PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dekade 1990-an sering disebut-sebut sebagai awal dari era atau jaman
globalisasi. Beberapa pakar mengartikan bahwa era globalisasi adalah era dimana
berkat kemajuan teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi yang
semakin pesat dan canggih, orientasi pemikiran--kepentingan--maupun segala
daya upaya manusia untuk mewujudkan pemikiran dan mencapai kepentingannya
itu cakupannya meliputi kawasan yang semakin mendunia atau global.
Fenomena era globalisasi dewasa ini tidak saja mulai dirasakan,
melainkan sudah menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap bangsa dan
negara. Proses interaksi dan saling pengaruh-mempengaruhi, bahkan pergesekan
kepentingan antar bangsa terjadi dengan cepat dan mencakup masalah yang
semakin kompleks. Batas-batas teritorial negara tidak lagi menjadi pembatas bagi
upaya mengejar kepentingan masing-masing bangsa dan negara. Di bidang
ekonomi terjadi persaingan yang semakin ketat, sementara itu terjadi pula
perubahan atau perkembangan nilai maupun ukuran dalam aspek-aspek
kehidupan manusia, baik di bidang sosial, ekonomi, politik dan keamanan.
Sudah barang tentu dampak era globalisasi ini merupakan tantangan yang
sangat berat bagi negara-negara berkembang, karena kekuatan ekonomi maupun
penguasaan teknologi masih terbatas bila dibandingkan atau dihadapkan kepada
kemampuan ekonomi dan teknologi negara-negara maju. Dalam kondisi yang
demikian, faktor kualitas sumberdaya manusia dalam kaitannya dengan
penguasaan teknologi dan manajemen, serta kejelian dan kepandaian
memanfaatkan peluang dan mengatasi kendala merupakan faktor-faktor dominan
bagi bangsa-bangsa didalam menjamin kepentingan nasionalnya masing-masing.
BAB II
GLOBALISASI EKONOMI : TANTANGAN DAN ANCAMAN
2.1.
batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional,
tetapi semakin mengglobal menjadi satu proses yang melibatkan banyak
negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi
produksi,2perdagangan dan pasar uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu
proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena
proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh
kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara
individu.
Dalam tingkat globalisasi yang optimal arus produk dan faktor-faktor
produksi (seperti tenaga kerja dan modal) lintas negara atau regional akan
selancar lintas kota di dalam suatu negara atau desa di dalam suatu kecamatan.
Pada tingkat ini, seorang pengusaha yang punya pabrik di Surakarta atau Jawa
Tengah setiap saat bisa memindahkan usahanya ke Serawak atau Filipina tanpa
halangan, baik dalam logistik maupun birokrasi yang berkaitan dengan urusan
administrasi seperti izin usaha dan sebagainya.
Sekarang ini tidak relevan lagi dipertanyakan negara mana yang
menemukan atau membuat pertama kali suatu barang. Orang tidak tau lagi apakah
lampu neon merek Philips berasal dari Belanda, yang orang tau hanyalah bahwa
lampu itu dibuat oleh suatu perusahaan multinasional yang namanya Philips, dan
pembuatannya bukan di Belanda melainkan di Tangerang. Banyak barang yang
tidak lagi mencantumkan bendera dari negara asal melainkan logo dari
perusahaan yang membuatnya. Banyak produk dari Disney bukan lagi dibuat di
AS melainkan di Cina, dan dicap made in China. Sekarang ini semakin banyak
produk yang komponen-komponennya di buat di lebih dari satu negara (seperti
komputer, mobil, pesawat terbang, dll.). Banyak perusahaan-perusahaan
multinasional mempunyai kantor pusat bukan di negara asal melainkan di pusatpusat keuangan di negara-negara lain seperti London dan New York, atau di
negara-negara tujuan pasar utamanya.
Semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi secara
nasional maupun regional yang berbarengan dengan semakin hilangnya
investasi portofolio dari negara tersebut (negara asing) sebagai suatu persentase
dari nilai kapitalisasi dari pasar modal di negara tujuan investasi (dalam negeri),
atau sebagai persentase dari jumlah arus masuk modal jangka pendek di dalam
neraca modal dari negara tujuan investasi (dalam negeri).
Sebenarnya proses globalisasi ekonomi telah terjadi sejak dahulu kala dan
akan berlangsung terus, walaupun prosesnya berbeda: dulu sangat lambat
sedangkan sekarang ini sangat pesat dan di masa depan akan jauh lebih cepat lagi.
Perbedaan ini disebabkan terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang menghasilkan alat-alat komunikasi dan transportasi yang semakin
canggih, aman dan murah. Jadi dapat dikatakan bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pendorong atau kekuatan utama
dibalik proses globalisasi ekonomi. Karena adanya satelit, hand phone, fax,
Internet dan email maka komunikasi atau arus informasi antarnegara menjadi
sangat lancar dan murah. Juga, adanya pesawat terbang yang semakin cepat
terbangnya dengan kapasitas penumpang yang semakin besar membuat mobilisasi
dari pelaku-pelaku ekonomi (konsumen, produsen, investor, dan bankir)
antarnegara menjadi semakin cepat dan murah. Ini semua meningkatkan arus
transaksi ekonomi antarnegara dalam laju yang semakin pesat.
Peran dari kemajuan teknologi terhadap proses globalisasi juga diakui
oleh Friedman yang mendapat penghargaan atas bukunya mengenai globalisasi
(2002) yang menyatakan berikut ini: era globalisasi dibangun seputar jatuhnya
biaya telekomunikasi berkat adanya mikrochip, satelit, serat optik dan internet/
Teknologi informasi yang baru ini mampu merajut dunia bersama-sama bahkan
menjadi lebih erat. . Teknologi ini juga dapat memungkinkan perusahaan
untuk menempatkan lokasi bagian produksi di negara yang berbeda, bagian riset
dan pemasaran di negara yang berbeda, tetapi dapat mengikat mereka bersama
melalui komputer dan komperensi jarak jauh seakan mereka berada disatu
tempat. Demikian juga berkat kombinasi antara komputer dan telekomunikasi
yang murah, masyarakat sekarang dapat menawarkan pelayanan perdagangan
secara global - dari konsultasi medis sampai penulisan data perangkat lunak ke
perdesaan yang memiliki HP saat ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal
tahun 1990-an. Bahkan banyak orang yang membeli HP atau rutin menggantinya
dengan seri baru bukan karena perlu tetapi karena mengikuti trend yang sangat
dipengaruhi oleh reklame dan pergaulan. Jadi benar apa yang dikatakan oleh
Anthony Giddens (2001) bahwa globalisasi saat ini telah menjadi wacana baru
yang menelusup ke seluruh wilayah kehidupan baik di perkotaan maupun
perdesaan. Globalisasi telah memberi perubahan yang radikal dalam semua aspek
kehidupan, mulai dari sosial, budaya, politik, ekonomi, hingga gaya hidup seharihari.
Dalam komunikasi juga sangat nyata sekali pengaruh dari kemajuan
teknologi yang jangkauannya sudah menyebar dan melewati batas-batas negara
yang semakin mempersempit dunia. Seiring dengan kemajuan teknologi
komunikasi, semakin mudah pula masyarakat untuk mengaksesnya. Misalnya,
dapat diduga bahwa saat ini jumlah orang di Indonesia yang bisa akses ke siaran
CNN atau FOX jauh lebih banyak dibandingkan pada akhir dekade 80-an. Jumlah
orang yang bisa melihat siaran langsung perang Irak II pada pertengahan tahun
2003 diperkirakan jauh lebih banyak dibandingkan pada saat perang Irak I
(Perang Teluk) pada awal tahun 1990-an. Contoh lainnya, menurut Giddens
(2001), sebelum ada teknologi Internet, diperlukan waktu 40 tahun bagi radio di
AS untuk mendapatkan 50 juta pendengar. Sedangkan dalam jumlah yang sama
diraih oleh komputer pribadi (PC) dalam 15 tahun. Setelah ada teknologi Internet,
hanya diperlukan waktu 4 tahun untuk menggaet 50 juta warga AS.
Faktor pendorong kedua yang membuat semakin kencangnya arus
globalisasi ekonomi adalah semakin terbukanya sistem perekonomian dari
negara-negara di dunia baik dalam perdagangan, produksi maupun
investasi/keuangan. Fukuyama (1999) menegaskan bahwa dewasa ini baik
negara-negara maju maupun NSB cenderung mengadopsi prinsip-prinsip liberal
dalam menata ekonomi dan politik domestik mereka. Seperti yang dapat dikutip
dari Friedman (2002), Ide dibelakang globalisasi yang mengendalikannya adalah
kapitalisme bebas semakin Anda membiarkan kekuatan pasar berkuasa dan
2.3.
menurutnya, dampak dari proses ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga grup
negara. Grup pertama adalah sejumlah kecil negara yang mempelopori atau yang
terlibat secara penuh dalam proses ini mengalami pertumbuhan dan perluasan
kegiatan ekonomi yang pesat, yang pada umumnya adalah negara-negara maju.
Grup kedua adalah negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang
sedang dan fluktuatif, yakni negara-negara yang berusaha menyesuaikan diri
dengan kerangka globalisasi ekonomi atau liberalisasi perdagangan dan investasi.
Misalnya negara-negara dari kelompok NSB yang tingkat
pembangunan/kemajuan industrinnya sudah mendekati tingkat dari negaranegara industri maju. Grup ketiga adalah negara-negara yang termarjinalisasikan
atau yang sangat dirugikan karena ketidakmampuan mengatasi tantangantantangan yang muncul dari proses tersebut dan persoalan-persoalan pelik yang
terkait langsung maupun tidak langsung dengan globalisasi ekonomi seperti
harga-harga komoditas primer yang rendah dan fluktuatif serta hutang luar
negeri. Grup ini didominasi oleh NSB terutama di Afrika, Asia Selatan
(terkecuali India) dan beberapa negara di Amerika Latin (tidak termasuk negaranegara yang cukup berhasil seperti Brazil, Argentina, Chile dan Meksiko).
Perkiraan bahwa sebagian besar dari NSB, terutama di tiga wilayah
tersebut di atas termarjinalisasikan dalam proses globalisasi ekonomi bukan
sesuatu tanpa alasan kuat. Data deret waktu dari UNCTAD menunjukkan bahwa
dalam empat (4) dekade terakhir, pangsa NSB di dalam ekspor dunia menurun
secara konstan dari 3,06% pada tahun 1954 ke 0,42% pada tahun 1998. Laju
penurunannya lebih dalam periode 1960-an dan 1970-an. Data UNCTAD tidak
hanya membedakan antara negara-negara maju (developed countries) dengan
NSB, tetapi di dalam kelompok NSB itu sendiri dibedakan antara yang sudah
maju (developing countries) seperti NICs, Thailand, Malaysia, Indonesia, India,
Cina, Pakistan, Israel di Asia dan Brasil, Argentina, Chile dan Meksiko di
Amerika Latin, dan negara-negara yang terbelakang dalam tingkat
pembangunan/industrialisasinya (least developed countries) yang didominasi
terutama oleh negara-negara miskin di Afrika dan Asia Selatan. NSB dari katetori
least developed countries paling kecil pangsa pasar dunianya, dan dalam 4
dekade terakhir ini menunjukkan suatu tren yang menurun yang mengindikasikan
bahwa kelompok ini semakin termarjinalisasikan.
2.4.
komparatif dari ekspor manufaktur dari 7 negara di Asia yakni Indonesia, Cina,
Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Thailand. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa barang-barang manufaktur buatan Indonesia yang pangsa
pasar dunianya meningkat selama periode yang diteliti didominasi oleh produkproduk berteknologi sederhana seperti tekstil, kulit, kayu dan karet; sedangkan
Cina, sebagai suatu perbandingan, semakin unggul di produk-produk seperti
mesin-mesin elektronik, alat-alat komunikasi dan semi-konduktor , atau Malaysi,
Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Thailand antara lain dalam komputer
(Tabel 3).
Tabel 2 Pola Spesialisasi berdasarkan indeks RCA untuk produk-produk
tertentu dari Indonesia dan sejumlah negara lain, 1992-2020
Sumber: WTO
Tabel 6 Rata-rata per Tahun Pertumbuhan Volume dan Nilai Ekspor Barang
Cina dan Indonesia, 1980-90 dan 1990-00 (%)
Sumber: WTO
persaingan ketat dari Cina, misalnya produk-produk dari kayu yang mana
posisi Cina dalam perubahan di pasar dunia berada pada peringkat ke dua
sedangkan Indonesia di atas 100 dari 184 negara. Juga untuk produk-produk
dari kulit, Cina berada pada peringkat pertama (1), sedangkan Indonesia pada
posisi ke sembilan (9).
Tabel 9 CI dan IP Indonesia (RI) dan Cina untuk Beberapa Produk: 2001*
Keterangan: * = peringkat pertama (satu) berarti kinerjanya paling bagus diantara 184
negara ; ** = 2000; *** = CI
Sumber: WTO.
Basri (2003) membuat suatu studi yang menarik. Dengan
menggunakan data dari UN COMTRADE Statistics untuk periode 1985-2001,
pertumbuhan ekspor dari Cina, Indonesia dan beberapa negara lainnya di
dekomposisikan ke tiga sumber, yakni faktor permintaan, faktor kompetitif
dan faktor diversifikasi. Penelitiannya dibagi dalam dua periode, yakni 19952001 dan 1985-2001. Hasilnya di Tabel 10 menunjukkan bahwa peningkatan
ekspor Indonesia selama periode 1995-2001 terutama lebih disebabkan oleh
faktor permintaan, dan bukan daya saing; sedangkan kalau dianalisis dari
tahun 1985 hingga 2001, sumber utama pertumbuhan ekspor Indonesia adalah
perbaikan daya saing, namun jauh lebih rendah dibandingkan Cina.
Sedangkan pertumbuhan ekspor Cina sebagian besar bersumber dari tingkat
daya saing yang tinggi.
Cina juga cenderung lebih kuat dibandingkan Indonesia di pasar AS. Pada
awalnya pangsa Cina jauh lebih kecil daripada Indonesia, namun selama 10
tahun tersebut pangsa Cina mengalami suatu kenaikan lebih dari 100%,
sedangkan kenaikan pangsa Indonesia sangat kecil. Demikian juga di pasar
UE, awalnya Indonesia unggul, namun pada akhirnya Cina melampaui
Indonesia (Tabel 11).
Tabel 11 Pangsa Ekspor Barang dari Cina, Indonesia dan Beberapa Negara Asia
lainnya di tiga pasar besar: Jepang, AS dan UE (% dari total ekspor)
Banyak faktor yang membuat Cina semakin jauh lebih unggul dari
Indonesia dan banyak negara lainnya di arena perdagangan internasional
dalam beberapa tahun belakangan ini. Diantaranya adalah tingkat
produktivitas tenaga kerjanya yang lebih tinggi dan upah per pekerja yang
lebih rendah daripada di Indonesia. Tabel 13 menyajikan hasil proyeksi dari
van der Mensbrugghe (1998) mengenai posisi keunggulan komparatif dari
Cina dan Indonesia berdasarkan pertumbuhan rasio output-tenaga kerja
sebelum krisis ekonomi 1997, dengan menggunakan model proyeksi
LINKAGE. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Cina diprediksi lebih
tinggi daripada di Indonesia.
Tabel 13 Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja di Cina dan Indonesia, 20002020
Gambar 4 Rata-rata Upah per Pekerja per Tahun di Indonesia, Cina dan
Vietnam, 1994-1998
kamera dan mesin foto copy. Saat ini Cina juga merupakan negara pembuat
perangkat televisi terbesar dunia dengan nilai ekspor mencapai sekitar 18,8
juta yuan (sekitar 2 miliar dollar AS). Salah satu perusahaan Cina terbesar,
TCL International Holdings, telah menandatangani kesepakatan dengan
Thomson dari Perancis yang memberikan hak bagi perusahaan Cina tersebut
memasarkan televisi buatan Cina di bawah label RCA. Ekspansi televisi
buatan Cina ke pasar dunia, termasuk AS, yang dalam beberapa tahun
belakangan ini semakin gencar sampai memaksa Departemen Perdagangan
AS pada bulan November 2003 mengumumkan rencana pengenaan kenaikan
tarif atas impor perangkat televisi dari Cina sebesar 28% hingga 46%.
Dilihat dari perkembangan ekspor Cina selama ini, porsi dari ekspor
produk-produk elektronik mengalami suatu peningkatan yang sangat
signifikan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 1987 nilai ekspor
elektronik baru sekitar 2,5% dari total ekspor Cina, dan setiap tahun naik terus
hingga mencapai hampir 20% pada tahun 2001. Jika tren pertumbuhan ekspor
ini dipakai sebagai dasar untuk membuat prediksi ke depan, dapat dipastikan
bahwa persentase dari produk-produk elektronik di dalam total ekspor Cina
akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.
Menurut data Depperindag, selama periode Januari-Maret 2002, total
nilai ekspor produk-produk elektronik konsumsi dari Indonesia mencapai
543,8 juta dollar AS; turun dibandingkan tahun 1997 yang mencapai 1,5
miliar dollar AS. Pasar terbesar untuk produk-produk elektronik konsumsi
Indonesia adalah AS dan Jepang, disusul kemudian oleh Singapura dan
sejumlah negara di Eropa. Sedangkan total nilai ekspor produk-produk
elektronika untuk keperluan bisnis/industri dari Indonesia untuk jangka waktu
yang sama mencapai 321,7 juta dollar AS; juga lebih kecil dibandingkan
tahun 1997 sebanyak 688 juta dollar AS, dengan komposisi negara-negara
pengimpor besar yang sama. Namun dibandingkan Cina dan negara-negara
Asia lainnya yang juga mengekspor produk-produk elektronik, Indonesia
termasuk negara kecil. Seperti yang ditunjukkan di Tabel 15, nilai ekspor dari
China hampir 11 kali lebih besar dibandingkan nilai ekspor dari Indonesia
untuk barang-barang elektronik. Fakta ini memberi kesan bahwa daya saing
ekspor Indonesia untuk produk-produk tersebut masih lebih rendah daripada
Cina (dan negara-negara Asia lainnya di Tabel 15).
Tabel 15 Beberapa Negara Pengekspor Produk Elektronika di Asia, 2001
Sumber: Depperindag
AS, Jepang dan UE merupakan tiga pasar penting bagi ekspor
elektronik Cina selama ini. Dalam memasok ketiga pasar ini, Cina bersaing
ketat dengan 5 negara eksportir lainnya dari Asia, yakni Korea Selatan,
Malaysia, Singapura, Hong kong dan Taiwan. Data yang ada menunjukkan
bahwa pada tahun 2000, dari total ekspor elektronik Cina, sekitar 21,5%-nya
disuplai ke tiga pasar tersebut. Memang, porsi ini masih rendah jika
dibandingkan dengan ke 5 negara tersebut, terkecuali Hong Kong. Namun
demikian, ekspor produk-produk elektronik Cina ke AS, Jepang dan UE dapat
dipastikan akan meningkat pesat, terutama sejak Cina bergabung dengan
WTO.
Persaingan ketat antara Indonesia dan Cina juga terjadi dalam ekspor
tekstil dan produk-produknya (TPT), terutama dalam memasok ke pasar AS.
Data Depperindag menyebutkan, nilai ekspor TPT Cina ke AS tahun 2002
sebesar 8,74 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu naik 33,78% dibandingkan
tahun 2001 yang tumbuh sebesar 6,53 miliar dollar AS. Sedangkan nilai
ekspor TPT Indonesia ke AS tahun 2002 justru mengalami penurunan sekitar
8,78% dibandingkan nilai ekspornya tahun 2001. Nilai ekspor TPT Indonesia
ke AS tahun 2002 tercatat 2,23 miliar dollar AS, dan pada tahun 2001 sebesar
2,55 miliar dollar AS. Untuk periode Januari-September 2003, nilai ekspor
TPT Cina ke pasar AS sudah mencapai 8,3 miliar dollar AS, sedangkan nilai
ekspor TPT Indonesia ke pasar dan untuk periode yang sama hanya 1,7 miliar
dollar AS (Gambar 5). Perbedaan yang besar ini membuat Indonesia semakin
sulit merebut posisi Cina sebagai negara pengekspor terbesar TPT ke AS.
Nilai ekspor Cina pada periode 2003 tersebut lebih besar dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2002, dan bahkan lebih besar dari nilai
ekspornya selama setahun pada tahun 2001 dan sebelumnya.
Gambar 5 Nilai ekspor TPT Cina dan Beberapa Negara Asia lainnya ke AS,
Januari-September 2003 (miliar dollar AS).
Sumber: WTO
Selanjutnya, Tabel 16 menyajikan beberapa indeks yang dapat
digunakan untuk membandingkan tingkat daya saing Indonesia dan Cina
dalam ekspor pakaian jadi dan asesorisnya, dan tekstil dari serat/serabut,
tekstil pabrik, dan tekstil khusus. Untuk pakaian jadi dan asesorisnya, dilihat
dari tren pertumbuhan dan perubahan ekspor, kinerja Indonesia lebih baik
dibandingkan Cina; tetapi dilihat dari nilai ekspornya, pangsa di dalam ekspor
nasional, dan indeks-indeks berlaku, ada kesan bahwa daya saing Indonesia
jauh lebih rendah dibandingkan Cina. Sedangkan untuk beberapa indeks
perubahan, Indonesia lebih unggul daripada Cina. Namun secara keseluruhan,
kesimpulan yang bisa diambil dari tabel ini berdasarkan nilai gabungan dari
indeks berlaku dan indeks perubahan adalah bahwa daya saing Indonesia
relatif lebih rendah dibandingkan Cina dalam ekspor pakaian jadi dan
asesorisnya.
Tabel 16 Daya Saing dan Peringkat Dunia Indonesia dan Cina dalam Ekspor
Pakaian Jadi dan Asesoriesnya
pertanian dan sebagian besar ekspor manufaktur khususnya yang padat karya dan
berbasis SDA (seperti produk-prduk dari kulit, bambu, kayu dan rotan) hingga
saat ini. Sedangkan yang dimaksud dengan keunggulan yang dikembangkan
adalah misalnya tenaga kerja yang walaupun jumlahnya seidkit memiliki
pendidikan atau keterampilan yang tinggi dan penguasaan teknologi sehingga
mampu membuat bahan baku sintesis yang kualitasnya lebih baik daripada bahan
baku asli, atau berproduksi secara lebih efisien dibandingkan negara lain yang
kaya SDA.
Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah bahwa keunggulan
suatu negara atau industri di dalam persaingan global selain ditentukan oleh
keunggulan komparatif yang dimilikinya, yang diperkuat dengan proteksi atau
bantuan dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya.
Faktor-faktor keungggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh setiap
perusahaan/pengusaha nasional dan Brebes pada khususnya untuk dapat unggul
dalam persaingan di pasar dunia adalah diantaranya yang paling penting:
1) Penguasaan teknologi dan know-how;
2) SDM (pekerja, manajer, insinyur, saintis) dengan kualitas tinggi, dan memiliki
etos kerja, kreativitas dan motivasi yang tinggi, dan inovatif;
3) Tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam proses produksi;
4) Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan;
5) Promosi yang luas dan agresif;
6) Sistem manajemen dan struktur organisasi yang baik;
7) Pelayanan teknikel maupun non-teknikel yang baik (service after sale);
8) Adanya skala ekonomis dalam proses produksi;
9) Modal dan sarana serta prasarana lainnya yang cukup;
10) Memiliki jaringan bisnis di dalam dan terutama di luar negeri yang baik;
11) proses produksi yang dilakukan dengan sistem just in time;
12) tingkat entrepreneurship yang tinggi, yakni seorang pengusaha yang sangat
inovatif, inventif, kreatif dan memiliki visi yang luas mengenai produknya
dan lingkungan sekitar usahanya (ekonomi, sosial, politik, dll.), dan
bagaimana cara yang tepat (efisien dan efektif) dalam menghadapi persaingan
yang ketat di pasar global.
13) Pemerintahan yang solid dan bersih, serta sistem pemerintahan transparan dan
efisien.
BAB III
KESIMPULAN
Pada prinsipnya, setiap perubahan dalam semua aspek kehidupan, termasuk
perubahan dalam pengertian proses globalisasi ekonomi dunia (termasuk di dalamnya
liberalisasi perdagangan) yang sedang berlangsung saat ini dan akan terus
berlangsung dalam kecepatan yang semakin tinggi, akan muncul tantangan dan
ancaman. Jika tantangan bisa dihadapi dengan baik, maka tantangan tersebut berubah
menjadi peluang; sebaliknya jika tantangan tersebut tidak bisa dihadapi dengan baik,
maka akan muncul ancaman.
Tantangan yang dihadapi semua pelaku ekonomi atau pengusaha nasional
pada umumnya adalah menghadapi atau menyesuaikan perubahan-perubahan yang
terjadi yang berkaitan dengan proses globalisasi ekonomi dunia. Paling tidak ada 4
perubahan utama yang pasti (bahkan sedang) terjadi akibat globalisasi dan dan
masing-masing tantangannya, yakni:
1. Perubahan selera pembeli di dalam maupun di luar negeri antara lain akibat
peningkatan pendapatan.
Tantangannya: mampukah pengusaha nasional mengikuti atau menyesuikan
diri terhadap perubahan tersebut dengan laju yang lebih cepat dari pesaing
lainnya, misalnya membuat produk baru, menyediakan pelayanan yang lebih
baik, menyempurnakan atau memodifikasi produk yang sudah ada, merubah
sistem distribusi yang lebih efisien atau sistem promosi yang lebih efektif dan
agresif, dst.nya
2. Kemajuan teknologi, misalnya teknologi nano dalam bidang kimia, fisika,
elektronika, bioteknologi, medis, mechanical engineering, dan penemuan
material-material baru dalam skala/ukuran nano (1 nano meter =
1/1000,000,000 meter atau 1/50,000 tebal rambut) yang dapat digunakan
untuk produksi sebagai hasil dari kemajuan/penemuan teknologi nano tersebut
seperti bahan baku-bahan baku sintetik dari hasil manipulasi dari interaction
antar atom atau molekul, atau akibat perubahan struktur molekul dengan
komposisi penggabungan atom yang berbeda yang menimbulkan
Daftar Pustaka