Anda di halaman 1dari 8

ALIRAN KHAWARIJ

Adapun tokoh-tokoh khawarij diantaranya:


1) Urwah bin hudair
2) Mustarid bin sa'ad
3) Hausarah al-as'adi
4) Quraib bin maruah
5) Nafi'bin al at-azraq
6) Zaid bin al asfar
7) Abdullah bin basyir
8) Abdullah ibn ka'wa
9) Abu rasyid nafi' bin al razaq
10) Najdah ibn 'amir al hanafiy
11) Abdul karim bin ajrad.

ALIRAN MURJIAH

Kata Murjiah berasal dari suku kata Bahasa Arab rajaa yang berarti kembali. Maksudnya adalah
golongan atau aliran yang berpendapat bahwa konsekuensi hukum dari perbuatan manusia bergantung pada
Allah SWT. Awal munculnya golongan Murjiah pertama kali di Damaskus pada penghujung abad pertama
Hijriyah. Murjiah pernah mengalami kejayaan yang cukup signifikan pada masa Daulah Umawiyah, namun
setelah runtuhnya Daulah Umawiyah tersebut, golongan Murjiah ikut redup dan berangsur-angsur hilang
ditelan zaman, hingga kini aliran tersebut sudah tidak terdengar lagi, namun sebagian fahamnya masih ada
yang diikuti oleh sebagian orang, sekalipun bertentangan oleh sebagian orang, sekalipun bertentangan
dengan Alquran dan sunah. Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal itu dilakukan
oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa
tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Demikian pula orang mukmin yang melukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan
mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada tuhansealin
allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan
dosa besar masih tetap mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh
karena

itu

orang

tersebut

masih

tetap

mukmin,

bukan

kafir.

ALIRAN SYIAH
Aliran Syiah Mazhab Syiah ini lahir sebagai reaksi terhadap golongan ahli sunnah atas ketidak sepahaman
mereka terhadap pengangkatan Khulafa ar-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) secara berturut-

turut. Menurut madzhab Syiah yang berhak menggantikan Rasulullah SAW hanyalah Ali ibn Abi Thalib
(dengan alasan Ali adalah Ahlul bait atau keluarga yang peling dekat). Mengenai latar belakang munculnya
aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syiah mulai muncul pada akhir dari masa
jabatan Usman bin Affan. Kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
Adapun menurut Watt, Syiah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang
dikenal dengan Perang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase
yang diatwarkan Muawiyah. Pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung
sikap Ali (kelak di sebut Syiah) dan kelompok lain menolak sikap Ali (kelak di sebut Khawarij). Kaum
Syiah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :
1. al Tauhid Kaum Syiah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat
bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang
menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
2. al adl Kaum Syiah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan
zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela
kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
3. al Nubuwwah Kepercayaan Syiah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat
muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutus sejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk
membimbing umat manusia.
4. al imamah Menurut Syiah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia
pengganti rasul dalam memelihara Syariat, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan
ketentraman umat.
5. al maad Maad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syiah sangat percaya sepenuhnya akan
adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.

ALIRAN JABARYAH
Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa faktor. Antara lain :
1. Faktor Politik

Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan
sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang
tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat
kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata
bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan
Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah,
yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut
Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai
kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum
Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah
adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran
itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya
(melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah
namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman
tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah pahampaham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq
sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan
Jahmiyah.
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir,
dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut
Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Alquran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di
hari kiamat.
Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah
tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum
Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka
kaum Jahmiyah meyakininya.
2. Faktor Geografi
Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Kehidupan bangsa Arab
yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka.
Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap
alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai
dengan keingianan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.
Akhirnya, mereka banyak bergantung kepada sikap Fatalisme.

C. TOKOH-TOKOH SERTA DOKTRIN AJARAN


1. Ja'd Bin Dirham

Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur
Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
Pendapat-pendapatnya

a. Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an surat
An-Nisa ayat 164.
b. Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat 125 dari surat An-Nisa.
2. Jahm bin Shafwan
Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan dengan Bani
Ummayah. Pendapat-pendapatnya:
a. Bahwa keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan akal sebelum pendengaran. Akal
dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga mungkin mencapai soal-soal metafisika dan
ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut
bilamana belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan.
c. Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab itu iman itu tidak meliputi tiga
oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan
yang lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak
berbeda tingkatnya.
d. Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat itu mungkin diberikan pula kepada manusia, sebab itu
berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka Allah tidak diberi sifat sebagai satu zat atau sesuatu
yang hidpu atau alim/mengetahui atau mempunyai keinginan, sebab manusia memiliki sifat-sifat yang
demikian itu. Tetapi boleh Allah disifatkan dengan Qadir/kuasa, Pencipta, Pelaku, Menghidupkan,
Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu untuk Allah semata dan tidak dapat dimiliki oleh manusia.

ALIRAN QADHRIYAH

Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.
Adapun menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan
manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi
segala perbuatannya; Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat difahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi
penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal
ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia
mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani
Umayyah yang dianggapnya kejam.
Tak dapat diketahui dengan pasti kapan faham ini timbul dalam sejarah perkembangan teologi
Islam.Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi Islam, faham Qadariyah pertama kali dikenalkan oleh
Mabad Al-Juhani dan temannya Ghailan Al-Dimasyqi.Keduanya memperoleh pahamnya dari orang Kristen
yang masuk Islam di Irak.Sedangkan menurut Ali Sami bahwa Mabad Al-Juhani sebagian besar hidupnya
tinggal di Madinah, kemudian menjelang akhir hayatnya baru pindah ke Basrah.Dia adalah murid Abu Dzar
Al-Ghiffari, musuh Utsman dan Bani Umayyah.Sementara Ghailan Al-Dimasyqi adalah seorang Murjiah
yang pernah berguru kepada Hasan ibn Muhammad ibn Hanafiyah.
Mabad Al-Juhani adalah seorang Tabii yang baik.Tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd
Al-Rahman Ibn Al-Asyari, Gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah.Dalam
pertempuran dengan Al-Hajjaj, Mabad mati terbunuh dalam tahun 80 H.
1. Perkembangan Qadariyah
Setelah Mabad mati, Ghailan terus menyiarkan faham Qadariyah-nya di Damaskus, tetapi mendapat
tantangan dari Khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz. Setelah Umar wafat, ia meneruskan kegiatannya yang lama,
sehingga akhirnya ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam Abd Al-Malik (724 743 M). Sebelum dijatuhi
hukum bunuh diadakan perdebatan antara Ghailan dan Al-AwzaI yang dihadiri oleh Hisyam sendiri.
1. Para Pemuka Qadariyah dan Doktrin-doktrinnya
a)

Ajaran Mabad Al-Juhani.

b)

Ajaran Ghailan Al-Dimasyqi

c)

Ajaran An-Nazzam

ALIRAN MUTAZILAH

Tokoh-Tokoh Aliran MuTazilah


1. Wasil bin Atha.
2. Abu Huzail al-Allaf.
3. Al-Jubbai.
4. An-Nazzam
5. Al- jahiz
6. Muammar bin Abbad
7. Bisyr al-Mutamir
8. Abu Musa al-Mudrar
9. Hisyam bin Amr al-Fuwati
Sejarah munculnya aliran mutazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mutazilah tersebut
muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 110 H, tepatnya pada masa
pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah
seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha Al-Makhzumi
Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan
mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar
masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid
dan Guru, dan akhirnya golongan mutazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mutazilah
semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para dedengkot mereka mendalami bukubuku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka
benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil
dari Al Quran dan As Sunnah).
Secara harfiah kata Mutazilah berasal dari Itazala yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang
berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis, istilah Mutazilah menunjuk ada dua golongan.
Golongan pertama, (disebut Mutazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini
tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan
antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.
Menurut penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mutazilah karena mereka menjauhkan diri
dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada
pada kaum Mutazilah yang tumbuh dikemudian hari.
Golongan kedua, (disebut Mutazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang
di kalangan Khawarij dan Murjiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka
berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian status kafir kepada yang
berbuat dosa besar. Mutazilah II inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya
memiliki banyak versi.

Anda mungkin juga menyukai