Anda di halaman 1dari 6

Perbedaan daya antibakteri larutan irigasi

sodium hipoklorit 1 % dan tetrasiklin hidroklorida 1%


(The difference of antibacterial effect between 1% sodium hypochloride
and 1% tetracycline hydrochloride)
Anneke Yulia O. 1, Latif Mooduto 2, dan Mochamad Mudjiono 2
1

Peserta Pendidikan Dokter Gigi Spesialis


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya-Indonesia
Departemen Konservasi Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya-Indonesia

ABSTRACT
The use of irrigate during chemo mechanical canal preparation was important for desinfection and cleaning
of the canal system. Sodium hypochlorite (NaOCl) are irrigation solution who have antibacterial capability.
The research was meant to study the difference of antibacterial capability between 1% NaOCL and 1% tetracycline
hydrochloride on bacterial mix at root canals. Each solution of 1% NaOCl and 1% tetracycline hydrochloride
and aquadest was dropped on different glass-fiber filter and place on seven petridishes. Inside petridish as
blood agar media previously filled with mix bacteria. The parameter to know each solution antibacterial
capacity was by way of measuring the diameter of zona inhibition after 48 hours sample incubation with
caliper. The Independent t test statistical count revealed a significant difference among all three diameters of
zona inhibition (p<0,05). From this study it can be conclude that 1% NaOCl had smaller antibacterial capacity
than 1%tetracycline hydrochloride.

Keywords: sodium hypochloride, tetracycline hydrochloride, endodontic irrigant, antibacterial capacity.


Korespondensi (correspondense): Mochamad Mudjiono, Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga, Jalan Prof. Dr. Moestopo No. 47, Surabaya 60132, Indonesia

PENDAHULUAN
Perawatan saluran akar merupakan salah satu upaya
untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga
mulut. Tiga tahap pokok perawatan saluran akar adalah
preparasi, sterilisasi dan pengisian saluran akar. Ketiga tahap
ini saling berkaitan satu sama lain untuk menghasilkan
perawatan saluran akar yang sempurna.1
Salah satu tahapan yang penting dalam perawatan
saluran akar adalah preparasi saluran akar. Tahapan tersebut
meliputi tindakan membersihkan saluran akar dari sisa-sisa
jaringan nekrotik dan kuman-kuman serta membentuk
saluran akar sehingga memudahkan sterilisasi dan pengisian
saluran akar. Pembersihan saluran akar melalui dua aspek
yaitu pembersihan secara mekanik berupa instrumentasi

ISSN : 0852-9109

dengan alat preparasi saluran akar dan pembersihan secara


kimiawi dengan cara irigasi saluran akar. Pembersihan secara
kimiawi bertujuan untuk melarutkan dan membersihkan
jaringan nekrotik, sisa-sisa jaringan pulpa, mikroorganisme
dan serbuk dentin yang tertimbun di dalam saluran akar
karena proses instrumentasi dengan alat preparasi pada
saluran akar tersebut.3
Preparasi saluran akar yang dilakukan tanpa irigasi akan
menyebabkan tertinggalnya jaringan pulpa dan dentin yang
terasah pada daerah apikal dan dinding saluran akar sebanyak
70% dan akan menyebabkan kegagalan perawatan saluran
akar.1 Larutan irigasi yang baik harus mampu melarutkan
kotoran organik dan anorganik, melumasi alat endodontik,

Endo Restorasi Jurnal Ilmu Konservasi Gigi

membunuh mikroba, tidak toksik terhadap jaringan periapikal


dan ekonomis. Larutan irigasi yang paling baik adalah
mempunyai daya antimikroba yang maksimal dengan
toksisitas yang minimal.6 Beberapa bahan yang telah
digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar antara lain:
sodium hipoklorit (NaOCl), hidrogen peroksida (H2O2), EDTA,
urea peroksida, asam sitrat, khlorheksidin, aquades dan lainlain.1,4
Dari beberapa bahan irigasi di atas, NaOCl yang sering
digunakan di bidang endodontik. Selain mempunyai sifat
antimikroba, mampu melarutkan jaringan, dapat diterima
jaringan pada konsentrasi rendah, mempunyai tegangan
permukan dan viskositas yang rendah sehingga dapat
penetrasi ke dalam tubulus dentin dengan baik serta harga
relatif murah.7
Sebuah studi menyatakan bahwa NaOCl 5,25% secara
in vitro setelah kontak dengan beberapa strain bakteri seperti
P. gingivalis dan F. nucleatum selama 1, 15, 30, dan 60 menit
dilaporkan mengeliminasi bakteri secara total.2 Studi lain
menunjukkan bahwa NaOCl 1 % dan 2,5% pada tes in vitro
setelah kontak selama 10, 20, 30 menit terhadap S. aureus,
E. faecalis dan E. coli dilaporkan dapat mengeliminasi total
semua mikroba tersebut pada setiap konsentrasi dan setiap
waktu. Studi lain yang mirip melaporkan tidak ada perbedaan
daya antibakteri antara larutan NaOCl 0,5 % dan 5%. Pada
tes dilusi, larutan NaOCl MIC 0,1% untuk S. Aureus, E. Faecalis,
P. Aeruginosa dan C. Albicans dan MIC 1% untuk B. Subtilis dan
kultur campur. Penggunaan NaOCl dengan konsentrasi rendah
yaitu 1% sangat disarankan karena aktivitas antimikrobanya,
melarutkan jaringan pulpa dan dapat diterima jaringan. Sifat
antibakteri NaOCl didapatkan dari reaksi kloraminasi antara
klorin dan amino (NH) yang dapat mengganggu metabolisme
sel karena klorin merupakan oksidator kuat yang menghambat
kerja enzim bakteri yang bersifat ireversibel. 6
Di dalam saluran akar terdapat berbagai macam
mikroorganisme baik aerob maupun anaerob maka diperlukan
larutan irigasi yang dapat mengeliminasi mikroorganisme
tersebut. Beberapa antibiotika berspektrum luas, terbukti
efektif membunuh mikroorganisme aerob dan anaerob. Jika
mikroorganisme ini dapat dieliminasi, bersamaan dengan
tindakan saluran akar dan irigasi, maka kemungkinan
pemakaian larutan antibiotika sebagai bahan irigasi dapat
digunakan untuk meningkatkan sterilitas saluran akar.
Tetrasiklin merupakan salah satu bahan antimikroba yang
harganya murah dan berspektrum luas serta merupakan obat
terpilih untuk kuman gram positif dan negatif, aerobik dan
anaerobik. Selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma,
klamidia, legionela dan protozoa tertentu, oleh karena

 Volume 1  No. 1, Januari - Juni 2008: 1-6

resistensi dan efek sampingnya maka pemakaiannya menjadi


terbatas. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang
terutama bersifat bakteriostatik tetapi dapat menjadi bakterisid
pada konsentrasi tinggi atau melawan organisme tertentu.
Pada pemakaian topikal serta jangka pendek resistensi dan
efek samping tidak terjadi.10 Penelitian lain menunjukkan
bahwa kemampuan antara larutan tetrasiklin hidroklorida
15%, 10% dan 5% dalam menurunkan jumlah mikroorganisme
pada saluran akar gigi adalah sama.11 Haznedaroglu dan Ersev
dalam penelitiannya membandingkan efek tetrasiklin
hidroklorida 1% sebagai larutan irigasi pada perawatan saluran
akar dalam mengangkat smear layer yang diamati dengan
scanning electron microscopy dan dibandingkan dengan
aquabides, NaOCl 2,5%, dan asam sitrat 50% pada 20 gigi
yang sudah dicabut. Hasil penelitiannnya menyatakan bahwa
aquabides dan NaOCl 2,5% tidak efktif dalam mengangkat
smear layer, sedangkan asam sitrat dan tetrasiklin hidroklorida
lebih efektif. 12
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri
pada ribosomnya dan antibiotik ini masuk ke dalam ribosom
bakteri gram negatif. Melalui difusi pasif di kanal hidrofilik dan
melalui transport aktif, kemudian berikatan dengan ribosom
30S dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino
pada lokasi asam amino sehingga menyebabkan hambatan
sintesis protein.13
Selain untuk membersihkan saluran akar larutan irigasi
juga harus mempunyai daya antibakteri, oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian dengan antibakteri terhadap bakteri
saluran akar (mix bacteri) tetrasiklin hidroklorida 1% dan
NaOCl 2,5%. Pada penelitian ini dilakukan uji daya antibakteri
dengan menggunakan zona inhibisi dari seluruh bakteri saluran
akar (bakteri mix)

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris
dengan rancangan penelitian post tes only control group
design. Adapun bahan yang digunakan adalah NaOCl 1%,
tetrasiklin hidroklorida 1%, aquades, alkohol, kertas saring,
media blood agar, media BHIB. Sedangkan alat yang dipakai
dalam penelitian ini antara lain: petridish, tabung reaksi, kaca
pembesar, inkubator, jangka sorong, eksikator, pipet.
Dalam penelitian ini terdapat 3 kelompok percobaan :
kelompok kontrol (aquades), kelompok NaOCl 1% dan
kelompok tetrasiklin hidroklorida 1%.
Penelitian ini menggunakan bakteri mix saluran akar
yang diambil dari gigi insisivus pertama rahang atas penderita
wanita, usia 18 tahun, tidak menderita penyakit sistemik,

ISSN : 0852-9109

Yulia O. : Perbedaan daya antibakteri larutan irigasi sodium hipoklorit 1 % dan tetrasiklin hidroklorida 1%

Tabel 1 Rerata diameter zona hambat larutan irigasi NaOCl


1%, tetrasiklin hidroklorida 1% dan kontrol
Kelompok

NaOCl 1%
Tetrasiklin hidroklorida 1%
Kontrol

7
7
7

Keterangan :

ISSN : 0852-9109

sd

7,8357
21,8586
5

0,3432
0,8899
0

N = besar sampel
x = rerata
sd = standar deviasi

20
15
10
5
0
NaOCl 1%
Series1

Tetrasiklin
hidroklorida 1%

Kontrol

21,8586

7,8357

Bahan irigasi saluran akar

Gambar 1 Rerata zona hambat NaOCl 1%, tetrasiklin


hidroklorida 1% dan kontrol

kelompok NaOCl 1% dan tetrasiklin hidroklorida 1%


mempunyai distribusi data yang normal, sedangkan pada
kelompok kontrol uji Kolmogorov Smirnov tidak dapat
dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena distribusi data pada
kelompok kontrol tidak terdapat variasi nilai pengukuran.
Untuk hasil uji homogenitas varians dengan menggunakan
uji statistik Levene mempunyai nilai p = 0,001 (p < 0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok pengukuran

Tabel 2 Nilai p hasil Independent t test zona hambat antara


kelompok NaOCl 1%, tetrasiklin hidroklorida 1%
dan kontrol
NaOCl 1 %

HASIL
Dari hasil penelitian mengenai perbedaan daya antibakteri
larutan irigasi NaOCl 1% dan tetrasiklin hidroklorida 1%
didapatkan hasil seperti pada tabel 1 berikut ini.
Pada tabel 2 dapat kita ketahui bahwa hasil uji distribusi
data dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov Smirnov
pada kelompok NaOCl 1% dan tetrasiklin hidroklorida 1%
mempunyai nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

25

Zona hambat

dengan diagnosa nekrose pulpa totalis tanpa kelainan


periapikal, akar gigi lurus tidak bengkok, tidak ada pembuntuan
saluran akar. Pertama gigi diisolasi dengan rubber dam dan
permukaan gigi diulas dengan alkohol 70%, lalu gigi dipreparasi
dengan round bur untuk membuat cavity entrance, sesudah
itu diulas kembali dengan alkohol 70% dan preparasi
dilanjutkan dengan fissure bur untuk memperbaiki cavity
entrance. Jarum miller dimasukkan sesuai panjang gigi ratarata dikurangi 1 mm, dilakukan DWP untuk mengetahui panjang
gigi. Kemudian jaringan nekrotik diambil dengan menggunakan
jarum ekstirpasi. Papper point steril dimasukkan ke dalan
saluran akar sesuai dengan panjang gigi dibiarkan selama 1
menit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi
media perbenihan BHIB (Brain Heart Infusion Broth). Tabung
BHIB tersebut kemudain dimasukkan ke dalam eksikator dan
diinkubasi pada suhu kamar (37 C) selama 24 jam. Kemudian
dari tabung BHIB tersebut dilakukan serial dilution atau
pengenceran mikroorganisme sampai 1000 kali. Cairan dari
tabung BHIB yang telah dilakukan dilakukan serial dilution
tadi diambil dengan pipet kemudian diteteskan pada cawan
petri yang berisi media blood agar dan diratakan ke seluruh
permukaan media blood agar. Cawan petri yang berisi media
blood agar yang mengandung bakteri diatas dibagi atas empat
bagian pada dasar petri, 2 bagian untuk NaOCl 1%, 2 bagian
yang lain untuk tetrasiklin hidroklorida 1% sedangkan kontrol
diletakkan ditengah. Kemudian masing-masing kertas saring
yang telah dicelupkan ke dalam tabung reaksi diambil dan
diletakkan ke permukaan media blood agar padat yang sesuai
tempatnya masing-masing. Cawan petri yang berisi media
blood agar dan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam
eksikator dan diinkubasi pada suhu kamar (37 C) selama
48 jam. Pembacaan hasil dilakukan dengan mengamati dan
menghitung daerah zona hambat. Pengukuran zona hambat
dengan cara mengukur diameter zona hambat menggunakan
jangka sorong yang mempunyai ketelitian 0,05 mm. Cara
pengukuran: diameter zona hambat diukur dengan
menggunakan jangka sorong dari dua sisi yang berbeda
kemudian diambil rata-ratanya.

NaOCl 1%
Tetrasiklin
hidroklorida 1%

Tetrasiklin
hidroklorida1%

Kontrol

* p = 0,001

* p = 0,001
* p = 0,001

Kontrol
* beda bermakna

Endo Restorasi Jurnal Ilmu Konservasi Gigi

zona hambat tersebut mempunyai varians yang tidak


homogen.
Pada tabel 2. di atas dapat kita ketahui hasil uji beda
antar semua kelompok pengukuran zona hambat (NaOCl 1%,
tetrasiklin hidroklorida 1% dan kontrol) mempunyai nilai
p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna nilai zona hambat antara ketiga kelompok tersebut.
Nilai zona hambat NaOCl 1% berbeda dengan kontrol dimana
NaOCL 1% memiliki daya antibakteri yang lebih besar. Nilai
zona hambat tetrasiklin hidroklorida 1% berbeda dengan
kontrol dimana tetrasiklin hidroklorida memiliki daya
antibakteri yang lebih besar. Nilai zona hambat NaOCl 1%
berbeda dengan tetrasiklin hidroklorida dimana tetrasiklin
hidroklorida memiliki daya antibakteri yang lebih besar
(Gambar 1).

PEMBAHASAN
Salah satu tahap yang penting dalam perawatan saluran
akar adalah preparasi saluran akar. Tahapan tersebut meliputi
tindakan membersihkan saluran akar dari sisa-sisa jaringan
nekrotik dan kuman-kuman serta membentuk saluran akar
sehingga memudahkan sterilisasi dan pengisian saluran akar.
Pembersihan saluran akar melalui dua aspek yaitu
pembersihan secara mekanik berupa instrumentasi dengan
alat preparasi saluran akar dan pembersihan secara kimiawi
dengan cara irigasi saluran akar. Pembersihan secara kimiawi
bertujuan untuk melarutkan dan membersihkan jaringan
nekrotik, sisa-sisa jaringan pulpa dan serbuk dentin yang
tertimbun di dalam saluran akar karena proses instrumentasi
dengan alat preparasi pada saluran akar tersebut, oleh karena
itu penggunaan larutan irigasi selama preparasi sangat
penting.3
Penelitian tentang daya antibakteri bahan irigasi NaOCl
1%, tetrasiklin hidroklorida 1% telah dilakukan dengan
mengamati adanya zona hambatan pada media blood agar.
Zona hambatan atau daerah hambatan merupakan suatu
metode perhitungan laboratoris untuk mengetahui
kemampuan suatu bahan dalam menghambat atau
membunuh pertumbuhan bakteri. Daerah zona hambatan
adalah daerah yang jernih dan tidak terdapat pertumbuhan
mikroorganisme di sekeliling bahan, dan diukur dengan
menggunakan jangka sorong. 18 Pada kedua kelompok bahan
irigasi terlihat bahwa keduanya sama-sama menyebabkan
zona hambatan pada media blood agar sesudah diinkubasi
48 jam.
Berdasarkan perhitungan statistik dengan Independent
t test didapatkan adanya perbedaan yang bermakna pada

 Volume 1  No. 1, Januari - Juni 2008: 1-6

diameter zona hambatan antara larutan NaOCl 1% dan


tetrasiklin hidroklorida 1%. Bahan irigasi NaOCl 1%
mempunyai zona hambat lebih kecil dibandingkan dengan
dengan larutan tetrasiklin hidroklorida 1%.
Dengan melihat diameter zona hambat larutan NaOCl
1% yang lebih kecil dibandingkan dengan larutan tetrasiklin
hidroklorida 1% artinya bahwa larutan NaOCl 1% memiliki
daya antibakteri yang lebih kecil dibandingkan tetasiklin
hidroklorida 1%. Hal ini mungkin disebabkan cara kerja NaOCl
yang hanya pada membran sitoplasma. Cara kerja NaOCL
membunuh kuman melalui beberapa cara antara lain dengan
melepaskan oksigen bebas yang bergabung dengan sel
protoplasma akan merusak sel, kombinasi CL2 dengan sel
membran membentuk N-chlorocompound akan mengganggu
metabolisme sel, perubahan membran sel yang
menyebabkan difusi, isi sel keluar, kerusakan sel secara
mekanis oleh CL2 dan oksidasi CL2 pada enzim menyebabkan
hambatan kerja enzim dan kematian sel.31
Selain itu karena aktivitas enzimatik berada pada
membran sitoplasma, yang bertanggung jawab pada beberapa
fungsi penting seperti metabolisme, pertumbuhan sel,
berperan pada fase akhir pembentukan dinding sel,
biosintesis lipid, transport elektron dan oksidasi fosforilase
maka diyakini bahwa ion hidroksil yang dilepaskan sodium
hipoklorit bekerja pada membran sitoplasma. pH dari
membran sitoplasma dapat berubah oleh karena tingginya
konsentrasi ion hidroksil yang bekerja pada protein membran
(denaturasi protein). pH yang tinggi (12,5) dari ion hidroksil
mempengaruhi keutuhan dari membran sitoplasma yang
berakibat terjadi kerusakan kimia pada komponen organik
dan transport nutrien, yang berakibat degradasi fosfolipid
atau asam lemak dari membran sitoplasma.20
Zona inhibisi pada tetrasiklin hidroklorida lebih besar
daripada NaOCl yang menunjukkan bahwa larutan tetrasiklin
hidroklorida mempunyai daya antibakteri lebih besar
daripada larutan NaOCl. Hal ini mungkin disebabkan oleh
cara kerja tetrasiklin pada 2 bagian sel yaitu pada membran
sitoplasma dan pada inti sel. Pada membran sitoplasma
tetrasiklin memutus pembentukan apoprotein yaitu protein
yang dibutuhkan untuk membawa lemak keluar sel, akibatnya
terjadi stetosis yaitu penumpukan lemak di dalam sel
sehingga sel akan membengkak, permeabilitas membran
terganggu dan sel akan mati. Selain itu tetrasiklin didapatkan
mampu merubah membran sitoplasma sehingga
menyebabkan leakage nukleotida dan komponen intraseluler
lainnya. Perubahan sitoplasma sering berupa degenerasi,
tetapi selain itu terlihat perubahan khas pada inti/ nukleus.
Mula-mula nukleus mengkerut dan menunjukkan

ISSN : 0852-9109

Yulia O. : Perbedaan daya antibakteri larutan irigasi sodium hipoklorit 1 % dan tetrasiklin hidroklorida 1%

penggumpalan dan densitas kromatinnya meningkat


(pyknosis). Membran nukleus kemudian robek, sehingga
terjadi pemisahan kromatin (karyorrhexis). Akhirnya bahan
nukleus tercerna dan hilang (karyolysis). Bila terjadi kematian
sel, tampak kekacauan struktur yang parah, dan akhirnya
organel sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzim litik
intraseluler (autolysis)34. Pada inti sel tetrasiklin bekerja
dengan cara menghambat sintesa protein bakteri yang rentan
dengan 2 cara yaitu melalui difusi pasif melalui celah
hidrofilik yang terbentuk dari protein porin pada membran
sel bagian luar dan melalui sistem transport aktif melalui
sistem energy-dependent yang memompa seluruh tetrasiklin
melewati membran sitoplasma bagian dalam. Difusi pasif
terjadi ketika ada perbedaan konsentrasi cairan antara di
dalam sel dan di luar sel maka cairan cenderung bergerak
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.
Membran sel pada hakekatnya adalah suatu lapisan zat lipid
yang diselingi pulau-pulau molekul protein globular dalam
matriks. Sebagian dari molekul protein ini menembus seluruh
membran dan membentuk pori membran atau celah
hidrofilik. Oleh karena itu zat-zat dapat berdifusi melalui
membran dengan dua cara yaitu (1) dengan larut dalam lipid
dan berdifusi melaluinya dengan cara yang sama seperti
difusi yang terjadi dalam air, atau (2) dengan berdifusi melalui
pori-pori kecil yang langsung menembus membran. Selain
dengan difusi pasif tetrasiklin dapat masuk ke dalam sel
dengan cara transport aktif. Transport aktif adalah pergerakan
zat-zat melawan perbedaan tingkat energi seperti dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi, suatu proses
pergerakan yang memerlukan energi kimia. Mekanisme dasar
transport aktif adalah (1) energi dipindahkan ke dalam
permukaan dalam membran dari zat berenergi tinggi
terutama ATP, ke dalam sitoplasma sel, (2) diperlukan molekul
pembawa khusus untuk transport tiap jenis zat, (3) diperlukan
enzim-enzim khusus untuk meningkatkan reaksi kimia antara
molekul pembawa dan setiap zat yang ditransport35,36.
Setelah tetrasiklin berada dalam sel bakteri maka secara
reversibel akan mengikat unit ribosom 30S, yaitu
menghambat ikatan aminoasil transfer-RNA pada ribosom
yang akan menghambat transport asam amino pada proses
perpanjangan rantai peptida sehingga sintesis protein
terhambat, akibatnya sel akan berhenti mengalami
multiplikasi dan akhirnya sel akan mati. Tetrasiklin juga dapat
melakukan ikatan reversibel dengan sub unit ribosom 50S.
Struktur dan metabolisme sel terjadi dan berlangsung
di bawah perintah dari gen yang berlokasi di DNA pada

ISSN : 0852-9109

kromosom nukleus bakteri. DNA merupakan rantai ganda


asam nukleat yang terdiri dari nukleotida nukleotida yang
digabung oleh ikatan fosfodiester. Rantai DNA tadi membelah
dan menjadi rantai DNA tunggal yang akan berperan sebagai
cetakan untuk molekul-molekul RNA dan menjadi mRNA.
Molekul perantara itu disebut mRNA karena ia mengandung
perintah bagaimana protein harus dibuat. mRNA merupakan
salinan dari urutan basa DNA dalam suatu gen, dan mRNA
kemudian berfungsi sebagai cetakan dalam sintesis protein.
Kemudian mRNA yang terbentuk menuju ke ribosom. Kelas
lain dari RNA adalah tRNA. tRNA membawa asam amino
dalam bentuk yang diaktifkan ke dalam ribosom untuk
pembentukan ikatan peptida dalam suatu urutan yang
ditentukan oleh mRNA sebagai cetakan. Akhirnya molekulmolekul RNA itu berguna sebagai cetakan untuk menyusun
asam amino di dalam rantai polipeptida dari protein selama
proses translasi dan protein ini diperlukan untuk membentuk
struktur supramolekul yang diperlukan bagi pertumbuhan
bakteri. Tetrasiklin menghambat perlekatan tRNA yang
membawa asam amino pada ribosom sehingga tidak terjadi
transport asam amino dan pembentukan rantai polipeptida
yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan bakteri, sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat dan akhirnya bakteri mati.32,33
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa larutan sodium hipoklorit 1% mempunyai
daya antibakteri yang lebih kecil dibandingkan dengan larutan
tetrasiklin hidroklorida 1%.

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Grossman LI, Oliet S, and Rio CED. Ilmu endodontik dalam


praktek. Alih bahasa Rafiah Abyono. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 1995. h: 196-247.
Sassone, LM, Fidel RAS, Fidel SR, Dias M, Junior RH.
Antimicrobial activity of different concentrations of NaOCl
and chlorhexidine using a contact test. Braz Dent J 2003;
14(2).
Walton and Torabinejad. Prinsip dan praktik Ilmu
endodonsi. Edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 1998. h: 360-78.
Leonardo MR, Filho MT, Silva LA, Filho PN, Bonafacio
KC, and Ito IY. Invivo antimicrobial activitu 2%
chlorhexidine used as a root canal irrigating solution.
J Endodon 1999; 25. 167-71.
Bystrom A, Sundquist G. Bacteriologc evaluation of the
rffect of 0,5 % sodium hypochlorite in endodontic therapy.
Oral Surg Med Oral Pathol :1992. 3. p: 307- 12.
Estrela C, Estrela CRA, Barbin EL. Mechanism of cction of
sodium hypochlorite. Braz Dent J 2002; 13(2). 113-17.

Endo Restorasi Jurnal Ilmu Konservasi Gigi

7.

8.

9.

10.

11.

12.
13.
14.

15.
16.

17.
18.

19.
20.

Clarkson RM, Podlich HM, Savage NW, Moule AJ.


A survey of sodium hypochlorite use by general dental
practisionera and endodontists in Australia. Australian
Dent J 2003; 48(1): 20- 6.
Spano JCE, Barbin EL, Santos TC, Guimaraes LF, Pecora
JD. Solvent action of sodium hypochlorite on bovine pulp
and physico-chemical properties of resulting liquid. Braz
Dent J 2001; 12(3): 154-179.
Estrella CRA, Estrella C, Reis C, Bamman LL, Pecora JD.
Control of microorganism in vitro by endodontic irrigants.
Braz Dent J 2003; 14(3).
Kunardi L, Setiabudi R. Farmakologi dan terapi. Bagian
farmakologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia: 1995. h: 651-60.
Putri SR. Daya hambat mikroorganisme menggunakan
larutan tetrasiklin HCl 5%, 10% dan 15% sebagai bahan
irigasi pada perawatan saluran akar. Karya tulis akhir
Universitas Airlangga: 2005. h: 33.
Haznedaroglu F, Ersev H. Tetracycline HCl solution as
a root canal irrigant. J Endodon 2001; 27 (12): 738-40.
Ganiswarna SG, Farmakologi dan terapi. Edisi ke 4. Fakultas
kedoteran Universitas Indonesia: 1995. h: 651-6.
Ernawati D. Pengaruh konsentrasi infusa sirih dan cara
desinfeksi cetakan alginat terhadap pertumbuhan flora
rongga mulut dan dimensi linear cetakan alginat. Tesis
Paska Sarjana Universitas Airlangga: 1992. h: 3-33.
Hartys. Endodontic in clinical practise. 5th ed. T.R Pitt
Fofd Wright. Edinburgh: 2004. p: 80-6.
Maduratna, Ernie. Sitotoksisitas larutan tetrasiklin
hidroklorida terhadap kultur sel dibanding dengan asam
sitrat. Penelitian dosen muda Universitas Airlangga: 2001.
h: 5-6.
Brooks G.F, Butel J.S, Ornston L.N. Medical microbiology.
19th ed. Prentice Hall International Inc.: 1991. p: 149-59.
Leuhery, S. Perbedaan daya antibakteri larutan irigasi NaOCl
1%, EDTA 17% dan kombinasi NaOCl 1% dan EDTA 17%.
Karya Tulis Akhir Universitas Airlangga: 2006. h: 10-9 .
Mahmoud, R.E. Point of Care. J of Canadian Dental Assoc.
2005; 71(7). 491-5.
Estrela C, Riberio RG, Estrela CRA, Pecora JDS, SousaNetro MD. Antimicrobial effect of 2% sodium hypochlorite
and 2% chlorhexidine tested by different methods. Braz
Dent J 2005; 15.

 Volume 1  No. 1, Januari - Juni 2008: 1-6

21. Maduratna, Ernie. Biokompatibilitas gel tetrasiklin


hidroklorida terhadap kultur jaringan. Penelitian dosen
muda Universitas Airlangga: 1999 ; 32(4). h: 140-3.
22. Maduratna, Ernie. Terlepasnya lapisan smir pada permukaan
akar setelah pemberian larutan tetrasiklin hidroklorida.
Penelitian dosen muda Universitas Airlangga: 2000; 33(3):
h: 106-8.
23. Smilack JD. The tetracycline. Mayo Clin Proc 1999; 74:
727-9.
24. Purdue Research Foundation. Tetracycline Antibiotics. 1996
25. Maduratna E. Daya hambat gel tetrasiklin 0,5%-1% terhadap
bakteri plak subgingiva. Karya Tulis Akhir Universitas
Airlangga: 2003. h: 6-7, 23.
26. Markus BR. Morfologi dan sitologi bakteri. Petunjuk
praktikum mikrobiologi mahasiswa FKG Unair. Surabaya:
1999. h: 3-15.
27. Nova F. Efektifitas bahan pemutih pakaian sebagai bahan
irigasi saluran akar untuk menurunkan mikroorganisme
saluran akar. Karya tulis akhir Universitas Airlangga: 2003.
h: 11-3.
28. Baron EJ, Finegold SM. Diagnostic microbiology. 8th ed. St
Louis Baltimore Philadelphia Toronto. The
C.V. Mosby Comp: 1990. p: 171-93.
29. Gillepsie SH. Medical Microbiology Illustrated. Butterworth
Henemann Ltd: 1994. p: 234-47 .
30. Sirtes G, Waltimo T, Schaetzle M, Zebnder M. The effect of
temperature on sodium hypochlorite short term stability,
pulp dissolution capacity and antimicrobial efficacy. JOE
2005; 31(9): 669-71.
31. Kinyon TJ, Schwatz RS, Burgess JO, Bradley DV. The use of
warm solution for more rapid desinfection of prothess. Int J
Prosthodont 1989; (2); p 518-23.
32. Bayu ES. Pengendalian gene transkripsional. Universitas
Sumatera Utara: 2005.
33. Jemes DW, John T, Kurtz DT. DNA rekombinan, Penerbit
Erlangga : 1988. p: 39-51.
34. William L. Buku pintar patologi untuk kedokteran gigi,
Jakarta: 1992. h: 5-7.
35. Kapit W, Macey RL, Meisami E. The physiology coloring
book. HarpersCollins Publishers: 1987. p: 8-9.
36. Guyton AC. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit.
ed 3. EGC. Jakarta: 1990. h: 33-41.

ISSN : 0852-9109

Anda mungkin juga menyukai