BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam
yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam
ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah.
Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat
dibanding persoalan syariat, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun
selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu
Kalam. Kalam secara harfiah berarti kata-kata. Kaum teolog Islam berdebat dengan
kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut
sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga
diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran
dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang
mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam.
Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di
bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu,
meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat
mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu
demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang
berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih
sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para
rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada
peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak
manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian
memunculkan berbagai macam aliran yaitu ; Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah
dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah Dalam makalah ini penulis
hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah . Mencakup di
dalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara
umum.
B.
PERMASALAHAN
TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-JABARIYAH
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa, sedangkan
menurut al-Syahrafani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba
secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Oleh karena itu,
aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan
dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul
melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa.
Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang
2
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari
Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara
istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan
semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan
dalam keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya
adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak
manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang
mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan
sebagai dalangnya.
B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA AL-JABARIYAH
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan
yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan
masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan
kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun
pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi
yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata
dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman,
tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi
panasnya musim serta keringnya udara.
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat
jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang
diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya
mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka kepada paham
fatalisme.[[1][8]]
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri
banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya
paham Jabariyah, diantaranya:
QS ash-Shaffat: 96 yang artinya
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang
melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat
demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada
orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.
kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
C. TOKOH-TOKOH AL-JABARIYAH
Adapun doktrin Jahm tentang hal-hal yang berkaitan dengan teologi adalah;
Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini
lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam
Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akhirat.
1.
Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,
pengikutnya
antara
pendapat-
pendapatnya adalah;
1)
Tidak semua perbuatan manusia bergantung kepada Tuhan secara
mutlak artinya Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan itu
positif maupun negative. Tetapi dalam melakukan perbuatan itu, manusia mempunyai
andil. Daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh Tuhan mempunyai aspek,
sehingga manusia mampu melakukan perbuatan itu. Daya yang diperoleh untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang disebut dengan kasb/acquisition
2)
Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan
bahwa tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (marifat) pada mata sehingga
manusia dapat melihat Tuhan
Adh- Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia
sama dengan Husein An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang
yang
digerakkan
dalang.
Manusia
mempunyai
bagian
dalam
perwujudan
D.
1) Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang yang
paling berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah
yang terpenting adalah al Bari Taala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi
Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat yang dimiliki
makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui (alim), karena penyifatan
seperti itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya,
padahal penyerupaan seperti itu tidak mungkin terjadi.
2) Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230
H / 845 M). Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak
terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya.
Tuhan
menghendaki
kebaikan
dan
kejelekan,
sebagaimana
ia
menghendaki manfaatdanmudzarat.
3) Dirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin
6
tersebut sepakat meniadakan sifat sifat Tuhan dan keduanya juga berpendirian
bahwa Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian
bahwa Allah itu tidak
e. Allah tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan
f.
mendengar.
Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam
mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asyari yang disebut
teori kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia
tidak lagi seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Paham Jabariyah memandang manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak
berdaya. Manusia tidak sanggup mewujudkan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan
kehendak dan pilihan bebasnya. Pendeknya, perbuatan-perbuatan itu hanyalah
dipaksakan Tuhan kepada manusia. Pa-ham Jabariyah terpecah ke dalam dua
kelompok, ekstrim dan moderat. Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan mewakili
kelompok ekstrim. Sedang Husain al-Najjar dan Dirar ibn 'Amr mewakii kelompok
moderat.
Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Tokoh pemikirnya adalah alJa'ad ibn Dirham aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia
dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan
terpaksa.
DAFTAR PUSTAKA
www.scribd.com/doc/38617460/Jabariah-Dan-Qodariah
bara-aliranjabariyah.blogspot.com/
http://cakrowi.blogspot.com/.../kajian-ilmu-kalam-qadariah-dan-jabariah.ht...