Anda di halaman 1dari 7

MATA KULIAH EKONOMI SEKTOR PUBLIK

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

Disusun Oleh : Adi Tri Wibowo


NIM : 15/388887/PSP/05492

MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
1. Pengendalian Inflasi

Dari pengertiannya inflasi merupakan suatu keadaan dimana tingkat harga secara umum
cenderung mengalami kenaikan dan terus menerus. Inflasi sendiri disebabkan oleh
berbagai faktor baik itu yang sifanya internal maupun eksternal, contohnya adalah
kenaikan permintaan melebihi penawaran atau di atas kemampuan berproduksi,
meningkatnya jumlah uang yang beredar di masyarakat, kenaikan biaya produksi,
berkurangnya jumlah uang di pasaran, inflasi dari luar negeri, dan inflasi dari dalam
negeri. Secara umum inflasi dapat diatasi dengan beberapa cara, yaitu a) Dengan
kebijakan moneter (mempengaruhi jumlah uang yang beredar); b) Kebijakan fiskal
(kebijakan mengatur pendapatan dan pengeluaran negara/ APBN); c) Kebijakan stabilitas
nilai tukar rupiah; dan d) Kebijakan sektor riil, terutama untuk menjamin kelancaran
pasokan dan distribusi.
Dalam sebuah negara, angka inflasi yang besar dan terjadi terus menerus tanpa diimbangi
dengan pertumbuhan ekonomi akan berdampak buruk terhadap perekonomian secara
makro. Disini pemerintah memiliki peran yang besar berkaitan dengan inflasi seperti
halnya di Indonesia, pemerintah Indonesia melalui kebijakan Bank Indonesia memiliki tim
yang bertugas untuk mengendalikan tingkat inflasi yang terjadi, bahkan sampai ke tingkat
daerah yaitu Tim Pematauan dan Pengendali Inflasi (TPI). Bersumber dari website resmi
Bank Indonesia, TPI dibentuk atas dasar pertimbangan bahwa inflasi yang rendah dan
stabil merupakan satu sasaran yang ingin dicapai pemerintah, sebagai bagian dalam upaya
menjaga stabilitas makro ekonomi sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM). Kemudian merujuk pada pertimbangan awal pembentukan TPI yang
dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan, dimana tugas dan fungsi TPI adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi dalam rangka penetapan sasaran inflasi tiga tahun kedepan;
b. Melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan evaluasi faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan yang ditempuh;
c. Melakukan koordinasi dalam rangka merekomendasikan pilihan kebijakan yang
mendukung kepada pencapaian sasaran inflasi kepada Menteri Keuangan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian inflasi merupakan salah
satu aspek penting dari peran pemerintah, karena inflasi yang rendah dan stabil merupakan
prasyarat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan kerjasama

dan koordinasi lintas instansi, yaitu antara Bank Indonesia dan Pemerintah, serta adanya
harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan.

Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yaitu keadaan dimana tingkat harga secara
umum mengalami penurunan. Dalam perekonomian nasional, deflasi dan inflasi yang
memiliki pengertian beseberangan, akan berdampak buruk terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat jika deflasi dan/atau inflasi yang terjadi terlalu tinggi. Dengan
adanya deflasi dan/atau inflasi kesejahteraan masyarakat dalam hal ini perekonomian
masyarakat akan sangat terganggu, dimana secara sederhana dapat dilihat pendapatan
perkapita yang berjalan stabil tetapi disisi lain harga terus melambung tinggi
menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat semakin sendah. Sama halnya ketika
deflasi terus terjadi akan menyebabkan lambatnya aktifitas ekonomi yang disebabkan
karena ketersediaan uang pada konsumen terbatas sehingga konsumen menunda belanja
sampai harga benar-benar turun jauh. Jika hal ini berlangsung lama, deflasi bisa
memungkinkan terjadinya PHK karena perusahaan tidak mampu membayar gaji karyawan

karena barang yang diproduksi tidak laku.


Dikutip dari bukunya Paul A. Samuelson & William D. Nordhaus (1986: 315) menyatakan
bahwa laju inflasi yang diharapkan dan mendasari disebut dengan inflasi inersial. Dalam
perekonomian moneter menunjukkan perilaku yang sama, dimana pertumbuhan GNP
potensial riel sebesar 3% ditambah dengan laju inflasi 6%. Contohnya apabila harga-harga
naik sebesar 6% selama beberapa waktu, maka diharapkan tingkat yang sama akan terjadi

dimasa yang akan datang.


Hurung dabbbb
2. Indikator makro ekonomi merupakan statistik yang menunjukkan status ekonomi di sebuah
negara tergantung pada area tertentu dari ekonomi. Indikator ekonomi makro akan
diterbitkan secara berkala dalam periode tertentu. Indikator ekonomi makro sendiri meliputi:
Produk Domestik Bruto (PDB), Indeks Harga Konsumen (IHK), Hutang Pemerintah, Nilai
Tukar Mata Uang, Neraca Transaksi Berjalan, Penduduk, Kemiskinan, Pengangguran, dan
Cadangan Devisa. Dalam sistem ekonomi yang terbuka dimana terdapat kegiatan ekspor
barang dan produk dagangan dengan tujuan pasar-pasar di negara lain atau sebaliknya
melakukan kegiatan impor atas bahan mentah dan bahan penolong serta mesin atau barang
jadi dari luar negeri. Dalam model terbuka seperti ini, jasa perbangkan dan lembaga
keuangan juga dapat berasal dari luar negeri sehingga kita dihadapkan dengan system

perekonomian yang semakin menyatu atau biasa disebut the global economy. Dari hal
tersebut dapat diketahui bahwa perekonomian antar negara akan saling berpengaruh terhadap
kondisi ekonomi makro di sebuah negara. Seperti halnya yang terlihat dari artikel, ketika
pasar saham di kawasan Asia melorot, dimana menurunnya harga minya pada titik terendah
menyebabkan investor-investor yang menanam saham di negara-negara penghasil minyak
melepaskan sahamnya. Hal tersebut akan berdampak negative terhadap perekonomian di
sebuah negara.
Dari data dapat dilihat bahwa Tiongkok mengalami deflasi atau penurunan inflasi ditingkat
produsen yang mencapai 5,95% dan inflasi ditingkat konsumen hanya naik tipis yaitu sebesar
1,5%. Melemahnya ekonomi di Tiongkok mejadi berita buruk bagi negara-negara khususnya
di kawasan Asia. Sebagai negara produsen terbesar di dunia, Tiongkok juga merupakan mitra
dagang terbesar bagi negara-negara lain. Pada saat terjadi pelemahan ekonomi di Tiongkok,
secara langsung akan berdampak negative bagi perdagangan (ekspor dan impor), dimana
deflasi yang terjadi di tingkat produsen akan melemahkan harga jual komoditas ekspor
negara-negara yang bekerjasama dengan Cina seperi contohnya adalah Indonesia.
3. Kebijakan tarpering off merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank sentral Amerika
Serikat yaitu The Fed untuk menaikkan suku bunga. Menurut ekonim Universitas Indonesia
Muslimin Anwar menyatakan bahwa tappering off akan memberi dampak bagi perekonomian
Indonesia yaitu perdagangan dan keuangan. Dari sisi perdagangan kebijakan ini pertanda
terjadinya perbaikan perekonomian di Amerika Serikat, yang dapat menyebabkan
peningkatan ekspor dari Indonesia ke negara tersebut, karena secara logis ketika terjadi
perbaikan ekonomi maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya daya beli warga Amerika
Serikat. Sementara itu dari sisi keuangan, penghentian stimulus kebijakan moneter The Fed
memiliki dampak jangka pendek terhadap pasar keuangan. Sehingga ketika ekonomi
Amerika Serikat mengalami pemulihan dapat memicu investor global untuk melakukan
penarikan dana AS diberbagai negara termasuk Indonesia dan menanam sahamnya pada
sektor-sektor ekonomi di negaranya sendiri.
Disisi lain ketika pemerintah dihadapkan dengan kebijakan tappering off dari Bank Central
Amerika Serikat, salah satu pihak yang perlu siaga untuk menghadapi volatilitas rupiah
adalah Bank Indonesia selaku bank central di Indonesia. Volatilitas rupiah adalah
melemahnya nilai tukar rupiah di pasar uang global. Pada saat yang bersamaan, ketika

perekonomian Amerika Serikat juga mengalami perbaikan yang cukup signifikan, akan tetapi
pelaku pasar global sudah lama mengantisipasi dan mengambil keputusan investasi termasuk
Indonesia, sehingga penyesuaian portofolio investasi telah terjadi sebelum kebijakan ini
diumumkan. Bank Indonesia sendiri juga sudah mewaspadai dampak volatilitas rupiah akibat
dari kebijakan tappering off. Salah satu caranya adalah dipangkasnya secara besar-besaran
subsidi bbm, sehingga cadangan devisa negara kita akan aman meskipun rupiah sempat
melemah ke Rp 14.009 pada perdagangan pasar. Mengutip dari pendapatnya Joseph Stiglitz
(2002), bahwa kurs sebuah mata uang hendaknya mengikuti kebutuhan, tidak terlalu lemah
dan sebaliknya, karena akan berdampak terhadap menurunnya ekspor ke berbagai negara.
Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa Bank Indonesia perlu mewaspadai dampak dari
kebijakan Amerika Serikat tetapi tidak perlu terlalu berlebihan, hal tersebut bisa dilakukan
dengan perbaikan perekonomian baik internal maupun eksternal.
Hubungan antara kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan cadangan devisa disebuah
negara khususnya Indonesia sangat erat kaitannya. Ketika pemerintah dihadapkan dengan
perbaikan ekonomi di Amerika Serikat serta melemahnya ekonomi di negara-negara Asia
(Cina), hal tersebut menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah (volailitas rupiah) terutama
terhadap dollar ($) Amerika. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap cadangan devisa di Indonesia, karena ketika dollar naik beban
pemerintah dalam menggunakan cadangan devisa di pasar saham global akan bertambah.
Sehingga pemerintah perlu menerapkan kebijakan stabilisasi nilai tukar agar cadangan devisa
nasional berada pada tingkat yang aman. Selain itu dalam ekonomi terbuka perlu adanya
pemahaman tentang pasar valas, hal tersebut untuk menghindari tidak terkendalinya
penukaran barang/jasa dan pemindahan dari satu negara ke negara lain.
Kebijakan dari bank central Amerika Serikat (The Fed) dengan menaikkan suku bunga
sebesar 0,25% ternyata tidak berdampak buruk terhadap nilai tukar rupiah, bahkan kurs
rupiah malah menguat menjadi Rp 13.648,00 dari sebelumnya Rp 14.009,00. Tidak
berpengaruhnya kebijakan tapering off yang dikeluarkan oleh The Fed, karena ketika The
Fed memberi sinyal akan menaikkan suku bunga, pada saat bersamaan pelaku pasar nasional
sudah megantisipasi sebelumnya dan mengambil keputusan investasi. Selain itu adanya
peningkatan koordinasi fiscal dan moneter dengan pemerintah serta berbagai cara untuk
mengendalikan inflasi serta penurunan deficit neraca transaksi telah berjalan dengan baik.
Maksimalnya peran dari pemerintah dalam mendukung kebijakan moneter dan fiscal, untuk

mengendalikan inflasi dan menurunkan current account deficit, menyebabkan stabilitas


ekonomi nasional dapat berjalan dengan baik ditengah ketidakstabilan ekonomi global, serta
kebijakan menaikkan suku bunga di Amerika Serikat tidak terlalu berpengaruh bagi
perekonomian nasional.
4. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh bank central (Bank Indonesia)
melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian dengan mengendalikan
ekonomi secara makro agar bisa berjalan dengan baik. Pengaturan jumlah uang yang beredar
ke masyarakat dapat dilakukan dengan menambah uang yang beredar (Monetary Expansive
Policy) dan mengurangi uang yang beredar (Monetary Contractive Policy). Dalam
menjalankan kebijakan moneter sendiri terdapat beberapa instrument kebijakan moneter,
yaitu a) Operasi pasar terbuka (Open market operation); b) Fasilitas diskonto (Discount
rate); c) Rasio cadangan wajib (Reserve requirement ratio); dan d) Himbauan moral (Moral
persuasion).
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik dengan cara mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal yang meliputi penerimaan dan
pengeluaran pemerintah erat kaitannya dengan pajak. Ketika pemerintah mengubah tarif
pajak, akan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi secara nasional, dimana ketika pajak
diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat, dan sebaliknya ketika
pajak dinaikkan maka daya beli masyarakat akan menurun dan menurunkan output industri
secara umum. Kebijakan fiskal bertujuan untuk mengurangi pengangguran, menstabilkan
harga, dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang layak.
Berkaitan dengan opini kita cuma dapat mengandalkan pemicu lain, yakni belanja negara,
investasi, serta belanja swasta dan masyarakat, saya secara pribadi kurang setuju dengan
pernyataan tersebut. Dalam perbaikan perekonomian secara nasional, kebijakan moneter
maupun kebijakan fiskal harus berjalan secara berkesinambungan. Dalam sistem administrasi
publik modern, peran kebijakan fiskal dengan mengandalkan penerimaan pajak dari
masyarakat (semakin besar pendapatan pajak di negara berkembang, akan semakin baik) dan
pemberian subsidi kepada masyarakat merupakan cara yang tepat untuk menstabilkan
perekonomian nasional di negara berkembang seperti Indonesia, tetapi jangan sampai
mempengaruhi pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain ketika pemerintah

menetapkan besaran pajak harus diimbangi dengan pengaturan jumlah uang yang beredar di
masyarakat melalui kebijakan moneter.

Anda mungkin juga menyukai