Anda di halaman 1dari 18

DAYA HAMBAT EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda

citrifolia linn) TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA


ALBICANS

KARYA TULIS ILMIAH


(Skil Lab KTI)

Oleh:
JOAO ZITU EVARISTO. M. M VIANA
NIM: 10612104

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar belakan
Sejak lama manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alam lain sebagai obat

untuk

mengurangi

rasa

sakit,

menyembuhkan

dan

mencegah

penyakit

tertentu,

mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan bugar. Sejarah
mencatat bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal masyarakat
sejak masa sebelum masehi. Saat ini penggunaan tumbuhan atau bahan alam sebagai obat
tersebut dikenal dengan sebutan obat tradisional (Anonim, 2007). Obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Pramono, 2006).
Mengkudu (Morinda citrifolia linn) Merupakan tanaman daerah tropis yang sejak
ribuan tahun dimanfaatkan manusia untuk mengobati berbagai penyakit. Mengkudu sudah
diakui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai tanaman obat. Mengkudu
termasuk dalam tujuh komoditi ungulan dalam pengembangan jangka pendek (5 tahun),
selain temulawak, kunyit, jati belanda, sambiloto, daun salam, dan cabe jawa. Bagian
tanaman mengkudu yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya, sedangkan sediaannya yang
paling populer adalah dalam bentuk jus (Sjabana, 2002).
Sekitar 20 spesies mengkudu yang memiliki nilai ekonomis, antara lain Morinda
bracteata, M. officianalis, dan M. citrifolia. Spesiess lain adalah M. angustifolia, M.
elliptica, M. tomentosa, M. tinctoria atau M. coreia, dan M. umbellata. Semua pepagan akar
dan batang mengkudu terssebut, zat pewarnanya dapat

diekstrak,

yaitu

morindin.

Ekstraknya digunakan untuk mewarnai kain katun menjadi kuning, merah, atau cokelat,
seperti halnya pepagan dari mengkudu M. citrifolia.
Morinda citrifolia memiliki sinonim Morinda bracteata Roxb (1814) dan Morinda
litoralis Blanco (1845). Morinda citrifolia kadang-kadang dibedakan menjadi 2 varietas,
yaitu M. citrifolia var. Citrifolia dan M. Citrifolia var. Bracteata (Roxb) Hook.f. Varietas
yang kedua memiliki 1-2 cuping yang mirip daun, berbentuk lanset memanjang, panjang
1-1,5 cm, batang lebih lurus, dan daun lebih kecil daripada var. Citrifolia (Anonim, 2007).

Buah mengkudu dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans yang disebabkan


oleh adanya kandungan senyawa kimia yaitu flavonoid, minyak atsiri, dan saponin. Senyawa
kimia flavonoid, minyak atsiri, dan saponin berfungsi sebagai antibakteri dan antijamur
(Lestari, 2005).
Flavonoid yang merupakan senyawa fenol dapat menyebabkan kerusakan membran sel
sehingga terjadi kebocoran isi sel dan berakibat lilis. Sedangkan saponin bersifat sebagai
surfaktan yang berbentuk polar yang dapat memecah lapisan lemak pada membran sehingga
menyebabkan ganguan permeabilitas membran sel kuman. Hal tersebut menyebabkan
pemasukan bahan atau zat-zat yang diperlukan dapat terganggu akhirnya sel membengkak dan
pecah. Minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein yaitu merubah molekul protein atau
asam lemak, menghambat kerja enzim dan menganggu sintesis asam nukleat (Boedirahardjo,
2005).
Di samping itu buah mengkudu dapat digunakan sebagai obat tradisional

untuk

penyembuhan penyakit hipertensi, oedem, konstipasi, dan gangguan fungsi hati. Buah yang
masak dapat digunakan untuk pengobatan radang tenggorokan dan penderita narkotika
(Wijayakusuma dkk, 1992). Air perasan buah mengkudu segar dapat menurunkan tekanan
darah. Buah mengkudu juga mempunyai khasiat antioksidan karena buah mengkudu
mengandung

bahan

aktif

scopoletin,

ascorbic

acid,

beta carotene, l-arginine, dan

proxeronine (Anonim, 2006).


Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa buah mengkudu mengandung
saponin, flavanoid, minyak atsiri dan alkaloid yang dapat digunakan sebagai bahan kosmetik,
perawatan kulit dan rambut. Adapun efek farmakologis yang telah terbukti yaitu
imunomodulasi, reparasi dan peremajaan sel, vasoproteksi, antioksidan, hepatoproteksi,
antibiotik dan anti jamur (Anonim, 2005).
Infeksi jamur pada rongga mulut yang paling sering terjadi disebabkan oleh Candida
albicans dan spesies Actinomycetes. Candida albicans adalah salah satu spesies candida yang
merupakan organisme komensal dalam rongga mulut, merupakan jamur dimorfik yaitu
patogen oportunistik dan merupakan flora normal dirongga mulut. Candida albicans adalah
suatu ragi lonjong dan bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan
maupung dalam jaringan dan eksudat. Ragi ini adalah angota flora normal selaput mukosa,
saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan genitalia wanita. Walaupun candida albicans
merupakan komponen normal dari flora rongga mulut, kadang-kadang pada suatu waktu bisa
menimbulkan penyakit. Faktor predisposisi infeksi candida albicans adalah diabetes militus,
kelemahan menyeluruh, imunodefisiensi, kateter intravena atau air kemih yang terpasan terus

menerus, penyalagunaan narkotika intravena, pemberian antimikroba (yang mengubah flora


bakteri normal) dan kartikosteroid (Ying WM, 2005).
Candida albicans adalah spesies jamur patogen dari golongan deuteromycota.
Spesies cendawan ini merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebut kandidiasis pada
kulit, mukosa, dan organ dalam manusia. Candida sebenarnya merupakan flora normal mulut,
namun berbagai faktor seperti adanya gangguan sistem imun maupun penggunaan obatobatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat menyebabkan flora normal tersebut menjadi
pathogen (Ying WM, 2005).

1.2

Rumusan Masalah
Apakah ekstrak buah Mengkudu (Morinda citrifolia linn) dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Candida albicans.?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia linn) terhadap pertumbuhan
bakteri Candida albicans.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mengetahui peran setiap kandungan senyawa kimia dari ekstrak buah mengkudu
(Morinda citrifolia linn) yaitu flavonoid, minyak atsiri dan saponin dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Candida albican .

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Keilmuan


Memberikan informasi dan pengetahuan dibidang kedokteran gigi. Serta memberikan
informasi mengenai daya hambat ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia linn) terhadap
pertumbuhan bakteri Candida lbicans.

1.4.2 Manfaat Klinis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan peluang unutk melakukan penelitian


selanjutnya yang dapat meningkatkan pengembangan pengobatan, ataupun terapi obat dengan
herbal dibidang Kedokteran Gigi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Mengkudu
Mengkudu atau pace (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tanaman obat yang

dalam beberapa tahun terakhir banyak peminatnya. Merupakan tanaman tropis dan liar,
mengkudu dapat tumbuh di tepi pantai hingga ketinggian 1500 m dpl (di atas permukaan
laut), baik di lahan subur maupun marginal. Penyebarannya cukup luas, meliputi seluruh
kepulauan Pasifik Selatan, Malaysia, Indonesia, Taiwan, Filipina, Vietnam, India, Afrika, dan
Hindia Barat (Solomon 1999). Tanaman mengkudu berbuah sepanjang tahun. Ukuran dan
bentuk buahnya bervariasi, pada umumnya mengandung banyak biji, dalam satu buah
terdapat 300 biji, namun ada juga tipe mengkudu yang memiliki sedikit biji. Bijinya
dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji, sehingga daya simpannya lama dan daya
tumbuhnya tinggi. Dengan demikian, perbanyakan mengkudu dengan biji sangat mudah
dilakukan. Tanaman mengkudu (Morinda citrifolia L.) tanaman obat yang sudah
dimanfaatkan sejak zaman purba. Pada 100 tahun Sebelum Masehi (SM) penduduk Asia
Tenggara telah memanfaatkan tanaman mengkudu sebagai obat di negeri Cina (Kandi, 2009).
Peran mengkudu dalam pengobatan tradisional, sangat menarik para ilmuwan untuk meneliti
khasiat mengkudu secara intensif. Berdasarkan hasil penelitian ilmiah terbukti bahwa pada
beberapa organ tanaman mengkudu mengandung metabolik sekunder yang berguna untuk
pengobatan dan kesehatan manusia. Mengkudu pertama kali disebarluaskan oleh bangsa
Polinesia pada sekitar tahun 100 (SM) bangsa ini menggambarkan dengan cara menyeberangi
lautan dan singgah dari satu pulau ke pulau lain, dalam perpindahan ini mereka membawa
beberapa macam buah yang bisa dikonsumsi salah satunya adalah mengkudu. Semenjak 1500
tahun yang lampau, penduduk kepulauan Hawai menyebut mengkudu dengan istilah noni
karena dipercaya mempunyai manfaat dan bisa mengobati berbagai penyakit, mengkudu
merupakan tanaman yang sangat toleran. Keberadaan mengkudu, baik yang tumbuh liar
maupun yang sengaja ditanam masyarakat dengan jumlah populasi yang terbatas, seiring
denganpemanfaatan buahnya sebagai bahan baku, pembuatan sari buah atau jus untuk
pengobatan alternatif beberapa penyakit,dan berkembang volume produk bahan baku buah ini
. Buah mengkudu yang telah masak beraroma tidak sedap namun demikian buah mengkudu
tersebut mengandung sejumlah zat yang berkhasiat untuk pengobatan (Supriadi, 2001).

Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) adalah tumbuhan dari famili Rubiaceae.


Tanaman ini tumbuh hampir di seluruh wilayah kepulauan Indone-sia. Umumnya tanaman ini
tumbuh liar di pantai, ladang, hutan, atau sengaja ditanam orang di pekarangan sebagai
tanaman sayur atau tanaman obat (Kandi, 2009).
Mengkudu mempunyai berbagai khasiat penyembuhan terhadap berbagai penyakit
dege-neratif seperti tumor dan kanker. Masyarakat menggunakannya sebagai obat demam. Di
Filipina daun mengkudu dipakai sebagai obat antiartritis. Di Vietnam, buahnya untuk
mengobati disentri dan flu. Secara empiris mengkudu bisa meningkatkan daya tahan tubuh,
respon imun orang yang meng-konsumsi buah mengkudu mengalami beberapa perubahan
signifikan : meningkatkan populasi lim-fosit T, makrofag, dan aktivitas limfosit. Respon
makrofag yang meningkat mendorong fungsi fago-sitosis terhadap bakteri juga meningkat.
Buah mengkudu mengandung xeronin zat yang mengaktifkan fungsi kekebalan tubuh,
polisakarida (asam glukoronat) dan glikosida yang bermanfaat sebagai imunostimulan,
antikanker, dan antibakteri (Kandi, 2009).
2.2

Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Anak kelas : Sympatalae
Bangsa: Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga / genus : Morinda
Jenis / spesies : Morinda citrifolia L (Djauhariya, 2003)

Beberapa spesies mengkudu yang ada di Indonesia adalah M. citrifolia L, M. eliptica, M.


bracteaca, M. speciosa, M. linctoria, dan M. oleifera. Dari spesies-spesies tersebut diatas,
yang telah umum dimanfaatkan yaitu M. citrifolia L. spesies ini yang banyak dimanfaatkan
untuk obat (Djauhariya, 2003)

Terdapat sekitar 80 spesies tanaman yang termasuk dalam genus Morinda.

Hanya

sekitar 20 spesies Morinda yang mempunyai nilai ekonomis, antara lain morinda bracteata.
Morinda officinalis, Morinda fructus, Morinda tinctoria, dan Morinda citrifolia. Morinda
citrifolia adalah jenis yang paling popular, sehingga sering disebut sebagai Queen of The
Morinda. Spesies ini mempunyai nama tersendiri di setiap negara antara lain Noni di
Hawaii, Nonu atau Nono di Tahiti, Cheese Fruit di Australia, Indian mulberry di India,
Lada di Guam, Bumbo di Afrika, Painkiller tree di Kepulauaan Carribean, Mengkudu
atau Pace di Indonesia dan Malaysia (Waha, 2001).
2.3

Morfologi tumbuhan

Mengkudu merupakan tumbuhan tropis, dapat tumbuh diberbagai tipe lahan dan
iklim pada ketinggian tempat dataran rendah sampai 1.500 m dpl (Heyne, 1987). Kondisi
lahan

yang sesuai untuk tanaman

mengkudu adalah pada lahan

terbuka cukup sinar

matahari, ketinggian tempat 0 - 500 m dpl, tekstur tanah liat, liat berpasir, tanah agak
lembab, dekat dengan sumber air, subur, gembur,

banyak mengandung

bahan

organik

dan drainasenya cukup baik. Curah hujan 1.500 - 3.5000 mm/ tahun, merata sepanjang
tahun, dengan bulan kering < 3 bulan, pH tanah 5 7. Untuk mendukung pengembangan
mengkudu telah dilakukan studi

ekologi

menyangkut

persyaratan

tumbuh tanaman

mengkudu (Heyne, 1987; Nilson, 2001; Sudiarto dkk, 2003).


Adanya bulan kering yang dikehendaki

berhubungan dengan pembungaan dan

pembuahan. Hujan yang tinggi akan berpengaruh terhadap pembungaan dan pembuahan.
Bunga akan gugur dan tidak terjadi pembuahan, sedangkan bulan kering yang terlalu panjang
juga akan mengurangi jumlah buah dan buah yang tumbuh mengecil dan bentuknya tidak
normal. Mengingat peranan mengkudu dalam industri obat tradisional dan sebagai komoditas
ekspor, kiranya perlu mendapat perhatian dari semua pihak terkait dalam hal penelitian dan
pengembangannya (Djauhariya dkk, 2006).

Beberapa daerah di Jawa dan Sulawesi

ditemukan berbagai ragam mengkudu berdasarkan morfologi dan mutu buahnya. Dari
sebanyak 20 nomor mengkudu yang dianalisa

mutu buahnya, 10 nomor diantaranya

mempunyai kualitas jus buah cukup baik (Sudiarto dkk, 2003).


Terdapat 7 tipe mengkudu di beberapa daerah di pulau Jawa. Pembeda utama ke
7 tipe tersebut adalah morfologis buah (bentuk, ukuran dan jumlah biji per buah), rasa
daging buah, serta rendemen jus daging buah (Djauhariya dkk, 2006).

Berdasarkan karakter produksi dan mutu buahnya, dari ke 7 tipe tersebut ada 3 tipe yang
merupakan pohon induk harapan. Mutu buah ketiga tipe tersebut diatas cukup baik,
kadar sari larut air rata-rata 9 %, sehingga layak untuk dikembangkan budidayanya
(Sudiarto dkk, 2003).
Lingkungan

tumbuh untuk mengkudu sukun dan mengkudu pahit agak terbatas

dari dataran rendah sampai ketinggian 350 m dpl, tipe iklim C/B, curah hujan 2000 - 3000
mm/th, jenis tanal Latosol dan Regosol, menghendaki suhu udara dan tanah agak lembab.
Sedangkan mengkudu berbiji banyak sebarannya cukup luas dari dataran rendah sampai 800
m dpl, tipe iklim A, B sampai D, curah hujan 1500 - 3500 mm/th, jenis tanah Latosol,
Andosol, Regosol, Grumosol dan Podsolik., kelembaban udara dan tanah kering sampai
basah (Sudiarto dkk, 2003).
Tumbuhan ini berbentuk pohon dengan tinggi 4-8 cm. Batang berkayu, bulat, kulit
kasar, percabangan monopoidal. Daun tunggal, bulat telur, ujung dan pangkal runcing.
Panjang 10-40 cm. Bunga majemuk, bentuk bongkol, bertangkai, benang sari 5. Buah
bongkol, permukaan tidak teratur, berdaging, panjang 5-10 cm, hijau kekuningan (Syamsul
hidayat dan Hutapea,1991).

2.4

Kandungan kimia
Senyawa kimia dalam tanaman terdiri dari dua bagian, yaitu senyawa metabolit

primer atau yang disebut dengan senyawa bermolekul besar dan senyawa metabolit sekunder
atau yang disebut dengan senyawa bermolekul kecil (Sirait, 2007).
Di dalam buah mengkudu terkandung zat-zat yang berkaitan dengan kesehatan
dan telah dibuktikan hanya terdapat di dalam mengkudu. Tanaman mengkudu mengandung
berbagai vitamin, mineral, enzim alkaloid, ko-faktor dan sterol tumbuhan yang terbentuk
secara alamiah. Senyawa-senyawa penting dalam mengkudu yang berkaitan dengan
kesehatan sebagai berikut : Senyawa yang berperan dalam pengobatan dan kesehatan yaitu
yang terkandung dalam buahnya seperti asam askorbat yang cukup tinggi dan merupakan
sumber vitamin C yang luar biasa. Di dalam 1.000 g sari buah mengkudu terkandung 1.200
mg Vit. C, sehingga berkhasiat sebagai anti oksidan yang sangat baik. Antioksidan berkhasiat
menetralisir partikel-partikel berbahaya (radikal bebas) yang terbentuk dari hasil sampingan
dalam proses metabolisme. Radikal bebas dapat merusak sistim kekebalan tubuh dan materi
genetik. Mengkudu juga mengandung zat-zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti
karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral- mineral esensial. Selain itu, dari hasil
penelitiannya buah mengkudu mengandung zat anti bakteri dan anti jamur seperti alkaloid,
flavanoid, saponin, minyak atsiri, selenium, dan terpenoid (Solomon , 2002). Mengkudu juga
mengandung zat anti kanker yang dinamakan damnacanthal (Hiramatsu et al, 1993).

2.4.1

Senyawa kimia Alkaloid


Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman mengkudu diantaranya

alkaloid dan antrakuinon yang berfungsi sebagai antibakteri dan anti kanker (Rukmana,
2002). Menurut Solomon (2002) senyawa antrakuinon, alkaloid dan glikosida terdapat
hampir pada semua bagian tanaman mengkudu terutama bagian daun dan buahnya yang
berfungsi untuk mengobati masalah pencernaan dan gangguan jantung. Senyawa aktif
tersebut bersifat bakterisidal pada bakteri Staphylococcus yang menyebabkan infeksi pada
jantung dan Shigella yang menyebakan disentri, selain itu juga dapat mematikan bakteri
penyebab infeksi diantaranya Salmonella sp, E. Coli dan Bacillus sp. (Solomon, 2002). Sirait
(2007) menyatakan bahwa alkaloid adalah hasil senyawa metabolism sekunder terbesar
dalam tumbuhan yang mengandung atom nitrogen basa sebagai gabungan dari sistem
heterosiklik. Senyawa alkaloid sering digunakan dalam bidang pengobatan yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif . senyawa alkaloid dapat
mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen penyusun peptidoglikan pada
sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan
kematian sel. Zat alkaloid yang dikandung mengkudu merupakan zat dasar organik yang
berguna untuk menghasilkan xeronine untuk mengaktifkan enzim-enzim dan mengatur
pembentukan

protein.

Buah mengkudu

juga banyak mengandung protein. Selain itu,

banyak mengandung proxeronine, yaitu sejenis asam kaloida yang tidak mengandung gula,
asam amino, dan asam nukleat(Solomon, 2002).

2.4.2

Senyawa kimia Saponin


Senyawa metabolit sekunder lainnya dari daun mengkudu adalah saponin. Saponin

merupakan glikosida sterol berdasarkan ketidaklarutannya dalam air dan tidak beracun
terhadap hewan (Robinson, 1995). Kerja saponin dalam menghambat pertumbuhan bakteri
patogen diantaranya menghambat fungsi membran sel bakteri dengan merusak permeabilitas
membran sel yang mengakibatkan dinding sel bakteri lisis (Cheeke, 2001). Menurut Harbone
(1987), saponin dapat menimbulkan busa seperti sabun apabila dikocok dalam air ataupun
saat ekstraksi, sehingga dapat membersihkan materi yang menempel pada dinding usus.
Francis et al. (2002) memaparkan bahwa saponin memiliki kemampuan untuk meningkatkan
permeabilitas membran sel usus, sehingga akan memudahkan molekul besar terserap dalam

tubuh dan terjadi peningkatan nutrien yang dideposit oleh tubuh serta berpengaruh terhadap
pertambahan bobot badan (Solomon, 2002).
2.4.3

Senyawa kimia Flavanoid


Flavonoid merupakan senyawa C15 yang semuanya memiliki struktur C6- C3-C6.

Pada tiap flavonoid, dua cincin benzena dihubungkan bersama oleh tiga atom karbon yang
membentuk suatu

heterosiklik

teroksigenasi. Susunangugus tiga karbon ini yang akan

menentukan bagaimana senyawa flavonoid diklasifikasikan. Flavonoid dibagi lagi menjadi


enam

kelas,

yaitu

flavon, flavanon, isoflavon, flavonol,

flavanol

(katekin

dan

proantosianidin), dan antosianin. Flavonoid yang mengandung substituen OH multipel


memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat melawan radikal peroksil. Flavonoid
merupakan komponen utama yang berkontribusi untuk kapasitas antioksidan pada buahbuahan

dan sayur-sayuran.

berhubungan

dengan

Flavonoid

stres

oksidatif

bisa membantu
dan

mencegah

memiliki

aktivitas

penyakit yang
antimikroba,

antikarsinogenik, antiplatelet, antiiskemik, antialergi, dan antiinflamasi(Solomon, 2002).


2.4.4

Senyawa kimia Selenium


Senyawa selenium adalah salah satu contoh mineral yang terdapat dalam mengkudu

dan juga merupakan anti oksidan yang hebat. Bangsa polinesia dan penduduk asli
kepulauan Pasifik Selatan sejak dulu sampai sekarang menggunakan buah mengkudu sebagai
makanan, terutama untuk mempertahankan hidup sehat pada waktu krisis pangan (Solomon,
2002).
2.4.5

Senyawa kimia Terpenoid


Senyawa terpenoid yang terkandung dalam mengkudu merupakan senyawa yang

sangat penting bagi tubuh, zat-zat terpen berfungsi membantu sintesa organik dan pemulihan
sel-sel dalam tubuh (Waha, 2001). Zat-zat tersebut terbukti sebagai zat anti bakteri
infeksi

seperti,

Proteus

morganii,

Bassilus

subtilis,

Staphylococus

aureus,

Pseudomonas aeruginosa dan Echerichia coli. Selain itu juga dapat mengontrol jenis-jenis
bakteri yang mematikan (patogen) seperti Salmonella dan Sigella (Solomon, 2002).
2.4.6

Senyawa kimia Antikanker Damncanthal


Mengkudu mengandung zat anti kanker yang dinamakan damnacanthal. Zat tersebut

paling efektif

melawan sel-sel abnormal dibandingkan zat-zat antikanker yang terdapat

dalam tumbuhan lainnya (Hiramatsu et al, 1993). Zat scopoletin dalam buah mengkudu
ditemukan pada tahun 1993 oleh para peneliti di Universtas Hawaii (Waha, 2001).
Selanjutnya dikemukakan bahwa zat scopoletin dapat memperlebar saluran pembuluh darah
yang menyempit dan melancarkan peredaran darah. Selain itu scopoletin juga dapat
membunuh beberapa tipe bakteri dan bersifat fungisida terhadap bakteri Pythium sp dan
bersifat anti peradangan dan alergi (Waha, 2001).
Buah mengkudu mengandung zat proxeronin dalam jumlah besar yang dapat
dibentuk menjadi xeronin (Heinicke, 2000)). Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam usus
manusia terdapat enzim proxeronase yang dapat mengubah proxeronin menjadi xeronin.
Fungsi utama xeronin dalam tubuh adalah mengatur bentuk dan kekerasan (rigiditas)
protein-protein spesifik di dalam sel. Bila fungsi protein-protein menyimpang, maka tubuh
akan mengalami gangguan kesehatan (Waha, 2001).

2.5

Kegunaan dan manfaat

Tanaman mengkudu terutama buahnya memiliki banyak kegunaan antara lain: untuk obat
tekanan darah tinggi, beri-beri, melancarkan kencing, radang ginjal, radang empedu, radang
usus, disentri, sembelit, nyeri limpa, limpa bengkak, sakit lever, liur berdarah, kencing manis
(diabetes melitus), cacingan, cacar air, kegemukan (obesitas), sakit pinggang (lumbago), sakit
perut (kolik), dan perut mulas karena masuk angin, kulit kaki terasa kasar (pelembut kulit),
menghilangkan ketombe, antiseptik, peluruh haid (emenagog), dan pembersih darah. Air
perasan buah masak yang diparut digunakan untuk kumur-kumur (gargle) pada difteri atau
radang amandel. Godogan buah, kulit batang atau akar digunakan untuk mencuci luka dan
ekzema (Wijayakusuma,dkk.,1996).
Buah mengkudu dapat menghambat pertumbuhan tumor dengan merangsang sistem
imun yang melibatkan makrofag dan atau limfosit (Hirazumi et al., 1994). Ekstrak buah ini
juga terbukti paling efektif menghambat sel RAS yang menyebabkan kanker di antara 500
ekstrak yang diuji (Hirazumi et al., 1993).Younos et al. (1990) melakukan studi mengenai
efek analgesik dan sedatif ekstrak tanaman mengkudu dan menyatakan bahwa ekstrak
mengkudu mempunyai aktivitas analgesik secara konsisten, tidak toksik, dan tergantung pada
dosis.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa diantara 3 fraksi ekstrak metanolik buah
mengkudu yang diuji, fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling kuat

dengan nilai IC50 = 46,7 g/ml diikuti dengan fraksi kloroform dengan nilai IC50 = 227,7
g/ml, sedangkan fraksi metanol mempunyai nilai IC50 = 888,6 g/ml (Abdul dan Sugeng,
2004).

2.6

CANDIDA ALBICANS
Rongga mulut merupakan suatu kondisi lingkungan yang cocok bagi kolonisasi ragi.

Candida albicans sebagai spesies ragi yang paling dominan dalam rongga mulut merupakan
suatu mikroorganisme yang pleomorfik dengan bentuk pertumbuhan yang berbeda, yaitu
berbentuk batang, ragi (blastospora), hifa atau pseudohifa, dan klamidospora.8,9 Candida
sebenarnya merupakan flora normal mulut, namun berbagai faktor seperti adanya gangguan
sistem imun maupun penggunaan obat-obatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat
menyebabkan flora normal tersebut menjadi pathogen (Mirna 2010).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah candida oral,
antara lain efek pengasapan pada pekerja pengasapan ikan. Candida albicans adalah spesies
jamur patogen dari golongan deuteromycota. Spesies cendawan ini merupakan penyebab
infeksi oportunistik yang disebut kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia.
Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis
dengan diameter 3-5 m dan dapat memproduksi pseudohifa. Spesies Candida albicans
memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk hifa. Selain itu,
fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan
rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan
tidak tembus cahaya. Jamur ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan
melakukan kolonisasi. Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya
untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang
menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Candida
dapat eksis dalam rongga mulut sebagai saprofit tanpa menyebabkan lesi apapun. Antara
genus Candida, Candida albicans diduga spesies patogen dan diterima sebagai faktor
penyebab paling umum kandidiasis oral. Candida albicans dapat ditemukan dalam rongga
mulut yang sehat pada konsentrasi rendah (20 sel / cc saliva) (Mirna 2010).
Pada konsentrasi ini, organisme tidak bias terdeteksi di bawah mikroskop, tetapi
hanya dapat dideteksi melalui kultur dalam media tertentu seperti pada Doxtroxe Sabouroud

Agar dalam bentuk koloni. Keseimbangan flora rongga mulut dapat berubah menimbulkan
suatu keadaan patologis atau penyakit karena beberapa faktor seperti kesehatan mulut yang
buruk, obat immunosupresan, penyakit sistemik yang menurunkan daya tahan lokal tubuh
(Mirna 2010).

2.5.1

Patogenesis Candida Albicans

Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host menjadi syarat mutlak untuk
berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan
sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin
dan reseptor. Makanan dan protein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang
mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida
albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Setelah terjadi proses penempelan, Candida
albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang berperan adalah
aminopeptidase dan asam fosfatase, yang terjadi setelah proses penetrasi tergantung dari
keadaan imun dari host. Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saprofit dan
infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. Faktorfaktor yang
dihubungkan dengan meningkatnya kasus kandidiasis antara lain disebabkan oleh :
1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan umum yang buruk.
2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus
3. Kehamilan
4. Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terus menerus, misalnya oleh
5.

air, keringat, urin atau air liur.


Penggunaan obat di antaranya: antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik (Mirna 2010).

Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta


memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan
keseimbangan flora mulut atau perubahan mekanisme pertahanan lokal dan sistemik.
Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak
jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh
kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim
yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase,
lipase dan fosfolipase. Candida albicans menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan, terutama jika imunitas perantara sel

terganggu. Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis,


endokarditis atau infeksi pada mata dan organ-organ lain bila dimasukkan secara intravena
(keteter, jarum, hiperalimenasi, penyalahgunaan narkotika dan sebagainya). Infeksi
kandidiasis dapat diobati dan mengakibatkan komplikasi minimal seperti kemerahan, gatal
dan ketidaknyamanan, meskipun komplikasi bisa berat atau fatal jika tidak ditangani sesegera
mungkin. Dalam bidang kesehatan, kandidiasis adalah infeksi lokal biasanya pada mukosa
membran kulit, termasuk rongga mulut (sariawan) faring atau esofagus, saluran pencernaan,
kandung kemih, atau alat kelamin (vagina, penis). Tidak terkontrolnya pertumbuhan Candida
karena penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dan penggunaan obatobatan yang menekan sistem imun serta penyakit yang menyerang sistem imun seperti
Acquired Immunodeficiency Sindrome (AIDS). Namun bisa juga karena gangguan
keseimbangan mikroorganisme dalam mulut yang biasanya dihubungkan dengan penggunaan
antibiotik yang tidak terkontrol. Infeksi jamur bisa menyebar ke seluruh tubuh. Dalam
Penyakit kandidiasis sistemik, hingga 75 persen orang bias meninggal (Mirna 2010).
2.5.2 Kedudukan dalam nomenklatur Candida albicans
Kedudukan dalam nomenklatur menurut Romas (1978) adalah :

Divisi : Eurycophyta
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Cryptococcaceae
Famili : Candidoidea
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans

2.5.3

Pertumbuhan dan nutrisi Candida albicans


Spesies Candida tumbuh dengan cepat pada medium agar sederhana yang

mengandung peptone, dextrose, maltose atau sukrose. Candida albicans dalam media
mengandung karbohidrat yang dapat difermentasikan dan sedikit suasana aerob, dengan
penambahan nitrogen yang berlebih dalam media, pseudohifa, blastospora, dan
chlamidospora pada kondisi tertentu dapat tumbuh dengan baik. Candida albicans pada
temperatur di bawah 33oC, yeast cell tumbuh dengan baik berbentuk ovoid (+ 3x5 m) dan
pembentukan tunas biasanya terjadi pada daerah kutub sel. Pertumbuhan mycelial baik dan
pertukaran yeast cell menjadi hypha cell terjadi via germ tube pada temperatur yang
ditingkatkan dengan pH yang mendekati netral. Dinding sel Candida albicans berfungsi
sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik.19 Jamur dapat ditanam
pada medium padat atau cair dalam tabung atau petri. Pertumbuhan jamur pada umumnya
lambat dibanding pertumbuhan bakteri, sehingga jika dalam penanaman terdapat bakteri dan
jamur maka bakteri akan menutupi permukaan media sebelum jamur sempat tumbuh. Pada
dasarnya jamur mempunyai keasaman yang lebih besar dibanding dengan bakteri
(Tranggono dkk, 1997).
2.5.4

Morfologi dan identifikasi Candida albicans

Candida albicans mempunyai tiga bentuk morfologi yaitu :


1. Yeast Like cells, terlihat sebagai kumpulan sel berbentuk bulat atauoval dengan variasi
ukuran lebar 2-8 m dan panjang 3-4 m, diameter 1,5-5 m. Sel-sel tersebut dapat
2.
3.

membentuk blastospora.
Pseudohypha, karena blastospora tidak lepas dan terus membentuk tunas baru.
Chlamydospora, dinding sel bulat dengan diameter 8-12 m .Chlamydospora
terbentuk jika Candida albicans di kultur pada medium kurang nutrien seperti Corn
meal agar. Blastospora, pseudohifa, dan klamidospora (konidium) dalam biakan pada
Sabourauds agar 20oC C. Biakan muda membentuk tabung-tabung benih bila
diletakkan dalam serum selama 3 jam pada 37oC (Mirna 2010).

Ada beberapa kriteria untuk mengidentifikasi spesies Candida, yaitu :


1. Warna, teksture (permukaan) dan bentuk koloni pada media Sabourauds dextrose
agar.
2. Pemeriksaan mikroskopik.
3. Adanya Chlamydospora.
4. Fermentasi dan asimilasi pada karbohidrat khusus (Mirna 2010).

Struktur fisik Candida albicans terdiri dari dinding sel, membran sel, sitoplasma dan nukleus.
Membran sel Candida albicans terdiri dari fosfolipid ganda (lipid bilayer), lapisan terluar
kaya akan phosphatidyl, choline, ergosterol dan sphingolipids. Sphingolipids mengandung
komponen negatif paling besar pada membran plasma dan memegang peranan penting
sebagai target antimikotik.
Berdasarkan reaksi ikatan antigen antibodi, Candida albicans
dikelompokkan ke dalam 2 serotipe, yaitu :
a) Candida albicans serotipe A, mempunyai determinan antigen pada permukaan selnya
b)

sehingga dengan reaksi ikatan antigen antibodi terjadi aglutinasi positif.


Candida albicans serotype B, tidak memiliki antigen pada permukaan selnya
sehingga dengan adanya reaksi antigen antibodi tidak terjadi aglutinasi (Mirna 2010).

Anda mungkin juga menyukai