Anda di halaman 1dari 45

`BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan subtropis yang
sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman stroberi termasuk
tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, daya tariknya terletak pada warna
buah yang merah mencolok dan rasanya manis segar. Buah stroberi mempunyai
peluang pasar yang semakin luas, karena buah subtropis ini dapat menjadi salah
satu sumber pendapatan baru agribisnis dalam sektor pertanian (Budiman dkk,
2006). Namun demikian, keadaan iklim dan cuaca di Indonesia, kurang
mendukung untuk budidaya tanaman stroberi, selain itu juga produksi buah
stroberi di pasaran Indonesia masih banyak yang kurang seragam dan buah yang
dihasilkan dibawah kelas super dari segi kualitas maupun mutunya.
Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin hari semakin meningkat,
beberapa alternatif teknik budidaya dapat dilakukan terhadap tanaman stroberi
dengan cara modifikasi linngkungan, dengan harapan produksi yang dihasilkan
optimal, baik kualitas maupun kuantitas. Menurut Edmond dkk (2001), faktor
yang paling prinsip dalam budidaya stroberi adalah suhu, panjang hari, dan suplai
air. Tanaman stroberi dapat tumbuh bagus pada suhu 17-20C, dengan lama
penyinaran 8-10 jam dengan suplai air yang cukup. Faktor inilah yang menjadi
pembatas dalam budidaya tanaman stroberi. Untuk meminimalkan pengaruh
lingkungan yang tidak sesuai, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah
dengan membudidayakan stroberi dengan sistem hidroponik. Susanto, dkk (2009)
dalam seminar Perhorti IPB menyatakan bahwa budidaya secara hidroponik
mempunyai banyak keuntungan, diantaranya tidak membutuhkan lahan yang luas,
kebutuhan air, hara, dan cahaya mudah diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman,
penngendalian hama dan penyakit lebih mudah, serta lebih steril karena tidak
menggunakan tanah.
Menurut Waskom (2003) Salinitas merupakan metode yang sedang banyak
digunakan oleh beberapa ilmuwan khususnya diluar negeri, metode ini dilakukan

bertujuan untuk meningkatkan kualitas pasca panen suatu produk buah segar.
Salah satunya adalah salinitas garam (cekaman garam). Salinitas merupakan salah
satu dari antara enam bentuk stress tanaman yaitu stress suhu, stress air, stress
radiasi, stress bahan kimia dan stress angin, tekanan, bunyi, dan lainnya. Salt
stress termasuk stress bahan kimia yang meliputi garam, ion-ion, gas, herbisida,
insektisida, dan lain sebagaiannya. Salinitas umumnya terjadi pada tanaman pada
tanah salin. Minimnya penelitian salinitas pada tanaman stroberi maka belum
diungkapkan reaksi dan pengaruh lain baik kandungan buah stroberi secara pasti.
Melalui penelitian-penelitian terdahulu, telah diketahui bahwa keinginan
konsumen akan buah stroberi lokal yaitu konsumen menginginkan buah dengan
warna merah terang, ukuran buah sedang, rasa buah manis asam, tekstur buah
keras, dan umur simpan yang lama seperti yang telah dilakukan oleh
Wahyuningsih (2015) dan Hanifah (2015) dalam mengembangkan buah stroberi
menggunakan media tanah. Namun, belum ada penelitian yang menunjukkan
tentang hasil pascapanen mutu stroberi lokal segar yang dibudidayakan dalam
keadaan salin dengan media hidroponik.
Penelitian tentang budidaya hidroponik pengaruh salinitas terhadap mutu
buah telah banyak dilakukan di luar negeri, meskipun demikian di Indonesia hal
tersebut masih cukup terbatas, khususnya pada buah stroberi. Oleh karena itu,
kajian mengenai budidaya hidroponik pengaruh salinitas untuk meningkatkan
mutu buah menarik untuk dikaji. Pada penelitian ini, peneliti akan
membudidayakan buah stroberi lokal segar dalam keadaan salin dengan media
hidroponik. Nantinya hasil penelitian ini, akan diujikan kepada konsumen untuk
mengetahui responnya apakah dapat diterima dengan baik oleh konsumen.
Penelitian stroberi segar lokal ini akan dilakukan di kawasan wisata Ketep Pass
Desa Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah karena letaknya yang sangat
dekat dengan peneliti dan juga varietas buah stroberi holibert yang ingin diteliti
sama seperti di kawasan wisata Ketep Pass Desa Banyuroto, Sawangan,
Magelang, Jawa Tengah.
Penelitian stroberi segar lokal ini sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan
juga faktor manusia. Faktor cuaca dikarenakan cuaca pada bulan Juni sampai
dengan Agustus kurang sesuai dengan pertumbuhan tanaman stroberi, kemudian

faktor manusia dikarenakan petani maupun penyiram tanaman stroberi kurang


teliti melihat atau mengontrol pertumbuhan tanaman stroberi yang akan
dibudidayakan. Hasil dari penelitian buah stroberi lokal segar dengan budidaya
hidroponik menggunakan salinitas ini diharapkan dapat diterima oleh konsumen
stroberi segar lokal.

1.2. Perumusan Masalah


Dari latar belakang penelitian ini maka selanjutnya permasalahan penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik mutu produk buah stroberi segar lokal hasil budidaya
hidroponik dengan perlakuan salinitas?
2. Apakah produk buah stroberi segar lokal hasil budidaya hidroponik dengan
perlakuan salinitas dapat diterima oleh konsumen?

1.3. Batasan Masalah


Batasan-batasan

permasalahan

perlu

diberikan

untuk

menghindari

kemungkinan penyimpangan pemecahan masalah dari tujuan yang akan dicapai.


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan terhadap produk stroberi (Fragaria Sp.) lokal jenis
varietas Holibert yang dibudidayakan oleh petani di kawasan Wisata Ketep
Pass Desa Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah.
2. Konsumen yang digunakan sebagai panelis yaitu konsumen yang ditujukan
untuk pengunjung kebun stroberi di kawasan wisata Ketep Pass Desa
Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah.
3. Tidak dilakukan pengamatan secara detail selama budidaya dengan metode
hidroponik (seperti akar, batang, daun, dan lainnya).

1.4. Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan dalam rumusan masalah,
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik mutu fisik, kimiawi dan warna buah stroberi
budidaya hidroponik dengan perlakuan salinitas.
2. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk stroberi segar dengan
budidaya hidroponik perlakuan salinitas.
3. Mengidentifikasi perbedaan mutu buah stroberi segar dengan budidaya
hidroponik dan konvensional tanah.

1.5 Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian ini diharapkan mendapatkan manfaat bagi pembaca
maupun semua pihak sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik produk buah stroberi segar lokal dengan budidaya
hidroponik menggunakan perlakuan salinitas.
2. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk stroberi lokal segar
dengan budidaya hidroponik.
3. Mengetahui mutu produk buah stroberi lokal segar dengan budidaya
hidroponik menggunakan perlakuan salinitas dan tanpa perlakuan salinitas.
.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Stroberi
2.1.1. Buah stroberi
Menurut Novianti (2004) buah stroberi berwarna merah yang biasa dikenal
adalah buah semua yang sebenarnya merupakan reseptacle yang membesar. Buah
sejatinya yang berasal dari ovul yang telah diserbuki berkembang menjadi buah
yang kering dengan biji yang keras. Struktur buah keras ini disebut achene. Buahbuah kecil yang menempel pada reseptacle yang membesar. Ukuran stroberi
ditentukan oleh buah achene yang terbentuk, sedangkan jumlah buah achene yang
terbentuk ditentukan oleh jumlah pistil dan keefektifan penyerbukan.
Buah primer mempunyai jumlah pistil terbanyak, mencapai lebih dari 40
buah. Jumlah pistil pada bunga sekunder antara 200-300 buah, sedangkan pada
bunga tertier 50-150 buah. Karena itulah, ukuran buah yang paling besar adalah
buah yang berasal dari bunga primer kemudian disusul bunga sekunder, kuartener,
dan kuiner. Pembesaran dari reseptacle dirangsang dengan achene yang
terbentuk. Penyerbukan yang tidak merata dapat menyebabkan bentuk buah
menjadi kurang sempurna (Gunawan,2003).
Secara umum, berdasarkan musim berbuahnya, stroberi dibagi menjadi tiga
jenis yaitu ever-bearers yang berbuah sepanjang tahun, april-bearers (berbuah
hanya pada bulan April), dan june-bearers (berbuah hanya pada bulan Juni). Di
negara empat musim, june-bearers berbuah pada akhir musim semi menjelang
musim panas. Ever-bearers dapat berbunga pada penyinaran yang panjang
maupun pendek, sedangkan pembungaan june-bearers hanya pada hari pendek
dengan suhu yang sejuk. Pembungaan april-bearers hanya sekali dalam setahun
yaitu pada bulan April. Hingga saat ini banyak metode yang diterapkan petani
agar tanaman stroberi berproduksi optimal. Beberapa cara yang dilakukan adalah
dengan menerapkan teknik budidaya yang tepat, penentuan musim tanam, dan
program pemupukan yang tepat (Budiman dkk, 2006).
Bentuk buah stroberi sangat bervariasi. Bentuk-bentuk ini ditentukan oleh
sifat genetik. Terdapat delapan bentuk buah yang umum pada stroberi, yaitu
oblate, globose, globose conic, conic, long conic, necked, long wedge dan short
5

wedge. (USDA, 2008). Bentuk buah stroberi ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
dibawah ini.

Gambar 2.1. Bentuk buah stroberi


(sumber: United States Department of Agriculture, 2008)
2.1.2. Sistematika dan klasifikasi kelas buah stroberi
Tanaman stroberi dalam tata nama (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan
sebagai berikut pada tabel 2.1.:
Tabel 2.1. Klasifikasi buah stroberi
Kingdom
Divisi
Subdivisi
Klas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Angiospermae (berbiji tertutup)
Dycotiledonae (biji berkeping dua)
Rosales
Rosaceae
Fragaria
Fragaria x ananassa Duchesnes
(stroberi modern atau komersial)

Sumber: Rukmana,1998
Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di
dunia, terutama untuk negara-negara beriklim subtropis. Permintaan dunia akan
buah stroberi, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Daya serap pasar
semakin tinggi, hal ini berarti agribisnis stroberi mempunyai prospek cerah.
Budidaya stroberi pada mulanya didominasi daerah atau negara berkembang iklim
subtropis, akan tetapi seiring perkembangan ilmu dan teknologi pertanian yang
6

semakin maju, kini stroberi mendapatkan perhatian didaerah beriklim tropis.


Penanaman stroberi di Indonesia mulai dirintis pada zaman kolonialisasi belanda
(Rukmana,1998).
Buah stroberi yang dihasilkan oleh tanaman stroberi nantinya akan dibagi
oleh beberapa kelas sesuai standar mutu buah stroberi. Pengkelasan buah tersebut,
dilakukan berdasarkan bobot buah dan kemulusan penampilannya ( Badan Standar
Nasional Indonesia, 2014). Tabel klasifikasi dan standar mutu buah stroberi dari
berbagai standar mutu nasional hingga internasional dapat dilihat pada tabel 2.2.
dibawah ini.
Tabel 2.2. Klasifikasi dan standar mutu buah stroberi menurut BSNI
Kelas
Super

Bobot/buah (g)
>20

Persyaratan
Bebas dari cacat/kerusakan kecuali cacat sangat
kecil
Kelas 1
15-20
Cacat/kerusakan kecil yang diperbolehkan
sebagai berikut:
- sedikit perubahan bentuk
- adanya warna putih yang tidak melebihi 10%
dari total permukaan
Kelas 2
12-15
Cacat/kerusakan kecil yang diperbolehkan
sebagai berikut:
- sedikit perubahan bentuk
- adanya warna putih yang tidak melebihi 15%
dari total permukaan
Sumber : Badan Standar Nasional Indonesia (2014)
Tabel 2.3. Klasifikasi dan standar mutu buah stroberi menurut UNECE FFV-35
Kelas
Extra
Class
Class I

Diameter (mm)
25

Persyaratan
Buah sangat cerah, bebas dari tanah, bebas dari
kecacatan
18
Buah cerah, bebas dari tanah, cacat 1-10% dari
total seluruh luas permukaan buah stroberi
Class II 18
Buah cerah, bebas dari tanah, cacat 10-15% dari
total seluruh luas permukaan buah stroberi
Sumber: United Nations Economic Commission for Europe (2010)

Tabel 2.4. Klasifikasi dan standar mutu buah stroberi menurut USDA
Kelas

U.S No.1

Diameter
minimum
(inch)
3-4

Persyaratan

Cacat tidak lebih dari 10% luas permukaan buah


stroberi (dengan toleransi 0.5-1%)
U.S
3-4
Cacat tidak lebih dari 10% luas permukaan buah
Combination
stroberi (dengan toleransi 2-5%)
U.S No.2
5-8
Cacat tidak lebih dari 10% luas permukaan buah
stroberi (dengan toleransi 5-8%)
Sumber: United States Department of Agriculture (2006)
2.1.3. Sifat-sifat tanaman stroberi
Sifat dan ketahanan tanaman stroberi untuk masing-masing varietas
berbeda-beda. Kondisi ini mengakibatkan buah stroberi yang dipanen, baik waktu
maupun tingkat kesegaran dan kekerasan buah tidak sama. Oleh karena itu,
perlakuan yang diberikan untuk setiap varietasnya berbeda. Menurut Amarta
(2009), kualitas stroberi ditentukan oleh rasa (manis, agak asam, dan asam),
kemulusan dan luka mekanis akibat benturan atau hama-penyakit.
Bunga stroberi berbentuk klaster (tandan) pada beberapa tangkai bunga.
Biasanya bunga mekar tidak bersamaan, bunga yang terbuka awal biasanya lebih
besar ukurannya. Bunga berwarna putih, berdiameter 2,5-3,5 cm, terdiri dari 5-10
kelopak sari. Benang sari tumbuh pada 3 lingkaran kedudukan. Jika benang sari
berisi tepung sari fertile, benang sari tersebut berwarna kuning emas. Sementara
itu, cairan nektar dihasilkan di daerah tangkai buah, bagian dasar dari benang sari
atau disebelah luag bunga betina (Adhi dan Ariyanto,2009).
Secara umum, stroberi memiliki 81-87% air, 3-13% glukosa, dan lulez,
bahan lemak, asid-asid bebas, (dalam bentuk molik, asam sitrat, asam winik, dan
asam laktat) vitamin C yang banyak dan sedikit B,A,E, dan K. Selain itu, stroberi
memiliki kandungan zat besi, sodium, fosfor, belerang, kalsium, silis, yodium,
dan banyak lagi kandungan zat lainnya (Anonim,2010).
2.1.4. Manfaat buah stroberi
Buah stroberi dapat dimanfaatkan sebagai makanan dalam keadaan segar
atau olahannya. Produk makanan yang terbuat dari stroberi telah banyak dikenal,
misalnya sirop, selai, dodol, dan jus stroberi. Stroberi memiliki aktivitas

antioksidan tinggi karena mengandung quercetin, ellagic acid, antosianin, dan


kaemprefol. Antioksidan berperan sebagai pelindung tubuh dari radikal bebas,
termasuk diantaranya sel kanker. Zat tersebut mencegah terbentuknya senyawa
karsinogen, menghambat proses karsinogenesis, dan menekan pertumbuhan
tumor.
Menurut Battino dari Marche Polythecnic University dalam jurnal kimia
dunia (2005) menyatakan bahwa buah stroberi berguna membantu penyerapan zat
besi dari sayuran yang dikonsumsi. Selain itu, buah stroberi dapat membantu
proses diet karena mengandung antikarsinogen. Buah stroberi mengantung
antianaemic dan reconstituent

sehingga

membuatnya

bermanfaat

untuk

pertumbuhan anak. Buah yang hanya sedikit mengandung gula ini juga sesuai
untuk diet bagi penderita diabetes. Buah stroberi dapat dimanfaatkan untuk
kecantikan diantaranya obat jerawat, mempercantik kulit, menjadikan gigi putih,
serta meningkatkan kekuatan otak dan penglihatan.
Selain itu buah stroberi mempunyai kandungan nutrisi atau gizi yang tinggi
dan komposisi gizi yang cukup lengkap, seperti disajikan pada tabel 2.5. berikut:
Tabel 2.5. Kandungan nutrisi (gizi) dalam per 100 gram berat buah yang dapat
dimakan
Kandungan gizi
Nilai satuan
Energi
37 kalori
Protein
0,8 g
Lemak
0,5 g
Karbohidrat
8,0 g
Kalsium
28 mg
Fosfat
27 mg
Besi
0,8 mg
Vitamin A
60 SI
Vitamin B
0,03 mg
Vitamin C
60 mg
Air
89,9 g
Sumber: PPPG, Depkes Republik Indonesia (2001)

2.1.5. Syarat tumbuh stroberi


Tanaman stroberi dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah, mulai dari tanah
berpasir hingga tanah berliat. Bila tanah mempunyai pH terlalu rendah perlu

pemberian kapur untuk menetralisasi asam. Tanaman ini menghendaki suhu sejuk
dan dingin, sehingga di Indonesia ditanam pada lahan dataran tinggi, seperti di
pegunungan. Fotoperiodisitas (panjang penyinaran) sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Suhu tinggi dengan lama
penyinaran panjang mendorong pembentukan stolon. Sebaliknya pada hari pendek
dan suhu rendah akan membantu pembungaan (Balitjestro,2005).
a. iklim
Edmond dkk, (2000) menyatakan bahwa hal yang paling berpengaruh
terhadap pertumbuhan stroberi adalah temperatur, panjang hari, dan kelembaban
udara. Tanaman stroberi membutuhkan lingkungan tumbuh bersuhu dingin (sejuk)
dan lembab. Meskipun demikian, tanaman stroberi mempunyai kemampuan
beradaptasi yang cukup luas.
Menurut Edmond dkk (2000) tanaman stroberi tumbuh baik pada suhu
antara 17-20C, sedangkan menurut Rukmana (1998) suhu udara minimum untuk
pertumbuhan stroberi adalah 4-5C. Edmond (2000) menyatakan kelembaban
udara (RH) yang baik bagi stroberi antara 80%-90% dan lama penyinaran
matahari 8-10 jam per hari, sedangkan menurut Shoemaker (2001) stroberi
tumbuh baik di darah dengan curah hujan 900-1284 mm/tahun. Choopong and
Verheij (2003) menyatakan bahwa didaerah tropik tanaman stroberi

dapat

berbunga sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh panjang hari.


b. Keadaan tanah (medium tanam)
Stroberi dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah, dan tanah berpasir
sampai tanah berliat (Childers, 2005; Ashari, 2001). Beberapa varietas lebih
cocok ditanam pada tanah yang berat dan ada juga varietas yang lebih cocok
ditanam di tanah ringan asalkan tersedia humus dan aerasi yang baik (Childers,
2005). Gardner dkk (2003) menyatakan bahwa stroberi tumbuh baik pada tanah
dengan pH 5-6.
c. Ketinggian tempat
Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di
daratan tinggi tropis. Menurut Balitjestro (2005) ketinggian tempat yang
memenuhi syarat iklim tersebut adalah 1000-1500 mdpl. Jika membicarakan
ketinggiant empat suatu daerah tidak lepas dari suhu udara yagn ada di daerah

10

tersebut. Tinggi tempat

dari permukaan laut menentukan suhu udara dan

intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat,
semakin rendah suhu tempat tersebut, demikian juga intensitas matahari semakin
berkurang (Guslim, 2007).

2.2. Hidroponik
2.2.1. Pengertian hidroponik
Hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, adalah istilah yang digunakan
untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah
sebagai tempat menanam tanaman. Hidroponik berasal dari bahasa latin yang
terdiri dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi definisi
hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media
tumbuh tanaman dan tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang
diperlukan. Umumnya media tanam yang digunakan bersifat poros, seperti pasir,
arang sekam, batu apung, kerikil, rockwool (Lingga,2007).
Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya
merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan
yang

ideal

bagi

perkembangan

dan

pertumbuhan

tanaman

sehingga

ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor


lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan
nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh
tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari dan kelembaban udara yang
diperlukan tanaman selama masa pertumbuhannya, perlu dibangun greenhouse
yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban udara yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman (Kader dkk, 2004).
Sistem hidroponik dikelompokkan menjadi dua, yaitu kultur media dan
kultur larutan nutrisi (Suhardiyanto, 2002). Kultur media tidak menggunakan air
sebagai media, tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat
menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti
halnya fungsi tanah (Lingga, 2007). Sebaliknya pada kultur larutan nutrisi,
penanaman tidak dilakukan menggunakan media tanam atau media tumbuh,
sehingga akar tanaman tumbuh dalam larutan nutrisi atau di udara.

11

2.2.2. Keuntungan hidroponik


Bertanam secara hidroponik sebenarnya sangat cocok dikembangkan baik
skala rumah tangga maupun skala industri. Menurut Hudoro (2003) keuntungan
hidroponik secara umum yaitu:
1. Tidak memerlukan lahan yang luas, sehingga bertanam dengan cara
hidroponik dapat dilakukan di dalam ruangan sekalipun.
2. Kebutuhan air, unsur hara, maupun sinar matahari dapat diatur menurut jenis
dan kebutuhan tanaman, baik secara manual, maupun mekanis dan elektrik.
3. Pengontrolan hama lebih mudah.
4. Kebutuhan lahan dan tenaga lebih hemat.
5. Pada lahan yang relatif sama dapat ditanam lebih dari satu tanaman.
6. Kondisi tanaman dan lingkungan lebih bersih.
7. Media tertentu dapat dipakai berulang kali, seperti pecahan batu bata, perlit,
dan koral split.
8. Tidak diperlukan perlakuan khusus seperti penggemburan tanah karena media
tanamnya bukan tanah.

2.2.3. Teknik Hidroponik


Teknologi hidroponik menggunakan media tanam yang dapat menahan air.
Media tanam adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan tanaman, tempat
akar atau bakal akar agar tumbuh dan berkembang. Seacara umum media tanam
memiliki fungsi utama sebagai penyedia air, unsur hara atau nutrisi bagi
kebutuhan tanaman, tempat untuk melakukan pertukaran gas dari dan ke akar
tanaman, pendukung tanaman agar tegak berdiri.
Untuk melengkapi kebutuhan sinar, tingkat kelembaban, serta kontrol
pertumbuhan, tanaman hidroponik diletakkan dalam rumah plastik (greenhouse).
Di dalam rumah plastik, kelembaban dan sinar matahari dapat diatur sehingga
tidak menimbulkan persoalan bagi peminat hidroponik di rumah. Misalnya,
kebutuhan sinar matahari diganti dengan penyinaran lampu khusus sehingga
tanaman

tetap

berfotosintesis

walaupun

berada

didalam

ruangan

(Istiqomah,2009).

12

Dalam artikel Inovasi, yang ditulis oleh Affan (2004) Secara umum tipe
aplikasi hidroponik dapat dibedakan menjadi 3 jenis : Pot Culture System,
Floating Hidroponic System (FHS) dan Nutrient Film Technique (NFT) System.

a. Pot Culture System


Kalo kita menanam tanaman di dalam rumah menggunakan tempat plastik
atau gelas dengan air sebagai media maka ini dapat dikatakan sebagai pot culture
system yang sederhana. Namun, sesuai dengan kebutuhan tanaman agar tumbuh
dengan baik maka harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dasar seperti aerasi
dan larutan nutrisi dalam pot atau tabung dengan media air ini. Untuk aerasi
dapat digunakan pompa udara untuk akuarium (kalau ukuran pot atau tabungnya
tidak terlalu besar). Selain dua hal tersebut perlu juga diperhatikan suhu larutan
nutrisinya, untuk ini dapat digunakan pendingin atau pemanas buatan yang dapat
dikendalikan. Pada gambar 1, ditunjukkan pot culture system yang ditumbuhkan
dalam ruang tumbuh (growth chamber) dengan penerangan buatan (artificial
lighting) dengan suhu ruangan yang terkontrol, kemudian berkurangnya larutan
nutrisi oleh transpirasi dan penyerapan oleh tanaman dapat diketahui dari
potometer dan suhu daerah perakaran dapat dikontrol menggunakan pengatur
suhu dengan pendingin dan pemanas pada bak air.
Growth Chamber

Penerangan Buatan
Pengatur Suhu

Pompa udara

Potometer

Sensor suhu

Pemanas dan
Pendingin

Bak Air

Gambar 2.1. Hidroponik dalam pot (pot culture system) dalam growth chamber
dengan pengontrol suhu dan level air (potometer)
(Sumber: Affan, 2004)

13

Untuk otomatisasi, berkurangnya larutan nutrisi oleh transpirasi dan


penyerapan tanaman dapat juga dideteksi menggunakan timbangan otomatis yang
dapat diletakkan dibawah pot dan bias dihubungkan dengan komputer. Kemudian
bisa juga ditambahkan tangki larutan nutrisi dan dihubungkan dengan pipa atau
selang kecil untuk penambahan otomatis. Konsentrasi larutan nutrisi dapat juga
diukur dengan menambahkan sensor ion, pH atau EC dalam larutan nutrisi (Affan,
2004).

b. Floating Hidroponic System (FHS)


Dalam buku Hydroponic vegetable production

yang ditulis Jensen dan

Collins (1995), Floating Hydroponic System (FHS) merupakan suatu budidaya


tanaman (khususnya sayuran) dengan cara menanamkan /menancapkan tanaman
pada lubang styrofoam yang mengapung diatas permukaaan larutan nutrisidalam
suatu bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung atau terendam
dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Jensen (1980)
di Arizona dan Massantini (1976) di Italia.
Pada sistem ini larutan nutrisi tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak
penampung dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan
dalam jangka waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka yang
cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair dalam dasar
kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem ini mempunyai
beberapa

karakteristik

seperti

terisolasinya

lingkungan

perakaran

yang

mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat digunakan untuk
daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang dibutuhkan tidak
terlalu tergantung pada energi listrik (mungkin hanya untuk mengalirkan larutan
nutrisi dan pengadukan larutan nutrisi saja).
Pada gambar 2 dibawah ditunjukkan pemakaian system FHS pada tanaman
daun bawang dalam greenhouse. Tanaman ditancapkan pada lubang dalam
styrofoam dengan bantuan busa (agar tanaman tetap tegak) serta ditambahkan
penyangga tanaman dengan tali. Lapisan styrofoam digunakan sebagai penjepit,
isolator panas dan untuk mempertahankan tanaman agar tetap terapung dalam
larutan nutrisi. Agar pemakaian lapisan styrofoam tahan lama biasanya dilapisi

14

oleh plastik mulsa. Dalam gambar juga ditunjukkan adanya bak larutan nutrisi
dengan penyangganya, biasanya bak penampung ini mempunyai kedalaman
antara 10-20 cm dengan kedalaman larutan nutrisi antara 6-10 cm. Hal ini
ditujukan agar oksigen dalam udara masih terdapat dibawah permukaan
styrofoam. Untuk otomatisasi dalam FHS tidak berbeda jauh dengan cara untuk
pot culture system.

Gambar 2.2. Floating Hidroponic System (FHS) pada tanaman daun bawang
dalam greenhouse di Kochi University
(Sumber : Hidaka, 2006)

c. Nutrient Film Technique (NFT)


Menurut Chadirin (2007), Nutrient Film Technique (NFT) adalah metode
budidaya yang akar tanamannya berada di lapisan air dangkal tersirkulasi yang
mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa jadi berkembang di
dalam larutan nutrisi dan sebagian lainnya di atas permukaan larutan. Bagian atas
perakaran berkembang di atas air yang meskipun lembab tetap berada di udara
dan di sekeliling perakaran tersebut terdapat selapis larutan nutrisi.
Prinsip dasar dalam sistem NFT merupakan suatu keuntungan dalam
pertanian konvensional. Artinya, pada kondisi air berlebihan (lahan yang
digenangi atau dileb), jumlah oksigen diperakaran menjadi tidak memadai
(berkurang). Namun, pada sistem NFT yang nutrisinya hanya selapis
menyebabkan ketersediaan nutrisi dan oksigen pada akar selalu berlimpah
(Widyarti, 2001)
Pada sistem NFT, kebutuhan dasar yang harus terpenuhi adalah : Bed
(talang), tangki penampung dan pompa. Bed NFT di beberapa negara maju sudah

15

diproduksi secara massal dan disediakan oleh beberapa perusahaan supplier


greenhouse dan pertanian, di Jepang terbuat dari styrofoam, namun di Indonesia
belum diproduksi sehingga banyak petani Indonesia memakai talang rumah
tangga ( lebar 13-17 cm dan panjang 4 meter). Tangki penampung dapat
memanfaatkan tempat atau tandon air. Pompa berfungsi untuk mengalirkan
larutan nutrisi dari tangki penampung ke bed NFT dengan bantuan jaringan atau
selang distribusi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam NFT adalah :
kemiringan talang ( 1-5%) untuk pengaliran larutan nutrisi, kecepatan aliran
masuk tidak boleh terlalu cepat (dapat diatur oleh pembukaan kran berkisar 0.30.75 L/menit) dan lebar talang yang memadai untuk menghindari terbendungnya
larutan nutrisi (Suhardiyanto, 2002).
Dalam gambar 2.3. dibawah ini ditunjukkan NFT system dengan tanaman
tomat menggunakan suhu, aliran dan jumlah air (larutan nutrisi) yang terkontrol
dengan komputer.

Sensor Suhu

Komputer

Bedengan NFT

Penghangat
Pendingin

Pengatur Suhu
Pemancar
Tekanan

IFMC

Arah Sirkulasi
IFM = Integrated Flow Meter,
c : sirkulasi dan s : suplai

Pompa
Bak
Penampung

IFMS

Pompa

Katup
Pengatur

Bak Penyuplai
Larutan Nutrisi

Gambar 2.3. NFT system dengan suhu , aliran dan level air yang terkontrol oleh
komputer pada tanaman tomat di dalam greenhouse
(Sumber: Affan, 2004)
2.2.4. Media tanam hidroponik Perlite dan Vermiculite
Perlite dan vermiculite merupakan alternatif media tanam pengganti tanah.
Terbuat dari mineral. Sangat baik untuk pembibitan dan pertumbuhan tanaman.
Pemakaian perlite dan vermiculite bisa dicampur dengan media lain atau murni.
Perlite dan vermiculite Merupakan lapisan mineral silica yang telah mengalami
proses pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan tersebut telah mengakibatkan
mineral mengalami pengembangan seperti pada jagung (contohnya pop corn).

16

Hasilnya adalah bahan yang steril porositas tinggi yang mampu menyerap air
dalam jumlah banyak dengan cepat serta mudah dikeringkan secara cepat.
Vermiculite digunakan untuk meningkatkan volume, drainase dan aerasi dari
media perakaran. Selain itu vermiculite juga tahan terhadap proses pengompakan
selama proses pertumbuhan stek atau semai. Media ini masih tergolong jarang
orang menggunakannya dan harga juga masih mahal (Irwan, 2013).
Kelebihan Perlite dan Vermiculite yaitu media tanam ini terbuat dari
mineral, bahannya ringan, suhu lebih stabil, lebih bersih dibanding media tanam
lain, dan pertumbuhan akar tanaman akan lebih baik. Pada dasarnya Perlite dan
Vermiculite memiliki fungsi yang sama, perbedaannya hanya dari bentuk dan asal
batuannya, dari keduanya itu memiliki kelebihan masing-masing (Azam, 2015).
Kelebihan perlite yaitu lebih banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh dan tanaman
dan drainase lebih baik. Sedangkan kelebihan vermiculite yaitu kelembabannya
lebih baik dan dapat menahan lebih banyak kalium, kalsium dan magnesium
(Suherman, 2014).

(a)

(b)

Gambar 2.4. (a) media tanam perlite (b) media tanam vermiculite
(sumber: Suherman, 2014)
2.2.5. Indikator kualitas larutan nutrisi tanaman hidroponik
Kebutuhan nutrisi merupakan hal yang paling berpengaruh didalam
budidaya hidroponik terhadap pertumbuhan tanaman. Bercocok tanam sistem
hidroponik mutlak memerlukan pupuk sebagai sumber nutrisi bagi tanaman.

17

Pupuk diberikan dalam bentuk larutan yang mengandung unsur makro dan mikro
didalamnya. Setiap jenis pupuk berbeda dalam hal jenis dan banyaknya unsur hara
yang dikandungnya, serta setiap jenis dan umur tanaman berbeda dalam jumlah
konduktivitas listriknya atau EC (Electrical Conductivity) (Suhardiyanto, 2002).
Kualtias larutan nutrisi dapat dikontrol berdasarkan nilai EC (Electrical
Conductivity) dan pH larutan. Makin tinggi larutan konsentrasi larutan berarti
makin pekat kandungan garam dalam larutan tersebut, sehingga kemampuan
larutan menghantarkan arus listrik makin tinggi yang ditunjukkan dengan nilai EC
yang tinggi pula. Kepekatan larutan nutrisi dipengaruhi oleh kandungan garam
total serta akumulasi ion-ion yang ada dalam larutan nutrisi. Konduktivitas listrik
dalam larutan mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu dalam hal kecepatan
fotosintesis, aktivitas enzim dan potensi penyerapan ion-ion oleh akar. Kepekatan
larutan nutrisi juga akan menentukan lama penggunaan larutan nutrisi dalam
sistem hidroponik (Sutanto, 2002).
Dibawah ini adalah tabel 2.6. yang merupakan kebutuhan kepekatan larutan
nutrisi hidroponik berbagai jenis buah.
Tabel 2.6. Kebutuhan nutrisi hidroponik dan pH berbagai jenis buah
Buah
pH
cF
EC
PPM
Banana
5.5 6.5
18-22
1.8 2.2
1260 1540
Blackcurrant
6.0
14-18
1.4 1.8
980 1260
Blueberry
4.0 5.0
18 20
1.8 2.0
1260 1400
Melon
5.5 6.0
20 25
2.0 2.5
1400 1750
Passionfruit
6.5
16 24
1.6 2.4
840 1680
Paw-Paw
6.5
20 24
2.0 2.4
1400 1680
Pinneaple
5.5 6.0
20 24
2.0 2.4
1400 1680
Red currant
6.0
14 -18
1.4 -1.8
980 1260
Rhubarb
5.0 6.0
16 20
1.6 2.0
840 1400
Strawberry
5.5 6.5
18 22
1.8 2.2
1260 1540
Watermelon
5.8
15 24
1.5 2.4
1260 1400
Sumber : http://www.homehydrosystems.com/ph_tds_ppm/ph_fruit_page.html
2.3. Salinitas
2.3.1. Pengertian salinitas
Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produk
tanaman hortikultura maupun tanaman pangan di seluruh dunia. Reklamasi tanah
bukanlah pilihan ekonomis untuk meningkatkan produksi tanaman hortikultura

18

atau pangan yang mengalami cekaman salinitas. Oleh karena itu, perbaikan
genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat biaya.
Pemuliaan konvensional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap
peningkatan tanaman hortikultura dalam 50 tahun terakhir. Melalui pemuliaan
konvensional, mudah untuk memanipulasi sifat-sifat kualitatif yang kurang peka
terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil atau toleransi
terhadap stres abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan (Pathan dkk,
2007).
Garam di dalam tanah maupun di dalam air selalu berada di dalam jumlah
yang bervariasi, baik kadarnya maupun jenisnya, Oleh karena itu pengaruh
keragaman terhadap lingkungan tanah dan pertumbuhan tanaman juga beragam.
Pengaruh garam terhadap pertumbuhan tanaman adalah (Rosmarkam dan
Yuwono, 2002):
1. Kadar garam di atas ambang toleran, peningkatan kadar garam berpengaruh
semakin jelek terhadap tanaman.
2. Macam garam. Banyak ragamnya dalam tanah yaitu: Klorida (NaCl, CaCl,
KCl), Nitrat (NaNO, Ca(NO3)2), Sulfat (Na2(SO4)2, K2SO4). Garam yang
mengandung Na yang tinggi berpengaruh jelek terhadap tanaman, tetapi
garam yang mengandung K dan Ca tinggi lebih baik bagi tanaman.
Salt stress adalah salah satu dari beberapa bentuk stress pada tanaman yaitu
stress suhu, air, radiasi, bahan kimia, angin, cahaya dan lainnya. Salt stress
termasuk stress bahan kimia yang meliputi garam, ion-ion, gas, herbisida,
insektisida, dan sebagainnya. Harjadi dan Yahya (2000) dalam Sipayung (2003)
berpendapat bahwa salt stress terjadi dengan terdapatnya salinitas atau
konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Salt stress ini
umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Salt stress ini meningkat
dengan semakin meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi
tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang
menimbulkan stress tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4,
MgCl2 yang terlarut dalam air. Dalam larutan tanah garam-garam ini
mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut Foller dalam Sipayung
(2003), tanah salin memiliki pH <8,5 dengan daya hantar listrik >4 mmhos/cm.

19

Pada kebanyakan spesies tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total
garam. Salinitas tidak ditentukan oleh garam NaCl saja tetapi oleh berbagai jenis
garam yang berpengaruh dan menimbulkan stress pada tanaman. Berikut ini tabel
2.3. yang merupakan tabel pengaruh tingkat salinitas terhadap tumbuhan.
Tabel 2.4. Pengaruh tingkat salinitas terhadap tumbuhan
Tingkat salinitas

Konduktivitas (mmhos)

Non salin
Rendah

0-2
2-4

Sedang

4-8

Tinggi

8-6

Sangat tinggi

>16

Pengaruh terhadap
tumbuhan
Dapat diabaikan
Tumbuhan yang peka
terganggu
Kebanyakan tumbuhan
terganggu
Tumbuhan yang toleran
belum terganggu
Hanya beberapa jenis
tumbuhan toleran yang
dapat tumbuh

Sumber: Sipayung (2003)


Spesies-spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi garam rendah
termasuk dalam kelompok tanaman glikofita dan spesies-spesies tanaman yang
mentoleransi konsentrasi garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita.
Pengenalan pengaruh tingkat salinitas merupakan bahan yang sangat berguna
sehubungan dengan berbagai akibat kerusakan ataupun gangguan yang
ditimbulkannya terhadap pertumbuhan tanaman. Melalui pengenalan gejala-gejala
yang timbul pada tanaman akibat tingkat salinitas yang cukup tinggi, perbaikan
struktur tanah akan dapat diupayakan seperlunya, ataupun pemilihan jenis
tanaman yang cocok untuk lokasi pertanian yang bermasalah. Kerusakan yang
timbul akibat stress dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan, seperti
pendapat Da Silva et al (2008) berikut ini:
a) Kerusakan stress langsung primer
b) Kerusakan stress langsung tak primer
c) Kerusakan stress sekunder (dapat juga hingga stress tersier)
Menurut organisasi PBB yang bergerak di bidang pangan yaitu FAO (2005)
dalam panduan menanam tanaman pangan, salinitas akan mempengaruhi sifat
fisik kimia tanah, yaitu: tekanan osmotik yang meningkat, peningkatan potensi
ionisasi, infiltrasi tanah yang menjadi buruk, kerusakan dan terganggunya struktur

20

tanah, permeabilitas tanah yang buruk serta penurunan konduktivitas. Salinitas


atau konsentrasi garam-garam terlarut yang cukup tinggi akan menimbulkan
stress dan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan tanaman. Salinitas dapat
berpengaruh menghambat pertumbuhan tanaman dengan dua cara yaitu:
a) Dengan merusak sel-asel yng sedang tumbuh sehingga pertumbuhan
tanaman terganggu.
b) Dengan membatasi jumlah suplai hasil-hasil metabolisme esensial
bagi pertumbuhan sel melalui pembentukan tyloses.
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang
menghambat pembesaran dan pembelaan sel, produksi protein serta penambahan
biomasa tanaman. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkatan
salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun
mengering dibagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena
konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial
larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh
antara lain bentuk struktur, daya pegang air, dan permeabilitas tanah. Semakin
tinggi konsentrasi NaCl pada tanah, semakin tinggi tekanan osmotik dan daya
hantar listrik tanah (Sunarjono, 2006).
2.3.2. Pengaruh salinitas terhadap tanaman dan buah
Pengaruh salinitas

terhadap

tanaman

mencakup

tekanan osmotik,

keseimbangan hara, dan pengaruh racun. Bertambahnya konsentrasi garam dalam


suatu larutan tanah akan meningkatkan potensial osmotik larutan tanah, sehingga
menyebabkan tanaman sulit menyerap air dan mengalami kekeringan fisiologis.
Banyaknya ion Na+ dapat ditukar dalam tanah menyebabkan berkurangnya ionion Ca2+, Mg2+ dan K+ yang dapat ditukar, yang berarti menurunnya
ketersediaan unsur-unsur tersebut bagi tanaman. Keracunan tanaman disebabkan
oleh ion-ion Na+ , Cl- dan SO4

2-

yang dapat mempengaruhi proses fotosintesis,

transpirasi, dan sintesis klorofil (Hasibuan, 2008).


Larutan garam dengan dosis tinggi dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena
menyebabkan penurunan potensial air larutan tanah, garam dapat menyebabkan
kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengandung banyak

21

sekali air. Hal ini karena potensial air lingkungan yang lebih rendah dibandingkan
dengan potensial air jaringan akar. Kedua, pada tanah bergaram, natrium dan ion
ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya relatif
tinggi (Fatimah, 2010).
Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang
cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di
bagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam
terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga
tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk
struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah. Semakin tinggi konsentrasi
NaCl pada tanah, semakin tinggi tekanan osmotik dan daya hantar listrik tanah
(Tutty, 2008).
Pengaruh garam terhadap struktur tanah yakni dispersi agregat tanah dan
penyumbatan pori sehingga infiltrasi tanah terhambat, dan menghalangi
perkecambahan tanaman. Akibatnya, tanaman tidak mampu menyerap air dan
unsur hara. Tanaman pun mudah layu, kerdil dan gejala defisiensi hara, walaupun
dalam tanah tersedia cukup hara (Sipayung, 2003).
Dalam penelitian Wahyuningsih (2015) mengenai perbaikan kualitas buah
stroberi (Fragaria sp.) segar pada Petani Buah Stroberi di Kawasan Ketep Pass
Desa Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah bahwa buah stroberi hasil
dari salinitas mempunyai penampilan warna lebih terang dengan ukuran buah
yang hampir sama. Mutu fisik buah dengan salinitas memiliki tekstur buah
maupun tekstur daging buah yang lebih keras jika dibandingkan dengan buah
stroberi tanpa salinitas. Mutu kimiawi buah dengan salinitas mempunyai
kandungan sukrosa yang lebih tinggi, kadar vitamin C lebih tinggi, nilai total
asam tertitrasi yang lebih tinggi dan kadar air yang lebih rendah dari stroberi
biasa.
2.3.3. Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas
larutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan air dan hara oleh
tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik. Beberapa
tanaman peka terhadap kegaraman (<4 dS.m-1) seperti apel, jeruk, stroberi dan
kacang-kacangan, tanaman nisbi tahan kegaraman (4-10 dS.m-1) seperti padi,

22

kentang, dan jagung dan tanaman yang lebih tahan kegaraman (>10 dS.m-1)
seperti kapas, bayam, dan kurma (Noor, 2004).
Proses fisiologis dan biokimia terlibat dalam mekanisme toleransi dan
adaptasi terhadap salinitas, yaitu (i) cekaman garam menginduksi akumulasi
senyawa organik spesifik di dalam sitosol sel yang dapat bertindak sebagai
osmoregulator, (ii) tanaman dapat mencegah akumulasi Na+ dan Cl- dalam
sitoplasma melalui eksklusi Na+ dan Cl- ke lingkungan eksternal (media tumbuh),
(iii) kompartementasi ke dalam vakuola atau mentranslokasi Na+ dan Cl- ke
jaringan-jaringan lain (Yuniati, 2004)
Mekanisme yang paling jelas adalah dengan adaptasi morfologi. Seperti,
ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor.
Sedangkan lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmosis yang sangat
penting untuk memelihara turgor untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas
normal (Sipayung, 2003).

2.4. Uji Sensoris


2.4.1. Pengertian uji sensoris
Pengujian organoleptik atau sensoris dilakukan untuk mengevaluasi
kebaikan dan kerusakan dari makanan, air, bdan bahan lainnya baik segala sesuatu
yang dapat

digunakan dan dikonsumsi. Ilmuwan baru-baru ini, telah

mengembangkan pengujian sensoris sebagai metodologi formal, terstruktur, dan


terkondisi dalam pengujian produk makanan (Saleh, 2004).
Dalam bukunya, Gescheider (2004) menyatakan bahwa

Pengujian

organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Bagian


organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah mata, telinga, indera
pencicip, indera pembau, dan indera peraba atau sentuhan. Kemampuan alat
indera memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan
berdasarkan jenis kesan. Luas daerah kesan adalah gambaran umum dari sebaran
atau cakupan alat indera yang menerima rangsangan. Kemampuan memberikan
kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indera memberikan reaksi
atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan
mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan (discrimination),

23

membandingkan (scalling), dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka


(hedonik). Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat
sulit untuk dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih
sulit untuk dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori memiliki tingkat kesulitan
yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga sulit atau dari yang paling
sederhana hingga sampai rumit
Pengujian organoleptik atau uji sensoris dapat didefinisikan sebagai metode
untuk mengukur, menganalisa, menginterpretasikan reaksi dari karakteristik
bahan pangan yang diterima melalui penglihatan, bau, rasa, sentuhan dan
pendengaran atau suara. Penilaian atau uji organoleptik dikenal juga dengan
penilaian inderawi dimana secara tradisional sudah berkembang sejak zaman
dahulu. Uji sensori merupakan salah satu cara penliaian subjektif tertua yang
sangat umum digunakan untuk memilih hampir semua komoditi terutama hasil
pertanian dalam arti luas, seperti buah-buahan, ikan, rempah-rempah, dan lainnya
(Morten dkk, 2007).

2.4.2. Aplikasi dan manfaat uji sensoris


Peniliaian organoleptik dimanfaatkan oleh industri terutama industri pangan
dan juga penelitian untuk pengukuran atribut-atribut mutu dengan menggunakan
manusia sebagai alat pengukuran berdasarkan kemampuan penginderaaannya
(mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit). Tujuan organoleptik adalah untuk
mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan menyangkut mutu produk yang
berkaitan dengan pembedaan (untuk membedakan mutu organoleptik baik satu
atau beberapa atribut organoleptik maupun secara keseluruhan), afektifitas (untuk
mengukur preferensi dan penerimaan) dan deksriptif (untuk mendeskripsikan
atribut-atribut organoleptik). Adapun kegunaan uji organoleptik adalah (Qin
Ouyang dkk, 2014):
a. Pengkajian masa simpan (shelf life)
b. Mencocokan produk (product matching)
c. Pemetaan produk (product mapping)
d. Spesifikasi produk dan pengendalian mutu
e. Reformulasi produk

24

f. Pengujian potensi penyimpangan bau dan munculnya bau-bau asing


g. Menentukan keterimaan produk pada konsumen (acceptability)

2.4.3. Panelis
Untuk melaksanakan penelitian organoleptik diperlukan panel. Dalam
penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensori suatu komoditi, panel bertindak
sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang
bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang
yang menjadi anggota panel disebut panelis. Dalam penilaian uji sensoris ada 7
macam panelis yaitu (Elotrondo dkk, 2008):
1. Panelis perorangan, yaitu orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik
yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang
sangat intensif.
2. Panelis terbatas, panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai
kepekaan tinggi sehingga bisa lebih dapat dihindari.
3. Panelis terlatih, panel terlatih terdiri dari 5-15 orang yang mempunyai
kepekaan yang cukup baik.
4. Panelis agak terlatih, panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang
sebelumnya sudah dilatih untuk mengetahui sifat sensori tersebut.
5. Panelis tidak terlatih, panel tidak terlatih terdiri dari lebih dari 25 orang
yang dapat terdiri dari orang awam yang dipilih berdasarkan jenis kelamin,
suku bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan.
6. Panelis konsumen, panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang
tergantung dari target pemasaran suatu komoditi.
7. Panelis anak-anak, panel yang khas adalah panel yang menggunakan anakanak berusia 3 sampai 10 tahun.

2.4.4. Metode uji sensoris


Uji pembedaan pasangan yang disebut juga dengan paired comperation,
paired test atau perbandingan merupakan uji yang sederhana dan berfungsi untuk
menilai ada tidaknya perbedaan antara dua macam produk. Biasanya produk yang
diuji adalah jenis produk baru kemudian dibandingkan dengan produk terdahulu

25

yang sudah diterima oleh masyarakat. Dalam penggunaannya uji pembedaan


pasangan dapat memakai produk baku sesuai acuan atau hanya membandingkan
dua contoh produk yang diuji. Sifat atau kriteria contoh disajikan tersebut harus
jelas dan mudah dipahami oleh panelis (Chambers, 2005).
1. Uji Pembeda (Discrimination test)
a. Uji Pembedaan Segitiga
Uji pembedaan segitiga atau triangle test merupakan uji untuk
mendeteksi perbedaan yang kecil, karenanya uji ini lebih peka
dibandingkan dengan uji pasangan. Dalam uji segitiga ini disajikan
3 contoh sekaligus dan tidak dikenal adanya contoh pembanding
atau contoh baku. Penyajian contoh dalam uji segitiga ini sedapat
mungkin harus dibuat seragam agar tidak terdapat kesalahan atau
bias dalam penyajian contoh.
b. Uji Pembedaan Duo-Trio
Seperti halnya uji segitiga, uji ini dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya perbedaan yang kecil antara dua contoh. Uji ini
relatif lebih mudah karena adanya contoh baku dalam pengujian.
Biasanya uji duo-trio ini digunakan untuk melihat perlakuan baru
terhadap mutu produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan.
2. Uji Afektif (Affective test)
a. Uji kesukaan
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan
tanggapan

pribadinya

tentang

kesukaan

atau

sebaliknya

(ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan


senang, suka, atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan
tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik. Misalnya dalam hal suka dapat mempunyai skala
hedonik seperti: amat suka, sangat suka, suka, agak suka. Dengan
data numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik.
Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk
mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonik sering digunakan

26

untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau


produk pengembangan.
b. Uji mutu hedonik
Berbeda dengan uji kesukaan, pada uji mutu hedonik ini tidak
menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan
tentang baik atau buruk. Kesan baik-buruk ini disebut kesan mutu
hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar
kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum,
yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk atau keras
untuk daging, pulen atau keras untuk nasi, renyah, liat mentimun.
Rentangan skala hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ke
ekstrim jelek. Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan
tingkat mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga bervariasi
tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas
antar skala.

2.5. Uji penerimaan produk kepada konsumen


Menurut Hardiansyah (2011) Uji penerimaan atau uji daya terima produk ini
digunakan untuk mengevaluasi daya terima produk atau untuk menentukan
apakah satu atau lebih produk tertentu lebih diterima daripada produk lainnya.
Pengujian daya terima produk harus diterapkan dengan menggunakan konsumen
sebagai panelisnya. Oleh karena itu uji penerimaan produk ini sering dipandang
sebagai salah satu fungsi dari penelitian pasar dalam industri pangan. Walaupun
demikian analisis sensori dapat juga menerapkan uji penerimaan produk dalam
skala terbatas untuk mendapatkan indikasi tentang penerimaan suatu produk
kepada konsumen.
Ada tiga macam penyajian utama dalam uji penerimaan produk ini, yaitu:
uji penyajian tunggal (monadic), berpasangan (paired), atau berurutan (sequential
monadic). Dalam pengujian berpasangan sampelnya disajikan dua buah setiap kali
pengujian. Dalam pengujian berurutan sampelnya disajikan berurutan dan diuji
satu persatu tiap pengujian (Soekanto, 2000).

27

Ada berbagai metode dan skala yang berbeda-beda yang digunakan untuk
menentukan atau mengukur tingkatan daya terima produk ini seperti uji
penjenjangan, uji kesukaan berpasangan dan penyekalaan hedonik (hedonic
scaling), namun demikian manakah metode dan skala yang seharusnya digunakan,
perlu disesuaikan dengan situasinya. Dalam setiap uji daya terima jumlah panelis
yang masih dapat diterima adalah paling sedikit 25 orang (Widianarko,2002).

28

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel buah stroberi segar
lokal oleh petani Desa Banyoroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah dengan
letak geografis 11001'51" dan 11026'58" Bujur Timur dan antara 719'13" dan
742'16" Lintang Selatan. Desa ini terkenal dengan pemandangan alam nya karena
terletak di kaki gunung merapi dan gunung merbabu. Kebun buah stroberi tempat
stroberi yang akan dibudidayakan yaitu di Desa Ketep berada pada ketinggian
1480 mdpl, suhu rata-rata 20-22C, kecepatan angin didaerah tersebut sekitar
871,6 hPa, dengan kelembaban sekitar 72-90%, dan intensitas cahaya matahari
sekitar 15000-20000 lux. Walaupun kondisi desa Ketep tidak memenuhi syarat
tumbuh baik stroberi, tetapi dari nilai yang didapat, desa Ketep sudah hampir
mendekati syarat tumbuh stroberi yang optimal. Stroberi yang dibudidayakan
dengan cara hidroponik dan konvensional tanah dengan perlakuan salinitas. Kadar
garam yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi. Jenis stroberi yang akan
dijadikan objek penelitian yaitu varietas Holibert. Tanaman stroberi yang
dibudidayakan dengan hidroponik dan perlakuan salinitas maupun tanpa salinitas
memiliki umur tanam yang berbeda, dimana buah stroberi yang akan diuji dengan
hidroponik memiliki umur rata-rata 2 minggu sedangkan buah stroberi yanh akan
diuji dengan tanah memiliki umur rata-rata 7 bulan.
Dari obyek penelitan buah stroberi ini yang akan diteliti adalah
karakteristik mutu fisik stroberi dengan atirbut aroma, rasa, warna, tekstur, aroma,
kesegaran buah, dan kebersihan buah yang akan diberikan kepada konsumen serta
kandungan kimiawi meliputi kadar air, kadar gula, kadar vitamin C dan total asam
terlarut. Analisa dan pengujian sampel buah stroberi dilakukan di Laboratorium
Reka Industri dan Pengendalian Produk Samping dan Laboratorium Analisa Mutu
dan Standarisasi Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada.

29

3.2. Waktu dan tempat penelitian


Penelitian dilakukan mulai Juni 2016 Agustus 2016 bertempat di Desa
Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah dan bertempat di Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sedangkan
pengambilan data penerimaan konsumen dilakukan kepada panelis yang diambil
berasal dari pengunjung dan pembeli stroberi di kebun wisata Ketep Pass, Desa
Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah dan mahasiswa yang umumnya
merupakan konsumen dari buah stroberi yang bertempat di Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3.3. Alat dan bahan


3.3.1. Alat
Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
1. Komputer
2. Fruit Hardness Tester FHT200 Extech Instruments A Flir Company, untuk
uji tekstur kulit dan daging buah stroberi
3. Jangka sorong, untuk uji diameter ukuran buah stroberi
4. Neraca analitik merk AND-GF-400 untuk pengukuran berat sampel buah
stroberi segar
5. Refractometer ABBE, untuk analisis uji sukrosa buah stroberi
6. Botol timbang, untuk analisis uji kadar air buah stroberi
7. Deksikator, untuk analisis uji kadar air buah stroberi
8. Oven merk MEMMERT, untuk analisis uji kadar air buah stroberi
9. Seperangkat alat untuk uji Vitamin C
10. Seperangkat alat untuk uji Total asam terlarut

3.3.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Buah stroberi segar budidaya hidroponik dengan perlakuan salinitas dan
tanpa salinitas berbagai konsentrasi
2. Buah stroberi segar budidaya konvensional (tanah) dari petani Desa Ketep,
Magelang, Jawa Tengah

30

3. NaCl yang digunakan sebagai larutan penyiraman tanaman (salinitas)


4. Akuades
5. Iodin 0,01 N, untuk uji vitamin C
6. NaOH 0,1 N, untuk uji total asam
7. Indikator PP atau kertas lakmus, untuk pengukuran pH

3.4. Data
1. Data Primer
Data primer yang diambil yaitu data hasil pengamatan dan pengujian
secara langsung di lapangan. Data primer yang diambil terdiri dari :
a) Hasil stroberi budidaya hidroponik
b) Hasil uji sensoris pengujian penerimaan konsumen
c) Hasil mutu fisik (berat, diameter, tekstur) maupun kimiawi (kadar
air, kadar vitamin C, sukrosa, total asam terlarut) stroberi lokal
segar budidaya hidroponik menggunakan salinitas dan tanpa
salinitas.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diambil yaitu data-data pendukung penelitian ini. Data
sekunder dalam penelitian ini diambil dari hasil dokumentasi lapangan
penelitian, literatur, penelitian pendahulu atau referensi lain seperti buku
atau jurnal maupun internet, serta referensi lainnya.

3.5. Metode pengumpulan data


1. Teknik Pengumpulan data
1. Pengamatan Lapangan
i.

Metode observasi dan dokumentasi


Metode observasi dan dokumentasi dilakukan di Desa
Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah. Pengambilan
data dari metode ini dilakukan dengan mengamati serta mencatat
seluruh kejadian dan mendokumentasikannya dalam bentuk video
maupun foto keadaan kondisi di lapangan terhadap objek
penelitian. Tujuannya yaitu untuk mengetahui mutu pascapanen

31

buah stroberi segar saat ini terhadap buat stroberi lokal segar hasil
budidaya hidroponik dengan perlakuan salinitas dan tanpa
salinitas.
ii.

Metode interview
Metode interview dilakukan dengan cara melakukan tanya
jawab langsung kepada pengunjung dan pembeli stroberi di
kawasan wisata Ketep Pass, Desa Banyuroto, Sawangan,
Magelang, Jawa Tengah. Hasil dari interview ini nantinya akan
diolah sesuai hasil kebutuhan peneliti. Lalu wawancara yang
dilakukan kepada konsumen stroberi segar guna mendapatkan
informasi mengenai kesukaan konsumen seperti apa supaya dapat
diterima oleh konsumen dari parameter atribut mutu warna, rasa,
tekstur, aroma, kesegaran buah hingga kebersihan buah stroberi
tersebut.

2. Studi pustaka
Studi pustaka dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi semaksimal mungkin dari buku, literatur,
jurnal ilmiah, laporan, artikel, katalog

maupun hasil penelitian

stroberi sebelumnya yang rasional dan relevan dan dapat dijadikan


landasan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Studi pustaka
dilakukan untuk mengetahui cara budidaya stroberi yang baik dan
benar, maupun juga perlakuan salinitas yang sudah pernah diterapkan
untuk mengetahui konsentrasi yang tepat pada saat penyiraman.

3.6. Rancangan percobaan


Penelitian ini menggunakan komoditi buah stroberi (Fragaria Sp) varietas
Holibert segar yang dihasilkan oleh petani Desa Banyuroto, Sawangan, Magelang,
Jawa Tengah lalu dipindahkan untuk dibudidayakan secara hidroponik
menggunakan perlakuan salinitas. Buah stroberi tanpa salinitas nantinya akan
digunakan sebagai kontrol. Penambahan garam dalam penyiraman tanaman
dilakukan pada saat tanaman sudah dipindahkan ke media hidroponik setelah 7

32

hari karena dapat menyebabkan stress berlebih saat pemindahan media dari tanah
menjadi perlite dan vermiculite.
Perlakuan salinitas (penambahan garam NaCl) dilakukan dengan tiga
konsentrasi yang berbeda dari konsentrasi standar hingga ke tinggi yaitu, 2
mS/cm, 4 mS/cm, dan 6 mS/cm. Kemudian frekuensi penyiraman akan dilakukan
sebanyak 100 ml/hari. Konsentrasi ec = 2 mS/cm tidak menggunakan garam NaCl
sedangkan konsentrasi ec = 4 mS/cm dan ec = 6 mS/cm menggunakan garam
NaCl. Buah yang akan diujikan kepada konsumen langsung diberikan kepada
konsumen untuk diuji sensoris dan buah yang akan diuji karakteristik mutunya
langsung dibawa ke laboratorium untuk diuji fisikawi maupun kimiawinya.
Pengujian mutu pascapanen dilakukan setiap buah stroberi panen dengan masingmasing tiga kali pengulangan untuk setiap uji dan dilakukan sampai produk busuk
atau tidak layak untuk dikonsumsi. Rancangan penelitian yang dilakukan dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan eksperimen Rancangan Acak


Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu faktor pertama konsentrasi dan faktor
kedua penyiraman tanaman, dimana semua konsentrasi dengan ec = 2 mS/cm, ec
= 4 mS/cm, dan ec = 6 mS/cm akan dilakukan peenyiraman sebanyak 100 ml/hari.
Jumlah tanaman stroberi tiap konsentrasi masing-masing yaitu 18 tanaman
stroberi lokal segar, dengan kontrol tanah sebanyak 6 tanaman dan juga salinitas

33

tanah sebanyak 6 tanaman. Skema rancangan percobaan yang akan diilakukan di


kebun dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Skema rancangan percobaan yang akan dibuat

3.7. Penentuan jumlah sampel


Pengambilan sampel panelis dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik purposive sampling ini memiliki pertimbanganpertimbangan tertentu dalam pengambilan sampel. Panelis yang dijadikan sampel
merupakan panelis yang dianggap memiliki informasi yang diperlukan untuk
penelitian ini, panelis yang dianggap memiliki informasi dengan harapan
informasi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan dan akurat. Pengambilan
panelis ini dilakukan dengan pemilihan yang dilihat dari umur panelis dan juga
kesukaannya terhadap stroberi.
Penentuan jumlah sampel dengan proporsi populasi dianggap tidak
diketahui, maka rumus yang digunakan adalah rumus error (E) untuk mengetahui
besarnya sampel yang harus diambil (Ispriyanto, 2008). Namun dalam penelitian
ini, karena penentuan jumlah panelis akan ada keterbatasan dengan sampel
stroberi lokal segar yang dibudidayakan secara hidroponik, maka jumlah sampel
yang digunakan sebanyak 30 panelis. Jumlah panelis sebanyak 30 panelis
merupakan jumlah minimum untuk uji sensori berdasarkan penerimaan
konsumen. Konsumen nantinya yaitu konsumen khusus di kebun buah wisata
ketep Pass, Desa Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah dan juga

34

mahasiswa pecinta stroberi lokal segar yang akan diujikan di Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3.8. Tahapan penelitian


Tahapan penelitian ini meliputi:
1. Observasi lapangan
Observasi lapangan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
informasi semaksimal mungkin dari lokasi penelitian yaitu di Desa
Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah yaitu bagaimana cara
memproduksi buah stroberi lokal segar, cara pembudidayaan
konvensional yang dilakukan dan juga pertumbuhan tanaman stroberi.
Selain itu peneliti melakukan survei pendahuluan terhadap petani
Desa Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah tentang kualitas
stroberi lokal segar yang baik.
2. Identifikasi masalah
Identifikasi terkait dengan penelitian pendahulu yang dilakukan
oleh Icktyani (2015) dan Risma (2015) dalam mengembangkan buah
stroberi menggunakan media tanah. Namun, belum ada penelitian
yang menunjukkan tentang hasil pascapanen mutu stroberi lokal segar
yang dibudidayakan dalam keadaan salin dengan media hidroponik.
3. Perumusan masalah
Perumusan masalah yang berkaitan dengan karakteristik mutu dan
produk buah stroberi lokal segar hasil budidaya hidroponik yang akan
dibudidayakan menggunakan perlakuan salinitas dan juga produk
buah stroberi segar lokal hasil bidudaya hidroponik dengan perlakuan
salinitas apakah dapat diterima oleh konsumen atau tidak dengan uji
sensori.
4. Studi pustaka dan pemahaman teori
Studi pustaka dilakukan untuk mempelajari metode yang baik
dalam budidaya stroberi hidroponik dan juga tentang preferensi
penerimaan konsumen terhadap produk stroberi lokal segar. Studi
pustaka ini juga didapatkan dari sumber penelitian sebelumnya, agar

35

langkah-langkah metode yang digunakan sudah tepat. Pemahaman


teori yang dilakukan yaitu tentang kualitas pascapanaen buah stroberi
dan perlakuan salinitas terhadap produk buah. Pada penelitian
terdahulu, salinitas sangat baik untuk mendapatkan produk kualitas
buah yang baik tetapi belum dicobakan untuk media hidroponik.
5. Penetapan tujuan penelitian
Penetapan tujuan penelitian sesuai dengan identifikasi dan
rumusan masalah penelitian. Tujuan penelitian ini sudah disampaikan
pada bagian bab pendahuluan.
6. Penetapan objek penelitian
Penetapan objek penelitian ini yaitu stroberi lokal segar varietas
Holibert dengan budidaya hidroponik dengan perlakuan salinitas oleh
petani Desa Banyuroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah.
7. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahulu ini berguna untuk tidak terjadi kesalahan
saat kita melakukan penelitian identifikasi karakteristik mutu buah
stroberi lokal segar yang akan kita budidayakan. Dari penelitain
pendahulu ini, pertama yaitu penyiapan lahan dan peralatan budidaya
hidroponik menggunakan salinitas maupun tanpa salinitas. Pada
penelitian awal akan dilakukan berbagai macam percobaan dari
penbuatan larutan konsentrasi hidroponik, pencampuran media tanam
vermiculite dan perlite, penyiapan pot tanaman hidroponik, dan
mengidentifikasi karakteristik fisik maupun kimiawi menggunakan
bahan stroberi lokal segar.
8. Budidaya stroberi lokal segar hidroponik dan konvensional tanah
Setelah melakukan penelitian pendahuluan, maka akan dilakukan
tahap selanjutnya yaitu budidaya stroberi lokal segar dengan
hidroponik perlakuan salinitas dan tanpa salinitas. Dari budidaya
tersebut diharapkan akan didapatkan mutu pascapanen buah stroberi
lokal segar yang baik dan juga dapat diterima oleh konsumen melalui
uji sensoris.
9. Pemberian perlakuan

36

Pemberian perlakuan menggunakan tiga konsentrasi yaitu


konsentrasi larutan standar dengan ec = 2 mS/cm, konsentrasi larutan
sedang dengan ec = 4 mS/cm, dan konsentrasi larutan tinggi dengan ec
= 6 mS/cm, dengan setiap konsentrasi akan dilakukan penyiraman
sebanyak 100 ml/hari. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagian
3.6. pada rancangan percobaan.
10. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel nantinya akan diambil tiap minggunya
ketika buah stroberi lokal segar yang dibudidayakan secara hidroponik
menggunakan perlakuan salinitas sudah siap panen minimal 2/3 buah
matang. Dikarenakan bila buah yang sudah terlalu matang diambil,
nantinya akan mudah busuk. Nantinya, pengambilan sampel ini akan
langsung diujikan karakteristik fisik dan kimiawinya di laboratorium
Reka Industri dan Pengendalian Produk Samping di Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11. Pengujian mutu fisik, warna, kimiawi, dan uji sensori
a) Pengujian mutu fisik
1. Uji berat buah
Pengukuran berat sampel buah stroberi lokal segar dilakukan
dengan menggunakan neraca analitik. Pengukuran berat sampel buah
stroberi lokal segar dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan pada
setiap pengukuran satu sampel. Nantinya berat buah stroberi ini akan
dibandingkan dengan standar SNI untuk stroberi No.8026 tahun 2014.
2. Uji diameter buah
Pengukuran diameter sampel buah stroberi lokal segar dilakukan
dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter sampel
buah stroberi lokal segar dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan
pada setiap pengukuran satu sampel.
3. Tekstur buah
Pengujian tekstur sampel buah stroberi lokal segar dilakukan
dengan fruit hardness test. Pengujian dilakukan dengan mengambil

37

tiga titik terluar dari buah, dinyatakan sebagai tekstur buah dan tiga
titik di bagian dalam buah, dinyatakan sebagai tesktur daging buah.
c) Pengujian mutu warna
Pengujian mutu warna buah stroberi segar menggunakan alat
chromameter di laboratorium rekayasa proses, fakultas teknologi
pertanian, universitas gadjah mada. Dari alat chromameter akan
didapatkan nilai lightness, redness, dan yellowness. Lalu hasilnya
akan dihitung menggunakan rumus.
b) Pengujian mutu kimiawi
1. Uji kadar air buah
Pengukuran kadar air sampel buah stroberi lokal segar
menggunakan oven. Metode ini digunakan untuk mengukur kadar air
pada buah yang diamati dengan basis basah. Sampel yang telah
tersedia ditimbang sebelum dikeringkan. Sampel yang telah ditimbang
lalu dimasukkan kedalam botol timbang yang telah dikeringkan
terlebih dahulu pada temperatur 105oC selama 30 menit. Setelah botol
dipanaskan, kemudian didinginkan didalam eksikator lalu ditimbang.
Sampel yang telah dimasukkan kedalam botol timbang dikeringkan
pada suhu 110oC hingga kering atau bebas air yang ditandai dengan
bobot bahan tetap setelah pemanasan (b). Perhitungan kadar air
menggunakan hubungan :

............... (3.1)
a = bobot sampel stroberi sebelum dikeringkan
b = bobot sampel stroberi setelah dikeringkan
2. Uji kadar vitamin C
Pengujian kadar vitamin C dilakukan menggunakan hasil
ekstraksi 5 gram sampel buah stroberi dengan akuades sebanyak 100
ml. Selanjutnya diambil 10 ml sampel cair menggunakan pipet
dimasukan ke dalam labu takar, kemudian ditutup dan dikocok hingga
homogen (menyatu). Kemudian larutan disaring dimasukan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 1 ml amilum 1% . Setelah itu, dititrasi

38

dengan larutan iodium 0,01 N sampai diperoleh perubahan warna biru


tidak hilang selama 10 detik. Kandungan vitamin C dihitung dengan
rumus :

................. (3.2)
Dimana 1 ml titar iodium 0,01 N setara dengan 0,88 mg asam askorbat
dan Fp adalah faktor pengenceran.
3. Uji penentuan total asam terlarut
Pengujian total asam terlarut dilakukan dengan menggunakan
hasil ekstraksi 5 gram sampel stroberi dengan akuades 100 ml.
Selanjutnya diambil sampel cair menggunakan pipet dimasukan ke
dalam labu takar 10 ml, kemudian ditutup dan dikocok hingga
homogen. Kemudian larutan disaring dimasukan kedalam erlenmeyer
dan ditambahkan 2 tetes indikator PP. Setelah itu dititrasi dengan
larutan NaOH sampai diperoleh perubahan warna pink keunguan tidak
hilang selama 10 detik. Total asam dihitung dengan rumus :

................(3.3)
Dimana 1 ml titar NaOH setara dengan 64 mg asam sitrat dan Fp
adalah nilai faktor pengenceran.
4. Uji kadar sukrosa
Kadar sukrosa dapat diketahui dengan menggunakan alat
refraktometer, alat refraktometer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah hand refractometer. Buah stroberi lokal segar yang sudah
dihancurkan kemudian diambil sarinya dengan cara diperas.
Selanjutnya melakukan pengukuran kadar sukrosa dengan cara
meneteskan sari buah stroberi pada refraktometer yang sudah
dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dapat dilakukan dengan cara
meneteskan aquadest hingga menunjukkan angka 0.
c) Uji sensoris berdasarkan penerimaan konsumen

39

Setelah mendapatkan hasil dan mutu fisik maupun kimiawi dari


buah stroberi lokal segar budidaya hidroponik tersebut, maka akan
dilakukan uji sensoris kepada konsumen khusus stroberi yang berada
di kebun stroberi tersebut dan di Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui peneriman konsumen akan buah stroberi lokal segar
budidaya hidroponik dari dimensi estetika (warna, kecerahan, aroma,
tekstur, rasa, dan kesukaan konsumen). Pengujian sensoris yang
dilakukan menggunakan uji skoring yaitu penliaian menggunakan
angka sebagai parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan
yang ditimbulkan oleh buah stroberi. Penggunaan skoring dapat
memberikan informasi besaran kesan yang diperoleh dari suatu
komoditi sehingga dapat diketahui mutu dari buah tersebut. Panelis
akan menuliskan hasil skoring pada setiap formulir yang diberikan,
dengan setiap parameternya terdapat 5 pilihan/tingkatan, setiap angka
yang dipilih oleh panelis akan menunjukkan tingkat mutu yang
berbeda tergantung dari kesan yang didapatkan oleh panelis. Nantinya
selain formulir skoring, akan diberikan pertanyaan bebas yang akan
dijawab oleh panelis sebagai saran kedepannya. Parameter dan pilihan
skor pada uji panelis dapat dilihat pada Tabel 3.2.

40

Tabel 3.2. Parameter dan pilihan skor pada uji panelis


Parameter
Warna
Kecerahan
Aroma

Tekstur
Rasa
Kesukaan
konsumen

1
2
Tidak
Agak
merah
merah
Tidak
Agak
cerah
cerah
Tidak
Agak
segar
segar khas
khas
stroberi
stroberi
Tidak
Agak
keras
keras
Tidak
Agak
manis
manis
Tidak Agak suka
suka

Skor
3
Sedikit
merah
Sedikit
cerah
Sedikit
segar khas
stroberi
Sedikit
keras
Sedikit
manis
Sedikit
suka

4
Merah
Cerah
Segar
khas
stroberi
Keras
Manis
Suka

5
Sangat
merah
Sangat
cerah
Sangat
segar khas
stroberi
Sangat
keras
Sangat
manis
Sangat
suka

12. Pengujian statistik


Melakukan pengolahan dan perbandingan terhadap perubahan
data yang berkaitan dengan karakteristik mutu buah stroberi segar.
Dengan

memakai

grafik

batang

antar

perlakuan

kemudian

dideskripsikan antar data tersebut. Hasil dari pengujian mutu fisik,


warna, dan kimiawi buah stroberi segar kemudian dianalisis dengan
pengujian statistik. Pengujian statistik dilakukan untuk mengetahui
beda nyata pada nilai suatu parameter terhadap faktor yang ada
menggunakan software SPSS 16. Pengujian didahului dengan analisis
normalitas data menggunakan Kolmogorof-Smirnov, dengan hipotesis
sebagai berikut:
Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
Dengan kriteria pengujian data dikatakan berdistribusi normal jika
nilai sig. > 0,05. Ini dikarenakan taraf signifikansi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 5% dengan tingkat kepercayaan 95%.
Kemudian dilakukan uji test of homogenity varians untuk mengetahui
homogenitas varians dalam populasi dengan hipotesis:
Ho : tidak ada perbedaan varians yang signifikan

41

H1 : terdapat perbedaan varians yang signifikan


Apabila hasil analisis menunjukkan nilai sig. > 0,05 maka H1 ditolak
dan Ho diterima (homogen).
Pada data yang berdistribusi normal dan homogen maka
pengujian

beda

nyata

dilakukan

secara

parametrik

dengan

menggunakan uji statistik F one way ANOVA. Ho menjelaskan bahw a


rata-rata dari keseluruhan populasi sama dengan H1 menjelaskan
adanya populasi yang memiliki nilai rata-rata berbeda. Jika nilai Sig. >
0,05 maka tidak ada perbedaan yang nyata terhadap nilai parameter
yang diuji.
Sedangkan jika data tidak memenuhi syarat pengujian secara
parametrik

maka

dilakukan pengujian

non

parametrik

yaitu

menggunakan Kruskal Wallis. Apabila nilai sig. lebih besar daripada


nilai 0,05 maka suatu variabel tidak berbeda nyata, sedangkan apabila
nilai sig. lebih kecil daripada nilai 0,05 maka suatu variabel terikat
berbeda nyata untuks tiap variabel bebasnya.
13. Perbandingan mutu pascapananen hasil pengujian laboratorium
dengan uji panelis
Hasil data stroberi uji fisik dan kimiawi yang sudah didapatkan
akan diolah kemudian akan dibandingkan tiap buahnya apakah sama
dengan hasil pengujian laboratorium maupun uji panelis. Lalu akan
dibahas hasilnya didalam pembahasan.
14. Pembahasan dan kesimpulan
Melakukan pembahasan dan menyimpulkan hasil penelitian ini,
kemudian memberikan saran penelitian yang akan datang.

42

3.9. Diagram alir penelitian

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian I

43

Gambar 3.2. Diagram alir penelitian II

44

Gambar 3.3. Diagram alir penelitian III

45

Anda mungkin juga menyukai