Anda di halaman 1dari 20

Borang Portofolio I (Kasus Medik)

Topik : Abses Hepar


Tempat Presentasi : RSUD Kepahiang
Tanggal Presentasi : 17 Maret 2016
Tanggal (kasus) : 19 Januari 2016
Obyek presentasi :
o Keilmuan
o Keterampilan
o Diagnostik
o Manajemen
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Deskripsi:

Presentator : dr. Mitra Sari


Pendamping : dr. Budi Arta Sitepu
dr. Ratna Siagian
o Penyegaran
o Masalah
Dewasa

o Tinjauan pustaka
o Istimewa
Lansia
Bumil

Seorang laki-laki, 57 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas.
Nyeri dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, namun dirasakan semakin memberat
3 hari terakhir . Nyeri dirasakan terus-menerus seperti ditusuk-tusuk dan tembus ke belakang.
Pasien merasa lebih enak tidur dengan posisi miring ke kanan.
Mual (+), muntah (-), Demam (+) hilang-timbul, menggigil (-). Saat ini pasien merasa
badannya lemas dan nafsu makan berkurang. Penurunan berat badan (-). Pasien mengaku
sering minum alkohol (+), Mata kuning (+) tidak disadari oleh pasien.
Tujuan: menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan pertama untuk abses hepar.
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
bahasan:
Cara

pustaka
Diskusi

membahas:

Data Pasien:

Presentasi dan E-mail

Pos

diskusi

Nama : Tn.S
Umur : 57 tahun
1. Diagnosis/gambaran klinis:

Alamat: Tebat Monok


Agama : Islam

Pekerjaan : Petani
No. RM :

Seorang laki-laki, 57 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas.
Nyeri dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, namun dirasakan semakin memberat
3 hari terakhir . Nyeri dirasakan terus-menerus seperti ditusuk-tusuk dan tembus ke belakang.
Pasien merasa lebih enak tidur dengan posisi miring ke kanan.
Mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+) . Demam (+) 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
hilang-timbul, menggigil (-). Saat ini pasien merasa

badannya lemas dan nafsu makan

berkurang. Penurunan berat badan (-). Pasien mengaku sering minum alkohol (+), Mata
kuning (+) tidak disadari oleh pasien. BAB (+) normal, BAK (+) lancar.
2. Riwayat pengobatan: Tidak ada mengkonsumsi obat.
3. Riwayat kesehatan/penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya.

4. Riwayat keluarga: Riwayat keluarga dengan keluhan yang serupa disangkal.


5. Riwayat pekerjaan: Petani
6. Lain-lain: Riwayat konsumsi alkohol (+) sejak usia muda, riwayat minum ramuramuan/jamu (-).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD RSUD Kepahiang
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Tekanan darah :110/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 22 x/menit
Temperatur
: 36,4
Pemeriksaan Organ
Kepala : Normocephali
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+, reflek cahaya +/+, pupil bulat, isokor
3mm
Hidung : Nafas cuping Hidung (-), deviasi septum (-), mukosa edema dan hiperemis (-)
Mulut : Caries gigi (-), lidah hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-),
Paru paru :
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas, teraba pembesaran hepar 2 jari (+- 4
5 cm) dibawah arcus costa dengan konsistensi lunak, permukaan rata, lien tidak teraba.
Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-), sianosis (-).
Hasil laboratorium :
Rumusan Masalah :
Abses Hepar

Tatalaksana
Di IGD :
Farmakologi
- IVFD RL 20 gtt/i (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr/iv
- Inj. Ketorolac 2x1amp/iv
- Inj. Ranitidine 2x1amp/iv
- Curcuma 2x1 tab
Non Farmakologi
- Bed Rest
- Diet Nasi Biasa
Follow Up
Tanggal
20/01/2016

Keluhan
S:
Nyeri perut kanan atas (+), mual (+), demam (-), lemas (+), nafsu makan (-)
menurun, BAB cair (+) 3x/hari berlendir, BAK lancar
O:
Sens : Compos mentis
KU : Tampak lemah
TD :110/80 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T : 36,5
Keadaan spesifik
- Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
- Thorak : t.a.k
- Abdomen : nyeri tekan perut kanan atas dan pembesaran hepar 2
jari dibawah arcus costa.
- Ekstremitas : t.a.k
A: Susp Abses Hepar + Hepatomegali
P:
- IVFD RL 20 gtt/i (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr/iv
- Inj. Ketorolac 2x1amp/iv
- Inj. Ranitidine 2x1amp/iv
- Metronidazol 4x1 flash
- Rencana USG abdomen

21/01/2016

S:
Nyeri perut kanan atas (+), mual (+), lemas (+), nafsu makan (-), BAB (+)
ampas = air, lendir (+) , BAK (+) normal.
O:
Sens : Compos mentis
KU : Tampak lemah
TD :110/70 mmHg
HR : 78 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T : 36,6
Keadaan spesifik
- Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
- Thorak : t.a.k
- Abdomen : nyeri tekan perut kanan atas dan pembesaran hepar 2
jari dibawah arcus costa.
- Ekstremitas : t.a.k
A: Abses Hepar + Hepatomegali
P:
- IVFD RL 20 gtt/i (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr/iv
- Inj. Ketorolac 2x1amp/iv
- Inj. Ranitidine 2x1amp/iv
- Metronidazol 4x1 flash

Gambaran USG abdomen 21/01/2016


Ukuran hepar membesar, parenkim rata, tampak gambaran
hipoechoik di lobus hepar.
Kesan : Abses hepar

1.
2.
3.
4.
5.

Diagnosis abses hepar


Etiologi dan faktor resiko abses hepar
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu diagnosis abses hepar
Penanganan awal pasien dengan abses hepar
Konsultasi yang diperlukan untuk kasus abses hepar

22/01/2016

S:
Nyeri perut kanan atas (+), kepala pusing (+) terasa berputar, mual (+),
lemas (+), nafsu makan (+) sudah mulai ada, BAB (+) normal, BAK (+)
normal.
O:
Sens : Compos mentis
KU : Tampak lemah
TD :100/70 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 22 x/mnt
T : 36,3
Keadaan spesifik
- Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+ berkurang
- Thorak : t.a.k
- Abdomen : nyeri tekan perut kanan atas dan pembesaran hepar 2
jari dibawah arcus costa.
- Ekstremitas : t.a.k
A: Abses Hepar + Hepatomegali + vertigo
P:
- IVFD RL 20 gtt/i (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr/iv
- Inj. Ketorolac 2x1amp/iv
- Inj. Ranitidine 2x1amp/iv
- Metronidazol 4x1 flash

Flunarizin 2x1 tab


Mertigo 3x1 tab
Folavit 2x1 tab

S:
Nyeri perut kanan atas (+), pusing berputar (+) berkurang, mual (+)
berkurang, lemas (+), nafsu makan (+) baik, BAB (+) normal, BAK (+)

23/01/2016

normal.
O:
Sens : Compos mentis
KU : Tampak lemah
TD :100/70 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 36
Keadaan spesifik
- Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+ berkurang
- Thorak : t.a.k
- Abdomen : nyeri tekan perut kanan atas dan pembesaran hepar 2
jari dibawah arcus costa.
- Ekstremitas : t.a.k
A: Abses Hepar + Hepatomegali + vertigo
P:
- IVFD RL 20 gtt/i (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr/iv
- Inj. Ketorolac 2x1amp/iv (stop)
- Inj. Ranitidine 2x1amp/iv
- Metronidazol 4x1 flash
- Flunarizin 2x1 tab
- Mertigo 3x1 tab
- Folavit 2x1 tab
S:
Nyeri perut kanan atas (+) berkurang, pusing berputar (+) berkurang,
mual (-), lemas (+), nafsu makan (+) baik, BAB (+) normal, BAK (+)
normal.
O:
Sens : Compos mentis
KU : Baik
TD :110/80 mmHg
HR : 84 x/mnt
RR : 22 x/mnt
T : 36,5

24/01/2016

Keadaan spesifik
- Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+ berkurang
- Thorak : t.a.k
- Abdomen : nyeri tekan perut kanan atas sudah berkurang
- Ekstremitas : t.a.k
A: Abses Hepar + vertigo
P:
- IVFD RL 20 gtt/i (makro)
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr/iv
- Inj. Ranitidine 2x1amp/iv (stop)
- Metronidazol 4x500mg
- Flunarizin 2x1 tab
- Mertigo 3x1 tab
- Folavit 2x1 tab
S:
Nyeri perut kanan atas (+) berkurang, pusing berputar (-), mual (-), lemas
(+), nafsu makan (+) baik, BAB (+) normal, BAK (+) normal.
O:
Sens : Compos mentis
KU : Baik
TD : 100/70 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 22 x/mnt
T : 36,2
Keadaan spesifik
- Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- Thorak : t.a.k
- Abdomen : nyeri tekan perut kanan atas sudah berkurang
- Ekstremitas : t.a.k
A: Abses Hepar (perbaikan) + vertigo
P:
- Rawat jalan
- Cefixime 2x 200mg
- Mertigo 3x1 tab
- Metronidazole 4x500mg
- Folavit 2x1 tab

25/01/2016

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Seorang laki-laki,61tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Nyeri dialami
sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, namun dirasakan semakin memberat 2
minggu terakhir . Nyeri terus-menerus seperti ditusuk-tusuk dan tembus ke belakang.
Nyeri dirasakan bertambah berat saat batuk. Pasien merasa lebih enak dengan posisi
membungkuk saat duduk ataupun berjalan dan dengan posisi tangan memegang daerah
yang nyeri. Mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+) . Demam (-), riwayat demam (+) 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, hilang-timbul, menggigil (-). Demam menghilang
sesaat setelah minum obat paracetamol. Sesak (+) hilang timbul, terutama muncul saat
nyeri, batuk (+), dahak (+) warna putih, darah (-) sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dada
(-). Saat ini pasien merasa lemas dan nafsu makan berkurang. Penurunan berat badan (-).
Mata kuning disadari sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB : Belum 3 hari,
BAK : Lancar, warna pekat seperti teh. Riwayat BAB encer 6 hari SMRS selama 3 hari
dengan lendir (+), darah (+). Riwayat konsumsi alkohol (+) , jenis ballo, sejak usia
muda, 1botol/hari. Baru berhenti 1 bulan terakhir. Riwayat sakit kuning sebelumnya
(-). Riwayat konsumsi obat anti nyeri (+) selama nyeri perut kanan atas, berobat di
Puskesmas, tetapi nyeri tidak hilang dengan obat Puskesmas.
2. Obyektif:
Status present:
SS/GC/CM
BB = 45 kg; TB = 148 cm; IMT = 20,54 kg/m2
Tanda Vital :
TD = 120/70 mmHg; N = 68 x/i; P = 23 x/i; S = 37,1C
Pemeriksaan Fisis:
Kepala :
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterus, bibir tidak sianosis
Mulut :
Tidak ditemukan bercak bercak putih pada rongga mulut
Leher :
Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
leher. DVS R-2 cmH2O.
Thoraks :

Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest

Palpasi

: Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus
simetris kiri dan kanan.

Perkusi

: Sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior dextra.

Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung :
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak pada
linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus cordis terletak
pada sela iga 5 6 linea medioklavikularis kiri)

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

Abdomen :
Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik kesan normal

Palpasi

: MT (+) mulai dari regio hipokondrium dextra sampai epigastrium,


NT(+), Murphy sign (+),

Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costa, konsistensi


kenyal, permukaan rata, tepi tumpul, NT(+)

Perkusi

Lien tidak teraba


: Tympani, shifting dullness (+)

Ekstremitas : Edema (-)/(-)

Laboratorium:
Darah rutin (27/07/2013)
WBC 21,93 x 103/uL , RBC 4,12 x 106 /uL, HGB
12,3g/dL,HCT 35,3 %
MCV 85,7 fL, MCH 29,9 pg, MCHC 34,8 g/dL, PLT 305 x 10 3/uL, LED I/II 70/84
mm/jam
Kimia darah (27/07/2013):
Ureum 29 mg/dl, Kreatinin 0,9 mg/dl, Bil.total 4,5 mg/dl , Bil. Direk 2,2 mg/dl ,
SGOT 59 mg/dl, SGPT 70 mg/dl, Kolesterol total 119 mg/dl, HDL 3 mg/dl, LDL 63
mg/dl, Trigliserida 117 mg/dl, GDS 57 mg/dl , Asam urat 4,0 mg/dl, HBsAg
negatif.

3. Assesment:
Pasien masuk dengan nyeri perut kanan atas. Nyeri perut kanan atas dapat dapat

disebabkan oleh penyakit pada hepar. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, pasien
usia tua dengan nyeri perut kanan atas,sejak 6 bulan yang lalu dan memberat 2 minggu
terakhir. Nyeri terus-menerus seperti ditusuk-tusuk dan tembus ke belakang. Nyeri dirasakan
bertambah berat saat batuk. Pasien merasa lebih enak dengan posisi membungkuk saat duduk
ataupun berjalan dan dengan posisi tangan memegang daerah yang nyeri. Riwayat demam (+)
2 minggu sebelum masuk rumah sakit, hilang-timbul. Mata kuning disadari sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. BAK : lancar, warna pekat seperti teh. Riwayat BAB encer 6 hari
SMRS selama 3 hari dengan lendir (+), darah (+). Riwayat konsumsi alkohol (+) , jenis ballo,
sejak usia muda, 1botol/hari. Baru berhenti 1 bulan terakhir. Riwayat sakit kuning
sebelumnya (-). Dari hasil pemeriksaan fisis pada regio abdomen: terdapat nyeri tekan mulai
dari regio hipokondrium dextra sampai epigastrium, Murphy sign (+), hepar teraba 2 jari di
bawah arcus costa, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul, dan nyeri tekan (+). Dari
hasil laboratorium diperoleh hasil: leukositosis, LED memanjang, dan bilirubin meningkat.
Hasil pemeriksaan tersebut khas menggambarkan abses hepar.
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan
hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Abses hepar terbagi atas
Abses Hepar Amebik(AHA) dan Abses Hepar Piogenik (AHP).
Etiologi :
Pada abses hati amebik didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai
parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam
abdomen. Infeksi yang terjadi di hati dapat berasal dari:
1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu.
2. Visera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pleloflebitis atau
embolisasi. Biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis atau penyakit Crohn.
Kollitis ulseratif jarang dengan abses hati.
3. Arteri hati pada bakteriemia/septikemia akibat infeksi di tempat lain.
4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum, ginjal,
rongga subdiafragma atau pankreas.
5. Trauma tusuk atau tumpul.
6. Kriptogenik.
Patogenesis

Abses Hepar Amebik


Cara penularan umumnya fecal-oral baik melalui makanan atau minuman yang
tercemar kista atau transmisi langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Sesudah
masuk per oral hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam intestine tanpa dirusak oleh
asam lambung, kemudian kista pecah keluar tropozoit. Di dalam usus tropozoit
menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan
bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amuba kemudian tersangkut menyumbat
venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi
mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuklah abses. Di daerah sentralnya terjadi
pencairan yang berwarna cokelat kemerahan Anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati
yang nekrotik dan berdegenerasi. Amubanya seperti ditemukan pada dinding abses dan
sangat jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira-kira 25 % abses hati
amebik mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau
busuk.(1)
Abses Hepar Piogenik
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suattu studi di
Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk
soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara
langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah
secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya
hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang
membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya
penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan
terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan
cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses
fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri
pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga
terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke
hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding
lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatik.

Gambaran Klinis:
A

M
D
M
B
A
H
K
I
B
P
N
D

u
e

a
m

a
a
n
e
a
k

t
e
e
y
i

o
p
d
e
r
m
e
a

M
l
L
a
nB
u
B
k
N
r
e
a
A
t
a
N
n
r
H u
a
U t
I b
k
r
D
i
r
B
e

l
u

s
b

s
H

u
a
em
s
u
e
t
rr
ai
a
t
u
yk
es
o
n
m
o
y
g
e
s
e
p
r
i
n
e
t
ne
g
r
e
m
A
B

a
s

Hi

as

li

Aa

tm

P
e

bi

k
g

r
i
r
r
a

st
i
k
a
i
ee
i
t
e
u k
a

gk
o
s a
m

i
a

m
k

e
a

DIAGNOSIS
Abses hati amebik:
Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika terdapat
demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu
bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang
tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi.
Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969),
kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis

4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan Radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid
Kriteria diagnosis:
1. Hati membesar dan nyeri,
2. Leukositosis, tanpa anemia pada pasien abses hati amebik yang akut, atau
leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik,
3. Adanya pus amebik yang mungkin mengandung tropozoit Entamoeba histolytica.
4. Pemeriksaan serologik terhadap Entamoeba histolytica positif.
5. Gambaran radiologi yang mencurigakan terutama pada foto thorax posteroanterior
dan lateral kanan.
6. Adanya filling defect pada sidik hati.
7. Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole
Abses hati piogenik:
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisi dan laboratoris
serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab
gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya
dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnnya dengan CT-Scan memunyai nilai
prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang
dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat
pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis
berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan
kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.
Kriteria diagnosis:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Gejala klinis mendukung


Kultur darah positif.
Alkali fosfatase dan WBC meningkat dan anemia
Hiperbilirubinemia dengan atau tanpa ikterus
Hasil CT-scan, USG dan MRI menunjukkan adanya abses hepar.
Serologis amuba positif
Hasil aspirasi positif

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:

Didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, biasanya antara


13000 16000, bila disertai infeksi sekunder biasanya di atas 20000 per mm. Sebagian
besar penderita menunjukkan peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan alkali
fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, anemia pada 50% kasus,
berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin

yang memanjang

menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding, sensitivitasnya 91 93% dan
spesifitasnya 94 99%. Kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab menjadi
standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan pus,
bakteri penyebab seperti Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa ditemukan.(1,3)
Pemeriksaan Radiologi:
Pada foto toraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi,
efusi pleura, atelektasis basiler, empiema, atau abses paru. Pada foto toraks PA, sudut
kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral, sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di
bawah diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan
mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskuler.
Selain foto polos, pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan yaitu
pemeriksaan sidik hati/USG/tomografi komputer, biopsi hati. Pemeriksaan canggih ini
sangat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan menegakkan diagnosis abses hati,
mempercepat diagnosis, mengarahkan proses

drainase untuk mendapatkan hasil

terapi yang baik. Abdominal CT Scan memiliki sensitifitas 95 100% dan dapat
mendeteksi luasnya

lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki

sensitifitas 80 90%. Kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan


positif 90% kasus. Untuk mendiagnosis abses hati amebik, USG sama efektifnya dengan
CT atau MRI. Gambaran ultrasonografi pada amebiasis hati adalah:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
Penatalaksanaan
a. Abses hati amebik
1. Medikamentosa
Prinsipnya diberikan amebisid jaringan untuk mengobati kelainan hatinya disusul
amebisid intestinal untuk pemberantasan parasit Entamoeba histolytica dalam usus

sehingga dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid


yang adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit.
Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan pertama
dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah
kombinasi emetin-hidroklorida atau dehidroemetin (DHE), dengan klorokuin. Baik
emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat,
didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak bisa
sebagai ambisid intestinal, kurang sering dipakai karena efek sampingnya, biasanya
baru digunakan pada keadaan berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus
karena itu tidak boleh diberikan pada pasien penyakit jantung (kecuali perikarditis
amebik) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB selama 7-10 hari
atau 1,5 mg dehidroemetin kurang toksik dibanding dengan emetin. Amebisid
jaringan lain ialah klorokuin yang punya nilai kuratif sama dengan emetin hanya
pemberiannya membutuhkan waktu yang lama. Kadar yang tinggi didapatkan di hati,
paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama adalah retinopati. Dosis yang
diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg selanjutnya 2 x
150mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan klorokuin 1 gr/hari selama 2
hari, diteruskan 500mg/hari sampai 21 hari. Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai
diloksanid furoat 3x500 mg/hari selama 10 hari atau diidohidroksikuin 3x600mg/hari
selama 21 hari atau klefamid 3x500 mg/hari selama 10 hari.
2. Aspirasi terapeutik
Indikasi:
a. Abses yang dikhawatirkan akan pecah.
b. Respon terhadap terapi medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
c. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikardium
atau peritoneum.
Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila sarana
USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada daerah hati atau
thorax bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling nyeri saat dipalpasi.
3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
a. Abses disertai dengan komplikasi infeksi sekunder
b. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
d. Ruptur abses ke dalam rongga pleura /intraperitoneal /prekardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi

misalnya lobektomi
b. Abses hati piogenik(1)
a. Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik
yaitu dengan cara:
a. Segera dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu empedu
maupun karena proses keganasan.
b. Setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotik
c. Sepsis intra-abdominal harus segera diatasi.
b. Terapi definitif
Sekali diagnosis ditegakkan, keberhasilan terapi tergantung dari
bagaimana terapinya. Terapi yang tidak tepat, dibayang-bayangi mortalitas 100%.
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan eadikasi faktor
penyebab abses.
Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis
bakteri gram negatif yang sensitif.
b. Metronidazole/klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob
terutama B. fragilis.
c. Aminoglikosid untuk bakteri gram negatif yang resisten.
c. Drainase abses
Pada abses hati piogenik soliter aspirasi abses perkutan dengan tuntunan USG
atau tomografi komputer untuk menentukan adanya abses, lokalisasi dan aspirasi
abses. Cara yang paling sering dipakai dan berhasil baik adalah drainase yang
terbukti secara bedah. Kadang-kadang pada abses hati piogenik multiple
diperlukan reseksi hati.
Infeksi pleuropulmunar merupakan komplikasi abses hepar yang paling sering terjadi,
mekanisme infeksi termasuk perkembangan sympathetic efusi yang serous, ruptur abses hepar
ke dalam cavitas thoraks, menjadi empiema atau menyebar secara hemtogen yang akan menjadi
infeksi parenkim.
Pada kebanyakan kasus AHA, pengggunaan terapi antiamebik kurang dari 1 minggu
dapat memberi perbaikan yang signifikan. Pada abses hepar amoeba kematian terjadi 5% pada
orang yang mengalami ruptur abses ke cavum peritoneum dan pericardium. Mortalitas abses
hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan
drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel,
infeksi polimikroba, adanya hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif,

terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap
abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.
4. Plan:
Diagnosis:
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, pasien ini didiagnosis dengan suspek
abses hebar amebik+hipoglikemi.
Penatalaksanaan:
Penanganan awal di UGD:
- Minum air gula
- Diet hepar
- IVFD Aserring:Dextrose 5%=1:1= 28 tpm
- Metronidazole 0,5gr/8jam/IV drips
- Cefotaxim 1gr/2jam/IV skin test
- Ketorolac 1 amp/8jam/IV
- Usul: Urin lengkap,USG abdomen, foto thorax, konsul interna
Pendidikan:
Menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Konsultasi:
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis Penyakit Dalam untuk
mendapatkan terapi lebih lanjut.
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Kegiatan
Penanganan

Periode
Saat masuk

Hasil yang diharapkan


Nyeri berkurang, diagnosis
dapat ditegakkan, keadaan

Nasihat

Selama perawatan

umum

dan

stabil.
Pasien

mendapat

tentang

hemodinamik
edukasi

penyakit

dan

penanganan abses hepar.

Makassar, 20 September 2013

Peserta,

Pendamping,

dr.Nur Arwita Rahayu H.

dr. Hasmiah

Anda mungkin juga menyukai