Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral Menurut AACE Guidelines 2007 (AACE, 2007)
Nama Obat, Generik
(Brand)
Pioglitazon (Actos)
Dosis awal
Thiazolidindione
15 atau 30 mg 1 X sehari
Pioglitazon+Metformin
(ActoPlusMet)
a)
Rosiglitazon (Avandia)
4 mg 1 X sehari atau
2 mg 2 X sehari
Rosiglitzon+Metformin
(Avandamet)
Komentar
45 mg 1 X
sehari
Jika terapi
tunggal dengan
metformin tidak cukup
terkontrol salah dengan
dosis 15 mg/ 500 mg
atau 15 mg/ 850 mg 1 X
sehari/ 2 X sehari
b)
Jika dosis awal
memberikan respon
pada terapi tunggal
pioglitazon atau diganti
kombinasi terapi
pioglitazon +
metformin: 15 mg/ 500
mg 2 X sehari atau 15
mg/ 850 mg 1 X sehari /
2 X sehari
Dosis
Maximum
8mg 1 X
sehari / 4 mg 2
X sehari
4 mg/ 1000 mg Penjadwalan dosis
2 X sehari
berdasarkan dosis dr
masing-masing
komponen
Diberikan dg makanan
Dosis
Komentar
Maximum
8 mg
Diberikan dengan
rosiglitazon
makanan pertama
dan 4 mg
glimepirid
2550 mg
terbagi 3 dosis
Diberikan dengan
makanan. Dosis efektif
pagi hari
Metformin
extended 500 mg 1 X sehari di
release
(Glucophage malam hari
XR)
Gliburid+Metformin
(Glucovance)
Gliburid
(Micronase)
Sulfonilurea
Generasi
(DiaBeta) 1,25-5 mg 1 X sehari
2000 mg 1 X
sehari
20 mg/ 2000
mg terbagi
sehari
Kedua
20 mg terbagi
1-2 dosis 1 X
sehari atau 2 X
sehari
Glipizid (Glucotrol)
40 mg terbagi
2 dosis
Glimepirid (Amaryl)
1-2 mg 1 X sehari
8 mg 1 X
sehari
Glinides (Short-acting
Repaglinid (Prandin)
Secretagogues)
c) Pasien usia lanjut dan
pasien yg sebelumnya
belum melakukan
terapi OHO atau
pasien dengan HbA1c
< 8%: diberi 0,5 mg 3
X sehari
Nama Obat,
Generik
Dosis awal
(Brand)
16 mg/ hari
Dosis
Maximum
d) Pasien yang
sebelumnya terapi dg
OHO atau dengan
HbA1c > 8%: diberi 1-
Dosis diberikan 1 X
sehari pada saat
sarapan atau pada saat
pertama makan
Dosis > 10 mg/ hari
sebaiknya dibagi dan
diberikan 2 X sehari
Dosis diberikan 1 X
sehari pada 30 menit
sebelum sarapan atau
setelah saat pertama
makan
Dosis >15 mg/ hari
sebaiknya dibagi dan
diberikan 2 X sehari
Diberikan pada saat
sarapan atau pertama
kali makan
Diberikan 15-30 menit
sebelum setiap makan
Komentar
Nateglinid (Starlix)
2 mg 3 X sehari
120 mg 3 X sehari; 60 mg 120 mg 3 X
3 X sehari pada pasien usia sehari
lanjut
-Glucosidase Inhibitors
Acarbose (Precose)
25 mg 3 X sehari
Miglitol (Glyset)
25 mg 3 X sehari
100 mg 3 X
sehari
100 mg 3 X
sehari
Diberikan dengan
suapan pertama setiap
makan
Dosis seharusnya
ditingkatkan secara
gradual selama
toleransi lebih dari
beberapa minggu
Diberikan dengan
suapan pertama setiap
makan
Dosis boleh
ditingkatkan secara
gradual selama
toleransi lebih dari
beberapa minggu
pembuluh cabang yang keluar dari aortailiaka. Namun demikian, secara klinis PAP
merupakan gangguan pada arteri yang memperdarahi ekstremitas bawah.
PAP dapat terjadi oleh karena adanya perubahan struktur ataupun fungsi dari
pembuluh darah. PAP sering kali merupakan bagian dari proses penyakit sistemik yang
berpengaruh terhadap kelainan arteri multipel. Adanya PAP pada satu arteri menjadi
prediktor kuat adanya PAP pada arteri lainnya, termasuk pada pembuluh darah koroner,
karotis dan serebral.
Keluhan PAP yang paling umum adalah sensasi sakit pada kaki saat sedang
berolahraga/aktivitas fisik, ini dikenal sebagai klaudikasio intermiten. Sensasi sakit, sensasi
terbakar, sensasi berat atau sesak pada otot-otot kaki ini biasanya dimulai setelah berjalan
pada jarak tertentu, berjalan menaiki bukit, atau menaiki tangga dan akan hilang setelah
beristirahat selama beberapa menit. Pasien dengan klaudikasio intermiten memiliki aliran
darah yang normal pada saat istirahat, oleh karena itu, tidak ada gejala nyeri/sakit pada kaki
saat istirahat. Dengan berolahraga, aliran darah pada arteri otot-otot kaki dapat dibatasi oleh
sumbatan aterosklerosis. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian antara suplai
oksigen dan otot permintaan metabolik, sehingga memunculkan gejala klaudikasio.
Pasien dengan PAP yang parah dapat mengalami klaudikasio setelah berjalan
walaupun hanya dalam jarak yang pendek atau mengalami sensasi sakit di kaki ketika
istirahat atau ketika berbaring di tempat tidur di malam hari. Pada kasus yang parah, pasien
juga dapat mengalami ulkus yang tidak dapat sembuh dengan sendirinya atau kulit yang
menghitam (gangren) pada kaki atau jari kaki.
Dampak dan Faktor Risiko PAP
Pasien dengan PAP kemungkinan mengalami banyak masalah, seperti klaudikasio
intermiten, critical limb ischemia (CLI), ulserasi iskemik, rawat inap berulang,
revaskularisasi dan amputasi anggota tubuh. Hal ini menyebabkan kualitas hidup pasien
menjadi buruk dan meningkatkan kejadian depresi pada pasien. Pasien dengan PAP juga
memiliki kemungkinan lebih besar mengalami infark miokard (MI), stroke, dan kematian
akibat penyakit jantung.
Penyebab terbesar PAP adalah adanya aterosklerosis, sehingga dapat dikatakan
bahwa faktor risiko aterosklerosis juga menjadi faktor risiko PAP. Faktor risiko klasik PAP
adalah :
Usia tua
Hipertensi
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Merokok
Riwayat penyakit jantung
Jenis kelamin dan ras.
Gambar 1. Perkiraan odds rasio untuk setiap faktor risiko PAP simptomatik
Patofisiologi PAP
PAP
multipel
merupakan
yang
proses
disebabkan
sistemik
oleh
yang
karena
berpengaruh
kelainan displasia, inflamasi vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli. Dari
sekian proses patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang paling banyak
di dunia adalah aterosklerosis. Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi
Interpretasi
>1,4
1 1,4
Normal
0,91 0,99
Borderline
0,90
Abnormal
ABI memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, serta akurasi yang baik untuk
menetapkan diagnosis PAP. ABI telah digunakan dalam banyak studi cross sectional untuk
mendeteksi adanya PAP. Alat ini merupakan alat yang paling hemat biaya untuk mendeteksi
PAP.
ACC / AHA merekomendasikan bahwa pengukuran ABI sebaiknya dilakukan pada :
a. Individu yang diduga menderita gangguan arteri perifer karena adanya gejala
exertional leg atau luka yang tidak sembuh.
b. Usia 65 tahun.
c. Usia 50 yang mempunyai riwayat DM atau merokok.
Apabila terdapat rasa sakit luar biasa di kaki bagian bawah / kaki.
Pada kondisi terdapat trombosis vena dalam, yang dapat menyebabkan lepasnya trombus,
Daftar Pustaka
1. AACE. 2007. Medical Guidelines for Clinical Practice for the Management of Diabetes
Mellitus.American Assosiation of Clinical Endocrinologists. America
2. Alexis Le Faucheur and Bndicte Noury-Desvaux. 2010. AnkleBrachial Index and
Peripheral Arterial Disease. N Engl J Med 2010; 362:470-472
3. Emile R. Mohler III. 2012. Screening for Peripheral Artery Disease.American Heart
Association
4. PERKENI. 2006. Konsensus Pencegahan dan Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.
Jakarta
5. S. Marlene Grenon., Joel Gagnon and York Hsiang. 2009. AnkleBrachial Index for
Assessment of Peripheral Arterial Disease. N Engl J Med 2009; 361:e40