oleh:
Veni Nurpadillah 0202515004
Aristia Fatmawati 0202515015
Rombel Reguler A
LANGUAGE
Sebuah buku yang membahas tentang analisis wacana kritis yang memfokuskan pada
studi bahasa kritis. Buku ini ditulis oleh Norman Fairclough pada tahun 1995 dimana isi buku
ini terbagi menjadi 4 unit pembahasan. Unit 1 dalam buku Fairclough membahas tentang
bahasa, ideologi dan kekuasaan. Unit ini membahas tentang beberapa 3 sub bagian dimana
ketiga subbagian tersebut mewakili pembahasan tentang bahasa, ideology dan kekuasaan.
Pada sub bagian 1, Fairclough membedakan antara tujuan analisis wacana secara descriptive
dan analisis wacana kritis. Pada sub bagian 2 Fairclough memaparkan tentang wacana media
dan penafsirannya. Sedangkan pada sub bagian 3 menjelaskan tentang bahasa dan ideologi.
Tujuan analisis wacana descriptif dan analisis wacana kritis menurut Fairclough
memfokuskan pada orderliness (keberaturan) dan naturalization (kealamiahaan). Kedua hal
ini sudah terlupakan dalam kajian analisis wacana descriptif. Keberaturan dalam interaksi
dimaksud adalah perasaan partisipan dalam interaksi. Fairclough memandang institusi sosial
terbentuk dari beragam ideological-discursive formulations (IDFs). IDFs yang dimaksud
merupakan ideologi yang berlaku disuatu institusi social. Dalam satu institusi social, umunya
hanya ada satu ideologi yang dominan. Setiap IDFs ini merupakan ‘speech community”
dengan norma analisis tersendiri yang kemudian menjadi norma ideology.
Sebagian anggota social tertentu mungkin tidak sadar akan keberadaan ideology-
ideologi tertentu. Satu karakteristik dari IDFs yang dominan adalah kemampuan dalam
kealamiahan ideology yaitu dalam memenangkan penerimaan atas mereka sebagai non-
ideological common sense.
Dalam buku ini juga, Fairclogh memberikan kritikan terhadap analisis wacana
descriptive yang tidak terjelaskan seperti pengetahuan dari pembicara dan pengindahan
kekuasaan dan juga situasi sosial dimana analisis wacana kritis mampu menjadi alat untuk
menganalisis.Sub bagian 2 menjelaskan tentang tendensi dari bahasa wacana tertulis dan
lisan pada surat kabar dan bagaimana tendensi ini bersatu dengan ideologi pada produksi
berita. Fairclough menggunakan istilah discourse representation bukanspeech reporting untuk
membedakannya dengan analisis yang lainnya. Fairclough dengan pemikirannya tentang
analisis wacana kritis menjelaskan konsep tersebut. Konsep yang ia bentuk menitik beratkan
pada tiga level, pertama, setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu
representasi, relasi, dan identitas.
Fairclough yang bukan akademisi ilmu komunikasi mencoba untuk menyajikan masalah
analisis wacana kritis. Beliau meminati masalah kajian kritis wacana dalam teks berita
dimulai sejak tahun 1980-an. Norman Fairclough melihat bagaimana penempatan dan fungsi
bahasa dalam hubungan sosial khususnya dalam kekuatan dominan dan ideologi.
Faiclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa
menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-
masing. Konsep ini mengasumsikan dengan melihat praktik wacana biasa menampilkan efek
sebuah kepercayaan (ideologis) artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan
yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan
minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial. Analisis Wacana
melihat pemakaian bahasatutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam
analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara peristiwa
yang bersifat melepaskan diri dari dari sebuah realitas, dan struktur sosial.
Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks, discourse
practice, dan sosiocultural practice;
1. Teks. Analisis teks menurut Fairclough memperhatikan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, yaitu bentuk dan makna teks. Bentuk teks selain meliputi
analisis linguistik tradisional seperti semantik dan kosakata, juga meliputi
analisis penyusunan tekstual termasuk keterkaitan antar teks.
2. Praktek Diskursus; Praktek diskursus berfungsi untuk menjembatani antar
teks dan praktek sosial budaya. Dimensi ini memiliki tiga aspek, yaitu
produksi
teks, penyebaran dan konsumsi teks.
Produksi teks; pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat
dalamproses produksi teks itu sendiri. (siapa yang memproduksi teks).
Analisis
dilakukan terhadap pihak pada level terkecil hingga level tertinggi bahkan
dapat juga pada level kelembagaan/pemilik modal. Contoh pada kasus analisis
wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai organisasi
media itu sendiri (latar elakang wartawan, redaktur, pimpinan media, pemilik
modal, dll).
Penyebaran teks; pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa
yang diigunakan dalam penyebarab teks yang telah diproduksi sebelumnya.
Apakah menggunakan media cetak atau elektronik, apakah media cetak
Koran, majalah mingguan, bulanan, majalah,dll.
Konsumsi teks; dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran
penerima/pengkonsumsi teks. Contoh pada kasus wacana media perlu
dilakukan analisis yang mendalam mengenai siapa saja yang mengkonsumsi
media itu sendiri. Setiap media pada umumnya telah menentukan “pangsa
pasarnya” masing-masing. Pangsa pasar ini umumnya diklasifikasikan
berdasarkan tingkat pendidikan, penghasilan, usia jenis kelamin, lingkup
penyebaran pembaca, dll.
3. Praktek Sosial Budaya. Analisis dimensi praktek sosial budaya dari peristiwa
komunikasi memiliki tingkat abstraksi yang berbeda yang dapat meliputi
pertama, konteks situasional; setiap teks yang lahir pada sebuah kondisi (yang
lebih mengacu pada waktu) atau suasana khas dan unik atau dengan kata lain
aspek situasional lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi saat berita
dimuat. Kedua, institusional; melihat bagaimana persisnya pengaruh sebuah
intitusi organisasi pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini
bisa berasal dari kekuatan internal media sendiri atau berasal dari luar media
yang dalam praktiknya pihak luar tersebut ikut menentukan bagaimana proses
sebuah berita diproduksi. Institusional aparat dan pemerintah juga bisa
dijadikan salah satu hal yang mempengaruhi isi sebuah teks. Ketiga, sosial;
aspek ini lebih melihat pada aspek mikro seperti system ekonomi, system
politik atau system budaya masyarakat keseluruhan.
Ideologi, bagi Fairclough merupakan “makna yang melayani kekuasaan “lebih
tepatnya, dia memahami ideologi sebagai pengonstruksian makna yang memberikan
konstribusi bagi pemproduksian, preprodusian dan transformasi hubungan-hungan
dominasi ideologi tercipta dalam masyarakat-masyarakat.
Menurut Fairclough, konsep hegemoni memberikan alat yang bisa kita
gunakan untuk menganalis bagaimana praktik kewacanaan menjadi bagian dari
praktik sosial yang luas yang melibatkan hubungan kekuasaan: praktik kewacanaan
bisa dipandang sebagai aspek perjuangan hegemonis yang memberikan kontribusi
bagi refroduksi dan transformasi tatanan wacana yang merupakan bagianya (dan
akibatnya juga hubungan kekuasaan yang ada).
Dalam unit 3, analisis wacana untuk ilmu komunikasi ditempatkan sebagai
bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana
dimaklumi dalam penelitian sosial, setiap permasalahan penelitian selalu ditinjau dari
perspektif teori sosial (dalam hal ini teori-teori komunikasi). Analisis wacana sebagai
metode penelitian sosial tidak hanya mempersoalkan bahasa (wacana) melainkan pula
dikaitkan dengan problematika sosial. Lebih dari itu, sebagai bagian dari metode
penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif, analisisis wacana ini juga mamakai
paradigma penelitian. Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya berusaha
memahami makna yang terdapat dalam sebuah naskah, melainkan menggali apa yang
terdapat di balik naskah menurut paradigma penelitian yang dipergunakan.
Aplikasi analisis wacana dimulai dengan pemilihan naskah (text, talk, act, and
artifact) dalam suatu bidang masalah sosial, misalnya naskah (Tajuk Rencana)
tentang hukum dan politik. Selanjutnya kita memilih tiga perangkat analisis wacana
yang saling berkaita: perpektif teori, paradigma penelitian, dan metode analisis
wacana itu sendiri. Dari penerapan ketiga perangkat tadi secara simultan
terhadap naskah yang dipilih akan diperoleh hasil penelitian analisis wacana. Untuk
perspektif teori, dalam analisis wacana sebagai metode penelitian sosial lazimnya
memakai dua jenis teori: teori substantif dan teori wacana.
Lebih lanjut,Fairclough dan Wodak berpendapat bahwa analisis wacana
adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan
mengajukan ideologinya masing-masing. Intertekstualitas merupakan salah satu
gagasan penting dari Fairclough yang dikembangkan dari pemikiran Julia Kristeva
dan Michael Bakhtin. Intertekstualitas adalah sebuah istilah di mana teks dan
ungkapan dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya, saling menanggapi dan salah
satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi lainnya. Setiap ungkapan dihubungkan
dengan rantai dari komunikasi. Semua pernyataan/ ungkapan didasarkan oleh
ungkapan yang lain, baik eksplisit mapun implisit. Istilah lainnya adalah dievaluasi,
diasimilasi, disuarakan, dan diekspresikan kembali dengan bentuk lain. Semua
pernyataan, dalam hal ini teks, didasarkan dan mendasari teks lain. Menurut Bakhtin,
wacana bersifat dialogis, seorang penulis teks pada dasarnya tidak berbicara dengan
dirinya sendiri dan menyuarakan dirinya sendiri. Ia berhadapan dengan suara lain,
teks lain.
Pada unit terakhir, unit 4, Fairclough membahas tentang peran bahasa. Bahasa
memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa menjadi
jembatan yang menghubungkan satu manusia dengan manusia yang lainnya. Oleh
sebab itu, pemahaman mengenai bahasa bisa dikatakan sebagai salah satu cara untuk
memahami manusia. Bahasa membentuk masyarakat, di samping bahasa juga
sebenarnya dibentuk oleh masyarakat. Karena bahasa dibentuk dan membentuk
masyarakat, pemahaman mengenai bahasa sesungguhnya mencakup di dalamnya
pemahaman mengenai masyarakat. Oleh sebab itu, studi yang menghubungkan
manusia dengan masyarakatnya sangat penting dilakukan.
Fairclough mengatakan bahwa betapa pentingnya bahasa dalam perubahan-
perubahan yang sedang berlangsung. Misalnya dalam perkembangan budaya sebuah
masyarakat, bahasa memiliki peranan yang cukup signifikan. Oleh sebab itu, ketika
kita menempatkan studi bahasa pada tahap ini, sesungguhnya kita dengan sendirinya
akan dapat memetakan perubahan-perubahan sosial yang sedang terjadi dan akan
terjadi.
Selanjutnya menurut Fairclough pentingnya bahasa di dalam perubahan-
perubahan yang terjadi mencakup tiga hal:
pertama, terdapat perubahan pada cara-cara di mana kekuatan dan kontrol sosial
digunakan. Kedua, satu bagian yang berarti dari apa yang sedang berubah dalam
masyarakat kontemporer adalah praktik-praktikbahasa, misalnya perubahan dalam
sifat dan pentingnya bahasa dalam berbagai jenis pekerjaan, atau perubahan dalam
cara berbicara sebagai bagian dari perubahan dalam hubungan professional dengan
kliennya. Ketiga, bahasa sendiri semakin menjadi target dari suatu perubahan, dengan
pencapaian perubahan dalam praktik bahasa yang dirasa sebagai unsur yang sangat
berarti di dalam gangguan perubahan. Studi mengenai bahasa secara kritis dengan
demikian menjadi sangat penting untuk memahami berbagai perubahan yang terjadi
di dalam kehidupan sosial.
Fairclough menyatakan bahwa kebiasaan berpikir sehat (kritis) mengenai
praktik- praktik bahasa menjadi penting dalam menopang dan menciptakan kembali
hubungan kekuatan. Hal ini telah dikaitkan dengan penonjolan ideologi dalam
memfungsikan kekuatan di masyarakat modern. Fairclough menyatakan bahwa
orientasi kritis dikehendaki oleh lingkungan sosial di mana kita tinggal. Studi bahasa
yang hanya berupa deskripsi tanpa menguhubungkan dengan berbagai persoalan
seperti ideology dan kekuasaan, akan terasa kehilangan arti pentingnya di dalam
masyarakat.