Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KEMAJIRAN DAN KEBUNTINGAN

( STERILITY CONTROL PADA SAPI)

NAMA

: NATALIA.I.RUMPAISUM

NIM

: O111 13 701

KELOMPOK : 8 ( DELAPAN )
ASSISTEN

: WAHYU ANDRY LESMANA

LABORATORIUM REPRODUKSI
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

A.TUJUAN
Untuk mengetahui cara mendiagnosa kebuntingan melalui metode palpasi
per rektal pada sapi.
B.TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi kebuntingan
1.1 Perubahan kebuntingan pada bagian reproduksi.
Perubahan pada vulva dan vagina, dengan bertambahnya usia
kebuntingan vulva semakin oedematus dan vaskuler. Perubahan pada
vulva sapi terlihat jelas dibandingkan kuda, perubahan terjadi sekitar bulan
ke-5 sampai bulan ke-7 kebuntingan. Mukosa vagina pucat dan likat
kering selama kebuntingannya, namun pada akhir kebuntingan menjadi
oedematus dan lembek (Suharyati, 2003).
Perubahan tang terjadi pada serviks selama kebuntingan yaitu os
externa cerviks tertutup rapat. Kripta endoservikal bertambah jumlahnya
dan menghasilkan lendir atau mucus yang sangat kental serta menyumbat
analis sevicis. Mucus ini disebut sumbat serviks atau sumbat mucus
kebuntingan yang akan mencair segera sebelum partus dan dikeluarkan
dalam bentuk tali tali mucus. Perubahan pada uterus yaitu semakin
membesar secara progresif dengan melajutnya kebuntingan untik
memungkinkan pertumbukah fetus, tetapi myometrium tetap tenang dan
tidak berkontraksi untuk mencegah terjadinya pengeluaran fetus premature
(Toelihere, 1985).
Terjadi 3 fase adaptasi uterus untuk member tempat bagi embrio
atau fetus, yaitu (Suharyati, 2003) ; proliferasi, pertumbuhan dan
peregangan. Mekanisme yang memungkinkan terjadinya peningkatan
ukuran uterus dengan pesat belum diketahui dengan jelas, tetapi
kemungkinan diatur secara hormonal. Proliferasi endometrium terjadi
sebelum pertautan blastocyt dan bersifat sebagai sensitisasi endometrium
oleh progesterone. Dengan adanya hormone progesterone menyebabkan
peningkatan vaskularisasi, pertumbuhan dan perkembangan kelenjar
uterine, serta infiltrasi leukosit ke dalam lumen uterus (Toelihere, 1985).

Perubahan pada ovarium antara lain berupa terbentuknya korpus


luteum dari follicle de graaf. Bila korpus luteum tetap ada atau persisten
akibat adanya konsepsi, maka akan berubah menjadi korpus luteum ferum
dan siklus estrus akan terhenti. Beberapa sapi, terutama sapi perah dapat
mengalami birahi pada awal kebuntingan karena adanya aktivitas folikuler
di dalam ovarium. Pada kuda, 1-15 follikel berkembang antara hari ke-40
sampai 160 kebuntingan, akhirnya mengalami luteinisasi dan terbentuklah
corpora lutea assesoria (Toelihere, 1985).
Perubahan ligementa dan symphisis pubis yaitu relaksasi ligamenta
pelvis tang terjadi sejak awal kebuntingan, menjadi lebih progresif dengan
mendekatnya proses kelahiran. Relaksasi nya lebih jelas terlihat pada sapi
dan domba dari pada kuda, hal ini disebabkan oleh tingginya kadar
estrogen pada kebuntingan lanjut dan kerja hormone relaksin. Bagian
kaudal dari ligament sacroisciatica menjadi lebih rileks dan kendor dengan
mendekatnya kelahiran (Suharyati, 2003).
Perubahan eksternal yang paling penting terlihat pada ligamentum
ambing, vulva dan pelvis. Mendekati akhir kebuntingan ambing membesar
dan tegang. Kolostrum muncul pada puting susu dan menjadi lebih tebal
serta warnanya kuning pada saat menjelang kelahiran. Pada waktu
mendekati kelahiran, vulva biasanya memanjang dan mungkin juga sedikit
membesar dan oedematus. Lendir vagina yang jernih yang diduga
mencairkan sumbat servik dan menyerupai saat estrus akan terlihat 24 48
jam sebelum melahirkan. Relaksasi ligamentum fetus terlihat pada akhir
kebuntingan dan semakin jelas sewaktu mendekati kelahiran. Relaksasi ini
merupakan tanda yang paling nyata dari proses kelahiran yang segera akan
terjadi pada ternak sapi (Hunter,1981).
2. Pemeriksaan Kebuntingan
PKB dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pemeriksaan
saluran reproduksi per rektum, pemeriksaan hormonal dan teknik
ultrasonografi.

Pemeriksaan

Kebuntingan

melalui

palpasi

rektal,

merupakan cara pemeriksaan yang sederhana, namun membutuhkan

ketrampilan dan latihan yang intensif sehingga mampu mendiagnosa


kebuntingan, sekaligus menentukan umur kebuntingan, mengetahui posisi
fetus dan memprediksikan kelahiran. Dengan demikian maka dapat di
prediksikan kondisi kebuntingan sapi, sekaligus dapat mencegah kondisi
gangguan reproduksi maupun gangguan kelahiran pada sapi saat
melahirkan (Arif, 2016).
Dalam usaha pembangunan Peternakan Kesehatan dan reproduksi
ternak

menjadi

faktor

penting

dalam

mendorong

populasi

dan

pertumbuhan/perkembangan ternak. Karena dari reproduksi maka akan


tumbuh genari baru /individu ternak baru. Kecepatan pertumbuhan ini
sangat di tentukan:
1. Kondisi ternak yang dapat di nilai dari Body Condition Scorer (BCS),
di atas 3.
2. Kondisi kesehatan dan normalitas organ reproduksi.
3. Keberhasilan fertilisasi baik kawin secara alami maubun melalui
teknik Inseminasi Buatan (IB).
3. Pemeliharaan selama kebuntingan.
Seorang petugas inseminar sebelum melakukan Inseminasi Buatan (IB)
sebaiknya melakukan palpasi rectal untuk mengetahui lebih jauh tentang
status estrus dan kondisi pada uterus. Karena jika ternayata di dalam uterus
telah terdapat fetus maka jika di IB akan menyebabkan abortus.
Lebih lanjut teknik palpasi rectal sabagai dasar Teknik Pemeriksaaan
Kebuntingan (PKB), Melalui teknik PKB maka dapat mendeteksi lebih dini
terhadap status kebuntingan, sekaligus mengetahui kondisi reproduksi sapi.
Pemeriksaan

Kebuntingan

melalui

palpasi

rectal,

merupakan

cara

pemeriksaan yang sederhana, namun membutuhkan ketrampilan dan latihan


yang intensif sehingga petugas PKB mampu mendiagnosa kebuntingan,
sekaligus menentukan umur kebuntingan, mengetahui posisi fetus dan
memprediksikan kelahiran. Dengan demikian maka dapat di prediksikan
kondisi kebuntingan sapi, sekaligus dapat mencegah kondisi gangguan
rproduksi maupun gangguan kelahiran pada sapi saat melahirkan.

Suatu pemeriksaan kebuntingan secara tepat dan dini sangat penting bagi
program evaluasi keberhasilan inseminasi buatan (IB). Ketrampilan untuk
menentukan kebuntingan secara dini sangat perlu dimiliki oleh setiap
petugas

pemeriksa

kebuntingan.

Selain

ketrampilan

menentukan

kebuntingan perlu juga menetukan umur kebuntingan dan ramalan waktu


kelahiran dengan ketepatan beberapa hari sampai satu dua minggu
tergantung pada tingkat kebuntingan.
Kebuntingan pada sapi dapat didiagnosa melalui palpasi rectal dan
penentuan kadar progesterone dalam serum darah. Darah dapat diambil pada
hari 21 sampai 24 sesudah IB untuk diperiksa di laboratorium dengan
metode radioimmunoassay (RIA) atau metode ELISA.
3. Diagnosa Banding
Tujuan dari palpasi ini adalah untuk mendeteksi adanya
pembesaran uterus yang bunting dengan ditandai adanya isi fetus, dengan
hati hati diraba rasakan diantara telunjuk dan ibu jari. Pada palpasi
ovarium untuk mengetahui adanya korpus luteum yang masak (Arif,
2016).
Prosedurnya adalah palpasi uterus melalui dinding rektum untuk
meraba pembesaran yang terjadi selama kebuntingan, fetus atau membran
fetus. Teknik ini baru dapat dilakukan pada usia kebuntingan di atas 30
hari (Arif, 2016).
Pada umur kebuntingan muda dapat ditemukan beberapa perubahan
di dalam uterus yang meliputi penipisan dinding uterus, pengumpulan
cairan allantois di dalam kedua tanduk kornua yang mulai dapat ditemukan
pada umur kebuntingan 8 minggu, dan hilangnya bagian runcing di ujung
tanduk kornua. Pada sapi dara fremitus dalam arteri uterina media mulai
dapat dideteksi pada umur kebuntingan 13 minggu (Arif, 2016).

4. Sterility Control

Produktivitas

suatu

peternakan

sangat

tergantung

pada

manajemen/pengelolaan termasuk pengelolaan dalam bidang reproduksi.


Pengelolaan reproduksi yang baik akan meningkatkan efisiensi reproduksi,
tinggi rendahnya efisiensi reproduksi ditentukan oleh 5 faktor yaitu :
- Angka perkawinan per kebuntingan (service per conception)
- Angka kebuntingan (conception rate)
- Angka kelahiran (calving rate)
- Tenggang waktu antar melahirkan (calving interval)
- Tenggang waktu antara melahirkan sampai bunting kembali (service
period)
Gangguan proses reproduksi (kemajiran) akan menyebabkan rendahnya
efisiensi reproduksi sehingga produktivitas peternakan rendah.
Kemajiran adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya
gangguan proses reproduksi yang disebabkan oleh satu atau banyak faktor
yang dapat terjadi baik pada ternak jantan maupun betina. Derajat kemajiran
tergantung dari faktor penyebab dan tingkat kesembuhan setelah penanganan.
Infertilitas adalah kemajiran derajat ringan yang sifatnya sementara dan
masih dapat disembuhkan setelah dilakukan penanganan. Sterilitas adalah
kemajiran yang bersifat permanen atau tidak dapat disembuhkan sehingga
proses reproduksi terhenti secara menyeluruh.
Adapun titik dari sterility control yakni :
-

Ovarium
Uterus
Serviks

5. Kelainan pada kebuntingan


Keberhasilan suatu individu baru tergantung pada ada tidaknya
gangguan atau kelainan selama masa kebuntingan. Kelainan-kelainan atau
gangguan dapat saja terjadi mulai dari fertilisasi sampai menjelang
kelahiran. Gangguan atau penyakit pada masa kebuntingan dapat terjadi
pada masa embrio (disebut kematian embrio dini), pada masa fetus
(menyebabkan Abortus, Mummifikasi fetus, Maserasi fetus dll) atau
menyebabkan kelainan perkembangan fetus (Arthur, 1996).

Gangguan atau penyakit selama kebuntingan yang paling sering


menyerang ternak dapat berupa (Robert,1986) ;
1. Abortus
2. Maserasi fetus
3. Mummifikasi fetus
4. Kebuntingan diluar kandungan
5. Torsi uterus
6. Prolaps vagina servik
7. Paraplegia kebuntingan
Gangguan reproduksi pada sapi yang dapat menyebabkan terjadinya
kemajiran, secara garis besar disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
(Kementerian Pertanian, 2014):
1. Cacat Anatomi Saluran Reproduksi
2. Gangguan Fungsional
3. Infeksi Organ Reproduksi
4. Kesalahan Manajemen
C.MATERI DAN METODE
Materi Praktikum tentang cara mendiagnosa kebuntingan hewan yaitu
sapi betina yang dilaksanakan di Puccak, Adapun alat-alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum yaitu handscoon bahan berupa Sapi Bali betina,
sabun sunlight dan air.
Metode yang digunakan pada saat praktikum

adalah

metode

pemeriksaan langsung, Dengan metode palpasi per rectal pada sapi betina.

D.HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Setelah melakukan praktikum di peroleh hasil yaitu :

PALPASI PER
REKTAL

TIDAK BUNTING

Pembahasan
Perbedaan folikel dari sapi 1, sapi 2, sapi 3 dan sapi 4 yaitu :
Sapi 1 : Ukuran sapi 5 cm
tekstur agak kasar
ovarium agak keras
bagian sebelah kanan ukurannya 0,5 cm agak kecil.
Bentuknya oval
Ovarium sebelah kiri agak kebawah dan kecil.
Sapi 2 : Ovarium agak kebawah 3-5 cm
Sebelah kanan agak keatas 2 cm, ada tonjolan-tonjolan
Ovarium sebelah kiri agak ke bawah
Sapi 3 : Servix agak kebawah

Ovarium sebelah kanan padat 1 cm dan halus


Ovarium sebelah kiri padat, lonjong dan besar.
Sapi 4 : Servix tidak terfiksasi dengan baik
Ovarium kanan lebih besar dan bisa di pegang

E.KESIMPULAN
Dari praktikum pemeriksaan kebuntingan per rectal yang telah dilakukan
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada pemeriksaan kebuntingan per rektal dilakukan untuk mengetahui
bunting tidaknya hewan tersebut
2. Dalam melakukan pemeriksaan kebuntingan titik orientasi yang harus
diperhatikan yaitu serviks, biforcatio uterus, cornua uteri dan arteri uterina
mediana
3. Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kebuntingan pada 4

sapi

betina yang masing-masing memiliki ovarium dengan ukuran yang


berbeda-beda. Dan di temukan kelainan pada ovarium.
4. Pada pemeriksaan uterus normal hanya dilakukan untuk mengetahui steril
atau tidak dengan melakukan palpasi pada ovarium.

DAFTAR PUSTAKA
Arif

A.
2016.
Metode
Pemriksaan
Kebuntingan
Ternak.
http://www.academia.edu/9950619/Metode_Pemeriksaan_Kebuntingan_Te
rnak (Diakses pada, Selasa 10 Mei 2016)

Arthur, G.H. and Noakes, G., 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. 5th
ed. Bailliere and Tindall, London.
Hunter, R.F. 1981. Fisiologi dan Anatomi Organ Reproduksi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kementerian Pertanian, 2014. Penanggulangan Penyakit Gangguan Reproduksi
pada Sapi Potong. Balai Veteriner Bukit Tinggi.

Robert, S.J., 1986. Veterinary Obstetrics and Genital Desease (Thenogenology),


3nd ed., Edwards Brothers Inc. Michigan.
Suharyati,Sri.dkk.2003. Buku Ajar Ilmu Reproduksi.Jurusan Reproduksi Ternak
FP Unila:Bandar Lampung
Toelihere,mozes R.1985.Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta :
UI Press.

Anda mungkin juga menyukai