Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI PROTEIN PADA ALBUMIN TELUR DAN GELATIN

Kadek Anggra Suprapta


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Ganesha
Email: Dekanggra5@gmail.com

Abstract
This experiment aims to identify the proteins contained in a solution of egg albumin and gelatin
solution as a comparison through Biuret Test, with heavy metal deposition, the deposition of the
salt, alcohol precipitation, coagulation proteins and protein denaturation.The method used is
the method of laboratory experiments is to test the protein solution and gelatin solution with
different types of protein identification test. The result is a solution of egg albumin positive
contribution to the Biuret test produces a purple solution, capable precipitated by the addition
of heavy metal ions, the addition of salt (NH4)2SO4 and the addition of alcohol. Egg albumin
solutions are also capable of undergoing coagulation by the addition of acetic acid and can be
denatured by the addition of HCl and acetate buffer by heating. While the gelatin sample, only
gives a positive result in biuret test and experience the precipitation by the addition of alcohol
and acetate buffer solution. In other experiments gave negative results.
Keywords: identification, protein, egg albumin
1. PENDAHULUAN
Protein merupakan komponen utama
dalam sel hidup dan memegang peran penting
dalam proses kehidupan, karena disamping
berfungsi sebagai zat pembangun dan
pengatur, protein merupakan sumber asamasam amino yang mengandung unsur C, H, O
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat. Protein merupakan senyawa
organik kompleks yang mempunyai bobot
molekul tinggi dan merupakan polimer dari
monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan
peptida. Peptida dan protein merupakan
polimer kondensasi dari asam amino dengan
penghilangan unsur air dari gugus amino dan
karboksil (Tika, 2010).
Dalam molekul protein, asam-asam
amino saling dirangkaikan melalui reaksi
gugusan karboksil asam amino yang satu
dengan gugus amino dari asam amino yang
lain, sehingga terjadi ikatan yang disebut
ikatan peptida. Ikatan peptida ini merupakan
ikatan tingkat primer. Dua molekul asam
amino yang saling diikatkan dengan cara
demikian disebut ikatan dipeptida. Bila tiga
molekul asam amino, disebut tripeptida dan
bila lebih banyak lagi disebut polipeptida.

Polipetida yang hanya terdiri dari sejumlah


beberapa molekul asam amino disebut
oligopeptida. Molekul protein adalah suatu
polipeptida, dimana sejumlah besar asamasam aminonya saling dipertautkan dengan
ikatan peptida tersebut. Protein memiliki
empat struktur yaitu Struktur primer (1o)
adalah urutan linear asam-asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida (Redhana,
2004). Struktur primer menjadi dasar rantai
polimer yang menggambarkan susunan asamasam amino pada rantai peptidanya tanpa
memperhatikan
kemungkinan
adanya
interaksi antara asam-asam amino. Pada
struktur primer terdapat urutan asam-asam
amino yang menyusun protein, struktur
sekunder (2o) adalah Ikatan yang terdapat
pada struktur sekunder meliputi ikatan yang
terdapat pada struktur primer (kovalen) dan
ikatan hydrogen antara oksigen karbonil dan
hydrogen amida dari ikatan peptide. Ikatan
hydrogen ini terbentuk menurut pola yang
teratur sehingga membentuk struktur yang
unik seperti -heliks dan -sheet (Tika,
2010)., struktur tersier (3o) adalah Struktur
tersier protein (3o) adalah susunan tiga
dimensi protein yang meliputi pelipatan
unsure-unsur struktur sekunder. Unsur-unsur

struktur sekunder utama (-heliks dan sheet), namun proporsi dan kombinasinya
sangat bervariasi (Redhana, 2004). Pada
struktur sekunder, elemen-elemen struktur
sekunder dikemas dalam bentuk tertentu. Pada
pengemasan ini dilibatkan berbagai ikatan dan
interaksi kimia seperti ikatan disulfide antar
asam amino sistein, ikatan hydrogen, ikatan
ionik antar gugus-gugus yang terionisasi,
interaksi hidrofobik dan hidrofilik serta ikatan
kovalen koordinasi. Kesemua ikatan maupun
interaksi ini disamping membentuk struktur
tersier juga berperan sebagai penstabil (Tika,
2007). dan struktur kuartener (4o) adalah
Struktur kuartener protein terjadi karena
asosiasi dari dua atau lebih sub unit
polipeptida membentuk protein dimer, trimer,
tetramer atau yang lebih besar (Redhana,
2004). Pada struktur kuartener protein terjadi
interaksi antara struktur tersier protein
membentuk suatu agregat yang memiliki
fungsi biologi tertentu. Ikatan yang terlibat
biasanya
ikatan
kovalen-kovalen
dan
kebanyakan ikatan hidrofobik terjadi pada
daerah-daerah
non
polar.
Misalnya
hemoglobin, terdiri dari empat rantai
polipeptida (sub unit), biasanya dua pasangan
sub unit identik membentuk hemoglobin
tetramer yang memiliki fungsi lebih efektif
(Tika, 2007). Keempat struktur protein
tersebut pada dasarnya dibedakan atas jenis
dan jumlah ikatan/interaksi kimia.
Protein merupakan molekul yang sangat
besar, sehingga mudah sekali mengalami
perubahan bentuk fisik maupun aktivitas
biologis. Banyak faktor yang menyebabkan
perubahan sifat alamiah protein misalnya :
panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam,
logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif.
Perubahan sifat fisik yang mudah diamati
adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak
larut) atau pemadatan (Sudarmadji. S, 1989).
Ada protein yang larut dalam air, ada pula
yang tidak larut dalam air, tetapi semua
protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti
misalnya etil eter. Daya larut protein akan
berkurang jika ditambahkan garam, akibatnya
protein akan terpisah sebagai endapan.
Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan
alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal

ini disebabkan alkohol menarik mantel air


yang melingkupi molekul-molekul protein.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas
pada ujung-ujung rantai molekul protein,
menyebabkan protein mempunyai banyak
muatan dan bersifat amfoter (dapat bereaksi
dengan asam maupun basa). Dalam larutan
asam (pH rendah), gugus amino bereaksi
dengan H+, sehingga protein bermuatan
positif.
Berdasarkan sifat-sifat dari protein
tersebut, pada praktikum ini akan dilakukan
uji
protein
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasi protein pada larutan albumin
telur
dan
larutan
gelatin
dengan
memanfaatkan ikatan peptida pada protein
melalui uji biuret, pengendapan dengan
logam, pengendapan dengan garam, uji
koagulasi, pengendapan dengan alkohol,
denaturasi protein serta pengaruh fisik pH dan
zat-zat kimia terhadap struktur protein.
2. METODE
Pelaksanaan praktikum ini dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik Jurusan
Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan
Ganesha pada tanggal 21 Maret 2014.
Pelaksanaan percobaan ini menggunakan
metode kualitatif untuk mengidentifikasi
kandungan rotein pada albumin telur dan
larutan gelatin.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini
di antaranya adalah pipet tetes, tabung reaksi
beserta raknya, batang pengaduk, corong,
spatula, gelas kimia 100 mL, 1 buah gelas
kimia 250 mL, 1 buah heater, 1 buah kaca
arloji, 1 penjepit kayu. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini larutan
albumin telur dan larutan gelatin, larutan
NaOH 0,1 N, larutan NaOH 0,25 N, larutan
CuSO4, larutan HgCl2, larutan Pb-asetat,
kristal amonium sulfat, reagen Millon, larutan
buffer asetat, larutan HCl 0,1 N, larutan etil
alkohol 95%, larutan asam asetat dan akuades.
Adapun beberapa uji yang akan
dilakukan pada praktikum kali ini yaitu uji
Biuret, uji pengendapan protein dengan
logam, uji pengendapan dengan garam, uji
koagulasi, uji pengendapan protein dengan

alkohol, dan uji denaturasi protein dengan


prosedur kerja sebagai berikut:
Uji Biuret
Larutan albumin telur sebanyak 3 mL
dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan dengan 1 mL larutan NaOH 0,25
N dan di aduk. Larutan CuSO4 ditambahkan
beberapa tetes ke dalam tabung reaksi dan
diaduk kembali. Perubahan yang terjadi di
amati. Uji ini juga dilakukan pada larutan
gelatin.
Uji Pengendapan Protein dengan Logam
Pada uji ini dilakukan dua jenis uji untuk
larutan albumin telur dan larutin gelatin, uji
pertama yaitu 3 mL larutan albumin telur
dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 0,2 M. Uji
ke dua yaitu 3 mL larutan albumin telur
ditambahkan 5 tetes larutan Pb-asetat 0,2 M.
Perubahan yang terjadi diamati. Ke dua uji ini
dilakukan juga pada larutan gelatin.
Uji Pengendapan Protein dengan Garam
Larutan albumin telur sebanyak 3 mL
ditambahkan amonium sulfat dan di aduk
hingga melarut. Penambahan amonium sulfat
dihentikan jika amonium sulfat tidak melarut
lagi. Larutan yang mengandung endapan
kemudian di saring. Filtrat yang didapatkan
selanjutnya dilakukan uji biuret. Sedangkan
endapan hasil penyaringan dilakukan uji
kelarutan di dalam air dan dilakukan uji
Millon. Uji ini juga dilakukan pada larutan
gelatin.
Uji Koagulasi
Larutan asam asetat sebanyak 2 tetes di
tambahkan ke dalam tabung reaksi yang sudah
berisi 5 mL kemudian dipanaskan selama
kurang lebih 5 menit dan didinginkan.
Apabila terdapat endapan, endapan di ambil
dengan menggunakan batang pengaduk
kemudian dilakukan uji Millon dan kelarutan
endapan. Uji ini juga dilakukan pada larutan
gelatin.

Uji Pengendapan Protein dengan Alkohol


Larutan albumin telur dimasukan
kedalam 3 buah tabung reaksi masing-masing
sebanyak 5 mL dan diberi label 1, 2, dan 3.
Pada tabung reaksi 1 ditambahkan 1 mL
larutan HCl 0,1 N dan 6 mL etil alkohol 95%.
Perubahan yang terjadi di amati. Pada tabung
reaksi 2 ditambahkan 1 mL larutan NaOH 0,1
N dan 6 mL etil alkohol 95%. Perubahan yang
terjadi diamati. Sedangkan pada tabung reaksi
3 ditambahkan 1 mL buffer asetat pH 4,7 dan
6 mL etil alkohol 95%. Perubahan yang
terjadi diamati. Uji ini juga dilakukan pada
larutan gelatin.
Uji Denaturasi Protein
Larutan albumin telur dimasukan
kedalam 3 buah tabung reaksi masing
masing sebanyak 9 mL dan diberi label 1, 2,
dan 3. Pada tabung reaksi 1 ditambahkan 1
mL larutan HCl 0,1 N. Perubahan yang terjadi
di amati. Pada tabung reaksi 2 ditambahkan 1
mL larutan NaOH 0,1 N. Perubahan yang
terjadi diamati. Sedangkan pada tabung reaksi
3 ditambahkan 1 mL buffer asetat pH 4,7.
Perubahan yang terjadi diamati. Uji ini juga
dilakukan pada larutan gelatin.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Biuret
Pada uji Biuret ini larutan albumin telur
ditambahkan 1 mL larutan NaOH 0,25 N
terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan
dengan beberapa tetes larutan CuSO4. Setelah
dilakukan penambahan larutan CuSO4 terjadi
perubahan warna larutan dari semula bening
menjadi berwarna ungu. Larutan yang
berwarna ungu ini disebabkan oleh
terbentuknya senyawa kompleks koordinat
yang berwarna yang dibentuk oleh Cu2+
dengan gugus CO dan NH pada ikatan
peptida dalam larutan sampel pada suasana
basa.
Reaksi
yang
terjadi
adalah:

COOH

COOH

CH

CH

CH

COOH
HC

HC

Cu2+

+ Cu2+

CH

CH

CH

HC

NH2

NH2

Rantai
polipeptida
Rantai
Polipeptida

NH2

KompleksBerwarna
berwarnaUngu
ungu
Kompleks

Gambar 1. Reaksi yang terjadi pada uji biuret


Adanya perubahan warna pada larutan
albumin menjadi ungu menandakan bahwa di
dalam larutan albumin telur positif

(a)

mengandung protein. Hal yang sama juga


terjadi pada sampel larutan gelatin.

(b)

Gambar 2. (a) Hasil uji biuret pada albumin telur;_(b) Hasil uji biuret pada larutan gelatin
Pengendapan Protein dengan Logam
Dalam percobaan ini larutan albumin
telur ditambahkan dengan larutan HgCl2.
Ketika dilakukan penambahan ini larutan
menjadi agak keruh dan terbentuk endapan
berwarna putih. Hal yang sama juga terjadi
ketika larutan albumin telur ini ditambahkan

dengan larutan Pb(CH3COO)2 beberapa tetes.


Setelah
ditambahkan
dengan
larutan
Pb(CH3COO)2 terbentuk endapan putih dan
larutan menjadi agak keruh. Sedangkan pada
sampel larutan gelatin memeperlihatkan hasil
yang negatif pada kedua uji pengendapan
protein dengan logam.

(d)
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. (a) Albumin telur + HgCl2; (b) Albumin telur + Pb(CH3COO)2; (c) Larutan gelatin +
HgCl2; (d) Larutan gelatin + Pb(CH3COO)2

Terbentuknya
endapan
putih
ini
menandakan bahwa larutan protein telah
diendapkan oleh ion Hg2+ dan Pb2+ yang
masing masing berasal dari larutan HgCl2
dan Pb(CH3COO)2. Protein pada umumnya
bisa diendapkan dengan ion-ion logam berat
misalnya Hg2+, Pb2+, Cd2+ dan Ag+. Hal ini
bisa terjadi karena terjadi reaksi penetralan

muatan antara ion logam berat dengan anion


dari protein sehingga menghasilkan garam
protein yang tidak larut. Perlu ditinjau bahwa
protein merupakan suatu koloid elektrolit
yang bersifat amfoter. Dalam bentuk netral
senyawa ini berbentuk dua kutub yang
kondisinya dikenal dengan titik isoelektrik.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
-

O
H2N

H2N

+ Hg2+

CH2

H2N

Hg2+

CH2

OH

OH

+ Hg2+

CH2
OH

H2N

Hg2+

CH2
OH

Gambar 4. Reaksi antara ion logam berat dengan protein


Pengendapan Protein dengan Garam
Dalam percobaan pengendapan protein
dengan garam ini, larutan protein (albumin
telur) ini dijenuhkan dengan garam (NH4)2SO4
atau ammonium sulfat. Ketika dilakukan
penjenuhan garam (NH4)2SO4 ini larut
sempurna.
Kemudian
dilakukan
lagi
penambahan garam ammonium sulfat dan
diaduk hingga sedikit garam ammonium sulfat
yang tinggal dan tidak melarut. Ketika hal ini
dilakukan larutan protein berubah warna
menjadi putih susu dan terdapat filtrat
berwarna putih.
Terbentuknya warna larutan putih susu
dan endapan yang berwarna putih ini
disebabkan
oleh
penambahan
garam
ammonium sulfat ke dalam larutan albumin
secara berlebihan. Hal ini bisa dijelaskan
karena dengan penambahan garam pada
konsentrasi tinggi akan menyebabkan protein
pada albumin mengalami peristiwa salting out
dimana pada keadaan ini ion-ion dari garam
ammonium bersaing dengan ion-ion pada
protein untuk mengikat air. Karena
kemampuan ion-ion garam (ammonium

sulfat) untuk mengikat air lebih besar daripada


protein, maka protein akan keluar dari larutan
dan membentuk endapan putih.
Selanjutnya dilakukan uji kelarutan
endapan di dalam air. Hasilnya endapan yang
terbentuk karena pengendapan garam ini larut
di dalam air. Kemudian endapan juga diuji
dengan reagen Millon. Setelah ditambahkan
dengan reagen Millon endapan protein yang
berwarna putih ini tidak melarut. Kemudian
dilakukan pemanasan, endapan tetap tidak
terjadi perubahan. Hal ini menandakan di
dalam endapan protein negatif mengandung
asam amino tirosin. Selanjutnya, filtrat
dilakukan uji Biuret. Setelah ditetesi dengan
larutan NaOH dan CuSO4 filtrat yang semula
berwarna putih keruh ini berubah warna
menjadi ungu. Ini menandakan bahwa di
dalam filtrat masih terkandung protein. Hal
yang sama juga dilakukan pada sampel larutan
gelatin, hasilnya adalah terbentuk endapan
yang tidak dapat larut dalam air, sedangkan
filtratnya diuji biuret, hasilnya adalah positif,
warna larutan berubah menjadi ungu.

(a)

(b)

Gambar 5. Hasil uji pengendapan oleh garam pad albumin telur (b) Hasil uji pengendapan oleh
garam pada sampel larutan gelatin
Pengendapan Protein dengan Alkohol
Pada percobaan ini mula-mula disiapkan
tiga tabung reaksi yang telah diisi dengan
larutan albumin telur dan etil alkohol.
Kemudian pada tabung reaksi 1 ditambahkan
HCl, tabung reaksi 2 ditambahkan NaOH dan
tabung reaksi 3 ditambahkan dengan buffer
asetat. Setelah itu, timbul perubahan yang
berbeda di ketiga tabung reaksi tersebut. Pada
tabung reaksi 1, terjadi endapan dan larutan
menjadi keruh. Hal yang sama pula terjadi
pada tabung reaksi 3. Namun pada tabung
reaksi 2, terbentuk sedikit endapan. Hal ini
menandakan bahwa penambahan asam (HCl)
dan buffer asetat ke larutan protein dalam
alkohol bisa menimbulkan pengendapan
protein.
Dasar dari pengendapan protein dengan
alkohol adalah kompetisi pembentukan ikatan

antara protein-air dengan alkohol-air. Alkohol


dapat mengendapkan sebab gugus fungsional
dari alkohol (-OH) lebih kuat mengikat air
melalui pembentukan ikatan hydrogen
dibandingkan dengan molekul protein
sehingga kelarutan protein dalam air
berkurang. Selain itu, alkohol juga mampu
merusak ikatan hidrogen yang terdapat
diantara gugus amida yang terdapat dalam
struktur sekunder protein sehingga protein
kehilangan air (terhidrasi) dan akhirnya
mengendap. Hal yang sama juga dilakukan
pada larutan gelatin. Hasilnya adalah hanya
positif pada uji pengendapan protein dengan
alkohol pada penambahan larutan buffer
asetat, yaitu terbentuknya endapan putih dan
larutannya berwarna putih.

(c)
(a)
(b)
Gambar 6. Albumin telur + HCl + etil alkohol (b) Albumin Telur + NaOH + etil alkohol; (c)
Albumin telur + buffer asetat + etil alkohol

H
C

COO-

H
C

COO-

H
C

COOH

NH2

H3N

Pada Suasana Basa

Ion Amfoter (Zwitter Ion)

H3N+
Pada Suasana Asam

Gambar 7. Perubahan Muatan Protein Pada Berbagai Suasana

Uji Koagulasi
Dalam percobaan ini larutan albumin
telur ditambahkan dengan asam asetat. Setelah
ditambahkan terbentuk endapan putih.
Kemudian dilakukan pemanasan pada air
mendidih. Setelah dilakukan pemanasan
endapan putih yang terbentuk semakin
banyak.
Terbentuknya
endapan
putih
ini
menandakan bahwa protein yang terdapat
pada albumin telur telah mengalami koagulasi
dengan penambahan asam (asam asetat).
Asam dapat mengacaukan jembatan garam
dengan adanya muatan ionik dimana sebuah
tipe reaksi penetralan terjadi sewaktu ion
positif dan negatif yang berasal dari garam
berganti pasangan dengan ion positif dan
negatif yang berasal dari asam yang
ditambahkan. Sehingga protein mengalami
koagulasi. Selain itu protein juga mampu

(a)

mengalami koagulasi ketika mencapai pH


isoelektrik.
Kemudian dilakukan uji kelarutan
endapan di dalam air dan uji endapan dengan
reagen Millon. Ketika endapan yang terbentuk
diuji kelarutannya di dalam air, ternyata
endapan yang terbentuk tidak melarut. Setelah
itu dilakukan uji Millon. Ketika ditambahkan
reagen Millon, endapan yang terbentuk akibat
koagulasi ini melarut. Kemudian dilakukan
pemanasan. Setelah dilakukan pemanasan
ternyata tidak terjadi perubahan warna. Ini
menandakan bahwa di dalam protein yang
terdapat dalam larutan albumin telur tidak
terdapat tirosin. Hal yang sama juga dilakukan
pada larutan gelatin. Hasilnya adalah larutan
tidak berwarna dan tidak terbentuk endapan.
Hal ini menandakan bahwa tidak ada protein
yang terkoagulasi oleh penambahan asam
asetat.

(b)

Gambar 8. (a) Hasil uji koagulasi pada albumin telur; (b) ) Hasil uji koagulasi pada larutan
gelatin
Denaturasi Protein
Larutan albumin telur dimasukan ke
dalam tiga buah tabung reaksi masing-masing
sebanyak 9 mL. Kemudian pada tabung reaksi
1 ditambahkan larutan HCl, tabung reaksi 2
ditambahkan NaOH dan tabung reaksi 3
ditambahkan buffer asetat. Kemudian
dilakukan
proses
pemanasan.
Setelah
dilakukan proses pemanasan, pada tabung

reaksi yang ditambahkan HCl dan buffer


asetat terbentuk endapan putih. Sedangkan
pada tabung reaksi yang ditambahkan NaOH
ini hanya terbentuk sedikit endapan putih. Hal
yang sama juga dilakukan pada larutan
gelatin, hasilnya adalah tidak terbentuk
endapan pada ketiga uji. Hal ini menandakan
bahwa dalam larutan gelatin tidak ada protein
yang terdenaturasi.

(b)
(c)
(a)
Gambar 9. (a) Albumin telur + HCl; (b) Albumin telur + NaOH; (c) Albumin telur + buffer
asam asetat
Terbentuknya endapan putih seperti putih
telur ini menandakan bahwa telah terjadi
peritiwa denaturasi protein. Denaturasi bisa
terjadi karena faktor suhu dan pH. Pemanasan
pada suhu tinggi (diatas 80oC) yang dilakukan
terhadap larutan protein dapat menyebabkan
rusaknya struktur protein dan hilangnya
aktivitas protein. Kemudian terbentuknya
endapan putih pada larutan protein yang
ditambahkan HCl dan buffer asetat setelah
dilakukan pemanasan disebabkan oleh
kuatnya buffer asetat dan HCl dalam
mempertahankan pH sehingga mampu
merusak kesetimbangan zwitter ion ke kondisi
asam yaitu di bawah titik isoelektrik. Hal
inilah
yang
menyebabkan
protein
terdenaturasi.
Perubahan struktur yang diakibatkan
proses
denaturasi
adalah
perubahan
konfigurasi
protein
-heliks
menjadi
memanjang. Hal ini disebabkan karena
rusaknya ikatan hydrogen pada ikatan non
polar yang terjadi pada struktur berlipat dari
protein.
4. SIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan tersebut
maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut; (a) Identifikasi protein dapat dilakuka
dengan uji Biuret; (2) Protein dapat
diendapkan dengan ion logam berat, garam
dan alkohol (c) Protein mampu mengalami
koagulasi dengan penambahan asam; (d)

Protein dapat mengalami denaturasi dengan


penambahan asam dan buffer asam dan
melalui pemanasan.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Dr. I Nyoman Tika, M.Si., sebagai
dosen pengampu mata kuliah Praktikum
Biokimia, Kadek Dewi Wirmandianthy, S.Pd
selaku asisten dosen, dan I Dewa Subamia
selaku laboran di Jurusan Pendidikan Kimia
atas masukan dan sarannya sehingga
percobaan ini dapat dilaksanakan dengan baik.
6. REFERENSI
Tika, I Nyoman. 2010. Penuntun praktikum
Biokimia. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha
Redhana. 2010. Penuntun Pratikum Biokimia.
Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha
Parning. 2005. Kimia 3B SMA Kelas XII.
Jakarta : Penerbit Yudhistira
Redhana, I Wayan & Siti Maryam. 2004.
Buku Ajar Biokimia Jilid I. Singaraja
: IKIP N Singaraja
Thenawijaya, Maggy. 1982. Dasar-Dasar
Biokimia jilid 1. Jakarta: Erlangga
Nurcahyo, Heru. 2005. Regulasi Metabolisme
Protein. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta
Purba, Michael. 2004. Kimia Untuk SMA
Kelas XII. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai