik sampel klinis
Virus dengue yang labil mudah dinonaktifkan pada suhu di atas 30
C, sehingga harus berhati-hati selama transportasi dan penyimpanan
sampel.Sampel serum yang dikumpulkan selama 4 hari pertama demam
berguna untuk virus, genom dan deteksi antigen dengue.Sampel harus
cepat diangkut pada suhu 4 C ke laboratorium dan diproses secepat
mungkin.Serum steril tanpa antikoagulan berguna.Jika spesimen
pengiriman tidak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama, pembekuan
pada -70 C dianjurkan.
D. Diagnosis Banding
Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala mirip
demam dengue maupun severe dengue.
a. Influenza
b. Cikungunya
c. Infeksi primer HIV
d. SARS
e. Malaria
f. Demam tiroid
g. Hepatitis
h. Leptospirosis

40

E. Penatalaksanaan
Pada

dasarnya

terapi

DBD

adalah

bersifat

suportif

dan

simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan


akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan.Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari
ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang
masif perlu selalu diwaspadai (Hadinegoro dkk., 2014).
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan
minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak
diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10 15 mg/kg BB
setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C.
Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya.Apabila penderita DBD ini menunjukkan
manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan
di rawat inap. Pada kasus DBD derajat I & II pada hari ke 3, 4, dan 5 panas
dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya
syok (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah
atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.Apabila hematokrit
meningkat lebih dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya
kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di
pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.Penderita DBD yang gelisah
dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut dan produksi air

41

kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan


tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah
sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti (Hadinegoro dkk., 2014).
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan
seperti yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10%
kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan
sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya
tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma
terjadi.Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan
mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur
agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian
transfusi berulang. Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal
cairan pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif
selama periode kebocoran (24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan
akan menyebabkan kegagalan faal pernafasan (efusi pleura dan asites),
menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema
(Hadinegoro dkk., 2014).
Jenis Cairan
1.

2.

Kristaloid
a. Ringer Laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi
(faali)
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
Koloidal
a. Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
b. Plasma

Kebutuhan Cairan
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung
dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai
42

dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk,


kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut:
Berat badan (kg)
10
10-20
>20

Jumlah cairan (mL)


1000/kgBB
1000+(50/kgBB (diatas 10kg))
1500+(20/kgBB (diatas 20kg))

Dengue Shock Syndrome (sindrome renjatan dengue) termasuk


kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu
memperoleh cairan pengganti secara cepat.Biasanya dijumpai kelaian
asam basa dan elektrolit (hiponatremi).Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah
mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi (Hadinegoro dkk.,
2014).
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan
garam isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer
Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan
normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus
yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau
2x). Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan
koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal
garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam
(Hadinegoro dkk., 2014).
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan
yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk
digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan
selama kurun waktu 24-48 jam.Pemasangan cetral venous pressure dan
kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat
berat dan sukar diatasi.Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan

43

kebocoran plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan


kristaloid yang cukup banyak. Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi
kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan. Reabsorbsi
plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2
hari sesudahnya.Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi
hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru.Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan
sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi
kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang
baik (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik
sering dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah
sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan
yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat biasanya
rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup
banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia (Hadinegoro dkk., 2014).
Semua

penderita

oksigen.Penderita

yang

dengan

renjatan

menunjukkan

sebaiknya

gejala

diberikan

perdarahan

seperti

hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi


darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel
darah merah agar menjadi normal. Dalam keadaan syok, harus yakin
benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar
terpenuhi

dengan

baik. Apabila

diuresis

belum

mencukupi

ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan,


maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi
apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum
dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous
pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya
(Hadinegoro dkk., 2014).

44

Menurut IDAI (2010) tanda vital dan kadar hematokrit harus


dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
a. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan
klinis pasien stabil
c. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
d. Jumlah dan frekuensi diuresis.
Penatalaksanaan Dengue menurut WHO 2012, membagi pasien menjadi 3
kriteria :
1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang
adekuat dan BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda
dari warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasien yang datang pada
demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan untuk
diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari
warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan
pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x,
kompres air hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan
aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal
ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada
perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntahmuntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam,
maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat
inap pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan
rehidrasi oral yang adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien
dengan co-morbid.
2. Kriteria B

45

Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih


lanjut.Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi,
pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri,
serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi
yang diberikan
Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan infus yang
digunakan hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, Ringer laktat
atau cairan Hartmanns. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam
pertama, kemudian kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam
selanjutnya, kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kgbb/jam atau
maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang didapat. Periksa kembali
hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit,
ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital
menurun dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan
cairan 5-10ml/kgbb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan
urine output baik (0,5ml/kg/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48
jam. Monitor vital sign, balance cairan, hematrokit sebelum dan sesudah
pemberian cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS, profil
ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi.
3. Kriteria C
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus
mendapat pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa

Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan


syok dengan adanya ARDS

Perdarahan hebat

Multi organ failure


Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang

memiliki fasilitas transfusi darah.Segera ganti cairan isotonik dengan


cairan kristaloid, pada keadaan hipotensi syok boleh diberikan cairan
koloid.Transfusi darah hanya diberikan apabila adanya perdarahan hebat.

46

PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA


DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)
Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7
hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu

Ada kedaruratan

Tidak ada kedaruratan

Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran


menurun
Kejang, muntah darah, berak darah, berak hitam

Periksa uji tourniquet

Uji Tourniquet (+)


(Rumplee Leede)

Jumlah trombosit
< 100.000/ul

Uji tourniquet (-)


(Rumplee Leede)

Jumlah trombosit
> 100.000/ul

Rawat jalan
Parasetamol
Kontrol tiap hari sampai
demam hilang

Nilai tanda klinis & jumlah


trombosit, Ht bila masih demam
hari sakit ke 3

Rawat Inap

Rawat Jalan
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.
Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda
syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit
perut, berat hitam, kencing berkurang

Lab :Hb/Ht
naikDERAJAT
dan trombositIturun
PENATALAKSANAAN KASUS
DBD

(Bagan 2)
DBD Derajad I

47

Gejala klinis : demam 2-7 hari


Uji tourniquet positif
Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

Pasien Masih dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1
sd. mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri
parasetamol
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah terus menerus

Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%


(1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris

Infus ganti ringer asetat


(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II


(Bagan 3)
DBD Derajat II

48

DB Derajad I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & Trombositopeni
Cairan awal RA/NaCl 0,9% atau
RAD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 7
ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam


Tidak Ada
Perbaikan

Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tek Darah stabil
Diuresis cukup
(1 ml/kgBB/jam)
Ht Turun
(2x pemeriksaan)
Tetesan dikurangi
5 ml/kgBB/jam

Tanda Vital memburuk

Ht meningkat

Gelisah
Distres pernafasan
Fre.nadi naik
Ht tetap tinggi/naik
Tek. Nadi < 20 mmHg
Diuresis kurang/tidak
ada
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)

Perbaikan
Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan
Tanda vital tidak stabil

Sesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam
apabila tanda vital/Ht stabil dan
diuresis cukup

Distress pernafasan
Ht Naik

Koloid
20-30 ml/kgBB

Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
Perbaikan

49

Ht turun

Transfusi darah segar


10 ml/kgBB

PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV


(Bagan 4)
DBD Derajat III & IV
DBD Derajat II + Kegagalan sirkulasi
Oksigenasi (berikan O2 2-4lpm/menit) Penggantian
volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)
Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?
Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian
cairan intravena
Syok tidak teratasi

Syok teratasi
Kesadaran membaik
Nadi teraba kuat
Tekanan nadi > 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis
Ekstrimitas hangat
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Kesadaran menurun
Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi < 20 mmHg
Distres pernafasan / sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan & tetesan disesuaikan


10 ml/kgBB/jam

Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma
Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBB
Koreksi Asidosis
evaluasi 1 jam

Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, Trombosit

Syok teratasi
Syok belum teratasi

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Ht turun
Transfusi darah segar 10
ml/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan

Infus Stop tidak melebihi 48 jam


50

Ht tetap tinggi/naik
Koloid
20 ml/kgBB

Gambar 6.Algoritma Penatalaksanaan Syok pada infeksi Dengue.

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue.


Geneva: WHO, 2012
Tujuan dari resusitasi cairan meliputi:

Meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer, yaitu penurunan takikardi,


meningkatkan TD dan denyut nadi, ekstremitas hangat dan merah muda,
waktu pengisian kapiler <2 detik

Meningkatkan perfusi end-organ yaitu mencapai tingkat kesadaran stabil


dan output urine 0,5 ml / kg / jam atau penurunan asidosis metabolik.
Kapan harus menghentikan infus
Observasi tanda-tanda berhentinya kebocoran plasma yang dilihat dari :

TD, nadi dan perfusi perifer stabil

hematokrit menurun dengan denyut nadi yang baik

apyrexia (tanpa menggunakan antipiretik) selama lebih dari 24-48 jam;

51

gejala usus / gejala yang berhubungan dengan abdomen teratasi

peningkatan produksi urine.


Melanjutkan terapi cairan intravena melewati 48 jam dari fase kritis akan

menyebabkan pasien berisiko edema paru dan komplikasi lain seperti


tromboflebitis.
F. Kriteria Memulangkan Pasien
Menurut IDAI (2010) pasien dapat dipulangkan, apabila:
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit > 50.000/l
7. Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
G. Komplikasi
Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :
1.

Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama

2.

Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital

3.

Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar

4.

Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam


keadaan syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi

5.

Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat

6.

Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus

7.

Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien

Komplikasi dari infeksi dengue berupa :


1.

Asidosis metabolik

2.

Imbalance elektrolit

3.

Efusi pleura dan asites

4.

Edema pulmonal

52

5.

ARDS

6.

Ko-infeksi dan infeksi nasokomial

7.

Sindrom hemofagositik

H. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat tidaknya
penanganan

diberikan,

umur,

jenis

kelamin,

dan

keadaan

nutrisi

penderita.Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.DBD derajat III dan


IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.Angka
kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50%.Tanda- tanda
prognosis yang baik pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup serta
kembalinya nafsu makan.

53

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien tersebut didiagnosis dengan Dengue Hemorraghic
Fever Derajat I dan obesitas, obese, normoheight.
2. Pada pasien tersebut telah dilakukan penanganan yang tepat sesuai
dengan Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana kasus Infeksi Dengue
pada Anak (IDAI) tahun 2014.
B. Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up
kembali untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan diri sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang
berulang, melakukan 3M plus, dan segera membawa ke layanan
kesehatan keluarga yang memiliki keluhan demam agar segera
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.

54

DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance
data, 314.
Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2006.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
Groen, dkk.2000.Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue
Virus-Specific Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta :
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2011.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam :
Nelson Textbook of Pediatrics.19th ed. Kliegman, et al Philadelphia:
Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. IDAI: Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Waspada DBD di Musim
Pancaroba. http://www.depkes.go.id/article/print/15010200002/waspadadbd-di-musim-pancaroba.html (Publikasi Desember 2014)
Suhendro, Nainggolan, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam, jilid 3. 4th. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1731-5.
WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase Management
And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember 2012: 6-7
WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO,
2012
World Health Organization. 2011a. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and
expanded edition. WHO 1-45
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. WHO: India

55

Anda mungkin juga menyukai