Anda di halaman 1dari 18

BAB I MEMAHAMI SEJARAH DAN KEHIDUPAN ALAM NENEK MOYANG DI

KEPULAUAN INDONESIA
a. Pengertian Sejarah Menurut Para Ahli
Pengertian sejarah menurut Roeslan Abdulgani adalah suatu cabang dalam ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki dan meneliti dengan tersusun dan teratur
pada perkembangan masyarakat serta jalan hidup manusia di masa lalu dan segala
kejadian yang dimaksud dalam menilai secara kritis di seluruh hasil penelitian
tersebut agar dapat dijadikan pedoman untuk penilaian dan penentuan kondisi
sekarang serta mengatur arah proses masa yang mendatang
Pengertian sejarah menurut Moh. Yamin adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun
berdasarkan hasil penyelidikan pada setiap peristiwa yang bisa dibuktikan dengan
adanya bahan kenyataan.
b. Pengertian Kronologis ,Siakronis, singkronis
Kronologi
Kronologi adalah catatan kejadian-kejadian yang diurutkan sesuai dengan waktu
terjadinya. Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi
kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat, selain itu dapat juga
membantu untuk membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama di tempat
berbeda yang terkait peristiwanya.
sejarah adalah ilmu diakronis berasal dari kata diachronich; ( dia dalam bahasa latin
artinya melalui/ melampaui dan chronicus artinya waktu ). Diakronis artinya
memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang. Sinkronis artinya meluas dalam
ruang tetapi terbatas dalam waktu. sinkronik dalam mempelajari sejarah Sedangkan
ilmu sosial itu sinkronik (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam
ruang. Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap
pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan
peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu
kondisi seperti itu.
c. Mendiskripsikan konsep ruang dan waktu
Peristiwa pada masa lampau tidak pernah terputus dari rangkaian kejadian masa kini
dan masa yang akan datang, sehingga waktu dalam perjalanan sejarah adalah suatu

kontinuitas (kesinambungan). Waktu dalam ilmu sejarah menghasilkan pembagian


waktu, yaitu periode, zaman, babakan waktu, atau masa, dan kini. Sedangkan, kurun
adalah satu-kesatuan waktu yang isi, bentuk, dan waktunya tertentu. Sejarah itu
berkaitan

dengan

konsep

waktu

(time), proses

perjalanan

waktu

adalah

berkesinambungan (continuity) dan satuan berlangsungnya waktu (duration) dengan


perubahan yang mengurangi ruang geografis. Kurun waktu memiliki tiga dimensi,
yaitu sebagai berikut.
1) Waktu yang lalu (the past)
2) Waktu sekarang (the present)
3) Waktu yang akan datang (the future)
Jadi, penggambaran proses jalur waktu itu selalu lurus (linear).
d. Pengertian zaman pra aksara
Zaman Prasejarah (praaksara) sering disebut juga Zaman Nirleka, artinya yaitu
zaman dimana manusia belum mengenal tulisan, (nir) artinya tidak dan (leka) artinya
tulisan/aksara. Permulaan zaman ini tuh belum diketahui secara pasti. Namun
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh R.Soekmono dapat diketahui bahwa
batasan zaman prasejarah diawali dengan kehadiran makhluk sejenis manusia disuatu
daerah

dan

berakhir

saat

sudah

ditemukannya

sumber

tertulis.

Manusia muncul di bumi tuh sekitar 3 jta tahun yang lalu loh. Tepatnya pada masa
plestosin. Pada masa ini keadaan bumi masih ber ubah-ubah. Perubahan ini terjadi
karena naik turunnya suhu udara dan panas dingin.
e. Periodesasi zaman praaksara
Periodisasi dalam sejarah adaah tingkat perkembangan masa dalam sejarah
atau pembabakan masa dalam sejarah yang dapat dibagi atas beberapa
babak,zaman,masa,atau periode.Pembabakan dilakukan karena rentang waktu atau
masa sejak manusia ada hingga sekarang merupakan rentang yang sangat panjang
sehingga para ahli atau sejarawan mengalami kesulitan untuk memahami maupun
membahas masalah-masalah yang muncul dalam sejarah kehidupan manusia,dan
untuk mempermudanya para ahli menyusun suatu priodisasi sejarah atau pembabakan
masa sejarah dengan menyajikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap
periode itu secara urut dan sistematis dari awal sampai akhir.
f. Kronologi dan periodesasi dalam sejarah
Kronologi sejarah adalah susunan waktu secara berurutan dan systematis dari setiap
peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi Tujuan Kronologi Penyusunan
kronologi oleh para sejarawan bertujuan untuk menempatkan scenario peristiwa

sejarah dalamsetting waktu agar memudahkan setiap orang yang ingin mengetahui
peristiwa sejarah sehingga dapat mempelajarinya secara berurutan dan sistematis
Periodesasi
Rentang waktu masa sejak manusia ada hingga sekarang merupakan rentang yang
sangat panjang sehingga para ahli sejarawan sering mengalami kesulitan untuk
memahami masalah-masalah yang muncul dalam sejarah kehidupan manusia.
Periodisasi adalah pembabakan waktu yang berurutan sesuai dengan waktu kejadian.
Periodisasi dalam sejarah adalah tingkat perkembangan masa dalam sejarah. Untuk
mempermudah pemahaman dan pembahasan sejarah kehidupan manusia, para ahli
menyusun suatu periodisasi sejarah atau pembabakan masa sejarah.
g. Perkembangan kehidupan manusia purba di indonesia
Manusia purba (prehistoric people) adalah jenis manusia yang mendiami bumi
sekitar 4 juta tahun yang lalu. Akan tetapi, para ahli sejarah meyakini bahwa jenis
manusia pertama telah hidup di muka bumi ini sekitar 2 juta tahun yang lalu.karen
alamnya waktu , sisa-sisa manusia purba menjadi fosil. Oleh karena itu, manusia
purba juga disebut manusia fosil.
Peneitian terhadap manusia yang hidup pada zaman praaksara dapat dipelajari
oleh para ahli paleoantropologi dengan mengamati bentuk fisik dari fosil dan
tengkorak. Adapun untuk mengetahui corak kehidupan manusia praaksara dapat
diteliti oleh para ahli arkeologi dari fosil alat atau sisa keidupan manusia praaksara,
seperti abris sous roche dan kjokkenmoddinger yg ada di dekat sungai,gua ataupun
pantai.
Manusia praaksara yang ada di Indonesia dan di dunia dapat digolongkan ke
dalam beberapa jenis. Setiap jenis memliki sifat dan karakter yg khas sesuai tempat
dan zamannya. Pada abad ke-19 masa india belanda di Indonesia pertama kali
diadakan penelitian manusia purba. Peneliti pertama manusia purba di Indonesia
adalah Eugene Dubois.
Menurut Eugene Dubois, kehidupan manusia purba pada zaman es(pleitosen)
dan holosen awal berpusatnya di daerah tropis seperti Indonesia. Daerah Indonesia
yang berada di lintang tropis memiliki intensitas sinar matahari yang setabil sehingga
suhu menjadi stabil. Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan oleh para ahli
kebanyakan berupa tengkorak dan tulang yang berserakan di sekitar sungai
h. Berakhirnya zaman pra aksara
Bangsa indonesia meninggalkan masah praaksara kira-kira pada tahun 400
masehi.hal ini dapat kita ketahui dari adanya tulisan yang terdapat muara
karma,kalimantan timur. prasasti tersebut tidak termakan tahun,namun huruf dan
bahasa yang di pakai memberi petunjuk bawah prasasti itu di buat sekitar tahun 400
masehi
BAB II PERKEMBANGAN HIDUP ZAMAN PRAAKSARA

a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan


Kehidupan sosial-ekonomi. Kehidupan manusia pada masa ini, belum melakukan
pengolahan terhadap sumber-sumber daya alam. Ketergantungan manusia
terhadap alam sangat tinggi, mereka memakan makanan yang sudah disediakan
oleh alam. Cara yang mereka lakukan untuk mendapat makanan yaitu dengan
berburu dan mengumpulkan makanan. Berburu dan mengumpulkan makanan
merupakan cara yang mereka lakukan untuk mempertahankan hidupnya. Apabila
persediaan makanan yang terdapat pada alam di mana mereka tinggal, maka
tempat tersebut akan mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia pada
masa ini berpindah-pindah (nomaden), tidak memiliki tempat tinggal. Jenis
makanan yang mereka buru adalah binatang di hutan. Selain binatang di hutan,
mereka juga di sungai, danau, atau pantai melakukan penangkapan ikan. Hasil
buruan baik binatang dari hutan maupun hasil tangkapan ikan, tidak mereka olah
menjadi masakan sebagaimana layaknya hidangan makanan sekarang. Ikan atau
daging itu, mereka bakar untuk dimakan. Pada masa ini, pengolahan makanan
baru sebatas dibakar saja, karena mereka sudah mengenal api. Selain memakan
binatang buruan dan ikan, manusia pada masa ini sudah memakan tumbuhtumbuhan. Tumbuh-tumbuhan yang mereka makanan pada umumnya berupa
umbi-umbian, yang biasanya tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka. Tumbuhtumbuhan itu langsung mereka makan mentahmentah, tidak dimasak dahulu.
Mereka belum memiliki kemampuan menanak nasi. Sebagaimana telah
dikemukakan, manusia purba hidup secara berkelompok. Hal ini mereka lakukan
pula ketika melakukan kegiatan berburu. Mereka berkelompok dengan tujuan
demi keamanan terutama dalam menghadapi serangan dari binatang buas. Kalau
dengan cara berkelompok perlindungan mereka relatif lebih aman daripada pergi
sendiri. Hewan dan makanan yang menjadi sumber penghidupan manusia purba,
dicari pada daerah-daerah tertentu. Untuk mendapatkan makanannya baik dari itu
hewan maupun tumbuh-tumbuhan, manusia purba hidup pada daerahdaerah
tertentu yang memungkinkan mereka mendapatkan makanan. Dengan demikian
kegiatan berburu atau mencari makanan dengan cara berpindahpindah, bukan
berarti manusia purba ini selalu bepergian seenaknya, dengan tidak menimpati
suatu tempat. Mereka tetap menempati suatu daerah tertentu. Kehidupan berburu
menyebabkan manusia purba harus hidup berpindahpindah. Mereka belum
memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen. Tempat yang dijadikan
tempat tinggal sementara adalah gua-gua. Manusia purba, memilih tempat tinggal
sementara, terutama daerah yang di sekitarnya tersedia makanan. Misalnya
mereka tinggal dekat sungai atau pantai yang mudah untuk mencari ikan, atau

hutan yang terdapat tumbuh-tumbuhan yang bisa mereka makan atau dapat
dijadikan tempat berburu binatang. Dalam berburu binatang, biasanya mereka
menyusuri sungai yang dapat dijadikan petunjuk jalan agar tidak tersesat. Sungai
mereka susuri dengan cara berjalan kaki, belum menggunakan perahu. Sedangkan
di tepian pantai, manusia purba memakan makanan yang terdapat di pantai.
Makanan yang mereka makan adalah kerang dan ikan laut. Teknik penangkapan
ikan dilakukan dengan alat sederhana, belum menggunakan perahu atau jaring

seperti sekarang. Mereka menggunakan tombak atau kail untuk menangkap ikan
Alat-alat yang digunakan. Batu, tulang, dan kayu merupakan bahan-bahan yang
digunakan oleh manusia purba untuk membuat alat-alat. Temuan yang dilakukan
oleh para ahli, lebih banyak menemukan alat-alat dari batu dan tulang. Hal ini
mungkin disebabkan batu dan tulang merupakan bahan yang kuat, tidak mudah
lapuk. Sedangkan kayu merupakan bahan yang mudah lapuk, sehingga para ahli
tidak terlalu banyak menemukan alat-alat yang terbuat dari kayu. Bentuk alat-alat
yang ditemukan pada masa berburu ini masih dalam bentuk sederhana. Batu yang
digunakan masih kasar belum halus. Penemuan sejumlah alat dari batu ditemukan
oleh von Koeningwald di Pacitan pada tahun 1935. Alat yang ditemukan berupa
kapak genggam. Jenis alat ini serupa kapak tetapi tidak bertangkai. Alat ini disebut
pula dengan sebutan chopper. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara
digenggam. Bentuk kapak ini masih kasar, dan diperkirakan Pithecantrhopus
merupakan pendukung kebudayaan kapak genggam. Pendapat ini didasarkan pada
lapisan tempat ditemukannya kapak genggam. Kapak ini ditemukan pada lapisan
tanah yang sama dengan lapisan tanah pithecanthropus. Kapak genggam
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, antara lain Pacitan, Bali, Flores,
Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Jawa Barat (Sukabumi dan Ciamis). Di luar
Indonesia, jenis kapak ini ditemukan di Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia,
Myanmar, dan Pakistan. Sezaman dengan Pithecanthropus, Sinanthropus
Pekinensis yang ada di China meninggalkan juga jenis kapak genggam. Di daerah
Ngandong dan Sidorejo ditemukan pula alat lainnya yang terbuat dari tulang. Alat
dari tulang itu banyak berasal dari tulang binatang hasil buruan. Bagian tulang
yang digunakan sebagai alat biasanya bagian tanduk dan kaki. Fungsi dari alat ini
dipergunakan untuk mengorek umbi-umbian dari dalam tanah dan mengerat
daging binatang. Tanduk atau tulang yang diikatkan pada kayu dapat berfungsi
sebagai tumbak untuk berburu binatang atau menangkap ikan. Di daerah lainnya,
yaitu Sangiran, Sulawesi Selatan, Maumere, dan Timor ditemukan alat-alat serpih
yang dinamakan flakes. Flakes ini sangat kecil sekali dan bentuknya ada yang
seperti pisau, gurdi, atau penusuk. Diperkirakan flakes ini digunakan untuk
mengupas, memotong, atau menggali makanan. Kalau dikaitkan dengan

kehidupan manusia purba, kebudayaan kapak genggam (chopper), alat tulangtulang, dan flakes ini termasuk pada peninggalan jenis manusia Pihecanthopus
Erectus. Manusia jenis ini hidup pada masa Palaeolithikum atau zaman batu tua
dengan ciri-ciri kebudayaan yang dihasilkan banyak terbuat dari batu yang masih

kasar.
Sistem kepercayaan. Pada masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan,
sistem kepercayaan pada sesuatu yang luar biasa atau kekuatan di luar kehendak
manusia, tampaknya sudah ada. Hal itu dapat diketahui dari sisa-sisa penguburan
manusia yang telah meninggal dunia. Dengan demikian, mereka percaya, bahwa
ada suatu kehidupan lain setelah mati

b. Kehidupan masa berternak dan bercocok tanam


1) Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah
berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan
hutan dan menanamnya, setelah tanah tidak subur mereka pindah dan mencari
bagian hutan yang lain. Kemudian mereka mengulang pekerjaan membuka hutan,
demikian seterusnya. Namun dalam perkembangan berikutnya, manusia mulai
memikirkan kembali untuk hidup dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh
karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanahtanah persawahan. Kehidupan menetap yang dipilih manusia pada masa lampau
itu merupakan titik awal dari perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai
kemajuan.
2) Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang
cukup pesat. Masyarakat mulai mempunyai tempat tinggal tetap. Tempat tinggal
tetap untuk mempererat hubugan antar manusia, yang menunjukkan bahwa
manusia tidak bisa hidup sendiri. Kehidupan sosial yang dilakukan oleh
masyarakat
pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan
bergotong royong. Cara hidup bergotong royong itu bersifat agraris.
3) Kehidupan Ekonomi
Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan kehidupan masyarakat semakin
bertambah, namun tidak ada anggota masyarakat yang dapat memenuhi
kehidupannya sendiri. Dengan kenyataan seperti ini, dalam rangka memenuhi
kebutuhannya masing-masing diadakan pertukaran barang dengan barang yang
disebut sistem barter. Sistem barter ini menjadi awal munculnya perdagangan atau
sistem perekonomian masyarakat. Untuk memperlancar kegiatan tersebut
dibutuhkan tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan antara
penjual dan pembeli yang disebut pasar.
4) Sistem Kepercayaan Masyarakat

Pada masa kehidupan bercocok tanam kepercayaan masyarakat semakin


bertambah. Mereka percaya bahwam orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke
suatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya atau tetap berada di wilayah
di sekitar tempat tinggalnya sehingga sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk
dimintai bantuannya dalam kasus seperti menanggulangi wabah penyakit atau
mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang tempat tinggalnya. Di
Indonesia, kepercayaan dan pemujaan kepada roh nenek moyang terlihat melalui
peninggalan-peninggalan tugu-tugu batu atau bangunan-bangunan mengalithikum.
Bangunan-bangunan itu banyak ditemukan di tempat-tempat tinggi dari daerah
sekitarnya sehingga muncul anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada
di tempat yang lebih tinggi.
5) Kehidupan Budaya
Pada masa kehidupan bercocok tanam kebudayaan yang dihasilkan semakin
beragam seperti yang terbuat dari tanah liat, batu, dan tulang. Contohnya:
a) Beliung Persegi
diduga digunakan untuk upacara. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu dan Asia Tenggara.
b) Kapak Lonjong
Kapak ini ditemukan di daerah Maluku, Papua, sebagian Sulawesi Utara,
Kepulauan Filipina, Taiwan dan Cina.
c) Mata Panah
Digunakan untuk berburu dan menangkap ikan. Ditemukan di daerah Papua.
d) Gerabah
Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda perhiasan dan
sebagai alat untuk mencurahkan rasa seni. Ditemukan di seluruh wilayah
Indonesia.
e) Perhiasan
Pada masa bercocok tanam kebudayan, telah dikenal berbagai bentuk
perhiasan. Bahan dasarnya berasal dari lingkungan alam sekitar tempat tinggal
mereka yaitu seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Perhiasaan yang
dihasilkan seperti kalung, gelang dan lain-lain. Disamping perhiasan tersebut
juga ditemukan kebudayaan yang terbuat dari batu besar atau Megalitikum
pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam. Kebudayaan megalitikum
erat kaitannya dengan kegiatan religius, yaitu kepercayaan terhadap nenek
moyang.
c. Kehidupan masyarakat pada zaman perundagian
Kepercayaan Manusia Masa Perundagian
Pada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeda
dengan masa sebelumnya. Praktek kepercayaan yang mereka lakukan masih berupa
pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya adalah alat yang digunakan
untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian, benda-benda yang digunakan
untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat dari bahan perunggu. Sistem kepercayaan

yang dilakukan oleh manusia pada zaman perundagian masih memelihara hubungan
dengan orang yang meninggal. Pada masa ini, praktek penguburan menunjukkan
stratifikasi sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan orangorang terpandang selalu dibekali dengan barang-barang yang mewah dan upacara
yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang
meninggal orang biasa, upacaranya sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali
dengan barang-barang mewah.
Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan. Mereka
melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi berkaitan
dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada upacara khusus
yang dilakukan oleh masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang
dilakukan oleh masyarakat pantai ini, yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap
sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang mereka anggap memberikan
kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara
persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil
pertanian.
d. Hasil Kebudayaan Masa Perundagian
Nekara perunggu, Berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon turun
hujan dan sebagai genderang perang; memiliki pola hias yang beragam, dari pola
binatang, geometris, dan tumbuh-tumbuhan, ada pula yang tak bermotif; banyak
ditemukan di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar, Papua.
Kapak perunggu, Bentuknya beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat,
jantung, atau tembilang; motifnya berpola topang mata atau geometris.
Bejana perunggu, Bentuknya mirip gitar Spanyol tanpa tangkai; di temukan di
Madura dan Sulawesi.
Arca perunggu, Berbentuk orang sedang menari, menaiki kuda, atau
memegang busur panah; ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor,
Palembang.
Perhiasan dan manik-manik, Ada yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi;
berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di
Bogor, Bali, dan Malang; sedangkan manik-manik banyak ditemukan di Sangiran,
Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya
ada yang silinder, bulat, segi enam, atau oval.

BAB III PERSEBARAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA DI KEPULAUAN


INDONESIA
A. teori perkembangan manusia di indonesia
Teori Van Heine Geldern

Menurut teorinya, bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia. Pendapat ini
didukung oleh artefak-artefak (bentuk budaya) yang ditemukan di Indonesia yang

memiliki kesamaan bentuk dengan yang ditemukan di daratan Asia.


Teori Prof. Muhammad Yamin
Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Hal
ini dibuktikan dengan penemuan fosil-fosil tertua dengan jumlah terbanyak di

daerah Indonesia.
B. Asal mula dan perkembangan manusia di indonesia
Asal-usul Manusia dan Perkembangan Manusia di Kepulauan Indonesia
Teori asal-usul manusia di Indonesia ada 3 yaitu :
1. Berasal dari Indonesia
2. Berasal dari daratan Asia
3. Berasal dari rumpun bangsa Melayu (Proto dan Deutro Melayu)
Berasal dari Indonesia
Bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri dan menyebar ke Asia lainnya.
Pendapat ini didukung oleh ditemukannya fosil cina, Sinanthropus Pekinensis yang
diperkirakan hidup sejaman dengan Pithecanthropus Erectus dari Indonesia. Di
wilayah Asia lainnya belum ditemukan fosil manusia purba.
Berasal dari daratan Asia
Diperkirakan penduduk Indonesia berasal dari daratan Asia. Berasal dari daerah
Yunan Selatan menyebar ke Selatan hingga ke Indonesia.
Rumpun Bangsa Melayu
Masyarakat yang menempati wilayah Indonesia merupakan rumpun bangsa Melayu,
bengsa ini merupakan nenek moyang bangsa Indonesia. terdapat 2 rumpun yaitu
rumpun melayu tua (proto melayu) dan rumpun melayu muda (deutro melayu) Bangsa
Proto Melayu memasuki Indonesi melalui 2 jalur yaitu :
a. Jalur Barat. Masuk melalui Semenanjung Melayu lalu menyebar ke Sumatra lalu
ke seluruh wilayah Indonesia.
b. Jalur Timur. Melalui Filipina menyebar ke Sulawesi lalu ke seluruh wilayah
Indonesia.
Bangsa Deutro Melayu memasuki 1 jalur yaitu :
a. Jalur Selatan. Masuk melalui Thailand lalu ke Semenanjung Malaya lalu ke
seluruh wilayah Indonesia. Keturunan bangsa Proto Melayu yang masih ada
sampai sekarang : Suku Dayak, Toraja, Batak, dan Papua.
Kebudayaan Materi dan Rohani
Pada zaman batu hasil-hasil kebudayaan sebagian besar teruat dari batu. Mulai dari
yang sederhana dan kasar sampai yang baik dan halus. Semakin sederhana dan kasar
maka peralatan itu dikatakan berasal dari zaman yang lebih tua, sebaliknya.
Zaman batu dibedakan menjadi 3 yaitu :

1. Zaman batu tua (paleolithikum)


2. Zaman batu tengah / madya (mesolithikum)
3. Zaman batu muda (neolithikum)
Zaman Batu Tua (Palaeolithikum)
Zaman batu tua merupakan suatu masa dimana alat-alat kehidupan yang terbuat dari
batu masih kasar dan belum diasah sehingga masih sederhana. Salah satu contohnya
adalah kapak genggam.
Zaman Batu Tengah / Madya (Mesolithikum)
Zaman batu tengah merupakan masa peralihan dimana cara pembuatan alat-alat
kehidupan lebih baik dan lebih halus dari zaman batu tua. Contohnya pebble / kapak
Sumatera
Zaman Batu Muda (Neolithikum)
Zaman batu muda merupakan zaman dimana alat-alat kehidupan terbuat dari batu
yang sudah dihaluskan sehingga bentuknya lebih sempurna dan hasilnya lebih baik
dan lebih halus dibandingkan alat-alat kehidupan pada zaman sebelumnya. Salah satu
contohnya adalah kapak persegi
Alat-alat tersebut terbuat dari tulang, batu, logam, dan kayu. Alat-alat tersebut ada
yang sangat kasar, agak halus, dan sangat halus bentuknya. Disampung itu ada yang
bulat, pipih, runcing, kecil, dan besar. Bentuk dan jenis alat-alat tersebut disesuaikan
dengan perkembangan dan kebutuhan hidupnya. Sisa-sisa peralatan yang terbuat dari
tulang dan kayu umumnya telah membatu atau lebih sering disebut fosil. Sisa-sisa
peninggalan

ini

disebut

sebagai

hasil

kebudayaan

fisik

materi.

Kepercayaan
Kepercayaan yang dimiliki masyarakat prasejarah yaitu :
a. Animisme : kepercayaan terhadap suatu benda yang dianggap memiliki roh dan
jiwa
b. Dinamisme : kepercayan terhadap suatu benda yang dianggap memiliki kekuatan
gaib
c. Totemisme : kepercayaan terhadap hewan atau figur alam secara spiritual
mewakili sebuah kelompok

BAB IV HASIL-HASIL BUDAYA ZAMAN PRAAKSARA DI INDONESIA


a. Hasil kebudayaan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
Masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah suatu masa dimana
manusia melakukan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan dengan

bergantung pada kondisi alam tempat mereka tinggal. Pada masa ini, manusia
mencoba membuat alat atau benda tajam dari batu atau tulang untuk digunakan saat
akan berburu atau menggunakan 2 keping batu yang digosokkan untuk menghasilkan
percikan api yang bisa digunakan untuk memasak. Adapun peralatan hasil budaya dari
masa ini, antara lain :
1. Kapak Perimbas
Merupakan sejenis kapak yang digenggam, tidak memiliki tangkai, dan berbentuk

masif
Alat ini berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak
Bagian tajam kapak jenis ini hanya terdapat pada satu sisi
Teknik pembuatannya masih kasar dan tidak mengalami perubahan dalam waktu

yang panjang
Alat ini ditemukan di: Lahat (Sumatra Selatan), Kamuda (Lampung), Bali, Flores,
Timor, Punung (Pacitan, Jawa Timur), Jampang Kulon (Sukabumi, Jawa Barat),

Parigi, Tambangsawah (Bengkulu)


2. Kapak Penetak
Terbuat dari fosil kayu yang bentuknya lebih besar daripada kapak perimbas dan

cara pembuatannya masih kasar


Memiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, yaitu bagian

tajamnya berliku-liku
Berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu, atau disesuaikan dengan

kebutuhannya
Ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia
3. Pahat genggam
Terbuat dari kalsedon dan fosil kayu yang berukuran sedang dan kecil
Bentuknya lebih kecil dari kapak genggam
Berfungsi untuk menggemburkan tanah serta untuk mencari umbi-umbian yang
bisa dimakan
4. Alat serpih
Terbuat dari batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi

tajam
Berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk, dan pisau
Alat ini ditemukan di: Punung (Pacitan, Jawa Timur), Sangiran, Ngandong
(lembah Sungai Bengawan Solo), Gombong (Jawa Tengah), Lahat, Cabbenge

(Soppeng, Sulawesi Selatan), dan Mengeruda (Flores, NTT)


5. Alat-alat dari tulang
Terbuat dari tulang-tulang binatang buruan, seperti tanduk menjangan, duri ikan

pari, atau pun kulit kerang berbentuk sabit


Digunakan sebagai mata tombak
Alat ini ditemukan di: Gua Lawang

(daerah

Gunung

Kendeng,

Bojonegoro), Gua Gedeh dan Gua Kandang (Tuban, Jawa Timur)


Hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam
Masa bercocok tanam merupakan suatu masa dimana manusia mulai dapat
melanjutkan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan dari memanfaatkan hutan belukar

yang dijadikan sebagai ladang. Di masa ini, manusia juga telah mulai hidup dengan
cara menetap di satu tempat. Adapun peralatan hasil budaya dari masa ini, antara
lain :
1. Beliung persegi atau kapak persegi
Merupakan alat dengan permukaan memanjang dan berbentuk persegi 4
Seluruh permukaan alat ini telah digosok halus, kecuali pada bagian pangkal yang

digunakan untuk tempat ikatan tangkai


Sisi pangkal alat ini diikat pada tangkai, sedangkan sisi depannya diasah sampai

tajam
2. Kapak lonjong
Merupakan alat berbentuk lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada
bagiannya yang tajam
Seluruh permukaan alat ini telah digosok halus
Sisi pangkalnya agak runcing dan diikat pada tangkai
Sisi depannya lebih melebar dan diasah sampai tajam pada kedua sisinya

sehingga menghasilkan bentuk ketajaman yang simetris.


Alat ini hanya ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur, seperti: Sulawesi,

Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Papua


3. Mata panah
Mata panah yang berukuran kecil dan tipis ditemukan di Sulawesi Selatan,
yaitu di beberapa gua di Pegunungan Kapur Bone serta di beberapa gua

di Pegunungan Kapur Maros dan sekitarnya


Mata panah berbentuk segitiga dengan ketebalan rata-rata 1 cm dimana bagian
ujung dan tajamannya ditatah dari 2 arah sehingga menghasilkan tajaman yang
bergerigi/berliku-liku dan tajam. Alat ini banyak ditemukan di Jawa Timur,
seperti di: Sampung (Gua Lawa), Tuban (Gua Gede dan Gua Kandang), Besuki

(Gua Petpuruh), dan Bojonegoro (Gua Keramat)


4. Gerabah
Terbuat dari tanah liat yang dibakar dan dibuat secara sederhana
Alat ini ditemukan di: Kendenglembu (Banyuwangi), Kelapadua (Bogor),
Serpong (Tanggerang), Bali, Kalumpang dan Minanga Sipakka (Sulawesi) serta
beberapa daerah lain di Indonesia
5. Perhiasan
Pada masa ini sudah dikenal perhiasan berupa gelang yang terbuat dari batu dan
kerang. Perhiasan ini umumnya ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
6. Bangunan Megalitik
Bangunannya terbuat dari batu berupa menhir, dolmen, punden berundak, waruga,

sarkofagus, dan kubur batu


Tradisi pendirian bangunan megalitik selalu didasarkan pada kepercayaan akan
adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati. Jasad dari seseorang yang
telah

meninggal

diabadikan

dengan

mendirikan

bangunan batu

sebagai media penghormatan


Bangunan ini dapat ditemukan di Toraja, Flores, Nias, Sumba

Hasil kebudayaan pada masa perundagian

besar

Masa perundagian adalah suatu masa dimana sekelompok orang dapat dikatakan telah
memiliki kepandaian atau keterampilan sendiri. Di masa ini, manusia telah hidup
menetap di desa-desa, pegunungan, bahkan di tepi pantai.
1. Nekara
Berupa tambur besar dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan

sisi atasnya tertutup


Terdapat pola hias yang beraneka ragam, seperti pola binatang, geometrik,
gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau,

dan gambar manusia


Memiliki nilai seni yang cukup tinggi
Sering digunakan untuk upacara mendatangkan hujan
Alat ini ditemukan di: Jawa, Sumatra, Bali, Kepulauan Kei, dan Papua
2. Moko
Bentuknya menyerupai nekara yang lebih ramping. Bidang pukulnya menjorok
keluar, bagian bahu lurus dengan bagian tengah yang membentuk silinder dan kakinya
lurus serta melebar di bagian bawah. Banyak ditemukan di Pulau Alor.
3. Kapak perunggu
Terbagi 3, yaitu kapak corong (kapak sepatu), kapak upacara, dan tembilangan atau
tajak. Bentuknya bulat, bersisi panjang, dan terbuat dari logam. Ditemukan di
Sumatra Selatan, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Pulau Selayar, dan
Papua.
4. Bejana perunggu
Berbentuk bulat panjang seperti tempat ikan yang diikatkan di pinggang
Terbuat dari 2 lempengan perunggu yang cembung, yang dilekatkan dengan pacuk
besi pada sisinya
Pola hias benda ini tidak sama susunannya
Ditemukan di: Madura (Asemjaran, Sampang) dan Sumatra (Kerinci)
5. Perhiasan perunggu
Terbuat dari perunggu, emas, dan besi
Dibuat berupa gelang, cincin, bandul kalung dari perunggu pada umumnya

dibuat tanpa hiasan. Tetapi ada juga yang dihias dengan beragam pola
Ditemukan di Kedu, Jawa Tengah, yaitu perhiasan berupa cincin berbentuk

kambing jantan
6. Arca/Patung Perunggu
Ditemukan dengan bentuk yang beragam, antara lain:
Arca berbentuk manusia ditemukan di Bogor dan Lumajang (Jawa Timur)
Arca berbentuk binatang ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang (Jawa
Timur), Palembang, dan Bogor

b. Tradisi masyarakat sebelum mengenal tulisan


1) Keluarga
Melalui keluarga , masa lalu diwariskan kepada generasi penerus. Pengenalan
dilakukan mulai dari yang sederhana (aspek-aspek material) hingga yang rumit
(aspek-aspek nonmaterial). Aspek-aspek material, misalnya benda-benda yang
dapat diraba dan dilihat. Aspek-aspek nonmaterial, misalnya kepercayaan, nilai,
norma, dan bahasa. Pewarisan masa lalu tersebut dilakukan melalui sosialisasi
langsung (disampaikan secara lisan atau dengan dongeng) maupun sosialisasi
tidak langsung (dengan contoh dalam hal perilaku sehari-hari)
2) Masyarakat
Masyarakat yang belum mengenal tulisan mewariskan masa lalunya melalui
beberapa cara berikut
Tradisi dan adat istiadat yang mengatur perilaku dan hubungan antarindividu
Nasihat para leluhur yang dilestarikan melalui ingatan kolektif anggota
masyarakat. Ingatan kolektif disampaikan secara lisan turun-temurun dari satu

generasi ke generasi selanjutnya.


Peranan oranq yang dituakan atau pemimpin kelompok. Biasanya orang yang

dituakan tersebut memiliki magis untuk menaklukkan alam.


Membuat suatu peringatan melalui lukisan, perkakas hidup, dan bangunan tugu
atau makam untuk memuja arwah nenek moyang. Semuanya itu dapat

diwariskan kepada generasi selanjutnya hanya dengan melihatnya.


Masa lalu diwariskan melalui kepercayaan yang menyangkut kepercayaan
terhadap roh-roh serta arwah nenek moyang. Hal tersebut termasuk sejarah
lisan karena meninggalkan bukti sejarah berupa benda-benda dan bangunan

peribadatan. Misalnya, menhir dan dolmen.


c. Jenis jenis Foklor
Folklor
Folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folk dan lore. Folk artinya sekelompok
orang yang memiliki cirr-ciri fisik sama, sedangkan lore artinya kebudayaan
yangd iwariskan secara lisan atau dengan alat bantu untuk mengingat kebudayaan
itu. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan
secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.
2) Foklor diciptakan, disebarkan dan diwariskan secara lisand ari satu generasi ke
generasi berikutnya.
3) Folklor bersifat tradisional yang tersebar di wilayah tertentu dalam bentuk
relative tetap dan disebarkan di antara kelompok tertentu dalam waktu yang
cukup lama
4) Folklor menjadi milik bersama dari kelompok tertentu karena pencipta
pertamanya sudah tidak diketahui (anonim) sehingga setiap anggota kolektif
yang bersangkutan merasa memilikinya.
5) Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan masyarakat, yaitu sebagai alat
pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.

6) Folklor terdiri atas banyak versi, mengandung pesan moral, dan mempunyai
bentuk atau berpola.
7) Folklor bersifat pralogis, lugu dan polos
Menurut Jan Harold Brunvard, folklore dapat digolongkan menjadi tiga macam
sebagai berikut :
Folklore Lisan
Folklor lisan adalah folklore yang disebarluaskan dan diwariskan secara lisan atau
oral tradition. Jenis folklore lisan, antara lain bahasa rakyat, ungkapan tradisinal
(peribahasa atau pepatah), pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat, cerita
rakyat, dan nyanyian rakyat. Nyanyian rakyat memiliki kegunaan rekreatif. Artinya,
nyanyian rakyat dapat berfungs untuk mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun
untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat menjadi semacam pelipur
lara. Ungkapan tradisional adalah kalimat pendek yang disarikand ari pengalaman
yang panjang, misalnya peribahasa dan pepatah. Bahasa rakyat adalah bahasa yang
dijadikan sebagai alat komunikasi di antara rakyat dalam suatu masyarakat atau
bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari. Misalnya,
logat, dialek, kosa kata, dan julukan.
Folklore sebagian lisan
Folklor sebagian lisan merupakan folklore campuran antara unsur lisan dan bukan
lisan. Folklor sebagian lisan dikenals ebagai fakta sosial. Bentuk folklore sebagian
lisana dalah kepecayaan rakyat (takhyul), permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat,
pesta rakyat, dan upacara adat. Upacara adat yang berkembang di masyarakat
didasarkan oleh adanya keyakinan ataupun kepercayaan masyarakat setempat.
Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatankekuatan yang dianggap ikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
Folklore bukan lisan
Folklor bukan lisan merupakan folklore yang berbentuk bukan lisan, tetapi cara
pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor bukan lisan biasanya berbentuk material
atau artefak. Jenis folklore bukan lisan adalah artitektur rakyat, kerajinan tangan
rakyat, pakaian tradisional, perhiasan tradisional, obat-obatan tradisional, masakan
tradisional, dan minuman tradisional. Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu
merancang bangunan. Bentuk arsitektur rakyat adalah prasasti dan bangunanbangunan suci. Kerajinan tangan rakyat awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi
waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
d. Perkembangan hasil budaya masyarakat masa pra aksara
Berdasarkan hasil kebudayaannya, secara garis besar kebudayaan Zaman Praaksara
dibagi menjadi Zaman Batu dan Zaman Logam.
1. Zaman Batu
Pada Zaman Batu, peralatan yang digunakan manusia purba terbuat dari batu. Zaman
Batu dibedakan menjadi empat zaman, yaitu Zaman Palaeolithikum, Mesolithikum,
Neolithikum, dan Megalithikum.

Zaman Palaeolithikum (Zaman Batu Tua) Disebut Zaman Batu Tua karena hasil
kebudayaan dibuat dari batu dan pengerjaannya masih sederhana dan kasar. Hasil
kebudayaan pada Zaman Palaeolithikum yang terkenal adalah kebudayaan Pacitan
dan kebudayaan Ngandong.
1) Kebudayaan Pacitan
Pacitan adalah nama salah satu kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan dengan
Jawa Tengah. Pada zaman purba, diperkirakan aliran Bengawan Solo mengalir ke
selatan dan bermuara di pantai Pacitan. Pada 1935, Von Koenigswald menemukan
beberapa alat dari batu di Pacitan. Alat-alat tersebut bentuknya menyerupai kapak,
tetapi tidak bertangkai sehingga menggunakan kapak tersebut dengan cara
digenggam. Alat-alat batu dari Pacitan ini disebut dengan kapak genggam (chopper)
dan kapak perimbas. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat berbentuk kecil yang disebut
serpih. Berbagai benda peninggalan tersebut diperkirakan digunakan oleh manusia
purba jenis Meganthropus.
2) Kebudayaan Ngandong
Ngandong adalah salah satu daerah dekat Ngawi, Madiun, Jawa Timur. Di daerah
Ngandong dan Sidorejo banyak ditemukan alat dari tulang dan alat-alat kapak
genggam dari batu. Alat-alat dari tulang itu di antaranya dibuat dari tulang binatang
dan tanduk rusa. Selain itu, ada juga alat-alat seperti ujung tombak yang bergerigi
pada sisi-sisinya. Berdasarkan penelitian, alat-alat itu merupakan hasil kebudayaan
Homo Soloensis dan Homo Wajakensis. Karena ditemukan di daerah Ngandong,
dikenal

secara

umum

dengan

Kebudayaan

Ngandong.

Di dekat Sangiran, dekat dengan Surakarta ditemukan juga alat-alat berbentuk kecil
yang biasa disebut flake. Manusia purba sudah memiliki nilai seni yang tinggi. Pada
beberapa flake ada yang dibuat dari batu indah, seperti chalcedon.
Zaman Mesolithikum (Zaman Batu Madya)
Dua

hal

yang

menjadi

ciri

Zaman

Mesolithikum

adalah

kebudayaan

Kjokkenmoddinger dan abris sous roche.


1) Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark. Kjokken berarti dapur dan modding
berarti

sampah.

Jadi,

kjokkenmoddinger

adalah

sampah-sampah

dapur.

Kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung. Di


dalam Kjokkenmoddinger ditemukan banyak kapak genggam. Kapak tersebut berbeda
dengan

chopper

(kapak

genggam

dari

Zaman

Palaeolithikum).

Kapak genggam tersebut dinamakan pebble atau Kapak Sumatra berdasarkan tempat
penemuannya. Di samping pebble, ditemukan pula kapak pendek (hache courte) dan
pipisan (batu bata penggiling beserta landasannya).
2) Abris Sous Roche

Manusia purba menjadikan gua sebagai rumah. Kehidupan di dalam gua yang cukup
lama meninggalkan sisa-sisa kebudayaan dari mereka. Abris sous roche adalah
kebudayaan yang ditemukan di dalam gua-gua. Di daerah mana alat-alat tersebut
ditemukan? Alat-alat apa saja yang ditemukan di dalam gua tersebut?
Di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur banyak ditemukan alat-alat, seperti
flake, kapak, batu penggilingan, dan beberapa alat dari tulang. Karena di gua tersebut
banyak ditemukan peralatan dari tulang, disebut Sampung Bone Culture. Selain di
Sampung, gua-gua sebagai abris sous roche terdapat juga di Besuki, Bojonegoro, dan
Sulawesi Selatan.
Zaman Neolithikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)
Zaman Neolithikum merupakan perkembangan zaman dari kebudayaan batu madya.
Alat-alat dari batu yang mereka hasilkan lebih sempurna dan telah lebih halus
disesuaikan dengan fungsinya. Hasil kebudayaan yang terkenal pada Zaman
Neolitikum adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong.
1) Kapak Persegi
Kapak persegi berbentuk persegi panjang atau trapesium. Kapak persegi yang besar
sering disebut beliung atau pacul (cangkul). Sementara yang berukuran kecil disebut
trah (tatah) yang digunakan untuk mengerjakan kayu. Alat-alat itu, terutama beliung,
sudah diberi tangkai. Daerah persebaran kapak persegi adalah daerah Indonesia
bagian barat, misalnya di daerah Sumatra, Jawa, dan Bali.
2) Kapak Lonjong
Kapak lonjong dibuat dari batu berbentuk lonjong yang sudah diasah halus dan diberi
tangkai. Fungsi alat ini diperkirakan untuk kegiatan menebang pohon. Daerah
persebaran kapak lonjong umumnya di daerah Indonesia Bagian Timur, misalnya di
daerah Irian, Seram, Tanimbar, dan Minahasa.
Pada Zaman Neolithikum, di samping ada berbagai kapak, juga ditemukan berbagai
alat perhiasan. Misalnya, di Jawa ditemukan gelang-gelang dari batu indah dan alatalat tembikar atau gerabah. Pada zaman itu sudah dikenal adanya pakaian. Hal ini
terbukti dengan ditemukannya alat pemukul kulit kayu yang dijadikan sebagai bahan
pakaian.
Zaman Megalithikum (Zaman Batu Madya)
Peninggalan kebudayaan Megalithikum terbuat dari batu berukuran besar.
Kebudayaan Megalithikum tidak hanya untuk keperluan memenuhi kebutuhan hidup
manusia secara fisik. Mereka juga telah membuat berbagai bangunan batu untuk
kepentingan berbagai upacara keagamaan, di antaranya dipergunakan dalam
persembahyangan maupun untuk mengubur jenazah. Hasil-hasil Kebudayaan
Megalithikum, antara lain sebagai berikut.

1) Menhir
Menhir adalah tiang atau tugu batu yang didirikan sebagai sarana untuk memuja
arwah nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Kalimantan, dan
Sulawesi Tengah.
2) Dolmen
Dolmen merupakan bangunan berbentuk seperti meja batu, berkaki menhir (menhir
yang agak pendek). Bangunan ini digunakan sebagai tempat sesaji dan pemujaan
terhadap nenek moyang. Ada juga dolmen yang di bawahnya berfungsi sebagai
kuburan. Bangunan semacam ini dinamakan pandusha.
3) Sarkofagus
Sarkofagus adalah peti kubur batu yang bentuknya seperti lesung dan mempunyai
tutup. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali. Bersama Sarkofagus juga
ditemukan tulang-tulang manusia beserta bekal kubur, seperti perhiasan, periuk, dan
beliung.
4) Kubur Batu
Kubur batu hampir sama dengan sarkofagus, begitu juga dengan fungsinya. Bedanya,
kubur batu ini terbuat dari lempengan atau lembaran batu yang lepas-lepas dan
dipasang pada keempat sisinya, bagian alas dan bagian atasnya. Kubur peti batu ini
banyak ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.
5) Punden Berundak
Punden berundak adalah bangunan dari batu yang disusun secara bertingkat. Fungsi
bangunan ini adalah untuk pemujaan. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak
Sibedug, Banten Selatan.
6) Arca
Arca adalah patung yang dibuat menyerupai bentuk manusia dan binatang. Binatang
yang digambarkan, di antaranya gajah, kerbau, kera, dan harimau. Arca ini banyak
ditemukan, antara lain di Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
2. Zaman Logam
Pada Zaman Logam, manusia telah mengembangkan teknologi yang cukup
tinggi. Mengapa dikatakan teknologi tinggi? Sebab batu tinggal membentuk sesuai
kehendak pemahat. Logam sementara itu tidak dapat dipahat dengan mudah
sebagaimana halnya batu.
Manusia purba membuat peralatan dari logam seperti perunggu dan besi.
Mereka telah mengolah bahan tersebut menjadi beraneka macam bentuk. Hal ini
membuktikan bahwa manusia purba telah mengenal peleburan logam. Kebudayaan
Zaman Logam sering juga disebut Zaman Perundagian.
Manusia purba membuat peralatan dari logam, baik sebagai alat berburu,
mengerjakan ladang, maupun untuk keperluan upacara keagamaan. Alat-alat dari
perunggu, misalnya kapak corong atau kapak sepatu. Kapak corong ditemukan di
Sumatra Selatan, Jawa, Bali, serta Sulawesi Tengah dan Selatan.

Anda mungkin juga menyukai