Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

Di Indonesia sejak tahun 1998 terjadi gejolak krisis multidimensi yang


telah berdampak banyak terhadap segi kehidupan masyarakat Indonesia,
termasuk krisis ekonomi yang mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap
kebutuhan sandang dan pangan sangat rendah. Hal ini memberikan kontribusi
yang sangat besar terhadap tingginya angka kejadian penyakit diantaranya
adalah tuberkulosis (TB). Apabila penyakit ini tidak diobati sampai tuntas
akan menimbulkan berbagai komplikasi, salah satu komplikasi dari infeksi TB
ini yang paling berbahaya apabila menyerang pada susunan saraf pusat atau
yang biasa disebut meningitis tuberkulosis.1,4
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebro spinal, dan spinal kolumna yang menyebabkan proses peradangan
pada sistem saraf pusat. merupakan salah satu manifestasi dari penyakit TB
yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang menyerang
sistem saraf pusat. Meningitis pun harus diwaspadai insidensinya seiring
dengan meningkatnya angka penderita tuberkulosis. Karena diperkirakan
sekitar 1 sampai 10% dari seluruh kejadian infeksi tuberkulosis mengenai
susunan saraf pusat (SSP), baik berupa tuberkuloma pada parenkim otak
maupun sebagai meningitis. Sedangkan angka kejadian meningitis adalah 10%
dari jumlah penderita.8
Selain itu penyakit meningitis dapat menimbulkan gangguan yang
kompleks terhadap sistem tubuh yang lain, misalnya pada sistem pernafasan,
kardivaskuler, pencernaan, perkemihan dan muskuloskeletal, yang dapat pula
menimbulkan komplikasi akut dan resiko kematian. Disamping dampak
terhadap sistem tubuh meningitis pun dapat merubah pola hidup seseorang
karena tidak jarang kasus meningitis meninggalkan gejala sisa berupa
kecacatan seperti : ketulian, gangguan penglihatan, dan kelumpuhan.

Berdasarkan

angka

kejadian

dan

dampak

penyakit

meningitis

tuberkulosis sebagai konsekuensi dari meningkatnya angka penderita TB dan


kompleknya masalah yang ditimbulkan akibat infeksi meningitis tuberkulosis,
maka referat ini dibuat agar lebih mengetahui cara menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan dini yang tepat terhadap meningitis tuberkulosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Meningitis

tuberkulosis

adalah

radang

selaput

otak

akibat

komplikasi tuberkulosis primer. Secara histiologik meningitis tuberkulosis


merupakan meningoensefalitis (tuberkulosis) di mana terjadi invasi ke selaput
dan jaringan susunan saraf pusat.4
.
B. ANATOMI
Meningen4
Otak dilindungi oleh tulang tengkorak serta dibungkus membran
jaringan ikat yang disebut meninges. Dimulai dari lapisan paling luar,
berturut-turut terdapat dura mater, araknoid mater, dan pia mater. Araknoid
dan pia mater saling melekat dan seringkali dipandang sebagai 1 membran
yang disebut pia-araknoid.
Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat.
Dura mater dipisahkan dari araknoid oleh celah sempit, disebut ruang
subdural. Permukaan dalam dan luar dura mater dilapisi epitel selapis gepeng
yang asalnya dari mesenkim.
Arachnoidea mater bentuknya seperti jaring laba-laba. Terdiri atas
jaringan ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis
gepeng. Memiliki 2 komponen, yaitu lapisan yang berkontak dengan dura
mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan
pia mater. Rongga di antara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang
terisi cairan serebrospinal (CSF). Pada beberapa daerah, araknoid menerobos
dura mater, membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus
dalam dura mater. Juluran ini (yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena)
disebut vili araknoid, fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke
dalam darah dari sinus venosus.

Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak
pembuluh darah. Pia mater dilapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari
mesenkim. Pia mater menyusuri seluruh lekuk permukaan SSP dan menyusup
ke dalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. Pembuluh darah
menembus SSP melalui terowongan yang dilapisi oleh pia mater, disebut
ruang perivaskular. Pia mater lenyap sebelum pembuluh darah ditransformasi
menjadi kapiler. Susunan dari luar ke dalam: Periostem tengkorak ruang
epidural duramater ruang subdural arachnoid ruang subarachoid
piamater

C. ETIOLOGI
Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam
literatur yang berbeda meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua
micobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium
bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada
manusia.
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang,
berukuran 0,2-0,6m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini
menerangkan predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi
seperti apeks paru, ginjal dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan
pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini
bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang
menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini
disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada
dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari
dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut
asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double

time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8
minggu sebelum dinyatakan negatif.4

D. INSIDEN
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas
dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis
TB terjadi setiap 300 TB primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun
1990 morbiditas meningitis TB 6,2% dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis
TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosioekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang
menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi
TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala,
infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur,
anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama
kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah
ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.5

E. PATOFISIOLOGI
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula
terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen
selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB
kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat
terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak)
akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid.
Meningitis TB biasanya terjadi 36 bulan setelah infeksi primer.3
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk
kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid,

parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan


dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan
dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara
epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt,
dll. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis.
Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan
meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak,
penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat berakhir
dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi.7

Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa


BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi


Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain


Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS

F. GEJALA KLINIK

Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita.


Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya
dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis
TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.5
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu
tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernigs dan Brudzinsky positif.8

Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.8
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan,
badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat
gerakan tidak beraturan.8
Gejala meningitis meliputi :8

Gejala infeksi akut


Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu

Gejala kenaikan tekanan intracranial


Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol

Gejala rangsangan meningeal


kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif

Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium :2


Stadium I : Stadium awal

Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise,


demam, anoreksia

Stadium II : Intermediate

Gejala menjadi lebih jelas

Mengantuk, kejang,

Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III


dan N.VII, gerakan involunter

10

Hidrosefalus, papil edema

Stadium III : Advanced

Penurunan kesadaran

Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi

G. DIAGNOSIS BANDING
Pada stadium prodromal sukar dibedakan dengan penyakit infeksi
sistemik yang disertai kenaikan suhu. Jenis-jenis meningitis bakterialis lainnya
perlu dipertimbangkan secara seksama. Hal ini berkaitan erat dengan program
terapi.4

H. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara :8
1.

Anamnese : ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan


penderita TB

2.

Lumbal pungsi
Gambaran LCS pada meningitis TB :

Warna jernih / xantokrom

Jumlah Sel meningkat MN > PMN

Limfositer

Protein meningkat

Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah

Pemeriksaan tambahan lainnya :

11

2.

3.

Tes Tuberkulin
Ziehl-Neelsen ( ZN )
PCR ( Polymerase Chain Reaction )
Rontgen thorax

TB apex paru

TB milier

CT scan otak

Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis

Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced

Komplikasi

: hidrosefalus

4. MRI
Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan
aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb
dalam kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu
yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari
penderita.

I. PENATALAKSANAAN
Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberkulostatika. Tiap jenis
tuberkulostatika mempunyai mempunyai spesifikasi farmakologis tersendiri.
Berikut ini adalah beberapa contoh tuberkulostatika yang dapat diperoleh di
Indonesia :4
1. Rifampisin
Diberikan dengan dosis 10 20 mg/kgBB/hari. Pada orang dewasa
diberikan dengan dosis 600 mg/hari, dengan dosis tunggal.
2. Isoniazid

12

Diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Pada dewasa dengan dosis


400 mg/hari.
3. Etambutol
Diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari
selama lebih kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.
4. Streptomisin
Diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan. Tidak boleh
digunakan terlalu lama. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari.
5. Kortikosteroid
Biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari (dosis
normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu
kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu.
Pemberian kortikosteroid lebih kurang diberikan 3 bulan. Steroid
diberikan

untuk menghambat reaksi inflamasi, menurunkan edema

serebri, dan mencegah perlengketan meningens.


Berbagai macam tuberkulostatika mempunyai efek samping yang
beragam. Di samping sifat autotoksik, streptomisin juga bersifat nefrotoksik.
INH

dapat mengakibatkan neuropati, rifampisin dapat menyebabkan neuritis

optika, muntah, kelainan darah perifer, gangguan hepar, dan flu-like symptoms.
Etambutol bersifat hepatotoksik dan dapat menimbulkan polineuropati dan
kejang.4
J. PROGNOSIS
Bila meningitis tuberkulosis tidak diobati, prognosisnya menjadi
buruk. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6 8 minggu. Prognosis
ditentukan

oleh kecepatan

pengobatan

dan

stadium

penyakit.

Usia

penderita juga mempengaruhi prognosis, anak dibawah 3 tahun dan dewasa di


atas 40 tahun mempunyai prognosis yang buruk.4

13

BAB III
KESIMPULAN

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di


Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis
terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di
paru. Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput
otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau
vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.
Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari tuberkulosa yang mempunyai
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bila tidak diobati. Oleh karena itu penyakit
ini memerlukan diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat dan
rasional.8

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Murthy J.M.K. Tuberculosis Meningitis : The Challange. Neurology India.


2010, October 28. 2012. Vol 58. 716- 722.2.
2. Rahajoe, Nastiti N., dkk, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak .
UKK Pulmonologi PP IDAI, Juni, 2005.3.
3. Thaiwts. G et al. Tuberculosis Meningitis. Journal of Neurology,
Neurosurgeryand Psychiatry with Practical Neurology.2000; 68 :289-299
doi:10.1136/jnnp.68.3.289 4.
4. Harsono. 2005. Buku ajar Neurologi klinis edisi 1. Penerbit Gajahmada
University press. Yogyakarta.
5. Swati B, Niraj S, Satish Kumar, & Harinath BC. Detection of Antigen and
Antibody in Childhood Tuberculous Meningitis. Department of Biochemistry
and Jamnalal Bajaj Tropical Disease Research Centre 2006; 73: 675679
6. Asep Z. Korelasi Profil Cairan Serebrospinal dengan Hasil Pemeriksaan
Bakteriologi pada Penderita Tersangka Meningitis Tuberkulosis. Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit
Dr. Hasan Sadikin Bandung 2006.

15

7. Schapira. A.H.v. Meningitis Tuberculosis.


Neuroscience.Elsevier. Philadelphia 2007.5.

Neurology

and

Clinical

8. Lindsay K.W et al. Neurology and neurosurgery illustrated.


MeningitisTuberculosis.2nd ed. Oxford. ELBS with Churchill Livingstone.
1991.6.
9. Ramachandran. T.S. Tuberculos meningitis. April 1, 2013. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview

Anda mungkin juga menyukai