Anda di halaman 1dari 16

Ulasan Artikel

Multidisciplinary Interventions in Motor


Neuron Disease
U. E. Williams, E. E. Philip-Ephraim, and S. K. Oparah
Penyakit neuron motorik adalah sebuah penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan
kehilangan neuron motorik atas di dalam korteks motorik dan neuron motorik bawah di
dalam batang otak dan medula spinalis. Kematian terjadi 2-4 tahun setelah onset penyakit.
Interaksi yang rumit dari proses seluler seperti disfungsi mitokondria, stres oksidatif,
eksitotoksisitas dan gangguan transportasi aksonal merupakan proses patogenik yang
mendasari kehilangan sel neuron. Saat ini, bukti untuk penggunaan riluzole sebagai obat
memodifikasi penyakit ada; pendekatan tim multidisipilin terhadap manajemen pasien;
ventilasi noninvasif untuk manajemen respiratori; toksin B botulinum untuk terapi sialorea;
perawatan paliatif sepanjang perjalanan penyakit; dan penggunaan Modafinil untuk terapi
kelelahan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk manajement disfagia, sekresi bronkial,
pengaruh pseudobulbar spastisitas, kram, insomnia, gangguan kognitif dan komunikasi dalam
penyakit neuron motorik.
1. Latar belakang
Motor neuron disease (MND) yang juga disebut sebagai amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
merupakan sebuah kondisi neurodegeneratif yang mematikan dengan insidensi tahunan
sebanyak 1.5 per 100.000 dan prevalensi sebesar 4-6/100.000 di United Kingdom. Terdapat
sedikit dominasi pada laki-laki dimana rasio laki-laki banding perempuan adalah 3:2. Ini
dapat terjadi pada semua usia namun usia puncak biasanya antara 50-75 tahun.
Interaksi dari faktor genetik dan lingkungan yang multipel mengakibatkan hilangnya neuron
motorik atas di motor korteks dan sel tubuh neuron motorik bawah di batang otak dan

sumsum tulang belakang. Pola onset bisa tulang belakang, trunkal, atau bulbar. Gambaran
klinis MND termasuk ekstremitas kelemahan, penurunan pernapasan, disfagia, kelelahan,
gangguan tidur, rasa sakit, tekanan psikososial, defisit komunikasi, gangguan kognitif, dan
spastisitas. Kematian biasanya terjadi sekunder akibat kegagalan pernapasan rata-rata 2
sampai 4 tahun setelah onset penyakit; namun kelangsungan hidup pasien hingga satu dekade
telah pernah dilaporkan. Saat ini tidak ada pengobatan untuk MND sehingga manajemen
difokuskan pada pengobatan simtomatik, perawatan rehabilitatif, dan perawatan paliatif.
Penyakit ini memberikan sebuah beban psikologis dan ekonomi besar pada pasien dan
pengasuh.
2. Strategi Ulasan
Bukti untuk ulasan ini didapatkan dari pencarian melalui data dasar Cochrane, PUBMED,
garis pedoman dari National Institute for Clinical Excellence (NICE), American Academy of
Neurology (AAN), dan European Federation of Neurological Societies (EFNS) dan artikel
jurnal peer-reviewed. Diagnosis MND adalah berdasarkan dari kriteria diagnostik El Escorial.
3. Objektif
Ulasan ini bertujuan untuk mengevaluasi secara objektif peran perawatan dukungan
multidisiplin yang tersedia untuk pasien dengan MND, dasar bukti untuk modalitas
intervensi, dan daerah puncak untuk penelitian masa depan. Manfaat dari langkah-langkah
intervensi dinilai dari dampaknya terhadap ukuran hasil seperti kehidupan, kualitas hidup,
pengurangan rawat inap, perbaikan 3 kecacatan, dan efektivitas biaya.
4. Bukti Untuk Strategi Dan Modalitas Perawatan Multidisiplin (MDC)
4.1 Pengaturan perawatan. Pendekatan MDC merupakan andalan pertama bagi manajemen
pasien dengan kondisi neurologis kronik seperti sclerosis multipel, stroke, cedera otak

didapat, dan MND. MDC didefinisikan sebagai setiap perawatan yang diberikan oleh dua
atau lebih disiplin, yang melibatkan seorang ahli saraf dan disiplin serumpun lain seperti
perawat MND, ahli fisiologi dada dan terapis okupasi. Personil lain yang diperlukan sebagai
bagian dari tim MDC untuk perawatan MND termasuk terapis okupasi, fisioterapi, pekerja
sosial, konselor, berbicara dan terapis bahasa dan pemimpin agama. Perawatan diberikan 24
jam setiap hari di rumah sakit atau atas dasar rawat jalan atau di rumah pasien atau
masyarakat, namun upaya harus terkoordinasi secara efektif untuk menghindari tumpang
tindih atau perawatanyang hilang karena jumlah besar penyedia layanan yang terlibat dalam
pengelolaan pasien dan keluarga mereka. MDC penting dalam memungkinkan spesialis
perawatan untuk melakukan penilaian yang tepat dari pasien dan mengatasi kekhawatiran
pasien dan keluarga.
Sebuah studi prospektif kohort berdasarkan populasi Irish dibandingkan 344 pasien di
MDG dengan pasien dalam perawatan neurologi umum dan menemukan kelangsungan hidup
7,5 bulan lebih lama dalam kelompok MDC. Sebuah lagi studi potong lintang yang
melibatkan 208 peserta dengan MND mengamati kualitas hidup yang lebih baik pada pasien
dengan MND yang menghadiri klinik MND setiap 6-12 minggu dibandingkan dengan peserta
yang menghadiri GNC setiap 6 bulan. Dalam sebuah laporan berikutnya telah diamati bahwa
tidak ada perbedaan biaya kesehatan antara MDC dan GNC.
Dalam sebuah studi Italia yang melibatkan 126 pasien ALS, tidak ada perbedaan
dalam waktu hidup rata-rata antara perawatan MDC dan kohort GNC dilaporkan (17,6 bulan
dibandingkan 18 bulan; P = 0,76). Riluzole yang rendah dan penggunaan ventilasi non invasif
(NIV) telah disarankan sebagai alasan mengapa tidak ada perbedaan dalam kelangsungan
hidup diamati dalam penelitian ini. Penelitian lain Italia yang meninjau 221 peserta dalam
pengaturan MDC, mencatat peningkatan kehidupan (P=0.008), menurunkan rawat inap (1.2

frekuensi penerimaan versus 3.3, P=0.003), dan penurunan durasi tinggal di rumah sakit (5.8
versus 12.4 hari, P=0.001) dalam kelompok MDC.
Terdapat sekelompok yang meneliti secara retrospektif catatan rumah sakit untuk 162
pasien yang datang ke rumah sakit antara 1998 dan 2002 di GNC dan 255 orang lain yang
berada di bawah perawatan MDC antara tahun 2006 dan 2010 di sebuah rumah sakit tersier.
Rata-rata hidup dari diagnosis tersebut adalah 19 bulan untuk MDC dan 11 bulan untuk GNC
(rasio Hazard 0,51, 95% tingkat kepercayaan 0,41-0,64). Mereka juga menganalisis
hubungan antara MDC dan kelangsungan hidup independen terhadap riluzole, NIV, dan PEG
yang digunakan. Meskipun studi ini memilih pasien dari beberapa ahli saraf di wilayah
tersebut, metodologi yang ketat digunakan untuk memastikan seleksi dan kecocokan pasien
yang tepat. Faktor-faktor lain yang sedang disarankan sebagai kontribusi terhadap
peningkatan hasil dalam keadaan MDC mencakup dukungan gejala yang lebih baik, akses ke
alat bantu, dan pengobatan cepat dalam tantangan pernapasan. Kedua AAN dan EFNS
merekomendasikan tata cara perawatan MDC untuk pasien dengan MND, dengan pedoman
EFNS yang pada saat ini mengakui manfaat pendekatan MDC dalam meningkatkan
kelangsungan hidup, mengurangi komplikasi medis, dan meningkatkan kualitas hidup pasien
dan pengasuh mereka
4.2. Pengobatan Neuroprotektif dan Disease-Modifying Therapy (DMT). Jalur molekuler
yang tepat yang mengarah ke kehilangan neuron motorik pada MND masih belum jelas,
namun bukti interaksi antara proses seluler yang kompleks bertindak secara sinergis sudah
mulai terakumulasi. Mutasi dalam dismutase oksida super (defisiensi SOD-1) dan TAR-DNA
binding protein (TDP-43) antara lain adalah faktor risiko genetik yang kuat. Sebuah
ringkasan dari proses genetik dan patofisiologis pada MND diringkaskan dalam Tabel 1 dan
2.

Tabel 1 Genetik MND


Jenis MND

MND Familial

MND Sporadik

Mutasi Genetik
(i) gen SOD1
(ii) TDP-43
(iii) Alsin (ALS2)
(iv) Senataxin (ALS4)
(v) Vesikel terkait membran protein (VAPB, ALS8)
(vi) Angiogenin
(vii) Mutasi pada subunit dinaktin p150 (DCTN1)
Mutasi genetik dihubungkan dengan kerentanan yang
lebih besar terhadap MND sporadik termasuk
(1) apolipoprotein E4
(2) penurunan ekspresi dari amino
acid transporter-2 protein eksitatorik
(3) alterasi dalam gen vascular endothelial
growth factor (VEGF)

Riluzole merupakan satu-satunya DMT terdaftar untuk MND yang memperlambat


perkembangan penyakit tetapi tidak menghentikan kelainan yang mendasari. Mekanisme
kerja dari riluzole melibatkan pemblokiran pelepasan glutamat presinaptik. Empat percobaan
memberikan dasar bukti untuk riluzole sebagai DMT. Percobaan terkontrol pertama yang
melibatkan riluzole melaporkan peningkatan sederhana dalam kelangsungan hidup di antara
pasien yang diobati dibandingkan dengan kontrol yang menerima plasebo. Kelompok yang
sama melakukan suatu penelitian berikutnya untuk menyampaikan beberapa masalah yang
diangkat dalam studi pilot dan menegaskan bahwa riluzole ditoleransi dengan baik dan juga
memperpanjang kelangsungan hidup pasien MND. Meta analisis dari studi-studi ini
menunjukkan bahwa tanpa melihat kepada cara pemilihan pasien, 100 mg memperpanjang
kelangsungan hidup pada orang dengan MND selama 2-3 bulan. Efek samping minor yang
reversibel adalah mual, asthenia, kelelahan, dan peningkatan enzim hati. Sebuah studi
berbasis populasi baru-baru ini menemukan 6 bulan manfaat kelangsungan hidup secara
keseluruhan yang signifikan pada pasien dengan onset bulbar dan lansia, tapi tidak pada
pasien dengan penyakit onset ekstremitas. Tidak ada manfaat tambahan yang dicatat ketika
diberikan bersama tambahan seperti Vitamin E atau gabapentin.

Rekombinan growth factor-1 insulin-like manusia (rhIGF-1) telah diusulkan sebagai


MDT dalam MND karena kemampuannya untuk mempromosikan kelangsungan hidup
neuron motorik tulang belakang setelah rangsang kematian akibat asam amino pada hewan
model. Sebuah ulasan Cochrane tentang manfaat dari rhIGF-1 pada perkembangan penyakit
menggunakan 3 studi yang melibatkan 799 pasien MND mendapatkan rendahnya kualitas
bukti tentang peningkatan skor QOL pada 9 bulan, tanpa dampak pada kelangsungan hidup.
Sebuah meta-analisis dari 2 percobaan acak menggunakan faktor silia neurotropik (CNTF)
sebagai DMT pada 1300 pasien MND menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara itu dan plasebo, tidak seperti temuan yang dilaporkan pada model binatang yang
menguntungkan.
Tabel 2 Proses patofisiologi dalam MND
Proses patofisiologi
Komentar
Eksitotoksisitas
Glutamat postsynaptic berlebihan menginduksi stimulasi reseptor
glutamat seperti NMDA dan AMPA
kemasukan kalsium arus besar pembentukan asam nitrat dan
kematian neuronal
Stres oksidatif
Kultur fibroblast dari pasien MND menunjukkan sensitivitas yang
meningkat terhadap kerusakan oksidatif. Akumulasi
spesies oksigen bebas kematian sel. SOD1 adalah enzim
antioksidan.
Defek mitokondrial
Abnormalitas dari morfologi dan biokimiawi dari mitokondria telah
dilaporkan dalam pasien MND sporadik, dalam tikus transgenik dan
dalam model seluler.
Gangguan transportasi aksonal Neuron motorik yang relatif panjang tergantung pada sistem
transportasi yang efektif. Bukti dari kelainan pada sistem
transportasi ini telah dilaporkan pada tikus transgenik
Agregasi neurofilamen
Akumulasi neurofilamen yang abnormal biasanya terjadi pada
banyak penyakit neurodegeneratif termasuk MND.
Agregasi protein
Inklusi intraseluler telah diamati dalam MND. Bukti bahwa apakah
protein ini bersifat toksik atau bermanfaat kepada sel masih belum
jelas.
Disfungsi inflamasi
Bukti menunjukkan adanya kemungkinan terjadi proses inflamasi
Defisit
dalam
faktor Defisit dalam tingkat faktor neurotropik, misalnya, IGF-1, telah
neurotropik dan disfungsi dilaporkan pada MND
dalam jalur sinyal
Apoptosis
Proses akhir dalam MND menyebabkan kematian neuronal
dikatakan mirip dengan apoptosis, dan penanda
apoptosis telah terdeteksi pada tahap akhir dari penyakit dan hewan
model

Keterlibatan akumulasi radikal bebas dan stres oksidatif yang diusulkan pada MND
telah menginformasikan percobaan antioksidan dalam MND. Sebuah meta-analisis dari 10
penelitian yang melibatkan 1015 pasien MND melaporkan bukti yang lemah untuk khasiat
antioksidan dalam MND. Beberapa antioksidan yang memiliki efek positif pada percobaan
hewan adalah vitamin C dan E, selegiline, N-acetylcysteine, dan dehydroepiandrosterone.
4.3 Manajemen simptomatik
4.3.1 Manajemen Respiratorik. Pelemahan pernapasan merupajan penyebab utama kematian
dalam MND. Denervasi kelemahan otot pernafasan menyebabkan batuk yang tidak efektif,
retensi sekresi, dan hipoventilasi, dan itu merupakan faktor penentu penting dari kualitas
hidup. Manajemen yang benar dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup.
Onset gangguan pernapasan ditandai dengan pernapasan gangguan tidur (SDB) yang
menyebabkan sakit kepala pada pagi hari, tidur yang tidak menyegarkan, mengantuk siang
hari, dispnea, ortopnea, konsentrasi yang buruk, dan kelelahan. Bantuan ventilasi pada MND
dapat diberikan dengan menggunakan teknik invasif melalui trakeostomi atau NIV
menggunakan masker wajah atau hidung.
Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 22 subyek dengan MND, sebuah penilaian
2-bulanan QOL menggunakan Short Form Health Survei (SF-36), kuesioner penyakit
pernapasan kronis, indeks kualitas hidup apnea tidur, dan fungsi pernafasan dan
polisomnografi 4-bulanan menunjukkan perbaikan dalam masalah terkait tidur dan kesehatan
mental yang dipertahankan untuk 252-458 hari. Kelangsungan hidup lebih signifikan antara
pasien NIV dan orang-orang dengan perawatan standar. Kelemahan bulbar sedang sampai
parah dikaitkan dengan perbaikan kualitas hidup yang lebih rendah.

Dalam percobaan kontrol acak berikutnya (RCT) yang melibatkan 22 pasien MND
dengan NIV dan 19 dengan perawatan standar, rata-rata kelangsungan hidup dengan 48-hari
lebih lama dalam kelompok NIV diamati dibandingkan dengan kelompok dengan perawatan
standar ( = 0,0062) pada 12 bulan. Dalam subkelompok dengan fungsi bulbar baik sampai
sedang kelangsungan hidup adalah 205 hari lebih lama ( = 0,0059). Kekuatan penelitian ini
adalah alokasi acak pasien berbasis komputer untuk dukungan pernapasan dan pencocokan
pasien dan kontrol yang rata dalam hal karakteristik demografis dan kemampuan fungsional.
Studi ini telah mendokumentasi dengan meyakinkan bahwa NIV memperpanjang
kelangsungan hidup. Sebuah ulasan oleh NICE telah mengkonfirmasi lebih lanjut tentang
efektivitas biaya NIV yang digunakan untuk pasien MND. NIV meningkatkan gas
pertukaran, meredakan gejala retensi karbon dioksida, dan meningkatkan kualitas hidup.
Mekanisme yang tepat dari tindakan NIV tidak diketahui, tetapi mungkin terkait dengan
membalikkan kelelahan pernapasan kronis, membalikkan hiperkapnia, resolusi atelektasis,
dan penurunan tingkat kemerosotan dari FVC. Klaustrofobia, kecemasan, air liur berlebihan,
nyeri nasal bridge, dan perut kembung adalah beberapa masalah yang terkait dengan
penggunaan NIV pada pasien MND.
Efektivitas NIV dapat ditingkatkan dengan penggunaan dari telemonitoring NIV.
Pinto et al. mengevaluasi telemonitoring rumah NIV pada pasien ALS dan mengamati bahwa
terdapat peningkatan kelangsungan hidup dan kunjungan darurat kantor yang lebih rendah
dan atau perawatan inap antara pasien yang memiliki telemonitoring dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang mana kepatuhan mereka dan parameter pengaturan ventilator dinilai
hanya selama visite klinik. Mereka menyimpulkan bahwa bantuan telemonitoring
mengurangi biaya perawatan kesehatan dan meningkatkan kelangsungan hidup dan
status.fungsional.

Ventilasi invasif atau ventilasi trakeostomi (TV) juga dapat digunakan untuk
mengalirkan udara ke paru-paru dan untuk membersihkan sekresi. Ini digunakan pada pasien
dengan disfungsi bulbar parah yang tidak bisa mentolerir NIV atau pada pasien yang
sebelumnya menggunakan NIV yang fungsinya pernafasan telah memburuk ke titik di mana
NIV tidak bisa ditolerir. Sebuah ulasan grafik retrospektif mengkombinasikan evaluasi
kualitas hidup dan derajat depresi memperoleh tingkat kelangsungan hidup 65% 1 tahun dan
45% 2 tahun setelah trakeostomi. Kelangsungan hidup secara signifikan lebih pendek pada
pasien yang lebih tua dari 60 tahun dengan rasio hazard kematian dari 2,1 (95% interval
kepercayaan, 1,1-3,9). Sementara TV memungkinkan untuk penghisapan sekresi dan
menghindari facemask serta claustrophobia, ia merupakan predisposisi untuk infeksi
berulang, infeksi situs trakeostomi, perdarahan, dan pembentukan fistula tracheaoesophageal.
Hal ini tidak dianjurkan di Amerika Serikat atau Eropa tetapi ini merupakan bantuan napasan
yang paling umum digunakan di Jepang.
Respirasi juga dapat dibantu dengan menggunakan stimulasi listrik diafragma untuk
menghasilkan kontraksi (diafragmatic pacing). Ini merupakan sebuah prosedur yang awalnya
dimaksudkan untuk pasien dengan cedera tulang belakang, tapi masih bersifat eksperimental
pada MND. Empat elektroda ditempatkan pada akar motor dari saraf frenikus pada
permukaan abdomen dari diafragma. Oleh karena itu, ini hanya efektif jika diafragma masih
mempertahankan beberapa persarafan. Diafragmatic pacing pada pasien dengan kelemahan
otot pernafasan karena motor neuron diseasestudy (DIPALS) adalah RCT berkelanjutan untuk
menilai kemanjuran diafragmatic pacing antara pasien MND di beberapa rumah sakit di UK.
Selain dari hipoventilasi, kelemahan pernapasan juga mengganggu batuk. Batuk yang
tidak cukup akan menyebabkan infeksi dada berulang, yang merupakan penyebab utama
rawat inap pada MND. Kekuatan batuk pasien dinilai dengan peak flow meter dan dilaporkan
sebagai suboptimal jika aliran puncak batuk (PCF) kurang dari 270/ menit. Batuk dapat

ditambah dengan menggunakan fisioterapi intensif dan manuver seperti tussive squeeze dan
mechanical in-exsufflator (MI-E). Bukti untuk MI-E lemah, tetapi telah disarankan bahwa ini
bisa efektif untuk manajemen batuk pada pasien MND.
4.3.2. Manajemen gizi. Disfagia dapat terjadi pada MND karena hilangnya koordinasi,
kelemahan otot pengunyahan, kelemahan lidah, dan gangguan menelan. Hal ini dapat
dirumitkan dengan penurunan berat badan, tersedak, waktu makan yang berkepanjangan,
sering aspirasi, dan meningkatkan risiko infeksi dada. Malnutrisi berkorelasi positif dengan
tingkat kelangsungan hidup yang singkat dan merupakan faktor prognostik yang buruk.
Manajemen disfagia pada tahap awal melibatkan perubahan tekstur makanan dan
mengajarkan teknik menelan. Pada stadium akhir makan dapat diberikan melalui tuba
nasogastrik (NGT) atau insersi gastrostomi. Prinsip perawatan untuk disfagia pada MND saat
ini adalah berdasarkan konsensus dan pendapat ahli daripada percobaan acak terkontrol.
Pedoman dari kedua AAN dan EFNS merekomendasikan penggunaan gastrostomi
pada MND. Metode insersi gastrostomi termasuk percutaneous endoscopic gastrostomy
(PEG), radiologically inserted gastrostomy (RIG), dan Per-oral image-guided gastrostomy
(PIG). Dalam PEG yang merupakan metode yang paling umum digunakan, sebuah tuba
berlubang difiksasikan di bawah bimbingan endoskopi setelah sedasi untuk mengurangi
risiko migrasi dan blokade. Peningkatan resiko aspirasi akibat sedasi dan yang
ketidakcocokan untuk pasien dengan disfungsi pernapasan sedang sampai parah merupakan
beberapa kekurangan dari PEG.
RIG memerlukan anestesi lokal untuk insersi; sehingga diamati memiliki keberhasilan
yang lebih tinggi dan komplikasi yang lebih rendah tingkat [68]. Hal ini dapat digunakan
bahkan ketika FVC <50%. Kerugian dari RIG adalah bahwa ia tidak terfiksasi dengan aman
seperti PEG dan tuba kecil yang digunakan dapat dengan mudah diblokir. PIG adalah teknik

fluoroskopik baru yang memiliki keberhasilan klinis jangka panjang yang lebih baik dalam
hal tingkat keberhasilan dan komplikasi. Ini hanya membutuhkan anestesi lokal atau sedasi
minimal, dan tubanya jarang terblokir atau bermigrasi.
Tidak ada bukti dalam literatur tentang metode insersi yang lebih unggul dalam
keadaan tertentu. Keperluan untuk percobaan acak yang kuat dianjurkan oleh AAN dan
EFNS. 3 studi terbaru tidak bisa menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
kelangsungan hidup antara PEG dan RIG. Sebuah studi lain mengamati perbedaan signifikan
( = 0,004) antara kelangsungan hidup dalam pasien dengan PEG dan RIG dalam
subkelompok dengan kegagalan pernafasan. Rata-rata kelangsungan hidup setelah
gastrostomi adalah 140% lebih tinggi dalam kelompok RIG dibandingkan dengan pasien
PEG. Hal ini diyakini bahwa saran PEG adalah lebih baik hanyalah kesimpulan sementara.
Home parenteral nutrition (HPN) menggunakan vena sentral kateter dianggap sebagai
alternatif untuk gizi dukungan jangka panjang untuk pasien MND dengan disfagia apabila
gastrostomi merupakan kontraindikasi akibat distress pernapasan berat. Walaupun ia lebih
mahal daripada gastrostomi, baru-baru ini terdapat bukti bahwa HPN dapat ditoleransi
dengan baik dan dapat meningkatkan status gizi pasien dengan MND. Hypercaloric nutrisi
enterik telah diusulkan sebagai faktor yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup karena
obesitas ringan dikaitkan dengan peningkatan kelangsungan hidup. Wills et al. mengevaluasi
keselamatan dan tolerabilitas karbohidrat tinggi diet hiperkalorik pada pasien dengan MND
yang menerima nutrisi enterik dan mengamati bahwa bila dibandingkan dengan pasien yang
menerima pemberian makan melalui tuba diet isokalorik atau tinggi lemak diet, terdapat efek
samping atau efek samping serius yang lebih rendah dalam kelompok hiperkalorik tinggi
karbohidrat. Mereka berpandangan bahwa gizi enterik hiperkalorik karbohidrat tinggi aman
dan dapat ditoleransi oleh pasien dengan MND.

4.3.3 Manajemen Simptomatik Lain


Sialorea. Air liur berlebihan adalah biasa pada MND apabila disfungsi bulbar memburuk dan
bisa memalukan atau menyebabkan aspirasi. Amitriptyline, Atropin, botulin toksin tipe-B
(BTX-B), dan iradiasi eksternal dari kelenjar ludah telah semua sudah dicoba dalam
pengendalian sialorea. Sebuah percobaan kontrol buta ganda menyuntikkan BTX-B ke dalam
kelenjar parotid dan mandibula dari 20 pasien dengan refraktori sialorea dilaporkan mencapai
82% peningkatan dibandingkan dengan 38% di antara mereka yang menerima plasebo pada 2
bulan ( <0,05). Costa et al. juga mengevaluasi efikasi dan keamanan BTX-B pada
pengobatan sialorea pada pasien dengan onset bulbar MND dalam studi prospektif terbuka
berlabel yang melibatkan injeksi BTX-B ke dalam kelenjar parotid dan submandibular.
Mereka mengamati bahwa kebanyakan pasien melaporkan kualitas hidup yang lebih baik saat
pengobatan dan penurunan rata-rata keparahan gejala sebanyak 70%. Efek samping yang
paling sering dilaporkan termasuk air liur kental, nyeri lokal, kelemahan mengunyah, dan
infeksi saluran pernapasan.
Sekresi Bronkial. Kelemahan bulbar menyebabkan pembersihan sputum kuat yang buruk.
Akumulasi lendir merupakan faktor prognostik yang buruk pada pasien NIV. Tidak ada RCT
sedia ada untuk pendekatan pengobatan pada MND. EFNS merekomendasikan penggunaan
mukolitik seperti N-acetylcysteine bila ada aliran batuk yang cukup.
Pengaruh Pseudobulbar. Hal ini diamati pada hingga 50% dari MND pasien. Menguap,
menangis, dan tertawa adalah karakteristik presentasi. Pengaruh pseudobulbar memiliki
dampak negatif pada kualitas hidup. Percobaan plasebo terkontrol kecil dan kasus seri telah
mengamati efektivitas serotonin selektif reuptake inhibitor (SSRI) dan antidepresan trisiklik
dalam mengendalikan gejala ini. Pioro et al. mengevaluasi pengobatan pengaruh
pseudobulbar pada pasien dengan multiple sclerosis dan MND dalam uji coba acak

menggunakan 30/10mg dan 20/10mg Dekstrometorfan ditambah ultra low-dosis quinidine.


Mereka melaporkan bahwa dekstrometorfan ditambah quinidine dosis ultra-rendah efektif
dalam mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan gejala dan meningkatkan pasien kualitas
hidup terutama pada dosis kombinasi 30/10mg jika dibandingkan dengan plasebo. EFNS
merekomendasikan Citalopram (SSRI) dan Amitriptyline (TCA) untuk pengobatan kasus
pengaruh pseudobulbar yang sulit. Kombinasi Dosis tetap dekstrometorfan/quinidine
(30mg/30mg) adalah pilihan pengobatan yang disarankan AAN.
Kram. Hal ini biasanya merepotkan terutama pada malam hari. Sebuah RCT gagal untuk
mendukung kemanjuran tetracannabinoid dalam mengobati kram sedang sampai parah.
Sebuah studi pilot open-labeled kecil menegaskan bahwa levetiracetam berguna untuk
pengobatan kram pada pasien MND. Modalitas seperti pijat, latihan fisik, hidroterapi, kolam
renang yang dipanaskan, dan obat-obatan seperti carbamazepine, diazepam, fenitoin, dan
verapamil semuanya telah dicoba tanpa bukti konklusif. EFNS merekomendasikan
levetiracetam, kina sulfat, dan terapi fisik untuk pengelolaan kram pada MND.
Spastisitas. Terapi fisik merupakan modalitas pengobatan utama untuk spastisitas yang
mempunyai kegunaannya sendiri yang didapatkan dari uji coba acak terkontrol dalam
literatur. Metode terapi fisik yang digunakan meliputi latihan terapi, peregangan, mengatur
posisi, casting, dan biofeedback. Intervensi lain tanpa bukti uji coba terkontrol termasuk
terapi panas/dingin, hidroterapi, ultrasound, stimulasi listrik, dan kemodenervasi dan jarang
operasi dapat digunakan. Intratekal Baclofen adalah obat pilihan dalam kasus yang sulit
dikontrol. Obat-obatan seperti Dantrolene, Tetrazepam, dan Tizanidine belum diuji dalam
MND dalam praktek klinis tapi direkomendasikan oleh EFNS. Modalitas pengobatan
nonfarmakologi harus dikerahkan pertama sebelum intervensi farmakologi diperkenalkan jika
gejala tidak membaik. Obat-obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien MND

karena mereka dapat menyebabkan depresi pernapasan dan memburuknya kelemahan. Terapi
fisik dapat dikombinasikan dengan satu atau lebih dari obat antispastisitas.
Insomnia dan kelelahan. Insomnia adalah biasa pada tahap terakhir dari MND yang mungkin
disebabkan oleh kram, nyeri, dan kelemahan pernapasan. Amitriptyline dan Zolpidem
merupakan sebagian obat yang digunakan dalam praktek tanpa diuji. Kelelahan berpotensi
melemahkan dan bisa berasal dari pusat atau perifer. Percobaan open-label telah
mengkonfirmasi efektivitas Modafinil dalam pengobatan kelelahan pada MND.
Gangguan kognitif. MND dikaitkan dengan sebuah jenis demensia frontotemporal dan
dikaitkan dengan dampak negatif pada kelangsungan hidup. Gangguan kognitif telah
ditunjukkan dalam 20-50% pasien dengan MND. Beberapa instrumen skrining tersedia untuk
menilai kognitif penurunan MND, tapi EFNS merekomendasikan penggunaan alat yang dapat
menilai kefasihan lisan sebagai komponen utama dari setiap instrumen tes.
Komunikasi. Hal ini penting untuk interaksi sosial yang efektif. Perubahan halus dapat dilihat
sebagai kesulitan menemukan kata, kesulitan mengeja, dan penurunan output verbal.
Penurunan bahasa menyebabkan kesulitan dalam manajemen klinis dan menurunkan kualitas
hidup pasien dan perawat. EFNS merekomendasikan penilaian 3-6 bulanan, uji
neuropsikologi penuh, dan penggunaan alat bantu komunikasi seperti computerized speech
synthesizer.
Perawatan Paliatif. Ini merupakan manajemen holistik pasien dengan penyakit terminal yang
bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas hidup pasien dan pengasuh mereka. Perawatan
paliatif pada MND secara idealnya dimulai dari titik diagnosis dan diteruskan sepanjang
seluruh sejarah penyakit. Hal ini diperlukan pada tahap yang berbeda pada penyakit seperti
pada saat diagnosis untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan memberikan berita
buruk kepada pasien dan pengasuh mereka; selama poin krisis misalnya, pengenalan NIV

atau PEG, dan tahap terminal ketika kondisi pasien memburuk. Penerapan teknik perawatan
paliatif harus diatur untuk memenuhi kebutuhan individu pasien karena reaksi pasien dan
keluarga mereka terhadap evolusi penyakit bervariasi antara pasien. Ini harus fokus pada
aspek perawatan seperti fisik (kontrol gejala); psikologis (efek penyakit pada pasien); sosial
(dampak penyakit pada keluarga dan pengasuh); dan spiritual (pertanyaan berbatasan makna
kehidupan dan ketakutan untuk mati). Pendekatan harus mengintegrasikan kedua klinik dan
perawatan berbasis masyarakat mulai dari timbulnya penyakit dan diteruskan bahkan setelah
pasien meninggal dunia. Pedoman EFNS merekomendasikan rujukan perawatan paliatif awal
dengan diskusi yang meliputi aspek akhir kehidupan, wasiat hidup, dan penamaan proksi
perawatan kesehatan.
Steinhansen et al. mengevaluasi sekelompok pasien sakit parah, kerabat pasien yang
baru-baru berduka, dokter, dan penyedia layanan kesehatan lainnya dalam penelitian ini
untuk mengetahui faktor-faktor dianggap penting pada akhir kehidupan. Semua responden
sepakat bahwa penamaan pembuat keputusan, menjaga martabat seseorang, memiliki
penyedia layanan yang dapat dipercaya, untuk menjadi bebas dari sakit, urusan keuangan
teratur, terbebas dari sesak napas dan kecemasan, untuk memiliki dokter bisa berbicara
tentang kematian secara nyaman dan mengetahui bahwa anggota keluarga mereka sudah
bersiap sedia dengan kematian mereka merupakan antara isu yang penting dalam perawatan
paliatif. Mereka juga menerima manajemen nyeri dan simptom sebagai isu yang perlu
disampaikan dalam perawatan paliatif.
5. Area Membutuhkan Penelitian lebih lanjut pada MND
Penelitian lebih lanjut diperlukan dalam pemeriksaan rujukan bias MDC dan faktor lainnya,
yang dapat mempengaruhi efektivitas hasil klinis MDC seperti frekuensi kunjungan.
Biomarker untuk diagnosis dini harus dievaluasi karena ini membantu dalam penelitian DMT.

Bukti yang lebih baik masih diperlukan dalam modalitas parenteral feeding terbaik dan waktu
yang paling optimal memulai/menarik itu; dampak dari perangkat membantu batuk; teknik
manajemen gizi terhadap kualitas hidup; evaluasi disfungsi bahasa dan manajemen
pengobatan; efektivitas biaya dari modalitas pengobatan yang berbeda; pendekatan pada
manajemen perawatan terminal; dan bukti untuk wasiat hidup, dampak penyakit, dan efek
penyakit pada kualitas hidup dari pengasuh.
6. Kesimpulan
MND adalah sindrom yang fatal dengan perjalanan penyakit pendek dan insidensi yang
rendah. Kelangkaan bukti untuk sebagian besar modalitas pengobatan saat ini membutuhkan
uji coba lebih lanjut untuk standarisasi perawatan untuk pasien.

Anda mungkin juga menyukai