Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. A

Umur

: 61 tahun

Jenis kelamin

: Wanita

Alamat

: Cisaat

Pekerjaan

: IRT

ANAMNESIS
Didapatkan dari autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 03 Agustus
2016
Keluhan utama

: Sesak nafas

Keluhan Tambahan : nyeri dada kiri, lemas


Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak empat hari yang lalu.
Sesak nafas sering timbul terutama saat sedang melakukan aktivitas dan disertai
dengan nyeri dada disebelah kiri. Pasien mengatakan bahwa keluhan ini sudah
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu namun memberat 1 minggu belakangan ini.
Selain itu pasien juga mengeluhkan badannya lemas (+), makan dan minum (+)
sedikit, BAB dan BAK normal lancar.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat keluhan serupa
Riwayat hipertensi, diabetes melitus
Riwayat penyakit paru-paru, jantung
Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami sakit serupa. Tidak ada
keluarga pasien yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, maupun riwayat alergi.

PEMERIKSAAN FISIK ( 03/08/2016 )


Keadaan umum
Keadaan umum

: lemas, terpasang infus ditangan kanan

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 90 kali/menit

Pernafasan

: 26 kali/menit

Suhu

: 360 C per axilla

Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
scar(-), pucat pada telapak tangan dan kaki (+)
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah aksila, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, warna rambut hitam bercampur putih.
Mata

Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat
(-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-).
Telinga
discharge (-), otore (-).
Mulut
pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-)
Leher
Simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP tidak meningkat, kaku kuduk (-).

Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Statis,dinamis simetris kanan dan kiri,
P : Vokal fremitus kanan = kiri
P : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
A : Vesikuler (+/+) normal pada paru kanandankiri, wheezing (-)
Jantung
I : Iktus kordis terlihat di SIC V LMC sinistra
P : Iktus kordis teraba pada SIC V LMC sinistra
P : Batas kiriatas SIC II LPS sinistra
Batas kananatas SIC II LPS dextra
Batas kiribawah SIC V LMC sinistra
Batas kananbawah SIC IV LPS dextra
A : S1, S2 reguler murni, bising (-) , gallop (-)
Perut

Inspeksi

: Dinding dada sejajar dinding perut, simetris, tidak nampak


hematom, warna kulit sama dengan sekitar, darm contour
dan darm steifung tidak nampak

Auskultasi

: Peristaltik (+)

Palpasi

:Tidak teraba massa, nyeri tekan (-), hepatomegali (-),


splenomegali (-), undulasi (-)

Perkusi

: Timpanis (+), nyeri ketok kostovertebra (-)

Genitalia
Tidak diperiksa
Extremitas atas
gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), akral lembab, turgor kembali cepat
Extremitas bawah
gerakan bebas, nyeri sendi (-), edema pretibial (-/-), jaringan parut (-), turgor
kembali cepat, akral lembab.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin (03 Agustus 2016)
PARAMETER

HASIL

NILAI NORMAL

UNIT

Leukosit

11,8

4.6-10.6

10e3/ul

Eritrosit

4,55

42,-5,4

10e3/ul

Hemoglobin

13,8

12.0-18.0

gr/dl

Hematokrit

41,1

37-47

MCV

90,3

81-99

Fl

MCH

30,3

27-31

Pg

MCHC

33,6

33-37

gr/dl

Trombosit

345

150-450

10e3/ul

HEMATOLOGI

Mikroskopis
Basophil

Eosinophil

0-5

Netrofil staf

0-3

Netrofil Segmen

85

40-74

Limphosit

12

18-48

Monosit

0-8

PARAMETER

HASIL

NILAI NORMAL

UNIT

Glukosa

103

85-140

mg/dl

Ureum

28

10-50

mg/dl

Kreatinin

0,7

L <1,1; P<0,9

mg/dl

SGOT

30

L <32; P < 31

U/l

SGPT

28

L <42; P< 32

U/l

Sewaktu

Foto Rontgen Thorax

Interpretasi

Posisi erect, proyeksi PA


Inspirasi cukup
Peningkatan corakan bronchovaskuler di parahiller pulmo dextra

dan sinistra
Sinus costophrenicus lancip
CTR > 0,56

Kesan: Cardiomegali dengan oedema pulmo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial paru dan air space

paru.

Edema paru terjadi dari darah karena adanya aliran cariran keruang

intertsisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, yang melebihi aliran limfatik.

Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari

pembuluh darah ke ruang intertsisial.

. Edema paru timbul ketika alveolus

dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes ke keluar (Putra, 2009). Edema
paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler
paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan
dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas
yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal
proses oksigenasi. (Soewondo, 1989).
B. Etiologi

Menurut Ingram dan Braunwald (2005), bahwa klasifikasi edema paru


berdasarkan mekanisme pencetus yaitu sebagai berikut.
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan
fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma :

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,


hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
c.

penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif intersisial :
Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan endexpiratory volume (asma).

2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory

Distress Syndrome).
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon,
NO2, dsb).
8

c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,


d.
e.
f.
g.
h.

alpha-naphthyl thiourea).
Aspirasi asam lambung.
Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,

leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas

High Atitude Pulmonary Edema.


Neurogenic Pulmonary Edema.
Narcotic overdose.
Pulmonary embolism.
Eclampsia
Post Cardioversion.
Post Anesthesia.
Post Cardiopulmonary Bypass.

Menurut murni dkk

secara umum edema paru secara umum dibagi

kedalam dua kelompok, secara etiologi yaitu :


1. Edema paru karena penyakit diluar jantung (Edema paru non cardiogenik)
2. Edema paru karena sebagai komplikasi penyakit jantung (Edema paru
cardiogenik)

Dari beragam kasifikasi di atas, edema paru dapat disebabkan oleh


banyak penyakit. Udema hidrostatik seperti pada gagal jantung, adalah akibat dari
meningkatnya permeabilitas merupakan akibat dari jejas paru, yaitu Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Udema yang sering terjadi adalah akibat
dari meningkatnya tekanan hidrostatik dan permeabilitas vaskuler.
B. Patogenesis Edema Paru
Patogenesis edema paru dapat dibagi menjadi dua peristiwa. Yaitu,
berpindahnya cairan dari rongga vaskuler kedalam interstisium dan masuknya

cairan kedalam rongga alveolar

Dalam ruang interstisial terdapat reseptor

kapiler yang peka terhadap pembengkakan, rangsangan pada reseptor tersebut


akan menimbulkan takipneu. Apabila tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik
benar-benar terganggu maka air akan meninggalkan ruang interstisial menuju
alveoli, surfaktan akan terlepas dan menyebabkan alveoli kolaps. Alveolus yang
kolaps semula berbintik kemudian tergenang air, terjadi sembab alveolar yang
terisi protein dan akhirnnya juga darah. Setelah tekanan hidrostatik kapiler paru
meningkat, maka hubungan interendotel terganggu dan protein mengalir ke

interstisial. Apabila hal ini terus meningkat, maka edema akan menetap.

10

1. Edema paru kardiogenik


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti
jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arhythmia dan penyakit-penyakit
atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep
jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari jumlah darah yang
biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada akhirnya,
menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.
Secara patofisiologis edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan
dengan kandungan protein yang rendah ke paru. Akibat terjadinya peningkatan
tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Hal ini dapat diakibatkan oleh
gangguan pada jalur keluar di atrium kiri, peningkatan volume berlebihan di
ventrikel kiri atau obstruksi jalur keluar dari ventrikel kiri. Dampak akhir yang

ditimbulkan adalah hipoksia berat.

11

2. Edema paru non kardiogenik


Ada beberapa keadaan klinik yang berhubungan dengan edema paru yang
disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, misal apa penyakit hati (sirosis)
dan sindrom nefrotik. Tekanan intertsisial yang menurun dengan cepat akibat
pengosongan udara dalam rongga pleaura akan menimbulkan edema pleura.
Demikian pula tekanan intrapleura yang terlalu negatif akan menimbulkan edema
intertsisial. Pembendungan limfe akibat fibrosis peradangan atau keganasan dapat
pula menimbulkan edema paru. Beberapa penyebab lain misalnya infeksi, aspirasi
dan syok, menimbulkan edema paru difus berhubungan dengan hemodinamika.
Beberapa penyebab edema pulmo non kardiogenik adalah sebagai berikut :
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS), adalah sindrom yang
ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler
terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar yang
difus sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, pada
alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluhpembuluh darah. ditandai dengan distress pernafasan, hipoksemia berat,
infiltrat difus pada kedua paru. Patofisiologi ARDS adalah jejas paru difus
akut yang dipicu secara langsung oleh saluran nafas (aspirasi isi lambung
atau inhalasi bahan toksik) atau secara tidak langsung yaitu melalui

sirkulasi sistemi seperti sepsis.

12

b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang


parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh
darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal
ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan
kelebihan cairan tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizureseizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan reexpansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya
pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

13

g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary


edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis
dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab

lain

yang

lebih

jarang

dari

non-cardiogenic

pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan


darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan
dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),
beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas.
Gejala-gejala umum lain termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan
sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion),
napas yang cepat (tachypnea), pusing, kelemahan. Tingkat oksigen darah yang
rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary
edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter
mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles
(suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada

muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

14

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium. Meski
secara klinik kenyataannya sukar di deteksi:
Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup
pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan
kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di
daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran
limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya

15

menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan

acute respiratory acidemia.

C. Diagnosis Edema Paru


Tabel 1. Perbedaan Klinis Edema Paru Kardiak dan Edema Paru
Non Kardiak

Edema Paru

Edema Paru Non

Kardiogenik

Kardiogenik

16

Anamnesis
Pemeriksaan klinik
Perifer :
S3 gallop/Kardiomegali:
JVP :
Ronkhi :
Tes Laboratorium
EKG :
Foto thoraks :
Enzim kardiak :
PCWP :
Shunt :
Intrapulmoner :
Cairan :
Edema/protein :

Penyakit Jantung Akut


Akral dingin
(+)
Meningkat
Ronkhi basah
Iskemia/infark
Distribusi edema perihiler
Mungkin meningkat

Penyakit Dasar di Jantung Luar


Akral hangat, nadi meningkat
(-)
Tidak meningkat
Ronkhi kering
Biasanya norma
Distribusi edeme perifer
Biasanya normal
18 mmHg
Sangat meningkat

18 mmHg
Meningkat ringan

0,7

0,5

JVP : Jugularis Venous Pressure


PCWP :Pulmonary Capilory Wedge Pressure
1. Anamnesis
Edema paru kardiogenik berbeda dari ortopnea dan paroksismal
nocturnal dispnea, karena kejadiannya sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada
kapiler paru secara ekstrim. Pasien batuk-batuk dan biasanya pada posisi duduk
agar dapat mempergunakan otot bantu napas dengan baik saat respirasi, atau
sedikit bungkuk ke depan, sesak hebat disertai sianosis, berkeringat dingin, batuk

dengan sputum warna kemerahan (pnk frothy sputum).

17

Edema paru non kardiogenik muncul sebagai respon terhadap berbagai


trauma dan penyakit yang mempengaruhi paru secara langsung (seperti aspirasi isi
lambung, pneumonia berat, dan kontusio paru) atau secara tidak langsung (sepsis

sistemik, trauma berat, pankreatitis).


2. Pemeriksaan Fisik
Pada edema paru kardiak ditemukan frekuensi napas yang meningkat,
dilatasi alae nasi, retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikular
menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat
inspirasi. Pemeriksaan pau terdengar ronkhi basah kasar setengah lapangan paru
atau lebih sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung ditemukan protodiastolik

gallop, bunyi jantung II mengeras, dan tekanan darah meningkat.


3. Pemeriksaan Penunjang
1)Foto toraks
Menunjukan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda-

tanda bendungan paru, akibat edema intertsisial atau alveolar.


1. Garis Kerley A : Garis-garis memanjang dari hilus kea rah

perifer
2. Garis Kerley B : Garis-garis sejajar dari perifer
3. Garis Kerley C : Garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada

bagian tengah paru


Hilus berkabut : batas hilus tak jelas
Gambaran berkabut atau kesuraman yang merata dari sentral dan meluas
tersebar seperti kupu-kupu (butterfly pattern) disertai garis kerley A, B, dan C.

18

Gambaran radiologi seperti terlihat pada kedua tipe edema paru. Pada edema paru

non kardiogenik, gambaran radiologi kadang-kadang tampak normal.


Pada foto toraks edema paru non-kardiologik nampak infiltrat difus
bilateral yang ringan atau alveolar, bercak-bercak (patchy bilateral) atau
konflurens. Sulit untuk membedakan foto toraks antara ARDS dan edema paru
karena gagal jantung.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

Gambar 1. Edema intertsisial

19

Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma


kanan letak tinggi)

Gambar 2. Kardiomegali dan edema paru


1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema Butterfly atau Bats Wing (edema sentral)

Gambar 4. Bats Wing


1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
memiliki kelainan sebelumnya, contoh : emfisema)
2) Elektrokardiografi
biasanya EKG normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda isekemik
atau infark biasanya hipertrovi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru
kardiogenik non iskemik terdapat gambaran gelombang T negatif lebar
dengan QT memanjang dan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil.
3)Ecokardiografi :

20

Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel


(hipertensi), segmental wall motion abnormally (penyakit jantung
koroner)
4) Laboraorium :
Pada edema paru kardiogenik :
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan

kemudian hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, foto thoraks,

EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.


Kadar BNP (Brain Naturetic peptide) untuk membedakan edema
paru kardiogenik dengan penyakit lain seperti asma bronkial akut.

Pada edema paru non kardiogenik / ARDS:

Hasil analisa gas darah normal. Rasio PaO2 terhadap fraksi O2


yang dihirup (FiO2) menurun < 200 mmHg. Awalnya terdapat
alkalosis respirasi yang kemudian dalam perjalanan penyakit

menjadi asidosis respiratorik karena eleminasi CO2 menurun.


Lekositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang
terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC),yang dapat

terjadi pada keadaan sepsis, trauma berat atau trauma kepala.


Gangguan faal hati dapat terjadi karena timbulnya multiple organ
dysfunction syndrome (MODS)

Metode-metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk


membedakan antara cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada situasi-situasi
yang lebih rumit dan kritis. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung
yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari

21

dada atau leher dan dimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan
diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabangcabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini
mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluhpembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure.

Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan
cardiogenic pulmonary edema,

sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya


menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema.
Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya

pada intensive care unit (ICU) setting.


D. Penatalaksanaan
Dalam Alsegaf dan Mukti (2009), disebutkan bahwa terapi kegagalan
jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup dengan tetap memperhatikan faktor
dasar penyebab, tetapi keadaan gawat darurat edema paru harus segera diatasi.

Terapi edema paru kardiak harus segera dimulai setelah diagnosis

ditegakan yaitu sebagai berikut :

22

1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg
tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi
hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85
90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal
atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
5. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

23

7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5


ug/kgBB/menit

atau

Dobutamin

10

ug/kgBB/menit

untuk

menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis


atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
Penatalaksanaan edema paru non kardiogenik adalah :
1. Memperbaiki ventilasi dengan:
a. Pemberian O2 sehingga O2 dalam udara inspirasi mencapai 50100%
b. Intubasi endotrakheal
c. Menggunakan alat bantu nafas (ventilato) bila diperlukan
2. Mempertahankan sirkulasi, dengan :
a. Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila terjadi over
hidrasi
3. Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus :
a. Tempat tinggi, dengan oksigen dan transportasi ke daerah yang lebih
rendah
b. Bila obat atau racun sebagai penyebab, beri obat antagonis.

E. Komplikasi

24

Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin


timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang
mendasarinya.

Lebih

spesifik,

pulmonary

edema

dapat

menyebabkan

pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.


Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti
otak.

F. Pencegahan
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari
pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka
panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang
perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis
obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebabsebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS
yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.
G. Prognosis
Prognosis jangka panjang dari edema paru ini sangat tergantung pada
penyakit dasar dan faktor penyebab yang dapat di obati atau pencetus, serta faktor

kormobiditas yang menyertai.


Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang
disebabkan oleh kelainan kardiak masih tinggi. Setelah mendapatkan penanganan
yang tepat dan cepat pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada

25

keadaan sebelum serangan. Diantara beberapa gejala edema paru ini terdapat

tanda dan gejala gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi, M. 2010. Sirkulasi paru, edema paru dan cairan pleura. Diakses
dari http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/12/edema-paru/ tanggal 18
juni 2012
2. Umar, N. 2010. Sistem pernafasan dan suctioning jalan nafas. Diakses dari
http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1940/1/anastesiologinazaru
ddin.pdf pada tanggal 18 juni 2012
3. Pikir, B. S. 2010. Diagnosis dan pengelolaan edema paru kardiogenik akut.
http//www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09diagnosisedema085.pdf/09diagnosi
sedema 085.hrml tanggal 19 juni 2012
4. Mukty, dkk. Sembab paru (Edema paru). Dalam : Alsagaff,H.,Mukty a,
editors. Dasar-dasar Ilmu penyakit paru, surabaya: Airlangga University
Press;2009.p.323-8
5. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. 2005. Acute
pulmonary edema. Diakses dari www.nejm.org tanggal 19 juni 2012
6. Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik
Akut. http://www.dunia-kesehatan.com/. Tanggal 20 juni 2012
7. Andrew Baird. 2010. Acute pulmonary oedema management in general
practice. In : AustRAliAn FAmily PhysiciAn Vol. 39, no. 12.

26

8. Hamsavir, E. Diagnosis dan Penatalaksanaan Pada Edema Paru. Dalam:


koleksi artikel dan jurnal kesehatan. Dipublikasikan tanggal 12 februari,
2010.

http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-

penatalaksanaan-pada-edema-paru.html. diakses tanggal 20 juni 2010.


9. Nabili.
S,
2010.
Pulmonary
Edema.
Diakses
dari
http//:www.medicinet.com. tanggal 20 juni 2012.
10. Angerio AD, Kot PA. 1995. Pathophysiology of pulmonary edema.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8000933. diakses tangal 21 juni
2012.
11. Anonim. 2009. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik
Akut. http://www.dunia-kesehatan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=60:diagnosis-dan-pengelolaanedema-paru-kardiogenik-akut-&catid=36:penyakit-paruparu&Itemid=55.

27

Anda mungkin juga menyukai