Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PERTEMUAN 3

Alterasi Hidrotermal

Disusun Oleh :
DANENDRA GARUDA WISDA
111.140.015
PLUG 3

LABORATORIUM PETROLOGI
SIE ENDAPAN MINERAL
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum Pertemuan 3


Alterasi Hidrotermal
Sleman, 19 September 2016

Disusun Oleh :
Nama

: DANENDRA GARUDA WISDA

Nim

: 111.140.015

Prodi

: Teknik Geologi

Fakultas

: Teknologi Mineral

Mengetahui,
Penulis

DANENDRA GARUDA W

NIM. 111.140.015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan menyelesaikan Laporan Alterasi Hidrotermal. Terima kasih pula
penyusun sampaikan kepada para asisten dan pihakpihak lain yang telah membantu
penyusun selama melaksanakan praktikum Endapan Mineral.
Laporan Praktikum Alterasi Hidrotermal ini penyusun buat sebagai pelengkap
tugas praktikum yang telah dilaksanakan di Laboratorium Petrologi Sie Endapan
Mineral, Program studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Akhirnya,

penyusun

berharap

semoga

Laporan

Praktikum

Alterasi

Hidrotermal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Terima kasih.

Sleman, 13 September 2016


Praktikan,

DANENDRA GARUDA W

DAFTAR ISI

Disusun Oleh :.................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
BAB I........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
BAB II.......................................................................................................... 2
2.1 Metode Penelitian..................................................................................... 2
2.2 Data dan Peralatan Penelitian.......................................................................2
2.3 Diagram Alir Penelitian.............................................................................. 2
BAB III......................................................................................................... 3
3.1 Alterasi Hidrotermal.................................................................................. 3
3.2 Tipe Alterasi........................................................................................ 4
3.3 Identifikasi Batuan Alterasi......................................................................9
BAB IV....................................................................................................... 10
KESIMPULAN.......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 . Mineralogi dan Alterasi dalam sistim Hidrothermal ( Corbet & Leach 1996 )................8

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Diagram Alir........................................................................................ 2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan
mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi
dengan larutan hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas
yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan membawa
komponen- komponen pembentuk mineral bijih (Bateman dan Jensen, 1981).
Larutan hidrotermal pada suatu sistem dapat berasal dari air magmatik, air
meteorik, connate atau air yang berisi mineral yang dihasilkan selama proses
metamorfisme yang menjadi panas di dalam bumi dan menjadi larutan
hidrotermal. Ketika terjadi kontak batuan dengan larutan hidrotermal, maka
terjadi perubahan mineralogi dan perubahan kimia antara batuan dan larutan,
di luar kesetimbangan kimia dan kemudian larutan akan mencoba kembali
membentuk kesetimbangan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun maksud dan tujuan penulis membuat tulisan ini adalah:
1. Mengetahui apa itu Alterasi Hidrotermal.
2. Mengetahui tipe alterasi.
3. Mengetahui langkah pendeskripsian batuan alterasi hidrotermal.

BAB II
METODELOGI PENELITIAN
1

2.1 Metode Penelitian


Penelitian diawali dari pengumpulan data dari beberapa sumber.

2.2 Data dan Peralatan Penelitian


Data didapat dari beberapa buku bacaan ( literature ) dan beberapa bacaan dari
internet. Peralatan yang dibutuhkan penulis adalah :
1. Alat Tulis
2. Laptop

2.3 Diagram Alir Penelitian

Sumber
Literatur

Sumber
Ensiklope
dia

Menyatuka
n semua
sumber
Menulis
Hasilnya
Tabel 1. Diagram Alir

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alterasi Hidrotermal
White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah

perubahan

mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan
larutan hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas yang berasal
dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan membawa komponen- komponen
pembentuk mineral bijih (Bateman dan Jensen, 1981). Larutan hidrotermal pada suatu
sistem dapat berasal dari air magmatik, air meteorik, connate atau air yang berisi
mineral yang dihasilkan selama proses metamorfisme yang menjadi panas di dalam
bumi dan menjadi larutan hidrotermal. Ketika terjadi kontak batuan dengan larutan
hidrotermal, maka terjadi perubahan mineralogi dan perubahan kimia antara batuan
dan larutan, di luar kesetimbangan kimia dan kemudian larutan akan mencoba
kembali membentuk kesetimbangan.
Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :
1.

Karakter batuan dinding.

2.

Karakter fluida ( Eh, pH ).

3.

Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung ( Guilbert dan
Park, 1986, dalam Sutarto, 2004 ).

4.

Konsentrasi.

5.

Lama aktivitas hidrotermal ( Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004 ).


Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia
fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi
hidrotermal ( Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2004 ). Henley dan Ellis
( 1983, dalam Sutarto, 2004 ), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada sistem
epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih
dikontrol oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida.

3.2 Tipe Alterasi


Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal
pada endapan tembaga porfir menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan
himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam Sutarto, 2004)
membuat model alterasi-mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan
istilah zona filik untuk himpunan mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit.
Adapun delapan macam tipe alterasi antara lain :
1. Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,
illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200-300C pada pH
mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai
permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004), terdapat empat
kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu :

Klorit-kalsit-kaolinit.

Klorit-kalsit-talk.

Klorit-epidot-kalsit.

Klorit-epidot.
2. Argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu
muskovot-kaolinit-monmorilonit

dan

muskovit-klorit-monmorilonit.

Himpunan

mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100-300C (Pirajno, 1992,
dalam Sutarto, 2004), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.
3 . Potasik
Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu
sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa
ratus meter. Dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K Feldspar,
kuarsa, serisit dan magnetite. Pembentukkan biotit sekunder ini dapat terbentuk
akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal
yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksen.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses


metasomatis dan disertai dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan sodium
didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolite,
dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya
dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut
merupakan mineral mineral sulfida yang terdiri atas pyrite maupun kalkopirit
dengan pertimbangan yang relatif sama.
Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona
potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang terjadi
pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan
hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada
rekahan batuan.
4. Filik
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas
zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang
pada intrusi. Dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral
utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit
terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi
serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi
menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau
kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya
tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Kadang
mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada temperatur
sedang-tinggi (230-400C), fluida asam-netral, salinitas beragam, pada zona
permeabel, dan pada batas dengan urat.
5. Propilitik dalam ( inner propilitik )
Menurut Hedenquist dan Linndqvist (1985, , dalam Sutarto, 2004), zona
alterasi pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati
netral) ummnya menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem porfir, tetapi

menambahkan istilah inner propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur
tinggi (>300C), yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
6. Argilik lanjut ( advanced argilic )
Sedangkan untuk sistem epitermasl sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),
ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan
mineral

pirofilit+diasporandalusitkuarsaturmalinenargit-luzonit

temperatur

tinggi,

250-350C),

atau

himpunan

(untuk
mineral

kaolinit+alunitkalsedonkuarsapirit (untuk temperatur rendah,< 180 C).


7. Skarn
Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan
karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan
kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan
oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta mineral
magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air,
zona ini dicirikan oleh mineral klorit,tremolit aktinolit dan kalsit dan larutan
hidrotermal.
Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan
temperatur tinggi (sekitar 300-700C). Proses pembentukkan skarn akibat urutan
kejadian Isokimia metasomatisme retrogradasi.
Dijelaskan sebagai berikut :

Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan


samping, prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang
karbonat. Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host
rocknya (sifat konduktif).

Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan


samping yang karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan bukaan yang
dilewati larutan magma.

Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar


pada batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah
turun dan bercampur dengan larutan.
6

8. Greisen
Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa-muskovit (atau lipidolit) dengan
sejumlah mineral asesori seperti topas, turmalin, dan florit yang dibentuk oleh alterasi
metasomatik post-magmatik granit (Best, 1982, Stempork, 1987, dalam Sutarto,
2004).
9. Silisifikasi
Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal yang paling umum dijumpai
dan merupakan tipe terbaik. Bentuk yang paling umum dari silika adalah (E-quartz,
atau -quartz, rendah quartz, temperatur tinggi, atau tinggi kandungan kuarsanya
(>573C), tridimit, kristobalit, opal, kalsedon. Tridimit terutama umum sebagai
produk devitrivikasi gelas volkanik, terbentuk bersama alkali felspar.
Selama proses hidrotermal, silika mungkin didatangkan dari cairan yang
bersirkulasi, atau mungkin ditinggalkan di belakang dalam bentuk silika residual
setelah melepaskan (leaching) dari dasar. Solubilitas silika mengalami peningkatan
sesuai dengan temperatur dan tekanan, dan jika larutan mengalami ekspansi
adiabatik, silika mengalami presipitasi, sehingga di daerah bertekanan rendah siap
mengalami pengendapan (Pirajno, 1992).
10. Serpentinisasi
Batuan yang telah ada beruabah menjadi serperite yang mineral utamanya
adalah Cripiolite disamping ada juga mineral mineral lain. Batuan semuala biasanya
batuan basa ( andesitte ) yang berubah karena proses hidrotermal maka batuan basa
ini berubah menjadi serpertisasi. Misal : Geruilite di sulawesi dari kalimantan diubah
menjadi serpentinisasi. Serpentinisasi bisa pula akibat dari pada Weathering, tetapi
daerah yang teralterasi relatif terbatas kecil.

Gambar 1. Mineralogi dan Alterasi dalam sistim Hidrothermal ( Corbet & Leach 1996 )

3.3 Identifikasi Batuan Alterasi


Permasalahannya, seringkali kita mendapati dalam satu contoh batuan
ditemukan beberapa mineral dari dua tipe atau lebih. Prosedur yang baik untuk tahap
awal observasi batuan tersebut di atas adalah menulis semua mineral yang tampak
sebagai himpunan mineral. Apabila dalam satu batuan dijumpai mineral-mineral
klorit, kuarsa, kalsit, dan kaolinit, maka disebut sebagai himpunan mineral kloritkuarsa-kalsit-kaolinit (Sutarto, 2004).
Ada beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan untuk mengenali batuan ubahan
hidrotermal, diantaranya adalah:

Mendiskripsi mineral-mineral yang hadir maupun tekstur dalam batuan, mencatat

mineral-mineral sekunder yang terbentuk karena ubahan hidrotermal.


Mendiskripsi distribusi mineral ubahan pada batuan.
Menyusun hubungan antara satu mineral dengan mineral.

BAB IV
KESIMPULAN

1. White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah

perubahan

mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi
dengan larutan hidrotermal.
2. Ada 10 macam tipe alterasi yaitu profilitik, filik, argilik, advanced argilik,
profilitik dalam, potasik, skarn, greisen, serpentinisasi, dan silisifikasi.
3. Langkah yang sebaiknya dilakukan untuk mengenali batuan ubahan
hidrotermal, diantaranya adalah:
a. Mendiskripsi mineral-mineral yang hadir maupun tekstur dalam batuan,
mencatat mineral-mineral sekunder yang terbentuk karena ubahan
hidrotermal.
b. Mendiskripsi distribusi mineral ubahan pada batuan.
c. Menyusun hubungan antara satu mineral dengan mineral.

10

DAFTAR PUSTAKA

Hartosuwarno,

Sutarto.

(1996). Panduan

Kuliah

Praktikum

Endapan

Mineral. Yogyakarta: UPN 'Veteran' Yogyakarta Press.


Creasey S.C., 1966, Hidrothermal Alteration, Economic Geology.
Corbett G.J. and Leach T.M., 1996, Southwest Pacific Rim Gold-copper Systems :
Structure, Alteration, and Mineralization, A Workshop Presented for the
Society of Exploration Geochemists at Townville.
Anonim,

2016

(Mineralisasi,

https://pillowlava.wordpress.com/mineralisasi/

mineralisasi-2/ diakses pada 19 September 2016)

Anda mungkin juga menyukai