Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM PEMODELAN EKOSISTEM LAUT DAN PESISIR

Oksigen di Kawasan Estuari

Oleh
Kelompok 4
I Kadek Vidyananda S Rahadiarta

1314511008

Ni Made Pitria Menala Saputri

1314511010

Ni Wayan Ayu Astini Sari

1314511034

Hassanudin Parulian Sihombing

1314511030

Luh Putu Ayu Depi Nucahyani

1314511056

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

BAB I
DASAR TEORI
Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut,
sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard, 1967).
Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting yaitu sebagai sumber zat hara dan bahan

organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi
sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat
mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat
tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria
secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan
budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahanbahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan
berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup
dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000). Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2
ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan
oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (SWINGLE, 1968).
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam
dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). Oksigen terlarut
memegang peranan penting dalam suatu kawasan, khususnya kawasan estuari yang sangat
dinamis, dimana oksigen dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk melakukan metabolime dan
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mereduki bahan bahan organik dan inorganik.
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik.
Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai
bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter BOD,
secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan
BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara.

Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut


pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut
menguraikan bahan organic yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama
dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas
dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi
air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini
untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting
diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pads
suhu 20C (SAWYER & MC CARTY, 1978).

BAB II
SKEMA PEMODELAN
2.1 Algoritma
1. Input initial condition yaitu:
a. Dispersion coeficient (m2/day) (E) = 342700
b. Benthal Demand (B) = 0
c. BOD decay coeficient (day-1) (K1) = 0.25
d. Coef. Of Reaeration (K2) = 51.3
e. Nitrification coeficient (day-1) (K3) = 0.15
f. Delta Z (m) (DX) = 500
g. Delta T (days) (DT) = 0.05
h. Saturation oxygen (mg/l) (SOX) dari file SOX.asc
i. BOD awal (BOD1) dari file BOD1.asc
j. DO awal (DO1) s dari file DO1.asc
k. Rate Of Addition Of Material In mg/l (LA) dari file LA.asc
2. Hitung BOD dan DO
a. Hitung BOD dengan persamaan
BOD2(I,J)=BOD1(I,J)*(DT*E/DX**2)
BOD2(I,J)=BOD2(I,J)+BOD1(I,J)*(1-(DT*((K1+K3)/2)))
BOD2(I,J)=BOD2(I,J)-(2*DT*E/DX**2)
BOD2(I,J)=BOD2(I,J)+(BOD1(I,J)*(DT*E/DX**2)+DT*LA(I,J))
BOD2(I,J)=BOD2(I,J)/(1+DT*((K1+K3)/2))
b. Hitung DO dengan persamaan
DO2(I,J)=DO1(I,J)*(DT*E/DX**2)
DO2(I,J)=DO2(I,J)+DO1(I,J)*(1-((DT*K2/2)-(2*DT*E/DX**2)))
DO2(I,J)=DO2(I,J)+(DO1(I,J)*(DT*E/DX**2))
DO2(I,J)=DO2(I,J)+DT*K2*SOX(I,J)-DT*B
DO2(I,J)=DO2(I,J)-((BOD1(I,J)+BOD2(I,J))*(DT*K1/2))
DO2(I,J)=DO2(I,J)-((BOD1(I,J)+BOD2(I,J))*(DT*K1/2))

DO2(I,J)=DO2(I,J)/(1+(DT*K2/2))
3. Cetak hasil
4. Selesai
2.2 Flowchart

2.3 Scrib Program


a

Notepad

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1. Input File
1. SOX.asc

2. BOD1.asc

3. DO1.asc

4. LA.asc

5. BOD2.asc

6. DO2.asc

3.2 Pembahasan
Praktikum ini membahas tentang profil Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan
Dissolved Oxygen (DO) di kawasan estuari. Untuk dapat memodelkan profil BOD dan DO di
kawasan estuaari, digunakan metode persamaan solve partial different. Sehingga output yang
dihasilkan adalah sebaran spasial BOD dan DO. Untuk dapat memeodelkan parameter tersebut,
diperlukan data input. Data input yang digunakan untuk memodelkan parameter BOD dan DO
adalah data praktikum mata kuliah pencemaran di kawasan Teluk Benoa yaitu suhu, DO, BOD-5,
dan TSS. Data suhu digunakan untuk menentukan tingkat saturasi dari oksigen terlarut (SOX)
(mg/l) dengan menggunakan acuan table saturasi oksigen terlarut. Sedangkan data DO dan BOD
yaitu BOD 1 dan DO 1 digunakan sebagai data atau nilai awal, dan Total Suspended Solid (TSS)
digunakan sebagai Rate Of Addition Of Material In (LA) (mg/l) yang merupakan material
tambahan yang masuk ke dalam suatu kawasan perairan. Metode yang digunakan untuk
membuat sebaran spasial BOD dan DO di kawasan estuary adalah dengan menggunakan
interpolasi dengan metode Inverse Distance Weighted (IDW). Metode IDW merupakan metode

deterministik yang sederhana dengan mempertimbangkan nilai di sekitarnya. Data data yang
telah diolah dengan program akan menghasilkan data BOD 2 dan DO 2 yang ditampilkan secara
spasial dengan menggunakan software SAGA.
Berdasarkan hasil yang telah didapat yaitu BOD 2 dan DO 2 dapat dilihat bahwa nilai
BOD 2 lebih besar daripada nilai BOD awal. Hal ini menunjukkan atau menjelaskan bahwa
kebutuhan oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme tinggi untuk menguraikan bahan bahan
organik. Nilai BOD 2 memiliki pola yang sama dengan sebaran TSS. Hal ini menjelaskana
bahwa nilai BOD dan TSS berbanding lurus, dimana semakin tinggi TSS atau bahan bahan
organic, maka oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme juga tinggi. Selain itu dapat
ddilihat perbandingan nilai DO awal dan DO 2. Nilai DO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai DO awal. Hal ini dipengaruhi atau disebabkan oleh saturasi atau tingkat kejenuhan (SOX).
Jika dibandingkan pola sebaran DO 2 dengan SOX, keduanya memiliki pola sebaran yang sama.
Hal ini menjadi bukti bahwa nilai DO sudah menuju saturasi.
Dikatakan bahwa bahan organik dalam air buangan limbah, akan merangsang pertumbuhan
mikroorganisme di perairan dan menimbulkan bertambahnya jumlah populasi mikroorganisme
perairan. Bakteri tersebut melakukan proses dekomposisi pada saat kondisi anaerob (keadaan
yang membutuhkan oksigen) sehingga bakteri tersebut menggunakan DO (Oksigen terlarut)
dalam proses tersebut dan menyebabkan peningkatan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Jika
limbah organik yang dilepaskan ke perairan semakin banyak, nilai BOD akan semakin
meningkat pula. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen terlarut dalam air,
sehingga terjadi defisiensi oksigen. Maka hal tersebutlah mengapa konsentrasi DO mengalami
penurunan sedangkan untuk konsentrasi BOD (garis berwarna biru) mengalami sesuai dengan
time step pada DO yaitu time step ke-9 dan semakin tinggi pada time step ke-12. Dikarenakan
menurut Purwanto (2005), banyaknya oksigen yang diperlukan untuk memecah atau
mendegradasi senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme disebut dengan kebutuhan
oksigen biologi (BOD - Biochemical Oxygen Demand). Oleh karena itu kondisi limbah organik
dinyatakan dengan kandungan BOD. Hal ini sebanding dengan grafik pada hasil yang
menyatakan yang didapatkan hasil DO dengan nilai sebesar 8.503 mg/l dan hasil BOD sebesar
8.509 mg/l, dimana konsetrasi BOD lebih tinggi dari DO karena adanya faktor air limbah

(polutan) yang diteteskan ke perairan tersebut.Sedangkan nilai BOD dan DO memiliki nilai yang
berbanding terbalik. Semankin tinggi nilai DO maka nilai BOD semakin rendah dan sebaliknya.
Hal ini terkait dengan bahan bahan organic ataupun polutan di kawasan estuari. Jika terdapat
banyak bahan bahan organic, maka dibutuhkan i=oksigen untuk menguraikan bahan bahan
organic atau polutan tersebut. Sehingga kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme juga semakin
tinggi. Hal ini menyebabkan BOD di kawasan suatu perairan meningkat.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Nilai konsentrasi BOD akhir lebih tinggi dibandingkan dengan BOD awal yang mana hal
ini menjelaskan bahwa mikroorganime menggunakan oksigen untuk mengurai bahan bahan
organik atau polutan. BOD dan DO memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Semakin
rendah DO atau semakin tinggi konsumsi DO oleh mikroorganisme, makan nilai BOD semakin
tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2004. Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Daerah Aliran
Sungai (DAS), dalam Interaksi daratan dan Lautan : Pengaruhnya terhadap Sumber Daya
dan Lingkungan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Diedit oleh W.B.
Setyawan, dkk. Jakarta : Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
HUET, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water
Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25.160-167 pp.
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical
Countries. A.I.T. Bangkok,59 pp
Pickard, G. L. 1967. Descriptive Physican Oceanography Second Edition. Massachussets : Jones
and Bartelett Publisher.
SALMIN. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan
Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di
Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi
Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 46
SAWYER, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd ed.
Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.: 405 - 486 pp.
SWINGLE, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. F.A.O.
Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.

Anda mungkin juga menyukai