Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dahulu kala kebutuhan akan pangan atau pakaian
telah menjadi sebuah kebutuhan yang diprioritaskan. Hal ini
dikarenakan pakaian mempunyai manfaat bagi manusia dalam
mepertahankan kelangsungan hidupnya. Dimana saat cuaca
dingin pakaian dapat menghangatkan tubuh, pakaian itu juga
menunjukan kepribadian seseorang untuk dikatakan baik atau
tidak, kesopansantunan.
Zaman dahulu dengan keterbatasan alat maupun bahan
serta tingkat sumber daya manusia yang rendah, manusia
membentuk sebuah pakaian dari kulit kayu. Karena merasa
kurang nyaman mengenakan pakaian dari kulit kayu, pasalnya
pakaian dari kulit kayu ini dapat menimbulkan gatal dan merusak
kulit maka nenek moyang kala itu mulai mencari alternatif lain
yaitu membuat pakain dari bahan dasar kapas. Sehingga sejak
saat itu muncullah pakaian dari tenun ikat dari berbagai wilayah.
Seiring

berjalannya

waktu,

muculnya

berbagai

tenun

dengan beragam motif dan hias yang bervariasi dengan arti arti
yang berbeda. Arti arti inilah yang menunjukan latar belakang
kebudayaan suatu daerak atau ciri khas dari suatu daerah.
Berbagai peneltian telah membuktikan hal ini, salah satunya
adalah Marie Jeanne Adams yang dalam tulisannya khusus
membahas seni tenun ikat di Kabupaten Sikka di Wilayah
Kewapante sebuah kecamatan di Sikka Nusa Tenggara timur
(NTT).
Sekitar sistem dan motif tenun ikat, beliau tandaskan
adanya kemungkinan bahwa struktur kebudayaan masyarakat
1

Kewapante pada umumnya didasarkan pada prinsip berpasangan


laki laki dan perempuan.
Berpedoman pada ide ini, dipelajari motif motif dan
ragam hias geometris dari tenun ikat, di daerah Kewapante justru
motif dan ragam hias geometris mendasari aspek kebudayaan ini
yaitu seni tenun ikat. Sebagai dua unsur terpadu menjadi satu
organis. Dari adanya sistem partner ini tersimpul kebenarannya
bahwa suku bangsa Sikka sebagai bagian dari integral Bangsa
Indonesia terarah kepada rekan, sebagai teman hidup dan lawan
kerja.

Jelas

pula

bahwa

motif

motif

tenun

ikat

justru

menampilkan kepribadian atau identitas diri.


A. Rumusan Masalah
berdasarkan

isi

dari

makalah

ini

maka

ada

beberapa

permasalahan yang perlu di bahas. Agar kita dapat mengetahui


dan memahami tentang kerajinan tenun. Diantaranya adalah :
1.

Apa yang dimaksud dengan tenun ?

2.

Apa yang dimaksud dengan tenun Ikat dan Tenun Songket ?

3.

Bagaiamana

cara

pembuatan

tenun

Ikat

dan

Tenun

Songket ?
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini karena :
1.

Ingin mengetahui jenis tenun baik tenun Ikat ataupun tenun


Songket.

2.
3.

Memberikan pengetahuan mengenai kerajinan Tenun


Sebagai suatu media untuk menambah wawasan dan
pengetahuan

4.

Menambah Kepustakaan

C. Manfaat
Manfaat yang dapat kami petik dalam pembuatan makalah ini
adalah :
1.

Menambah ilmu dan pengetahuan khususnya dibidang


kerajinan Tenun

2.

Dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran masalah


kerajinan Tenun bagi kita semua khususnya siswa siswi.
BAB II
PEMBAHASAN

Kerajinan Tenun
Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional
lndonesia yang diproduksi di berbagai wilayah di seluruh
Nusantara

(Sumatera,

Kalimantan,

Bali,

Sulawesi,

lombok,

Sumbawa, dan lainya. Tenun memiliki makna, nilai sejarah, dan


teknik yang tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta
benang yang digunakan dan tiap daerah memiliki ciri khas
masing-masing. Tenun sebagai salah satu warisan budaya tinggi
(heritage)

merupakan

kebanggaan

bangsa

Indonesia,

dan

mencerminkan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari
segi teknik produksi, desain dan produk yang dihasilkan harus
dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta dimasyarakatkan
kembali penggunaannya.
Mungkin selama ini kita lebih mengenal batik sebagai wakil
bangsa atas keelokan Indonesia dalam menciptakan kain.
Padahal masih ada satu lagi kain hasil karya perajin Indonesia
yang tidak kalah cantik dan menawan, yaitu tenun.
Terkait dengan banyaknya daerah yang menjadi produsen
tenun, keberagaman motif tidak perlu dipertanyakan. Adanya

perbedaan

latar

belakang

budaya

dan

lingkungan,

akan

menciptakan keunikan hasil tenun pada setiap daerah.


Teknik pembuatan yang menggunakan ATBM [Alat Tenun
Bukan Mesin] membuat kualitas dari kain tenun Indonesia tidak
perlu dipertanyakan. Dari sana dapat dipastikan pada tahuntahun ke depan, respon pasar untuk tenun Indonesia akan
bersaing dengan batik.

JENIS JENIS TENUNAN

A. Tenun Ikat
Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia
berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau
benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam
zat pewarna alami. Alat tenun yang dipakai adalah alat tenun
bukan mesin. Kain ikat dapat dijahit untuk dijadikan pakaian dan
perlengkapan busana, kain pelapis mebel, atau penghias interior
rumah.
Sebelum ditenun, helai-helai benang dibungkus (diikat)
dengan tali plastik sesuai dengan corak atau pola hias yang
diingini. Ketika dicelup, bagian benang yang diikat dengan tali
plastik tidak akan terwarnai. Tenun ikat ganda dibuat dari
menenun benang pakan dan benang lungsin yang keduanya
sudah diberi motif melalui teknik pengikatan sebelum dicelup ke
dalam pewarna.

Teknik tenun ikat terdapat di berbagai daerah di Indonesia.


Daerah-daerah di Indonesia yang terkenal dengan kain ikat di
antaranya: Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa,
Sumba, Flores, dan

Timor. Kain gringsing

dari

Tenganan,

Karangasem, Bali adalah satu-satunya kain di Indonesia yang


dibuat dari teknik tenun ikat ganda (dobel ikat).
Bahan dasar kain tenun ikat
Pembuatan kain tidak terlepas dari bahan baku yang
digunakan. Bahan utama kain adalah serat. Pada

zaman

purba,masyarakat menggunakan serat kayu, untuk memperoleh


serat menggunakan akar beringin. Karena perkembangannya
menggunakan serat kapas,kapas ditanam di perkebunan atau di
pekarangan. Setelah ditanam dan dirawat sambil menunggu
sampai berbuah. Sesetelah itu dipetik lalu dijemur sampai kering.
Setelah itu kupas,dipijat dan terakhir dibersihkan kapas harus
dijemur agar mudah berkembang sehingga mudah dipisahkan
bijinya. Setelah kapas dijemur kapas dipisahkan dari bijinya
dengan

menggunakan

alat

yang

disebut

KEHO.

Alat

ini

dipergunakan sampai batas 1970 an. Massa sekarang sudah


punah lantaran orang menggunakan busur penghapus atau
WETING. Kini kapas yang sudah halus siap dipintal. Masyarakat
menggunakan dua cara pemintalan yaitu:
- menggunakan puter atau peto kapa
- menggunakan kincir pemintal benang atau jata kappa.
Alat ini terbuat dari kayu . setelah dipintal benang digulung
dalam bentuk gumpalan atau bola dengan alat yang disebut
REONG

benang

yangberbentuk

gumpalan-gumpalan

direntangkan lagi pada alat yang disebut PLAPAN. Benang


yangsudah

direntangkan

diikat

menggunakan

tebuk

untuk

dibuatkan motif-motif.setelah diikat,benang dicelup sesuai selera.

Lalu dijemur sampai kering dan dibuka ikkatan tebuknya setelah


itu DI GAIN. Sesudah di gain benang tersebut dicelup kedalam air
yang sudah tercampur biji asam atau kanji. Benang kemudian
dijemur hingga kering dan dimasukan antara dua plapan lalu
digoang sesuai warna sarung yang kemudian dirakit untuk
memisahkan lirang atas dan bawah dengan benang khusus yang
disebut benang perakit atau HAWEN setelah itu benang siap
ditenun.
Alat dan perlengkapan yang di gunakan dalam teknik tenun
ikat
Beberapa alat yang digunakan dalam membuat benang antara
lain:
Keho

: alat untuk memisahkan biji kapas dan serat-serat.

Weting

: alat untuk menyamak serat kapas hasil proses dari


alat keho agar menjadi halus. Alat ini dibuat dari
bilahan-bilahan bambu yang diiris kemudian di beri tali
menyerupai busur.alat kedua adalah ranting bambu
yang bercabang yang digunakan sebagai penyentil atau
pemetik tali busur.

Dasa

: alat untuk memintal kapas menjadi benang. Alat ini


digunakan terbuat dari balok kayu.

Reong

: alat untuk menggulung benang

Laen

: alat untuk menguraikan benang. Alat ini terbuat


terbuat dari sepotong kayu yang agak panjang dari
pada ujung ujungnya diberi berpalang yang agak
pendek dan bentuknya menyerupai I besar

Seler

: alat yang digunakan untukn menguraikan benang


benang agar digulung kembali dalam gumpalan

gumpalan. Alat ini terdiri atas potongan- potongan kayu


yang dibuat dalam bentuk segu empat`atau segi enam
Papan

: alat untuk merentangkan kembali benang benang


yang berbentuk gumpalan gumpalan untuk dibuatkan
motif motif alat ini berbentuk segi empat bahannya
terbuat dari kayu dan juga bambu

Ai ler

: alat yang diletakan pada pinggang penenun dan


diikat pada kayu

Pine

: alat yang digunakan sebagai pemegang benang


benang pada waktu ditenun.

Ai gemer

: alat yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk


menjepiit sarrung

Ai tuan

: alat untuk merentangkan benang tenunan,alat ini


terbuat dari kayu.

Tuun

: alat tempat penenunmenyandarkan kaki pada saat


menenun

Pati

: alat tenun untuk merapatkan benang pakan (lodon)


. alat ini terbuat dari kayu yang keras .

Ekur

: alat untuk mengatur barang lungsi (GERAN).EKUR


terbuat dari belahan pinang,bentuknya sebesar jari
kelingking.

Bolen

: alat untuk mengatur bentuk LUNGSI yang biasanya


terbuat dari satu ruas bambu bulu dan menjadi tempat
membulatkan benang benang

Sipe

: alat untuk mengatur posisi benang sehingga


benang benang tersebut terbagi atas dua jalur yaitu
jalur atas dan bawah. Alat ini terbuat dari irisan atau
bilah pelepah enau dan jumlahnya dua buah.

Legun

: alat yang terdiri atas setengah ruas bambu buluh


tempat dimasukan gulungan benang tenunan lodon
atau pakan

Tunger

: belahan batang pinang / bambu yang berguna


untuk menahan tuun.

Ragam hias /motif kain tenun ikat


-

Sejarah Ragam Hias Tenun Ikat


Motif

adalah

ungkapan

mengerjakanyamotiof
dasarnya

diambil

pada

ide

masing

berdasarkan

setiap
masing

suatu

kisah

orang

yang

daerah

pada

atau

kejadian

menggambarkan kejadian para leluhur jaman dahulu. Misalnya


motif

burung dan ular, kalajengking kemudian berkembang

menjadi motif ragam hias, misalnya bela ketupat dan bunga.


Corak Ragam Hias Tenun Ikat antara lain :
Hura Inang atau motif induk
Buen atau motif kecil yang mengapiti Hura Inang
Lorang atau tengah yang terdapat diantara Buen.
Warna Ragam Hias Tenun Ikat
Biasanya menggunakan dua warna, warna dasar tetap
menjadi ikatan yang pertama, warna dasar tiga ragam hias
biasanya berwarna merah bur yakni campuran warna merah dan
coklat, selain warna merah dan coklat ditambah lagi warna
hitam.
Fungsi Kain Tenun Ikat
-

Fungsi Sosial dan Budaya

Menggambarkan kekhasan budaya setempat, Menjadi bahan


seremoni (dalam upacara kebudayaan) misalnya adat kawin dan
penyerahan hak.
-

Fungsi Ekonomi
Misalkan Sarung dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup

B. Tenun Songket
Songket adalah jenis kain tenunan tradisional Melayu di
Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Songket digolongkan dalam
keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan
dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan
pada acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun
berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang. Kata songket
berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia, yang berarti "mengait" atau "mencungkil". Hal ini
berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan
mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan
benang emas.
Selain itu, menurut sementara orang, kata songket juga
mungkin berasal dari kata songka, peci khas Palembang yang
dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang
emas dimulai. Isitilah menyongket berarti menenun dengan
benang emas dan perak. Songket adalah kain tenun mewah
yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta.
Songket

dapat

dikenakan

melilit

tubuh

seperti

sarung,

disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat


kepala. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat
dari kain songket yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran
serta bangsawan Kesultanan Melayu.

Menurut tradisi, kain

songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja;
9

akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket. berapa
kain

songket

tradisional

sumatra

memiliki

pola

yang

mengandung makna tertentu.


Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan
dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga
maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7
hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat
kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia adalah kota
Palembang.

Songket

adalah

kain

mewah

yang

aslinya

memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas,


kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara
sejarah tambang emas di Sumatera terletak di pedalaman Jambi
dan

dataran

tinggi

Minangkabau.

Meskipun

benang

emas

ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama


dengan batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan
lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa
penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun
600-an hingga 700-an masehi. Songket mungkin dikembangkan
pada

kurun

waktu

yang

kemudian

di

Sumatera.

Songket

Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur


dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket
eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk
menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan
waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan
songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian
barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai songket sarung
dengan baju kurung.

Pusat kerajinan songket

10

Di Indonesia, pusat kerajinan tangan tenun songket dapat


ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Lombok dan
Sumbawa. Di pulau Sumatera pusat kerajinan songket yang
termahsyur

dan

unggul

adalah

di

daerah

Pandai

Sikek,

Minangkabau, Sumatera Barat, serta di Palembang, Sumatera


Selatan. Di Bali, desa pengrajin tenun songket dapat ditemukan
di kabupaten Klungkung, khususnya di desa Sidemen dan Gelgel.
Sementara di Lombok, desa Sukarara di kecamatan Jonggat,
kabupaten

Lombok

Tengah,

juga

terkenal

akan

kerajinan

songketnya. Di luar Indonesia, kawasan pengrajin songket


didapati di Malaysia; antara lain di pesisir timur Semenanjung
Malaya, khususnya Terengganu dan Kelantan, serta di Brunei.
Peralatan dan Bahan
Peralatan tenun songket,

Peralatan itu pada dasarnya

dapat dikategorikan menjadi dua, yakni peralatan pokok dan


tambahan. Keduanya terbuat dari kayu dan bambu. Peralatan
pokok adalah seperangkat alat tenun itu sendiri yang oleh
mereka

disebut

sebagai

panta.

Seperangkat

alat

yang

berukuran 2 x 1,5 meter ini terdiri atas gulungan (suatu alat yang
digunakan untuk menggulung benang dasar tenunan), sisia
(suatu alat yang digunakan untuk merentang dan memperoleh
benang tenunan), pancukia (suatu alat yang digunakan untuk
membuat motif songket, dan turak (suatu alat yang digunakan
untuk memasukkan benang lain ke benang dasar). Panta
tersebut

ditempatkan

pada

suatu

tempat

yang

disebut

pamedangan (tempat khusus untuk menenun songket), di


depannya

diberi

dua

buah

tiang

yang

berfungsi

sebagai

penyangga kayu paso. Gunanya adalah untuk menggulung kain


yang sudah ditenun.

11

Sedangkan, yang dimaksud dengan peralatan tambahan


adalah alat bantu yang digunakan sebelum dan sesudah proses
pembuatan songket. Alat tersebut adalah penggulung benang
yang disebut ani dan alat penggulung kain hasil tenunan yang
berbentuk kayu bulat dengan panjang sekitar 1 meter dan
berdiameter 5 cm.
Bahan dasar kain tenun songket adalah benang tenun yang
disebut benang lusi atau lungsin. Benang tersebut satuan
ukurannya disebut palu. Sedangkan, hiasannya (songketnya)
menggunakan benang makao atau benang pakan. Benang
tersebut satuan ukurannya disebut pak. Benang lusi dan
makaoitu pada dasarnya berbeda, baik warna, ukuran maupun
bahan seratnya. Perbedaan inilah yang menyebabkan ragam hias
kain songket terlihat menonjol dan dapat segera terlihat karena
berbeda dengan tenun latarnya. Di Silungkang dan Pandai Sikek
tenunan dasar atau latar biasanya berwarna merah tua (merah
vermillion), hijau tua, atau biru tua.

Proses Pembuatan Tenun Songkat


Proses pembuatan melalui beberapa tahapan, pertama
yaitu pencelupan, Benang Sutera yang masih putih dicelup
sesuai warna yang dikehendaki, setelah itu dijemur dengan
bambu panjang di terik matahari untuk membuat kain dan
selendang (ukuran lebar kain 90 cm untuk selendang 60 cm,
sedangkan panjangnya 165 hingga 170). Setelah benang kering
maka

akan

dilakukan

proses

desain

(pencukitan)

dengan

menggunakan lidi sesuai dengan motif yang dikehendaki.


Setelah proses pencukitan selesai maka akan dilakukan
proses penenunan yang memerlukan waktu mulai 2 hingga 3
bulan. Didalam proses penenunan ini benang lungsi sutera
12

dimasukkan kealat tenun melalui sisir tenun dan henddle utama


pada rangkaian kain yang membentuk pola simetris dan diisi
oleh benang sutra dan benang emas tambahan. Alat yang
digunakan untuk proses penenunan ini selain 1 (satu) set alat
tenun, digunakan juga baliro yang digunakan untuk menyentak
benang

di

lungsi

dengan

benang

pakan.

Benang

pakan

dimasukkan dengan menggunakan alat yang bernama peleting.


Sedangkan untuk mempermudah benang pakan yang ada di
peleting masuk ke lungsi teropong didorong melewati benang
lungsi. Setelah benang di peleting lewat, baik benang sutera
maupun benang emas ataupun benang limar, maka dilakukan
penenunan dengan menyentak benang dengan beliro yang
dibantu dengan sisir tenun. Proses penenunan dimulai dari ujung
kain, dilanjutkan sesuai dengan motif kain. Setiap songket
mempunyai tumpal kain. Tumpal kain biasanya diletakkan di
bagian depan ketika kain dipakai.
Tips Untuk Memelihara Songket
1. Kain songket sebaiknya digulung mengelilingi batang pralon
atau karton seperti menyimpan tekstil modern tetapi kain
songket hendaknya dilapisi dahulu dengan kertas minyak,
kertas roti atau kertas kopi. Jangan sekali-kali menggunakan
kertas koran.
2. Kemudian kain dibungkus plastik disimpan dalam lemari dan
diletakkan berdiri atau miring.
3. Lemari penyimpanan di beri butir-butir lada atau cengkeh
yang ditakuti rayap atau ngengat.
4. Kain tidak boleh di dry clean atau di laundry jadi hanya
diangin-anginkan.

13

C. Rincian Anggaran Pembuatan Tenun


Rincian Pembuatan Tenun Ikat
Pembuatan Tenun Ikat tidak memakan biaya yang mahal
bahkan para pengrajin Tenun Ikat membuat Bahan dan Alat
Tenunan itu sendiri. Contohnya Tenun ikat Doyo yang merupakan
salah satu kerajinan khas Dayak Benuaq, suku Dayak yang
tinggal di Tanjung Isuy, Kalimantan Timur. Tenun ikat Doyo
terbuat dari serat Doyo yang ditenun menggunakan alat tenun
tradisional

dari

kayu.

Doyo

merupakan

tanaman

yang

menyerupai palem dan tumbuh subur di daerah Tanjung Isuy.


Karena

serat

daunnya

cukup

kuat,

warga

Dayak

Benuaq

mengolah serat Doyo ini menjadi benang. Dengan menggunakan


alat tenun tradisional, benang itu kemudian ditenun menjadi
tenun ikat Doyo. Jamnah, salah seorang pengrajin tenun ikat
Doyo

dari

selembar

Kalimantan Timur
kain

tenun

ikat

mengatakan untuk
Doyo

tidaklah

membuat

mudah

dan

membutuhkan proses yang cukup panjang. Pertama, daun Doyo


yang panjangnya mencapai satu hingga satu setengah meter
terlebih dahulu dipotong dan direndam di dalam air bersih
selama beberapa waktu.
Setelah daging daun Doyo itu hancur, barulah serat
daunnya diambil dan dikeringkan. Setelah kering, barulah serat
Doyo itu dipelintir menjadi benang kemudian ditenun dengan
menggunakan alat tenun tradisional. Warga Dayak Benuaq di
Tanjung Isuy menyebut alat tenun itu dengan nama Pemanyu.
Satu persatu benang dari serta itu ditenun mengikuti motif tenun
yang diinginkan. Biasanya, motif ikat Doyo berbentuk bunga,
daun, serta hewan yang hidup di alam sekitar Tanjung Isuy, Jadi
proses pembuatan tenun ikat Doyo ini khan dari serat daun

14

Doyo, mirip seperti daun palem. Proses pembuatan tenunan ini


lama banget sekitar 20 hari untuk satu tenunan.
Untuk pewarnaan, tenun ikat Doyo menggunakan pewarna
alami dari kulit pohon, tumbuhan, serta buah. Suku Dayak
Benuaq mengolah kulit durian hingga menjadi warna kuning.
Sementara untuk membuat warna hijau, mereka memanfaatkan
zat hijau daun dari dedaunan yang tumbuh di sekitar Tanjung
Isuy. Biasanya, tenunan kain Doyo memiliki tiga warna, antara
lain merah, hitam, serta warna cokelat muda. Harga Tenun Ikat
bekisar Rp. 500.000 Rp. 1.500.000,Rincian pembuatan Songket
N

Nama Barang

Harga

Jumlah

Total

o
1. Benang Emas (Sutera)
Rp. 800.000/kg
2. Pewarna
Tekstil
(ZatRp. 100.000/liter

1 kilo Gram Rp.


1 liter
Rp.

Pewarna)
3. Upah Karyawan

2 karyawan Rp. 1.200.000

Rp.

800.000
100.000

600.000/Songket
Rp. 2.100.00

Keterangan :
Sebenarnya lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun
songket, selain bergantung pada jenis tenunan yang dibuat dan
ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya.
Semakin halus dan rumit motif songketnya, akan semakin lama
pengerjaannya. Pembuatan sarung dan atau kain misalnya, bisa
memerlukan waktu kurang lebih satu bulan. Bahkan, seringkali
lebih dari satu bulan karena setiap harinya seorang pengrajin
rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain sepanjang 5 -10
sentimeter. Satu jenis songket biasa dikerjakan dua orang. Satu
orang menenun kain dan yang satu lagi menenun selendang.

15

Untuk satu setel songket, rata-rata mengeluarkan kompensasi


sebesar Rp500.000-600.000 per orang.
Untuk benang terdiri atas berbagai jenis,antara lain benang
sutra alam halus, benang emas kristal, benang emas sartini
dengan bermacam warna. Saat itu, per kilo benang sutra alam
dibeli seharga Rp. 800.000. Adapun satu ikatan benang emas
yang berisi 5 ikat dibeli seharga Rp. 400.000.
Karena bahan dan alat pembuatan tenun songket atau
tenun ikat masih banyak yang memakai alat tradisional sehingga
para pengrajin dapat membuat alat sendiri seperti mesin
pembuat tenun yang terbuat dari bambu. Begitu juga dengan
pewarna atau warna corak masih menggunakan daun-daunan
dan pelepah kayu. Sehingga biaya yang dikeluarkan tidak terlalu
banyak. Harga satu setel songket bekisar antara Rp. 1.000.000
Rp. 4.000.000.

16

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Proses

pembuatan

karya

tenun

ikat

dan

songket

ini

membutuhkan waktu yang lama dan proses yang sangat rumit.


Namun bagi kita sebagai seorang pelajar harus tahu cara dan
proses pembuatasn bila perlu harus belajar agar kita sebagai
generasi penerus yang dapat melanjutkan karya tenun ikat dan
tenun songket.
Berbagai macam motif yang dihasilkan dari kerajinan tenun
tersebut dan juga berbagai daerah yang memproduksinya. Dari
berbagai daerah memiliki keunikan dan keragaman tersendiri
sesuai dengan kebudayaan atau tradisi suatu daerah tersebut.
B. Saran
Dengan mempelajari tentang kerajinan tenun siswa dapat
melakukannya dengan baik,

dalam peningkatan kesejahteraan

17

manusia dan perkembangan lain untuk dapat mengetahui caracara pembuatan sampai selesai dan menghasilkan karya yang
dapat menambahkan nilai gunannya.Maka dalam mempelajari
kerajinan tenun ini semoga makin berkembang dan lebih bagus
kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
1. (Antonius Anton Moa Nurak (62 tahun) Desa Watuliwung. Penulis
Siswa/I SMA Negeri I Maumere (SMANSA) : Agustinus H. L.
Gudipung, Libertino Agusto Diaz, Laurensia E. Lero, Maria A. Asi
dan Maria Eufrasia Lidia Etu).
2. tenunindonesia.com
3. www.farizcraft.com
4. news.okezone.com/.../tenun-indonesia-perlu-direvitalisasi

18

Anda mungkin juga menyukai