Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH BIOPSIKOLOGI

PSIKOSOMATIK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
RATNAWATI

(1630702018)

SRI ASTUTI

(1630702030)

WULAN SRI OKTAVIANI

(1630702034)

AGUSTINA SRIYANTI (1630702048)


MISSA ASHARI

(1630702058)

KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN 2016/2017

A. GANGGUAN PSIKOSOMATIK
Menurut

penelitian

WHO

di

beberapa

Negara

berkembang

menunjukkan bahwa 30 50 % pasien yang berobat ke fasilitas pelayanan


kesehatan umum ternyata menderita gangguan kesehatan jiwa. Hal ini sejalan
dengan penelitian Depkes RI pada tahun 1984 di puskesmas Tambora Jakarta
Selatan yang menunjukkan bahwa dari jumlah pasien yang berobat ke
Puskesmas, 28,73% (pasien dewasa) menderita gangguan kesehatan jiwa
yang sering muncul sebagai gangguan kesehatan fisik/jasmani (Depkes RI,
1995).
Klinik Ochsner di New Orleans menerbitkan laporan yang menyatakan
bahwa dari 500 pasien yang dirawat di klinik mereka 74 persennya menderita
penyakit karena gangguan mental/emosi. Departemen Medis Universitas Yale
yang menangani pasien berobat jalan juga melaporkan bahwa 76 % dari
pasien yang datang ke klinik mereka terbukti menderita penyakit
karenafikiran dan perasaan negatif yang mempengaruhi emosi mereka.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa pikiran dan perasaan sangat besar
pengaruhnya terhadap metabolisme tubuh . Jika kita sedang makan tiba tiba
diberi tahu bahwa anak yang kita kasihi meninggal akibat kecelakaan ,
dijamin anda tidak bisa meneruskan makan anda. Tubuh anda segera bereaksi,
nafas menjadi sesak selera makan kontan menghilang, otot dan saraf anda
menjadi tegang. Pada kondisi tertentu juga diikuti naiknya tekanan darah
yang kadangkala menyebabkan pecahnya pembuluh darah tertentu.
Kadangkala juga diikuti denganrasa mulas pada bagian perut.
Keadaan stress memang tidak dapat dihilangkan dari kehidupan
seseorang bahkan jika stress terjadi berlarut larut dan dalam intensitas
tinggi, dapat menyebabkan penyakit fisik dan mental pada seseorang. Namun
demikian, stress dapat dikurangi diantaranya dengan meningkatkan
kemampuan seseorang dalam beradaptasi kognitif secara positif (Rasmun,
2004). Menurut Maramis (1998) dijelaskan bahwa gangguan psikosomatik
adalah gangguan jiwa yang dimanifestasikan pada gangguan susunan saraf

vegetatif. Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa


(psycho) dan badan (soma). Ada istilah lain yang digunakan untuk
menjelaskan gangguan psikosomatik, yaitu gangguan psikofisiologis.
Psychosomatic disorder adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh
suatu kombinasi dari factor organis dan psikologis. Pada penyakit ini
mungkin

terjadi

perubahan

perubahan

jaringan

Beberapa

penyakit

psikosomatis somatic seperti reaksi alergis, jelas di cetuskan oleh penyerbuan


protein asing kedalam tubuh. (J.P. Chaplin).
Jadi, kesimpulannya gangguan psikosomatis adalah gangguan yang di
sebabkan oleh gangguan psikologis yang berakibat terjadi perubahan
jaringan-jaringan tubuh sehingga penderita merasa terjadi sebuah penyakit.
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi ke
empat (DSM IV), istilah psikosomatik telah digantikan dengan kategori
diagnostic factor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis. Criteria
DSM IV untuk factor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis (yaitu
gangguan psikosomatik ), menyatakan bahwa factor psikologis secara
merugikan mempengaruhi kondisi medis seseorang dalam salah satu dari
bermacam-macam cara. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi perjalanan
kondisi medis umum, dimana ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat
antara faktor psikologis dengan perkembangan atau eksaserbasi dari atau
pemulihan yang lambat dari kondisi umum.
Ciri utama dari gangguan psikosomatik adalah adanya keluhan gejala
fisik yang berulang, yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis :
meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah
dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi
dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya kemungkinan penyabab
psikologis, walaupun ditemukan gejala anxietas dan depresi yang nyata.
Para penderita psikosomatik, umumnya mengeluhkan gangguan yang
berkaitan dengan sistem organ, seperti :

1.

Kardio-vaskuler: keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah

2.

Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis

3.

Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma

4.

Dermatologi: keluhan gatal, eksim

5.

Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang

6.

Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea

7.

Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks

8.

Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang


epilepsi.
Selain itu, masalah kejiwaan yang menyertainya yaitu gejala anxietas dan
gejala depresi.

B. PENYEBAB GANGGUAN PSIKOSOMATIK


Permusuhan, depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi adalah
akar dari sebagian besar gangguan psikosomatik (Kaplan, et al, 1997).
Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini
bahwa sumber sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh.
Pada praktik klinik sehari-hari, pemberi pelayanan kesehatan seringkali
dihadapkan pada permintaan pasien dan keluarganya untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium dan pencitraan (rontgen).
Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi
tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai
dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan
psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati
yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45%
merasa kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatik perlu
ditanyakan beberapa faktor yaitu:

1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran


ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga
dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.
2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam
hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
3. Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah
sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
4. Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi,
waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.

C. PENGOBATAN PSIKOSOMATIS
Pengobatan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan
dengan beberapa cara dengan mempertimbangkan pengobatan somatis
(berorientasi pada organ tubuh yang mengalami gangguan), pengobatan
secara psikologis (psikoterapi dan sosioterapi) serta psikofarmakoterapi
(penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi). Metode mana
yang kemudian dipilih oleh dokter sangat tergantung pada jenis kasus dan
faktor-faktor yang terkait dengannya.
Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada
faktor somatis (fisik). Hal ini dapat menyebabkan penyakit timbul kembali
dan yang lebih parah akan menurunkan kepercayaan pasien akan
kemungkinan penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah
kelainan psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memang agak sulit untuk
membedakannya dengan gangguan psikosomatis sehingga baru dapat
dibedakan bila kejadiannya telah berulang. Disinilah perlunya psikoterapi
sebagai pendamping terapi somatik.
Perlu dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka (obat-obat yang biasa
digunakan dalam bidang psikologi) karena mungkin gangguan psikologis
yang diderita berhubungan dengan kondisi kimiawi di otak yang mengalami
ketidakseimbangan.

D. KESIMPULAN
1. Gangguan psikosomatik merupakan gangguan yang melibatkan antara
pikiran dan tubuh. Hal ini berarti bahwa adanya faktor psikologis yang
mempengaruhi kondisi medis.
2. Komponen emosional memainkan peranan penting pada gangguan
psikosomatik.
3. Manifestasi penyakit fisik juga sering diturunkan dari kepribadian
seseorang.
4. Gangguan psikosomatik dapat melibatkan berbagai sistem organ di dalam
tubuh sehingga memerlukan penanganan secara terintegrasi dari ahli medis
dan ahli psikiatri.
5. Pengobatan gangguan psikosomatik dari sudut pandang psikiatri adalah
tugas yang sulit.
6. Tujuan terapi haruslah mengerti motivasi dan mekanisme gangguan fungsi
dan untuk membantu pasien mengerti penyakitnya.
7. Tujuan tersebut harus menghasilkan pola perilaku yang berubah dan lebih
sehat.
8. Terapi kombinasi sangat bermanfaat untuk mencapai resolusi gangguan
struktural dan reorganisasi gangguan kepribadian.

Anda mungkin juga menyukai