Anda di halaman 1dari 74

NILAI-NILAI TASAWUF

DALAM PERKEMBANGAN FISIKA MODERN


Oleh : Fauzan Kaharuddin
NIM : 04461104 98
ABSTRAK
Dunia mikroskopis menjelaskan bahwa materi hanya menunjukkan
kecenderungan untuk ada apalagi materi-materi sub-atom selalu dalam
keadaan bergerak dengan kecepatan cahaya atau mendekati. Dunia bukan lagi
terdiri atas benda-benda melainkan suatu interaksi-interaksi yang membentuk
suatu kesatuan yang terpadu, sehingga untuk menatap peristiwa-peristiwa setiap
pengamat akan bergantung pada posisi dan kecepatannya terhadap peristiwaperistiwa yang diamati. Para fisikawan modern Barat bersinggungan dengan
mistisisme Timur Jauh yang cenderung non islam, seperti Hindhu, Budha, Zen,
Tao, dan lain-lain dalam mengungkapkan eksistensi mutlak Sang Pencipta. Dunia
fisika bagi mereka bukan lagi dunia empiris materialis, tetapi mengarah pada
usaha untuk mewujudkan spiritualitas melalui ilmu pengetahuan untuk
menemukan hakekat tertinggi ilmu pengetahuan.
Terdapat keparalelan pemikiran antara tasawuf dan fisika modern,
dimana tasawuf berdasarkan pada pemahaman langsung ke dalam alam realitas
dan fisika modern berdasarkan atas observasi terhadap fenomena-fenomena alam
dan eksperimen-eksperimen ilmiah yang diinterpretasikan dan dikomunikasikan
lewat kata-kata yang akan menjadi terlampau abstrak ketika berdekatan dengan
realitas yang menyebabkan kesadaran akan fakta.
Tasawuf memiliki nilai-nilai yang sangat banyak dalam fisika modern,
namun ini mungkin kurang disadari oleh ummat islam. Padahal dalam tasawuf
yang mengambil ayat-ayat Al-Quran banyak sekali hal-hal yang sebenarnya
dalam fisika modern terkuantisasikan dalam bentuk rumus-rumus, yang hal
tersebut dapat kita ambil sebagai rasionalitas eksistensi tertinggi Sang Pencipta
(Allah Subhaanahu Wa Ta'ala) sehingga fisika modern dapat dijadikan sebagai
pembedah ayat-ayat Al-Quran dalam menunjukkan hakekat spiritualitas.
Kata kata kunci : materi hanya menunjukkan kecenderungan untuk ada

Ralat Skripsi Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Perkembangan Fisika Modern


Tertulis
A. Perkembangan Fisika
Mnggunakan
Fisika Kuantum
Realitas Kausalitas Dalam

Halaman
X
13
18
18

Baris
20
4
15
17

43
50
52
55
55
60
64
71

6
5
14
12
12
11
5
12

Seharusnya
Tidak ada
Menggunakan
Holisme Fisika Kuantum
Realitas Kausalitas

Pandangan Pantheisme
Makhluq
Pemulaan
Hukun
Katakana
Inheen
Alah
Keterkaian

makhluk
permulaan
Hukum
katakan
inheren
Allah
keterkaitan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Segala ilmu yang diperlukan manusia itu tersedia di dalam AlQuran, meskipun secara garis besarnya saja, yang rinciannya dapat
ditemukan pada Sunnah Rasul bagi ilmu keakheratan dan dalam alam semesta
bagi ilmu keduniaan1. Wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mencari
dan memperdalam ilmu sesuai dengan bidang dan kemampuannya agar dapat
menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Seorang muslim
atau muslimah tidak boleh hanya mengutamakan ilmu keakheratan saja atau
ilmu keduniaan saja, keduanya harus ada pada diri ummat islam walaupun
proporsinya tidak seimbang atau dominasi salah satunya.

Achmad Baiquni, Al-Quran Dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta, PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997, hal.17

Al-Quran secara global telah banyak membicarakan tentang ilmu


pengetahuan alam dan teknologi, maka untuk mengetahui secara pastinya kita
harus memiliki ilmu kealaman melalui pemahaman dan pengertian tentang
alam semesta beserta sifat dan fenomenanya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah lapangan kegiatan yang terus
menerus dikembangkan karena mempunyai manfaat sebagai penunjang
kehidupan manusia2.
Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memberikan akal pada manusia agar
dengan akal ini manusia bekerja dengan giat memikirkan secara serius dan
mendalam tentang segala sesuatu dan segala peristiwa dalam jagad
(universum) ini baik dengan metoda induksi maupun deduksi sehingga
dicapai hakekat-hakekat yang lebih tinggi untuk kemudian ditingkatkan lagi
sehingga manusia dengan akalnya itu dapat mengenal kebenaran yang
tertinggi yaitu Allah Rabbul Alamien3.
Alam semesta yang diciptakan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala adalah
sebuah laboratorium yang maha lengkap yang penuh berisi pertanda keMahaan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala yang telah merancang, mencipta,
memelihara dan kelak mengambilnya kembali4. Laboratorium yang maha
lengkap ini tidak akan berfungsi dan tidak akan menjadi dinamis bagi
kehidupan manusia apabila manusia tidak mau merenungi dan memikirkan
untuk mengolahnya. Manusia sebagai penggali dan pencari ilmu pengetahuan
2

RHA Syahirul Alim, A Baiquni, dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam Dan
Teknologi, Jakarta, Depag RI, 1995, hal.3
3
4

hal.v

Ibid, hal.15
Abdul Wahab, Semesta Dan Manusia Dalam Al-Quran, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1990,

tidak cukup hanya dengan membaca saja tanpa berfikir. Dalam Al-Quran,
manusia didorong untuk menggunakan akalnya dan banyak berfikir5.
Manusia mencari ilmu pengetahuan kebanyakan berangkat dari hasil
rangsangan-rangsangan yang ditangkap oleh indera lahiriah, dan setelah
sampai di otak diurai menurut ilmu pengetahuan yang ada padanya kemudian
dalam beberapa hal akan tiba pada titik ketidakmampuan otak untuk
mengurai, karena rasionya sudah tidak dapat menjangkau lagi atau bukan lagi
menjadi medan rasio6. Namun demikian ilmu pengetahuan kealaman dalam
hal mencari hakikat haruslah berangkat dengan keyakinan yang mantap
terlebih dahulu, yakin bahwa manusia memiliki kemampuan terbatas serta
sadar bahwa rasio manusia begaimanapun tingginya dan besar nilainya hanya
sekedar pelengkap saja untuk mencapai hakikat7. Keterbatasan akal atau rasio
menunjukkan bahwa apa yang tidak rasional belum tentu tidak benar,
kebenaran ayat-ayat Al-Quran hingga kini dapat dikaji di dalam ilmu fisika,
astronomi, dan kosmologi 8.
Fisika adalah ilmu yang mempelajari struktur dasar dan proses
perubahan yang terjadi pada materi dan energi 9 dan juga menyelidiki
fenomena terutama yang diamati dari benda-benda tak bernyawa. Al-Quran
menaruh perhatian sangat besar kepada ilmu tersebut seperti nampak dalam

H. Asri Rasad, dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Biologi, Jakarta, Depag RI, 1995, hal. 4
H. Machmud Kahiry H. M, Mampukah Rasio Mengenal Tuhan, Surabaya, PT. Bina Ilmu,
1986, hal. 5 6
7
Ibid, hal 31
8
Ahmad Baiquni, Memahami Peristiwa Isra Dan Miraj ( pidato dalam buku Agama Dan
Masyarakat pada ulang tahun H.A Mukti Ali ke 70 tahun ), Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga
Press, 1993, hal. 176
9
Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Mizan, hlm. 145
6

uraiannya tentang alam Ilahi yang amat menakjubkan, seperti sifat-sifat ruang
dan waktu, materi serta gerakannya10.
Ilmuwan yang beriman akan menggunakan akal dan nalarnya untuk
memahami atau menjawab tiap peristiwa. Selanjutnya manusia akan berusaha
mencari sebab-sebabnya maupun akibat yang mungkin dapat terjadi karena
peristiwa tersebut11. Pada tahun 1920-an ini Edwin Hubble mendapatkan cara
untuk memperkirakan jarak galaksi dan mengukur kecepatan gerak galaksi 12.
Saling menjauhinya benda-benda angkasa itu memiliki kelajuan yang sangat
besar dan ini dibuktikan dengan pergeseran Doppler Relativistik, yaitu :

f' f

1
c
1

13

disini : v adalah laju relatif dimana objek dan pengamat bergerak saling
menjauhi.
f adalah frekuensi objek yang diukur pada saat objek diam terhadap
pengamat dan f adalah frekuensi objek yang bergerak dengan laju
v terhadap pengamat.
Kenyataan ini membawa kesimpulan, bahwa universe berada dalam keadaan
memuai (ekspansi) dengan kecepatan besar, ini menyiratkan tentang struktur
jagad raya yang terbuka 14 sehingga dikatakan alam semesta selalu dinamis.
10

Afzalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, Jakarta, PT. Bina Aksara, 1980,
hal. 71-72
11
H. Asri Rasad, dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Biologi, Jakarta, Depag RI, 1995, hal. 12
12
Sendi Setiawan, Kiprah Dan Gelegar Relativitas Einstein, Yogyakarta, Andi Offset,
1992, hal.28
13
Kenneth S Crane, Fisika Modern, terjemah oleh Hans J Wospakrik, Jakarta, Universitas
Indonesia Press, 1992, hal. 694
14
Syahirul Alim, Menguak Keterpaduan Saiins, Teknologi Dan Islam, Yogyakarta, Titian
Ilahi Press, 1998, hal.131

Alam semesta termasuk bumi yang kita tempati ini terdiri dari
bermacam-macam unsur yang saling membentuk suatu materi, baik yang bisa
dirasakan oleh indera ( kongkret ) maupun yang tidak bisa dirasa oleh indera
biasa melainkan harus menggunakan alat-alat khusus ( abstrak ) seperti
partikel-partikel, molekul-molekul, maupun atom-atom yang bergetar yang
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya membentuk suatu materi.
Molekul-molekul dan atom-atom terdiri dari partikel-partikel yang
saling berinteraksi satu sama lainnya

dengan cara mencipta dan

menghancurkan partikel-partikel yang lain. Atmosfer bumi terus menerus


dibombardir oleh guyuran-guryuran sinar-sinar kosmis, partikel-partikel
berenergi tinggi yang mengalami tumbukkan berkali-kali ketika mereka
menembus udara15. Reaksi ini seperti yang dikatakan oleh Ibnu Arabi untuk
mengungkapkan tentang penyatuan hakiki antara Tuhan dengan manusia yang
dilambangkan dengan samudera, gelombang-gelombang besar, buih-buih, dan
tetesan yang dalam tiap hal nampak berbeda namun sama untuk
melambangkan kerinduan individual untuk kesatuan dan pemusnahan dalam
keseluruhan 16.
Alam semesta merupakan suatu sistem jaringan yang saling terkait
antara satu dengan yang lainnya yang tidak terpisahkan. Hal ini dapat
diterangkan melalui kosmologi dunia makrokosmos dan mikrokosmos. Para
fisikawan untuk mengetahui keterkaitan alam semesta tersebut dilakukan
melalui berbagai macam eksperimen yang selanjutnya dibuat dalam bentuk
15
16

Fritjkof Capra, Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. xii


Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta, Pustaka Firdaus, hlm. 360

grafik, diagram, teori matematika yang semuanya itu ternyata menjadi suatu
pengalaman religius bagi para fisikawan. Fritjof Capra mengungkapkan hal
tersebut dalam bukunya Tao of Physics sebagai berikut :
Pada saat saya duduk ditepi pantai itu, pengalaman-pengalaman saya yang
terdahulu menjadi hidup, saya menyaksikan guyuran air terjun energi turun
dari angkasa terluar yang di dalamnya partikel-partikel terbentuk dan hancur
dalam getaran-getaran ritmis; saya menyaksikan atom-atom dari elemenelemen itu dan atom-atom dari tubuh saya turut serta dalam tarian kosmis
energi ini, saya merasakan iramanya dan mendengarkan suaranya, dan pada
saat itu saya memahami bahwa ini adalah Tarian shiva dewa para penari yang
dipuja oleh para penganut Hindhu 17.
Ulama sufi memandang alam semesta sebagai makrokosmis sama
dengan mikrokosmis. Manusia adalah dunia miniatur mikrokosmos yang
merupakan cerminan makrokosmos, hukum alam mengatur seluruh manusia
sehingga perbedaan antara ruh dan materi terhapus karena pada level subatom materi adalah kegelapan yang tidak mempunyai keberadaan nyata

18

Kenyataannya memang sesuatu yang besar itu (makrokosmis) tersusun dari


segala sesuatu yang kecil-kecil (mikrokosmis) yang membentuk suatu ikatan
makro dan saling terkait. Para sufi dalam memahami hal tersebut melalui
suatu pengalaman mistis penyaksian yang dalam bahasa mereka sebut
sebagai musyahadah atau marifat, seperti yang mereka katakan, yaitu
barangsiapa marifat ( terhadap ) Allah Subhaanahu Wa Taala akan
dikokohkan oleh keabadian dan dunia seisinya terasa sempit 19.
Perkembangan ilmu fisika modern selaras dengan pemikiran kaum
sufi. Awal abad kedua puluh, fisika modern telah banyak dan begitu cepat
17

Loc.Cit, hlm. xiv


Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Bandung, Mizan, hlm. 156 157
19
Imam Al-Qusyairy An-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah, Surabaya, Risalah Gusti, hlm.
18

392

mempengaruhi kehidupan manusia. Terutama dalam fisika atom yang dengan


cepat banyak berdiri industri yang menggunakan dasar teori atom tersebut,
sehingga alam semesta beserta isi dan segala fenomena yang ada di dalamnya
mengenai struktur kosmologis dapat dipandang melalui teori fisika dan
tasawuf. Terdapat titik-titik kesejajaran ketika memasuki dimensi dunia
mistik religius dan fisika modern dalam memandang alam semesta.
Pengaruh perkembangan fisika modern tersebut juga menyentuh
dalam pola pikir dan kebudayaan manusia. Perkembangan fisika modern
tidak lepas dari perbaikan / revisi secara radikal terhadap fisika klasik
(Newtonian) terutama pada bidang materi, ruang dan waktu, serta sebab
akibat (kausalitas) yang menuju ke arah pemikiran yang bersifat mistis
(abstrak), sehingga memunculkan metafisika.
Werner Heisenberg mengungkapkan seperti yang dikutip oleh Frtjof
Capra dalam Tao of Physics, sebagai berikut :
Konstribusi ilmiah yang terbesar dalam fisika teoritis berasal dari Jepang
sejak perang berakhir merupakan suatu indikasi dari bertemunya hubungan
khusus antara ide-ide filsafat dalam tradisi Timur Jauh dan substansi filsafat
dari teori quantum 20.
Keparalelan antara pemikiran dalam tasawuf dengan fisika modern
yang menyebabkan adanya titik temu dan hubungan terjadi karena tasawuf
didasarkan pada pemahaman langsung ke dalam alam realitas, sementara
fisika didasarkan atas observasi terhadap fenomena-fenomena alam dan
eksperimen-eksperimen ilmiah yang diinterpretasikan dan dikomunikasikan
lewat kata-kata, dimana kata-kata tersebut terlampau abstrak ketika
20

Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 5

berdekatan dengan realitas yang menyebabkan kesadaran akan fakta inilah


yang menjadi titik temu antara fisika modern dan sufi21.
Nilai-nilai tasawuf yang mewarnai fisika modern yang ingin penulis
ungkapkan dalam hal ini berhubungan dengan alam semesta terutama
mengenai ruang dan waktu serta penyatuan dalam keberagaman sehingga
dapat memperlihatkan bahwa dalam perkembangan fisika modern tidak
terlepas dari etika-etika agama. Kita menyadari bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah membawa kepada pemikiran
manusia seolah-olah dialah penguasa alam semesta karena dengan ilmunya
manusia dapat mengendalikan alam lingkungannya dan berbuat semaunya
untuk menguasai orang lain.
Tasawuf yang menekankan pada aspek pensucian hawa nafsu yang
bertujuan untuk mengenal dan mencintai sang pencipta dan penguasa alam
semesta, sebenarnya banyak sekali nilai-nilainya yang terkandung dalam
fisika modern, sebagaimana yang telah dikatakan di atas mengenai materi
dalam level subatom atau dunia mikrokosmos, walaupun para fisikawan barat
dalam memahaminya bersentuhan dengan mistis diluar islam (Hindu, Budha,
Zen, Tao dan lain-lain), maka penulis mencoba untuk mengungkapkannya
melalui pemikiran-pemikiran islam (tasawuf) misalnya fana, baqa, Jamu
dan lain-lain. Hal ini diharapkan dapat membuka wawasan terhadap pencinta
fisika terutama muslimin dan muslimah agar dalam mempelajarinya tidak
sebatas pada keilmuannya, tetapi lebih jauh dari itu untuk lebih mengenal dan
mendekatkan diri pada Allah Subhaanahu Wa Taala. Oleh karena itu penulis
21

Ibid, hlm. 3

mencoba untuk mengungkapkan keparalelan tasawuf dan fisika modern


dalam Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Perkembangan Fisika Modern.
B. Perumusan Masalah
Masalah-masalah yang terkait dengan tasawuf dan fisika modern
yang akan dibahas dalam kajian ini dirumuskan sebagai berikut :
1.

Bagaimana konsep ruang dan waktu, penyatuan benda-benda, dan eksistensi materi alam
semesta dalam tasawuf.

2. Bagaimana konsep ruang dan waktu, penyatuan benda-benda, dan


eksistensi materi alam semesta dalam fisika modern.
3. Bagaimana hubungan dari kenyataan adanya kepararelan antara
pemahaman tasawuf dan fisika modern yang mempengaruhi kehidupan
manusia.
C. Pembatasan Masalah
Pembahasan

mengenai

masalah

nilai-nilai

tasawuf

dalam

perkembangan fisika modern merupakan suatu bahasan yang di dalamnya


terkandung unsur-unsur suatu gagasan umum yang melihat keparalelan antara
tasawuf dengan fisika modern.
Keparalelan antara tasawuf dan fisika modern tersebut difokuskan
pada, alam semesta, ruang dan waktu, dan penyatuan dalam keberagaman.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang dapat memberikan
konstribusi terhadap pandangan filsafat islam terutama kalangan mistikus dan
keselarasannya dalam perkembangan fisika modern, diantaranya adalah
untuk:

1.

Menyingkap alam semesta mengenai konsep ruang dan waktu serta kedinamisannya
menurut cara pandang tasawuf.

2.

Menyingkap alam semesta menganai konsep ruang dan waktu serta kedinamisannya
menurut cara pandang fisika modern.

3.

Memahami hubungan dari timbulnya keparalelan antara fisika modern dengan tasawuf.

E. Kegunaan Penelitian
Penelitian mempunyai beberapa tujuan yang diharapkan mampu
memberikan pandangan tentang nilai-nilai islam yang terkandung dalam ajaran
tasawuf (sufisme) dalam perkembangan fisika modern. Kegunaan penelitian ini
antara lain adalah :
1.

Memasukkan nilai-nilai agama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


sehingga manusia tidak merasa disingkirkan ( terisolir ) dari kehidupannya sendiri yang
selalu banyak terpengaruh oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan
demikian antara agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi ada suatu keterkaitan saling
mendukung dan saling menguatkan.

2. Memperkaya khasanah pemikiran dunia islam dalam perkembangan ilmu


pengetahuan terutama bidang fisika.
3. Membangun kembali dan menggunakan nilai-nilai dasar dan moral agama
terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan
supaya nilai-nilai agama dapat dijadikan sebagi pemicu semangat untuk
menuntut dan terus menggali ilmu pengetahuan dan teknologi serta
sebagai filter dari dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

F. Tinjauan Pustaka
Perkembangan ilmu fisika dan ilmu agama dalam hal ini agama
islam tidak lepas dari peranan para filosof baik yang berkecimpung dalam
masalah agama maupun ilmu pengatahuan terutama kealaman.
Sejak manusia menyadari kekuatan akalnya yang begitu besar orangorang yang menggunakan akal pikirannya terus menerus berusaha untuk
membuat rumusan-rumusan dibidang sains melalui berbagai macam metode
eksperimen dalam bidang fisika, misalnya : Galileo Galilei yang seorang
fisikawan juga seorang filosof yang telah mengembangkan dasar sains,
Newton yang membangun fisika klasik juga dikenal sebagai filosof 22.
Kepercayaan yang berlebihan pada pentingnya akal telah mengakar
sepanjang abad pertengahan, bahwa setiap penyelidikan terhadap fenomena
alam harus didasarkan pada pengamatan, pengalaman, dan percobaan dengan
menggunakan metode empiris, sampai filosof Inggris Francis Bacon
mengatakan bahwa Pengetahuan adalah kekuasaan 23.
Hal di atas telah membawa pada pandangan bahwa akal adalah satusatunya kekuatan yang mampu menguak rahasia alam semesta dan
keberadaan sebagaimana kenyataannya tidak bisa lepas atau meninggalkan
keimanan, yang mana iman menurut Al-Quran adalah mengetahui dan
mengenal keberadaan secara universal seperti apa adanya 24. Oleh sebab itu

22

Jostein Gaarder, Dunia Sophi, Bandung, Mizan,1996, hlm. 233


Ibid, hlm. 224
24
Murtadha Muthahhari, Manusia Seutuhnya, Bangil, Yayasan Pesantren Islam, 1995, hlm.
23

120

ilmu yang mendampingi iman akan menghindarkan jiwa manusia dari


pencemaran dan takhayul25.
Perkembangan pemikiran dalam agama islam juga banyak
dipengaruhi oleh peranan para filosof, diantaranya adalam Ibnu Arabi yang
meletakkan dasar-dasar Pantheisme, Suhrawardi yang ada di Iran
mengenalkan ajaran filsafat Iluminasi, Mansur Al-Hallaj seorang filosof
dan juga sufi yang terkenal dengan ajaran Wihdatul Wujud dengan Ana AlHaqnya. Mereka semuanya ini adalah filosof-filosof yang mempunyai corak
mistis dalam ajarannya.
Para agamawan yang dimaksud di atas (para sufi) itu dalam
ungkapan-ungkapan mereka tentang fenomena alam semesta ini parallel
(sejajar) dengan pandangan para fisikawan. Para sufi itu mengungkapkan
ajaran-ajarannya melalui pendekatan akal yang bercorak mistik. Keparalellan
ini terasakan ketika memasuki dunia mikrokosmos dalam level sub-atom
dimana materi hanya menunjukkan kencenderungan untuk ada sehingga
diasumsikan sebagai sesuatu yang ghaib.
Pada dekade delapan puluhan seorang fisikawan Fritjof Capra
mengemukakan tentang kesejajaran antara fisika dan mistisisme timur dalam
bukunya Tao of Physics yang menerangkan saling keterkaitan didalam
segala sisi kehidupan sampai kepada ajaran-ajaran agama serta buku The
Dancing Wu Li Masters karya Gary Zukaf yang menguraikan bagaimana
memahami makna fisika baru terutama dalam fokus relativitas dan kuantum

25

M Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung, Mizan, 1994, hlm. 367

yang juga menyinggung tentang keterkaitan antara manusia dengan alam


sampai kepada Sang Pencipta.
Buku lain adalah Mistisisme Dan Fisika Baru karya Michael Tabolt
yang menerangkan tentang fisika kuantum yang digunakan sebagai
pemercepat perkembangan teknologi sehingga membantu para ilmuwan untuk
mengungkapkan fenomena-fenomena yang sebelumnya belum terungkap
melalui fisika Newtonian ( fisika klasik ). Ungkapan dalam fisika kuantum
dalam buku ini sejajar dengan yang diungkapkan oleh para mistikus
mengenai alam semesta ini.
Cara memandang ilmu pengetahuanpun berbeda dari kacamata
filsafat dan fisika. Filsafat memandang bahwa pengetahuan itu didapatkan
dengan menggunakan akal dalam menganalisis fenomena-fenomena, dan para
filosof banyak yang mengatakan selain mnggunakan akal mereka juga
mendapatkan bimbingan dari Tuhan. Sementara para fisikawan memandang
bahwa ilmu pengetahuan didapatkan melalui berbagai macam eksperimen
dengan menggunakan metode ilmiah yang telah diakui oleh banyak ilmuwan.
Sementara buku yang menerangkan tentang tasawuf atau ajaran sufi
(sufisme) dalam filsafat islam seperti dalam karangan Sachiko Murata yaitu
The Tao of Islam tentang pemikiran islam dalam hubungannya antara Tuhan
dan alam semesta, alam semesta dan manusia, serta manusia dan Tuhan.
mengatakan bahwa kesatuan pemikiran atau pengetahuan itu ditemukan
melalui pemahaman jenis-jenis hubungan yang ada dalam realitas, serta
Tahajud karya Muhammad Sholeh yang menerangkan tentang manfaat

sholat tahajud dalam meningkatkan kesehatan dan menurunkan hormon stress


dalam tubuh pelaku sholat tahajud yang berhubungan dengan pengaruh atomatom tubuh manusia. Terdapat kesejajaran/keselarasan dengan hukum-hukum
alam yang dikemukakan oleh filosof-filosof ilmu pengetahuan alam yang
dirumuskan di dalam matematika dan fisika.
G. Landasan Teori
Awal abad kedua puluh merupakan perkembangan dari realitas atom,
untuk menerangkannya tidak bisa dengan menggunakan teori fisika klasik.
Sejumlah eksperimen menunjukkan bahwa cahaya menjalar dalam bentuk
paket gelombang yang disebut kuanta , yang pada 1920-an Erwin
Schrdinger merumuskan persamaan gelombang dalam teori kuantum yang
dapat menghitung tingkat energi diskret pada elektron secara akurat 26.
Atom yang di dalamnya terdapat elektron yang berputar mengelilingi
intinya dengan kecepatan yang luar biasa merupakan elemen yang dapat
ditunjuk sebagai jiwa atau zat hidup 27. Penjabaran dan pengungkapan teori
atom oleh para fisikawan setelah melalui berbagai macam eksperimen identik
dengan pemahaman filsafat mistik. Fisikawan mengungkapkan pendapat
mereka tentang alam semesta dengan menggunakan bahasa ilmiah dan bahasa
mistik dalam mengagumi ke-Maha-an Tuhan Sang Pencipta sebagaimana
yang diungkapkan oleh Albert Einstein :
Emosi paling indah dan paling menakjubkan yang dapat kita alami adalah
perasaan batin. Perasaan itu merupakan kekuatan dari semua ilmu
pengetahuan yang sejati Untuk mengerti bahwa apa yang tidak terjangkau
oleh kita benar-benar ada, menjelmakan ujud dirinya menjadi kebijaksanaan
26
27

Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Mizan, 2002, hlm. 146 147
Dr. Moh. Sholeh, Tahajud, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2002, hlm. 169 170

yang tertinggi dan keindahan yang paling menakjubkan, hanya dapat


dipahami oleh kedunguan kita dalam bentuknya yang paling primitifpengetahuan ini,, perasaan ini adalah pusat dari keagamaan 28.
Fisika Newtonian menerangkan bahwa manusia dan alam diibaratkan seperti
gerakan mesin satu sisi dan saling terisolasi (terpisah) dengan elemen dasar
penyusun materi disisi yang lain. Pernyataan ini ditolak oleh fisika modern
melalui permasalahan yang timbul dibidang partikel-partikel sub-atom dimana
partikel-partikel sub-atom tidak memiliki arti sebagai satu kesatuan yang
terpisah, partikel-partikel sub-atomik saling terkait menjadi jaringan rumit
yang terdiri dari relasi-relasi antar berbagai fragmen sebuah totalitas. Manusia
dan alam semesta tidak lagi terpisahkan, antara objek dan subjek membentuk
satu kesatuan yang saling berhubungan menjadi suatu jaringan yang saling
mendukung dan menguatkan.
Materi tidak ada secara pasti dalam tingkat sub-atomik namun hanya
menunjukkan tendensi-tendensi untuk ada, ini mengarah kepada keberadaan
mutlak yaitu Tuhan. Para sufi menterjemahkan keberadaan Tuhan sebagai
sifat-sifat atau akhlak Tuhan yang harus ada dalam diri manusia untuk
mencapai tingkatan marifat sesuai dengan Asma Al-Husna, sehingga
manusia dalam geraknya akan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hal ini
memberi kesan bahwa fisika modern ingin menemukan suatu realitas sejati
yang dalam bahasa tasawuf disebut sebagai hakekat yang merupakan suatu
eksistensi mutlak di alam semesta ini.

28

Lincoln Barnett,Dr. Einstein Dan Alam Semesta, Semarang, PT. Dahara Prize, 1991, hlm.

Tasawuf ialah menekan dan mensucikan hawa nafsu serta


mewarnainya dengan budi pekerti yang luhur. Tujuannya mengenal dan
mencintai Allah serta mendekatkan diri kepadaNya dengan mentaati ajaran
Rasulullah SAW sepenuhnya disertai kepekaan mengenal Allah 29. Tasawuf
juga berarti suatu pemutusan hubungan sepenuhnya dengan apa yang
dikatakan sebagai dunia dan egotisme, juga tasawuf berarti tidak
memiliki apapun dan tidak dimiliki apapun 30. Orang-orang yang memiliki
ilmu tasawuf (kaum sufi) adalah orang-orang yang lebih suka kepada Tuhan
daripada apapun dan Tuhan lebih suka kepada mereka daripada apapun.
Tasawuf yang berkembang biasanya digunakan untuk menyebut
istilah mistik yang merupakan suautu istilah yang mengandung sesuatu yang
misterius yang untuk mengungkapnya tidak bisa dengan menggunakan caracara biasa, harus dengan tata cara khusus serta intelektual yang tinggi. Mistik
berasal dari kata Yunani Myein yang berarti menutup mata 31.
Ketiadaan materi dalam sub-atomik ini sesuai dengan pemahaman
tasawuf, dimana para sufi mengatakan sebagai fana (peniadaan) mereka
terhadap eksistensi alam raya pada hakekatnya yang eksis hanya Tuhan
sedangkan yang lainnya tidak ada atau hanya emanasi-Nya yang
menunjukkan makna kemungkinan untuk ada

32

untuk menghubungan antara

sistem penciptaan yang menakjubkan dan keberadaan Sang Pencipta33.

29

Syekh Muhammad Sulaiman Faraj, Fatwa Agama, Cairo, Radio Cairo Seksi Bahasa
Indonesia Po. Box 566, 1990, hlm. 3
30
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 2000,
hlm. 17
31
Ibid, hlm. 1
32
William C Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, Yogyakarta, Qalam, 1983, hlm.213-214
33
Taha Jabir Al-Alwani dan Imad Al-Din Khalil, The Quran And The Sunnah : The TimeSpace Factor, Lebanon, Dar Ibn Hazm, 1991, hlm. 47-48

Pada saatnya ketika manusia telah mampu mengintegrasikan potensi


hati dan pikirannya secara simetris dalam setiap sendi kehidupannya maka
insan tersebut akan mengenal dan memahami dirinya dan Rabbnya yang
menjadi substansi dari keadaan dalam kehidupan seluruh makhluk yang
terkait dengan dimensi ruang dan waktu, sementara Dia, Allah tidak akan
pernah terkait dengan kedua dimensi tersebut 34.
Ajaran tasawuf memandang sebagaimana di atas, yaitu dunia akan
selalu bergantung pada Tuhan karena daya pemeliharaan-Nya, sehingga
Tuhan dan materi abadi bersama, hanya saja Tuhan bersifat tidak berubah
sedangkan materi dapat berubah 35.
H. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah langkah yang disusun berdasar ilmu
pengetahuan yang benar untuk mendapatkan penelitian yang sah. Beberapa
metodologi penelitian adalah : Deduktif, induktif, library, research 36.
Penelitian ini menggunakan metode Library Research dengan
memanfaatkan fasilitas kepustakaan berupa buku-buku, artikel, ensiklopedi,
kamus, serta sumber-sumber tertulis lain37.
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data melalui beberapa tahapan yaitu :
a. Inventarisasi Data

34

Feris Firduas, Alam Semesta : Sumber Ilmu, Hukum, Dan Informasi Ketiga Setelah AlQuran Dan Al-Sunnah, Yogyakarta, Insania Cita Press, 2004, hlm.4
35
Khan Shahib Khaja Khan, B.A, Tasawuf : Apa Dan Bagaimana, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 1996, hlm.30
36
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metode-Metode Filsafat, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1984, hlm. 137
37
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung, Tunas
Pustaka, 1994, hlm.251

Pengumpulan

karya-karya

ilmiah

atau

kepustakaan

yang

berhubungan dengan topik yang dibahas.


b. Klasifikasi Data
Daftar kepustakaan yang relevan dikelompokkan sesuai dengan
pembahasan yang diformulasikan menurut sistemaktika penulisan
skripsi.
2. Teknik Analisis Data
Penggunaan teknik analisis datanya bersifat deskriptif analitik 38, dengan
menguraikan secara sistematis materi pembahasan dari berbagai sumber
kepustakaan kemudian dianalisa untuk memperoleh hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang rinciannya
adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab II Perkembangan fisika yang terdiri dari mekanika Newton,
revolusi pemikiran dalam fisika, fisika modern menuju kearah metafisika,
holisme fisika kuantum.
Bab III Pemikiran Tasawuf yang meliputi realitas kausalitas, ruang
dan waktu, alam semesta, hubungan antara objek dan subjek di alam semesta
Bab IV Keparalellan tasawuf dan fisika modern
38

Ibid, hlm. 140

Bab V Penutup, berupa kesimpulan, implikasi dan saran


Daftar Pustaka
BAB II
PERKEMBANGAN FISIKA MODERN

Mekanika Newton
Sepanjang abad pertengahan di Eropa tak seorangpun meragukan
bahwa bumi adalah pusat alam raya, sementara benda-benda angkasa
berputar mengelilinginya di orbit mereka, gambaran ini disebut dunia
geosentris39.

Namun

seiring

dengan

perkembangan

dan

kemajuan

pengetahuan terjadi suatu revolusi teknis dan terobosan teknis yang membuka
jalan untuk menuju berbagai macam penemuan. Akibat dari revolusi ini
semakin banyak orang yang menggunakan akal untuk menyelidiki alam
semesta dan segala fenomenanya, sehingga semakin lama bergeserlah
kepercayaan-kepercayaan

terhadap

doktrin-doktrin

agama

kepada

kepercayaan kemampuan akal, dan ini terus berkembang di Eropa sampai


memunculkan ilmuwan-ilmuwan yang kontras dengan gereja. Kepercayaan
yang berlebihan pada pentingnya akal telah mengakar sepanjang abad
pertengahan, bahwa setiap penyelidikan terhadap fenomena alam harus
didasarkan pada pengamatan, pengalaman, dan percobaan, yang disebut
metode empiris. Alam bukan lagi sesuatu dimana manusia semata-mata
merupakan bagiannya, manusia mulai mengontrol alam dengan cara

39

Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Bandung, Pustaka Mizan, 2004, hlm.195

mengeksplorasi sumber daya alamnya semaksimal mungkin. Pengetahuan


adalah kekuasaan, kata filosof Inggris Francis Bacon 40.
Tahun 1543, seorang astronom yang bernama Nicolaus Copernicus
menulis sebuah buku yang berjudul On The Revolutions of The Celestial
Spheres ( tentang pergerakan lingkaran langit ). Dia menyatakan bahwa bukan
matahari yang bergerak mengelilingi bumi, melainkan sebaliknya. Anggapan
ini sangat mungkin berdasarkan pengamatan terhadap benda-benda angkasa
yang ada. Alasan atas kepercayaan orang bahwa matahari bergerak
mengelilingi bumi adalah bumi berputar pada porosnya sendiri, gambaran ini
disebut dunia heliosentris. Hasil dari pengamatan Copernicus ini dikuatkan
pula oleh astronom Jerman Johannes Keppler yang pada tahun 1600-an
menunjukkan hasil pengamatan komprehensifnya yang membuktikan bahwa
planet-planet itu bergerak dalam orbit yang berbentuk elips dengan matahari
pada pusatnya, dan juga kecepatan sebuah planet paling besar ketika ia berada
paling dekat dengan matahari dan semakin jauh orbit sebuah planet dari
matahari semakin lambat ia bergerak 41, dan ini dirumuskan dengan
v2

4 2
Kr

dimana :
v adalah kecepatan planet mengelilingi matahari
r adalah jarak antara planet dengan matahari

40
41

Ibid, hlm.224
Ibid, hlm.226 227

K adalah konstanta yang mempunyai nilai sama untuk setiap planet


T2
sebesar
dan T adalah waktu planet mengelilingi
r3
matahari sekali putaran (revolusi) 42.
Pada masa yang sama Galileo Galilei yang menyelidiki bulan
mengatakan bahwa bulan mempunyai gunung-gunung dan lembah-lembah
yang sama dengan bumi. Galileo juga merumuskan hukum kelembaman yang
berbunyi : sebuah benda akan tetap berada dalam keadaannya, diam atau
bergerak, selama tidak ada kekuatan luar yang memaksanya untuk berubah.
Tahun 1642 1727, Isaac Newton merumuskan hukum gravitasi
universal yang menyatakan bahwa setiap objek menarik objek lainnya dengan
suatu kekuatan yang semakin meningkat sebanding dengan ukuran objek itu
43

dan menurun sebanding dengan jarak antara objek-objek itu

yang

dirumuskan dengan

Fg

Gm1m2
r2

dimana :
m1 dan m2 adalah massa dari dua benda di alam semesta
r adalah jarak diantara dua massa tersebut
G adalah konstanta universal yang besarnya 6,67 x 10-11

N .m 2
kg 2

44

Artinya adalah bahwa gaya tarik atau gravitasi ini berlaku dimana
saja, juga di angkasa diantara benda-benda angkasa. Newton juga menyatakan
tentang hukum kelembaman, yaitu suatu benda tetap dalam keadaannya yang

42
Arthur Beiser, The Meinstream of Physics, USA, Addison-Wesley Publishing
Company,Inc, 1961, hlm.72
43
Loc.cit, hlm.231
44
Loc.cit, hlm. 75

diam atau bergerak lurus hingga ia dipaksa untuk mengubah keadaannya itu
oleh gaya yang mempengaruhinya. Segala sesuatu diatur oleh hukum alam
yang sama dan setiap perubahan alam dapat diperhitungkan dengan ketepatan
matematis. Newton menganggap bahwa hukum alam sebagai bukti adanya
Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Kuasa45. Newton mengaplikasikan
teorinya pada gerakan planet-planet dan mampu menerangkan gambarangambaran dasar dari sistem tata surya. Newton mengasumsikan bahwa Tuhan
selalu ada dalam alam semesta untuk membetulkan ketidakteraturanketidakteraturan yang terjadi di alam semesta 46.
Semua peristiwa fisika dalam mekanika Newton direduksi, yaitu
perilaku sistem sepenuhnya ditentukan oleh perilaku bagian-bagian
terkecilnya menjadi gerak dalam titik-titik materi dalam ruang oleh karena
atraksi mereka yang saling berbalasan47. Elemen elemen dunia Newton
bergerak dalam ruang dan waktu yang absolut adalah partikel-partikel materi
yang dalam persamaan matematika diperlakukan sebagai pokok-pokok massa
dan dianggap sebagai objek-objek kecil, padat, dan tak dapat dibagi-bagi
diluar sesuatu apapun pada setiap materi yang tercipta.
Persamaan-persamaan Newton tentang gerak merupakan dasar
mekanika klasik yang dianggap telah menetapkan hukum-hukum yang
berdasarkan pada sesuatu dimana pokok-pokok materi bergerak dan
kemudian dipikirkan untuk menghitung semua perubahan yang diobservasi
dalam dunia fisika. Newton berpandangan bahwa Tuhan telah mencipta pada
45

Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Bandung, Pustaka Mizan, 2004, hlm. 233
Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 57
47
Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Pustaka Mizan, 2002, hlm. 146
46

mulanya partikel-partikel materi, diantaranya energi-energi dan hukumhukum fundamental tentang gerak, seluruh alam semesta ditata dalam gerak
dan terus berlangsung seperti sebuah mesin yang diatur oleh hukum-hukum
yang tidak bisa diubah-ubah 48.
Hal di atas memberikan pandangan mekanistik Newton tentang alam
semesta yang sangat dekat dengan deterministik, yaitu masa depan suatu
sistem pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat tentang
kondisi sistem itu dari sekarang. Mesin kosmis raksasa dianggap sebagai
keberadaan yang sepenuhnya kebetulan dan pasti (causal and determinate)
karena semua kejadian memiliki seperangkat sebab yang pasti dan melahirkan
efek yang pasti pula dan masa depan dari setiap sistem dapat diprediksikan
dengan ketentuan absolut bila keadaannya pada setiap waktu teridentifikasi
setiap detik 49.
Hukum Newton yang didasarkan pada pengamatan terhadap alam
keseharian mampu memprediksi sesuatu, segala sesuatu yang berkaitan
dengan hal-hal riil sehingga dapat menggambarkan kejadian yang mudah
dipahami dan digambarkan50, ini berarti bahwa fisika klasik (Newtonian)
hendak menunjukkan bahwa kausalitas (hukum sebab akibat) ada dalam
kehidupan sehari-hari, menampakkan keberlakuan untuk setiap sistem. Alam
semesta dianggap sebagai keberadaan yang sepenuhnya kebetulan dan pasti51.
Hal ini dipercayai oleh para fisikawan awal abad XVIII, bahwa alam semesta

48

Loc.cit, hlm. 56
Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 56
50
Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Master, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2003, hlm. 24
51
Michel Tabolt, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 30
49

merupakan sistem mekanis raksasa yang berjalan berdasarkan hukum-hukum


Newton tentang gerak.
Kepercayaan mengenai sebuah dunia konstruk dan hukum yang
terkunci; suatu ruang yang memberitahu bahwa kita dapat bergerak dalam
tiga dimensi dan bahwa jarak terpendek antara dua titik adalah sebuah garis
lurus, sebuah waktu yang meyakinkan kita tentang linearitas masa lalu, masa
sekarang dan masa depan menuntut peran empirisme dalam sains untuk selalu
berjalan di atas ketidakberpihakan seorang pengamat dan senantiasa terfokus
pada realitas objektif, yaitu teori ilmiah dapat menggambarkan dunia
sebagimana adanya tanpa dipengaruhi pengamat sebagai sesuatu yang
tunggal dan bisa diamati serta apriori terhadap kesadaran 52.
Pandangan Newton di atas tentang alam semesta adalah hasil dari
mengkombinasikan antara metode induktif empiris ( Bacon ) dan metode
deduktif rasional ( Descartes ), yang dalam masterpiece-nya Principia,
Newton menekankan bahwa eksperimen tanpa penafsiran sistematik, dan
sebaliknya deduksi tanpa bukti eksperimen tidak akan menghasilkan teori
yang terandalkan ( reliable )53. Pengetahuan disekitar manusia ( lingkungan )
dapat dikembangkan dengan mudah, bahkan manusia dapat mempengaruhi
lingkungannya.
Konstribusi besar Newton dalam ilmu pengetahuan ( sains ) adalah :
1. Tentang teori dan hukum gerak

52
53

108

Ibid, hlm. 5
Budi Widianarko, Menelusuri Jejak Capra, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2004, hlm.

Jika objek sedang diam maka akan diam selamanya dan jika objek bergerak lurus,
objek itu selamanya akan bergerak lurus, selama tidak ada kekuatan atau gaya
yang mempengaruhinya ( F = 0 ), ini dikenal dengan hukum inertia ( kelembaman
) sebagai hukum I Newton, kecuali ada sesuatu ( kekuatan atau gaya ) yang
mempengaruhinya dan jika itu terjadi maka arah dan kecepatan gerakan objek itu
akan berubah, tergantung pada besar dan arah gaya yang mengganggunya (F =
m.a), ini dikenal sebagai hukum II Newton, terlebih lagi setiap aksi selalu
berpasangan dengan reaksi yang besarnya sama tapi arahnya berlawanan (W = N),
ini dikenal sebagai hukum III Newton dan membuktikan bahwa benda yang
bergerak benar-benar akan selalu kembali dalam keadaan diam, ini dikarenakan
oleh gesekan (friksi) dengan tempat dimana ia bergerak.
2. Tentang teori gravitasi
Fisika klasik menyebutnya sebagai aksi pada suatu jarak (action at a
distance)54. Forsa gravitasi antara dua benda hanya bergantung pada satu bilangan
yang dikaitkan pada tiap benda, yaitu massa benda, tetapi selain ini forsa itu tidak
bergantung pada apa yang menyusun benda-benda itu, jadi tidak memerlukan teori
mengenai struktur dan susunan matahari serta planet-planet untuk menghitung
garis edarnya55. Makin jauh benda-benda itu terpisah akan makin kecil forsa itu
dan tarikan gravitasi sebuah bintang akan tepat seperempat besar tarikan sebuah
bintang lain yang berada separuh jauhnya dibandingkan bintang pertama. Hukum
ini meramalkan garis edar bumi, bulan, dan planet-planet dengan ketepatan yang
tinggi 56.
3. Gambaran tentang ciptaan Tuhan mengenai materi dalam optik Newton
dikatakan sebagai
54

Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Master, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2003, hlm. 25 - 28
Stephen Hawking, Riwayat Sang Kala, Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafiti, 1995, hlm.13
56
Ibid, hlm. 19
55

Tampak mungkin bagi saya bahwa Tuhan pada awalnya membentuk materi dalam
partikel-partikel yang padat, berat, keras, tak dapat ditembus, bergerak, dari
bermacam ukuran dan bentuk, dan dengan property-properti lain, dan atau
property tertentu terhadap ruang, seperti yang mengarah pada titik klimaks akhir
saat Dia membentuk butiran partikel itu; dan bahwa partikel-partikel primitif ini
menjadi padat, secara tak terkira menjadi lebih keras dibandingkan dengan tubuhtubuh berlubang yang bercampur darinya; bahkan sangat amat keras, seperti tak
pernah mengenai atau memecah dalam beberapa bagian; tak ada energi biasa yang
akan mampu membagi apa yang diciptakan oleh tuhan sendiri dari ciptaan
pertama-Nya 57.

Revolusi Pemikiran
Pada abad XX terjadi suatu revolusi pemikiran dalam dunia fisika
terhadap pandangan mekanika

Newton yang

bersifat

deterministik,

reduksionistik, dan realistik seputar realitas sub-atom, tentang dunia tak


tampak yang mendasari, mendukung, dan membentuk struktur segala sesuatu
di sekeliling kita, yang memunculkan teori kuantum yang berhubungan
dengan satuan dasar materi dan energi58 yang mengatakan bahwa alam
semesta terdiri atas bagian-bagian yang sangat kecil yang disebut kuanta, dan
dari tinjauan energi dikatakan bahwa energi radiasi panas tidak dipancarkan
secara terus menerus tetapi terlihat dalam bentuk unit-unit atau paket energi
dengan ciri-ciri tersendiri yang disebut kuanta dan makanya menamakannya
57
58

hlm. 15

Frtjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2004, hlm.55


Lincoln Barnett, Dr. Einstein Dan Alam Semesta, Semarang, PT. Dahara Prize, 1991,

dengan teori kuantum59. Fisika Newton tidak berlaku dalam lingkup ini,
namun meskipun demikian teori mekanika kuantum tidak menafikkan fisika
Newton, justru mencakupnya 60 karena dalam masalah gerak benda, fisika
Newton (klasik) berada dalam lingkup makrokosmis, sedangkan fisika
kuantum dalam lingkup mikrokosmis. Ini lebih dikuatkan lagi dengan
sejumlah eksperimen yang menunjukkan bahwa cahaya menjalar dalam
bentuk paket gelombang yang disebut kuanta 61.
Revolusi pemikiran dalam dunia fisika yang lain adalah tentang teori
relativitas Einstein yang berhubungan dengan ruang, waktu, dan alam
semesta secara keseluruhan. Para ahli fisika untuk menerima penjelasan alam
secara matematis terpaksa harus meninggalkan pengalaman dunia yang wajar,
yakni dunia persepsi 62.
Teori relativitas berangkat dari dua asumsi dasar, yaitu : pertama,
kecepatan cahaya in vacuo adalah sama dalam seluruh inertial yang
bergerak seragam relatif terhadap yang lain. Kedua, seluruh hukum alam
adalah sama dalam seluruh sistem inertial yang bergerak seragam, relatif
terhadap yang lain63.
Teori umum relativitas memerikan (mendeskripsikan) forsa gravitasi
dan struktur skala besar jagad raya, yaitu pada skala beberapa kilometer
sampai sejuta juta juta (1 dengan 24 nol dibelakangnya) kilometer, ukuran
jagad raya sejauh manusia dapat mengamati. Mekanika kuantum dipihak lain

59

Michel Talbot, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 96
Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Masters, Yogyakarta, Kreasi wacana, 2003, hlm. 2223
61
Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Pustaka Mizan, 2002, hlm. 146
62
Lincoln Barnett, Dr. Einstein Dan Alam Semesta, Semarang, PT. Dahara Prize, 1991,
hlm. 15
63
Joko Siswanto, Kosmologi Einstein, Yogyakarta, PT. Tiara Wacana, 1996, hlm. 33
60

menangani gejala pada skala yang luar biasa kecil, seperti misalnya
sepersejuta dari sepersejuta sentimeter 64.
Teori kuantum dan teori relativitas Einstein telah membawa
pengaruh terhadap perubahan pandangan dunia (worldview), dimana
eksperimen-eksperimennya selalu menghasilkan penemuan yang tidak dapat
diprediksi atau dijelaskan oleh fisika klasik (Newtonian) 65.
Pengaruh fisika modern secara dramatis telah meluas ke kancah
pemikiran dan kebudayaan, dimana pengaruh tersebut menuntun pada
terjadinya suatu revisi mendasar atas konsepsi manusia tentang alam semesta
dan relasi manusia terhadapnya. Konsep materi dalam fisika sub-atom telah
memaksakan revisi radikal dari berbagai konsep dasar yang tradisional dalam
fisika klasik (Newtonian) tentang substansi material 66.
Fisika

klasik

(Newtonian)

yang

bersifat

deterministik

dan

reduksionistik berasumsi bahwa perilaku semua objek dapat diprediksi secara


pasti dari pengetahuan yang akurat tentang unsur-unsur terkecilnya.
Pernyataan ini dipatahkan oleh teori ketidakpastian dalam fisika kuantam
yang diformulasikan oleh Werner Heisenberg dalam memprediksi peristiwa
ditingkat atom dan sub-atom yang menunjukkan bahwa perilaku sistem besar
tidak hanya merupakan gabungan dari perilaku bagian-bagiannya, tetapi juga
melibatkan hukum-hukum tertentu dan melalui interaksi-interaksi sesuatu itu
dengan pengamat di dalam sistem percobaan tertentu, sehingga dapat

64

Stephen Hawking, Riwayat Sang Kala, Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafiti, 1995, hlm.

13 14
65
66

Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Masters, Yogyakarta, Kreasi wacana, 2003, hlm. 23
Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 4

menunjukkan keterbukaan masa depan, kesalingterkaitan antara peristiwa dan


keterbatasan pengetahuan manusia 67.
Hubungan ketidakpastian Heisenberg yaitu dirumuskan sebagai
berikut :
x Px ~

dan

E t ~

dengan x adalah selang jarak, Px adalah momentum , merupakan tetapan

dari

h
2

= 1,05 x 10-34 J.s , h adalah tetapan Plank sebesar 6,626 x 10 -34 J.s

dan E adalah energi, t selang waktu. Persamaan di atas adalah persamaan


matematis dari asas ketidakpastian Heisenberg yang mengatakan bahwa alam
menetapkan suatu batas ketelitian yang dapat digunakan untuk melakukan
sejumlah percobaan, tidak peduli sebaik apapun peralatan ukur dirancang 68.
Semakin teliti menentukan posisi partikel-partikel maka akan semakin kabur
untuk menentukan momentumnya 69.
Bohr menekankan bahwa harus meninggalkan pembedaan yang
tajam antara pengamat dan yang diamati sebagiamana yang diasumsikan
fisika klasik. Keterbatasan pengetahuan yang bersifat eksperimental dan
sekaligus konseptual, menunjukkan bahwa variabel klasik tidak dapat
digunakan untuk menggambarkan dunia atomik yang dipandang sebagai
keterbatasan konseptual yang fundamental dalam pengetahuan manusia70.

67

Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Pustaka Mizan, 2002, hlm. 15
Kenneth Krane, Fisika Modern, Jakarta, UII Press, 1992, hlm. 145
69
Joko Siswanto, Kosmologi Einstein, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1996, hlm. 68
70
Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Mizan, 2002, hlm. 162 163
68

Fisika kuantum memandang bahwa pengamat berpartisipasi melalui


sifat interaktif dalam proses mengamati. Teori relativitas memandang sifat
temporal dan spasial bervariasi terhadap kerangka acuan pengamat. Partikel
elementer merupakan manifestasi sementara dari pola gelombang-gelombang
yang berubah yang bergabung pada satu titik, terurai lagi dan bergabung lagi
dititik yang lain. Partikel mulai tampak menyerupai kemunculan lokal dari
lapisan-lapisan energi getaran yang malar71.
Newton meyakini waktu yang mutlak yang sama sekali terlepas dari
ruang dan tidak bergantung pada ruang, tetapi ini berhasil dengan baik bila
menangani benda-benda yang bergerak agak lambat dan tidak berhasil untuk
benda-benda yang bergeral pada laju rambat cahaya atau mendekati laju itu72.
Pernyataan di atas merupakan suatu revolusi pemikiran yang
sebelumnya pada masa fisika klasik (Newtonian) belum pernah terpikirkan
tentang gerak dalam dunia mikroskopis dan gerak benda-benda yang
berkecepatan cahaya atau yang mendekati kecepatan cahaya. Suatu pemikiran
yang telah mengubah pandangan dan pola pikir manusia untuk mencapai
hakekat suatu realitas tertinggi dalam penciptaan alam semesta dan makhlukmakhluk khususnya manusia.

Fisika Modern Menuju Fenomena Metafisika


Kesadaran dapat mempengaruhi materi dan mengubahnya. Puncak
perubahan materi adalah menjadi kesadaran.

71
72

Ibid, hlm. 172


Stephen Hawking, Riwayat Sang Kala, Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafiti, 1995, hlm.13

Pandangan

bahwa

pikiran

dapat

mentransendensikan

dan

menganggap superhologram gelombang atau partikel yang berputar-putar


seolah-olah sebuah mimpi atau fantasmagaria imajinasi bergeser dari
pengalaman kesulitan untuk mengukurnya. Kesadaran akan benar-benar bisa
menciptakan materi, peristiwa tersebut adalah puncak keajaiban bukti akhir
bahwa non-fisik, yakni kesadaran, bisa menguasai dunia fisik. Hal ini
memungkinkan untuk materi dan energi bisa saling dipertukarkan
sebagaimana yang diformulasikan oleh Albert Einstein sebagai E = m.c2 atau
dengan kata lain bahwa materi adalah energi yang sangat mampat 73 atau
energi adalah materi yang dibebaskan. Energi benda akan bertambah dengan
bertambahnya gerak massanya 74 Formula tersebut menyatakan ekivalensi
antara massa dan energi. E adalah energi, m merupakan massa, dan c2 adalah
kuadrat laju cahaya (di vakum). Formula sederhana inilah yang merangkum
semua gejala alam semesta75.
Massa suatu benda akan bertambah sebanding dengan kecepatan
relatifnya terhadap pengamat sehingga dapat dikatakan massa bukanlah suatu
yang tetap, ini terlihat

bila hanya mendekati kecepatan cahaya yang

dirumuskan sebagai berikut :


m

mo
1

v2
c2

dimana m adalah massa benda bergerak dengan laju v terhadap pengamat dan
mo adalah massa benda yang diukur saat benda itu diam terhadap pengamat.

73

Michel Talbot, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm.194
Joko Siswanto, Kosmologi Einstein, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1996, hlm. 70
75
Sandi Setiawan, Kiprah Dan Gelegar Relativitas Einstein, Yogyakarta, Andi Offset,
1992, hlm. 5
74

Gerak adalah bentuk energi, maka massa pun akan dapat berubah
menjadi energi. Jika materi menumpahkan massanya dan melaju dengan
kecepatan cahaya kita menamakannya radiasi atau energi. Sebaliknya bila
energi

membekukan

dan

mengambil

bentuk

yang

berbeda

kita

menamakannya materi76.
Teori Einstein tentang kesetaraan massa dan energi tersebut telah
membuka kemungkinan baru untuk memperoleh energi dari pemecahan atau
penggabungan massa, sebagai contohnya adalah pada reaksi fisi (pemecahan
inti) yaitu bila sebuah partikel neutron berhasil masuk ke dalam inti atom
uranium maka inti atom uranium akan menjadi lebih tidak stabil dan
akibatnya mengalami pembelahan yang menghasilkan dua buah atom materi
lain, dua sampai tiga buah neutron baru, dan energi. Total massa seluruh
materi yang terbentuk sesudah terjadinya pembelahan inti atom uranium lebih
kecil daripada sebelum terjadi pembelahan77. Selisih massa inilah yang
berubah menjadi energi yang dirumuskan sebagai berikut :
1
0

n 235
92 U

236
92

A1 *
Z1 1

F ZA22 F2 b 01n E 78

keterangan :
n = neutron
U = uranium
F1 = fraksi 1
F2 = fraksi 2
E = energi yang dibebaskan
76
77

Loc.Cit, hlm. 69 71
Sudi Ariyanto, Membelah Massa Menuai Energi, Yogyakarta, Bernas, 15 Agustus 2004,

hlm.3
78

Abdul Kadir, Energi, Jakarta, UI Press, 1995, hlm. 165-166

Kecepatan cahaya c yang konstan dalam formula Einstein tersebut


merupakan bagian penting dan fundamental bagi teori relativitas. Cahaya
adalah suatu gelombang elektromagnetik yang tersusun atas dua medan
getaran (vibrasi), yaitu : medan listrik E dan medan magnet B. Cahaya
tersebut disifatkan oleh panjang gelombang dan frekuensi . Dua besaran
tersebut dihubungkan oleh laju perambatan cahaya c dengan relasi :
. = c/n
dimana n merupakan indeks bias media. Laju perambatan cahaya bergantung pada media.
Pada ruang hampa n = 1, diperoleh c = = 3.108 m/s. 79

Kapanpun apabila mendeskripsikan

fenomena-fenomena fisika

termasuk kecepatan-kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya, maka


deskripsi tersebut harus memperhitungkan teori relaivitas80.
Materi yang merupakan energi yang dimampatkan tidak dapat
dianggap sebagai ada atau tidak ada. Kesadaran tidak dapat benar-benar
menciptakan materi, tidak ada sesuatu termasuk juga materi, yang ada
hanyalah campur tangan konstruktif alam yang menembus semua realitas
yang mungkin berada di luar persepsi, maka dalam eksperimen Schrdinger
kesadaran tidak menciptakan seekor kucing yang hidup atau seekor kucing
yang mati. Eksperimen itu hanya memutuskan alam mana yang akan terjadi 81.
Gambaran dari eksperimen Schrdinger adalah sebagai berikut : Seekor
kucing dimasukkan ke dalam sebuah ruang dengan sebuah alat pencacah
Geiger yang berisi cukup materi radioaktif sehingga dalam satu jam inti
79
Anwar Budianto, Pengantar Laser, Yogyakarta, STTNas Yogyakarta Jurusan Elektro,
1995, hlm. 1
80
Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 64
81
Michel Talbot, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm.195

mempunyai 50% kesempatan untuk hancur. Di bawah alat Geiger yang


memancarkan

bahan radioaktif itu, sebuah palu yang diletakkan secara

khusus akan memecahkan botol yang berisi gas beracun. Menurut fungsi
gelombang Schrdinger, setelah satu jam, sistem ini akan menghasilkan satu
keadaan dimana kucing yang hidup dan mati dicampur dalam posisi yang
sama82.

Kucing Schrdinger. Pada akhir eksperimen, persamaan matematika


memprediksikan bahwa kucing itu akan hidup dan mati dalam proporsi
campuran83.
Realitas pada hakekatnya bersifat mental. Realitas itu ditandai
dengan adanya kebalikan, suatu gambaran tentang realitas karenanya juga
dipenuhi dengan adanya kebalikan-kebalikannya. Seorang ahli nuklir
Denmark Neils Bohr pernah berkata, Ada dua jenis kebenaran, yaitu
kebenaran yang dangkal, yang kebalikannya jelas salah. Tapi ada juga
kebenaran yang dalam yang kebalikannya sama-sama benar84.
Para fisikawan mengatakan bahwa dunia ini bersifat omnijektif
sehingga peran kesadaran tersebut harus dipikirkan masak-masak. Kesadaran
82

Ibid, hlm. 35
Ibid, hlm. 36
84
Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Bandung, Mizan, 1996, hlm. 400
83

adalah pembentuk realitas. Pada saat bermimpi objeknya diwujudkan dalam


bentuk keadaan mental. Pada saat bangun objeknya diwujudkan dalam
keadaan materi. Untuk mendapatkan kekuatan yang menguasai realitas
tersebut perlu mencapai keadaan kesadaran suci dimana dunia fisik tidak lagi
terlihat sebagai realitas yang terpisah dari pikiran85. Fisika kontemporer
dengan gamblang memberi tahu bahwa tidak mungkin mengamati realitas
tanpa mengubahnya86.
James Jeans mengatakan bahwa alam semesta lebih tampak sebagai
sebuah ide sempurna daripada sebuah mesin sempurna. Pikiran tidak lagi
dipandang sebagai penyusup asing di dunia materi. Eugene Wigner
mengatakan bahwa hasil-hasil kuantum akan tertentu hanya ketika mereka
memasuki kesadaran seseorang87.
Materi adalah hidup, tidak ada perbedaan antara yang hidup dan
yang mati, antara ruh dan materi, semua bentuk eksistensi sebagai
manifestasi-manifestasi dari fisik, dianugerahkan bersama hidup dan
spiritualitas. Wujud adalah tunggal dan tetap. Perubahan-perubahan yang
tampak di dunia ini sebagai ilusi-ilusi murni panca indera88.
Atom mempunyai bagian yang disebut proton, neutron,

dan

elektron yang ketiganya merupakan nukleus, inti dari atom. Elektron sifatnya
suka bergerak dan bergeraknya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Oleh
karena itu ia aktif, berputar dengan tidak berakhir di atas garis edar yang tepat

85

Loc. Cit, hlm.201 202


Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Masters, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2003, hlm. 36
87
Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Mizan, 2002, hlm. 168
88
Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 7 8
86

dalam atom, seperti perputaran planet di alam raya. Oleh karena itu elemen
yang dapat ditunjuk sebagai jiwa atau zat hidup adalah elektron89.
Fisikawan E.H Walker berspekulasi bahwa foton mungkin memiliki
kesadaran dengan mengatakan bahwa kesadaran mungkin terkait dengan
semua proses mekanika kuantum, karena segala yang berlangsung pada
akhirnya merupakan akibat dari satu atau lebih peristiwa mekanika kuantum,
alam raya dihuni oleh bermacam-macam kesadaran yang jumlahnya hampir
tak

terbatas,

umumnya

berupa

entitas-entitas

non

pikir

yang

bertanggungjawab atas segala apa yang berlangsung di alam raya 90. Hal ini
disebabkan atom-atom bukanlah blok-blok bangunan dasar materi, tetapi
merupakan susunan yang terbentuk dari entitas-entitas yang lebih kecil91.
Sebuah entitas subatomik memperlihatkan sifat sebuah partikel
sekaligus sebuah gelombang. Ketika berperilaku sebagai partikel, entitasentitas ini seolah-olah dibungkus menjadi sebuah volume ruang yang sangat
kecil, sesuatu yang mirip peluru. Ketika berperilaku seperti gelombang
entitas-entitas ini tampak menyebar dalam ruangan pada kawasan yang luas92.
gelombang

partikel

Kemampuan menstrukturkan realitas sangat mirip dengan perilaku


acak partikel-partikel dalam gerak Brown yang dapat dihubungkan dengan
aktifitas-aktifitas manusia atas kemauannya sendiri. Kesadaran dapat

89

Muhammad Sholeh, Tahajud, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2002, hlm.169 170


Loc.Cit, hlm. 75
91
Michel Talbot, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 61
92
Ibid, hlm. 93
90

menghasilkan sebuah medan biogravitasi yang dapat berinteraksi dan


mengubah medan gravitasi yang mengendalikan materi93.

Holisme Fisika Kuantum


1. Tinjauan Fisika Modern
Dunia

fisika

menurut

mekanika

kuantum

adalah

bukan

merupakan struktur yang terbentuk dari entitas mandiri yang tidak bisa
dianalisis, tetapi lebih merupakan jaring hubungan diantara elemen-elemen
yang maknanya akan muncul secara keseluruhan dari hubungannya dengan
keseluruhan yang utuh94.
Fungsi gelombang menunjukkan dua model perkembangan yang
sangat berbeda. Model pertama adalah sebuah perkembangan halus dan
dinamis yang bisa diprediksi karena sesuai dengan persamaan gelombang
Schrdinger. Model yang kedua bersifat terputus dan melompat-lompat
yang disebut keruntuhan fungsi gelombang. Transmisi dari model pertama
ke model kedua disebut lompatan kuantum yang merupakan keruntuhan
yang mendadak dari semua aspek yang berkembang dalam fungsi
gelombang, kecuali satu yang teraktualisasikan (menuju aktualitas
tunggal). Lompatan kuantum juga merupakan lompatan dari satu realitas
dengan dimensi yang tak terbatas ke dalam satu realitas yang hanya
berdimensi tiga95.
Kesadaran manusia yang menyebabkan fungsi gelombang
mengalami keruntuhan adalah introspeksi atau penunjukkan diri (self
93

Ibid, hlm. 89
Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Masters, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2003, hlm. 38
95
Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Masters, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2003, hlm. 90-91
94

reference), kesadaran memberikan pandangan atas keadaannya sendiri,


menentang rantai koordinasi statistik96.
Karakteristik gelombang dan partikel cahaya disatukan oleh
mekanika kuantum, dan untuk menjelaskan realitas dihubungkan dengan
dunia spekulasi metafisik97.
Keadaan kuantum tersebut menunjukkkan adanya pandangan
integrasionis yag sangat mengejutkan tentang hubungan antar sistem yang
berinteraksi satu sama lain bagaimanapun jauhnya jarak pisah pada
kejadian selanjutnya. Ini menunjukkan adanya tingkatan realitas yang
berada diluar waktu, ruang, energi, dan materi, tetapi masih memiliki efek
kausal terhadap tingkatan realitas material 98, sebagai contohnya adalah
alat-alat terapi kesehatan yang digunakan oleh Dr. Djoko Sasmita di
Pesantren ISITEKS Imogiri yang menggunakan pancaran gelombang sikla
yang sifatnya nirkabel yang menyebabkan pasien dapat didiagnosis
penyakitnya dengan sistem tele (jarak jauh). Alat terapi dengan sistem
demikian meniadakan variable ruang sehingga pemeriksaan dapat
dilakukan dimanapun, artinya gelombang terapi berpindah secara
kuantum99.
Fungsi gelombang menjelaskan realitas fisik pada tingkat yang
paling mendasar (subatom), dunia fisika tampak sebagai substansi yang
lengkap (yang terbentuk oleh benda-benda)100.
96

Ian G Barbaour, Juru Bicara tuhan, Bandung, Mizan, 2002, hlm. 168
Loc.Cit, hlm. 96
98
Loc.Cit, hlm. 175
99
Itut Seventina, Teori Kuantum Dan Gelombang Sikla : Apa Itu ?, Jakarta, Majalah Aisya,
April 2004, hlm. 69
100
Ibid Loc.Cit, hlm. 98
97

Teori relativitas Einstein menunjukkan bahwa alam raya ini


mungkin tampak seperti kotak besar yang tertutup dan bila demikian kita
tidak mungkin keluar dari sana101. Alam semesta merupakan suatu
medan yang mengandung energi, sedangkan energi setara dengan massa,
maka boleh dikatakan seluruh ruang alam berisi materi. Materi inilah
yang menentukan struktur atau bentuk ruang alam semesta102.
Fisika kontemporer memberitahukan bahwa seorang pengamat
tidak bisa melakukan pengamatan tanpa mengubah apa yang ia lihat.
Pengamat dengan yang diamati saling terkait dalam pengertian yang riil
dan fundamental, apa yang dialami bukanlah realitas eksternal tetapi
merupakan interaksi kita dengan realitas itu. Ini yang disebut dengan
asumsi fundamental tentang komplementari atau saling melengkapi yang
merupakan konsep yang dikembangkan oleh Niels Bohr untuk
menjelaskan dualisme gelombang dan partikel dari cahaya103.
2. Eksistensi Materi Dalam Pandangan Fisika Kuantum
Sejak era Newtonian, para fisikawan telah percaya bahwa semua
fenomena fisik dapat direduksi menjadi sifat-sifat partikel yang keras dan
padat. Namun teori kuantum telah memaksa mereka untuk menerima fakta
bahwa objek-objek material padat fisika klasik lenyap pada level
subatomik menjadi gelombang mirip pola-pola probabilitas yang lebih
berupa kemungkinan saling hubungan (Interkoneksi) antara benda-benda
sehingga dikatakan partikel-partikel subatomik bukan benda104.

101

Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Masters, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2003, hlm. 102
RHA Syahirul Alim, Achmad Baiquni, dan AM Lutfi, Islam Untuk Disiplin Ilmu
Pengetahuan Alam Dan Teknologi, Jakara, Depag RI, 1995, hlm. 108
103
Loc.Cit, hlm. 111
104
Fritjof Capra, Jaring-Jaring Kehidupan, Yogyakarta, Fajar Pustaka, 2002, hlm. 48 49
102

Elektron-elektron

yang

terdapat

di

dalam

atom

hanya

menunjukkan kecenderungan untuk berada, dan ini merupakan sifat


inheren dari elektron itu sendiri yang memiliki sifat sebagai partikel dan
gelombang105.
Mekanika kuantum memandang partikel subatomik sebagai
kecenderungan untuk ada atau kecenderungan untuk terjadi. Seberapa
kuat kecenderungan itu diekspresikan dengan bentuk probabilitas. Sebuah
partikel subatom disebut kuantum yang berarti sebuah ukuran kuantitas
sesuatu106.
Dunia bukan terdiri atas benda-benda melainkan terdiri atas
interaksi-interaksi sifat-sifat yang merupakan milik interaksi, bukan milik
benda yang secara independen. Niels Bohr menuliskan bahwa mekanika
kuantum secara inti membawa konsekuensi pentingnya pembuangan akhir
ide klasik mengenai sebab akibat dan revisi radikal pada sikap kita
terhadap masalah realitas fisik107.
Einstein berpendapat bahwa seluruh tubuh material di alam
semesta selalu dalam keadaan gerak dan seluruh gerak adalah relatif108.
Ilmu pada tingkat peristiwa subatom, tidak lagi bersifat pasti,
pemisahan antara objektif dan subjektif tidak ada lagi dan batasan
perwujudan alam raya sebagaimana yang diketahui dahulu109.

105

Michel Talbot, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 98
Gary Zukaf, The Dancing Wu Li Masters, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2003, hlm. 37-39
107
Ibid, hlm. 134
108
Joko Siswanto, Kosmologi Einstein, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1996, hlm. 56
109
Loc.Cit Ibid, hlm. 136
106

Alam tidak menunjukkan balok-balok bangunan apapun yang


terisolir, melainkan lebih memperlihatkan suatu jaringan kompleks
hubungan-hubungan diantara aneka bagian dari sebuah keseluruhan yang
utuh.
Partikel-partikel subatomik tidak dapat dimengerti sebagai
entitas-entitas terpisah melainkan harus didefinisikan melalui interelasiinterelasinya. Henry Stapp mengatakan,sebuah partikel elementer
bukanlah suatu entitas yang tidak dapat dianalisis dan benda secara bebas.
Ia adalah pada dasarnya setumpuk hubungan yang menjangkau keluar
menuju benda-benda lain Menurut mekanika klasik sifat-sifat dan perilaku
bagian-bagian menentukan keadaan keseluruhan, dalam mekanika
kuantum situasinya terbalik keseluruhan yang menentukan bagian-bagian
tersebut110.
Berlakunya hukum-hukum alam menyebabkan semua makhluk,
baik ruang kosmos, atom-atom, molekul-molekul, partikel-partikel, dan
seluruh materi yang tersusun, benda-benda sampai matahari, bumi,
bintang, galaksi bimasakti dan sebagainya berjalan dengan kontinum ruang
waktu sesuai dengan penggarisan hukum-hukum tersebut111.
3. Ruang Dan Waktu
Menurut teori relativitas khusus Einstein, waktu bukanlah suatu
besaran mutlak, tetapi relatif, yang bergantung pada keadaan gerak sang
pengamat112, dirumuskan sebagai berikut :
t = t 1 (v/c)2
110

Fritjof Capra, Jaring-Jaring Kehidupan, Yogyakarta, Fajar Pustaka, 2002, hlm.50


RHA Syahirul Alim, Ahmad Baiquni, AM Lutfi, Islam Untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan
Alam Dan Teknologi, Jakarta, Depag RI, 1995, hlm. 114
112
Hans J. Wospakrik, Berkenalan Dengan Teori Kerelativan Umum Einstein Dan Biografi
Albert Einstein, Bandung, ITB Press, 1987, hlm. 98
111

Waktu yang diambil untuk kejadian sebagaimana direkam oleh pengamat


stasioner pada kejadian tersebut dinamakan waktu diri (t), sedangkan t
adalah waktu pengamat yang bergerak dengan kecepatan v, tidak peduli
berapa besar atau arah v 113.
Alam semesta tidak akan pernah bisa dipisahkan dari waktu
dalam teori relativitas, lengkungan yang disebabkan oleh gravitasi tidak
bisa dibatasi menjadi ruang tiga dimensi, harus diperluas menjadi ruang
waktu empat dimensi. Waktu tidak mengalir dalam kecepatan yang sama
seperti dalam ruang waktu yang datar 114. Menurut Einstein struktur ruang
waktu memiliki sifat geometris atau lekukan yang tampak dengan
sendirinya dalam fenomena seperti gravitasi115. Ruang dan waktu
membentuk keseluruhan yang terpadu, dan materi energi diidentifikasikan
sebagai kelengkungan ruang116.
Ruang dan waktu sepenuhnya ekuivalen, mereka digabungkan
dalam kontinum empat dimensi yang didalamnya interaksi-interaksi
partikel dapat meregang kesetiap arah, setiap pengamat dapat mengalami
fenomena-fenomena hanya dalam proses pergantian antar bagian dalam
ruang waktu, yakni dengan pola urut yang sifatnya sementara 117.
Ekuivalensi ruang dan waktu diwujudkan dalam sebuah persamaan yang
dibuat oleh A.H Lorenzt, dimana koordinat-koordinat ruang x, y, z, dan
koordinat waktu t dihubungkan menjadi sebagai berikut :
113

Kennet Krane, Fisika Modern, Jakarta, UI Press, 1992, hlm.33 34


Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 205
115
Michel Talbot, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2002,
hlm. 100
116
Ian G Barbour, Juru Bicara Tuhan, Bandung, Mizan,2002, hlm. 177
117
Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 217 218
114

s2 = x2 + y2 + z2 c2t2
ct
ct
E

x
x

E merupakan suatu peristiwa yang dikaitkan dalam suatu koordinat


(x,y,z,t), dimana sumbu x mewakili arah ruang dan sumbu ct mewakili
waktu yang diukur dalam unit-unit kompatibel dengan unit-unit pada
sumbu x. bagi pengamat lain yang bergerak relatif terhadap pengamat
pertama, koordinat-koordinat dari peristiwa yang sama ini dapat ditandai
dengan sumbu lengkung x dan ct. Kerucut yang ditentukan oleh s 2 = 0,
dimana s adalah ekuivalensi ruang dan waktu empat dimensi, sehingga
persamaan di atas membagi arah ruang dan waktu menjadi tiga kelompok,
yaitu :
1. menyerupai ruang, dimana s2 = 0
2. menyerupai waktu masa mendatang, dimana s2 < 0
3. menyerupai waktu masa lalu, dimana s2 > 0

118

Sistem koordinat ruang waktu memiliki signifikansi objektif


seperti halnya sebuah kesatuan fisik yang terpisah. Koordinat-koordinat
ruang waktu hanyalah elemen-elemen bahasa yang digunakan seorang
pengamat untuk mendiskripsikan lingkungannya, ruang dan waktu tidak
lain adalah nama-nama, bentuk-bentuk pemikiran, kata-kata dari
pemakaian biasa119, Einstein berpendapat sebagaimana Minkowski, bahwa
118

Michel Talbot, Mistisisme Dan Fisika Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2002,
hlm. 119 - 121
119

Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 191

ruang dan waktu bukanlah entitas-entitas yang terpisahkan. Keduanya


merupakan sebuah kontinum atau aspek-aspek yang berbeda dari sesuatu
yang penting dan sama. Ruang dan waktu hanyalah elemen-elemen dari
sebuah bahasa yang mengekspresikan alam dalam sebuah kerangka
acuan120.
Ruang dan waktu merupakan aspek-aspek yang berbeda dari
sesuatu yang sama yang berisikan sebuah kontinum empat dimensi dimana
tidak ada aliran waktu universal. Pengamat-pengamat yang berbeda akan
menatap peristiwa-peristiwa dalam urutan waktu yang

berlainan

tergantung pada posisi dan kecepatannya terhadap peristiwa-peristiwa


yang diamati121 . Jadi setiap ukuran ruang dan waktu adalah bersifat relatif,
setiap spesifikasi spasial tergantung posisi pengamat dan itu bersifat
relatif122. Kerelatifan ruang dan waktu itu dipengaruhi oleh gerak relatif,
sehingga ruang dan waktu menurut teori relativitas dapat berubah dari
sistem inertial yang satu ke sistem inertial yang lain123.
Ruang dan waktu dibagi menjadi tiga yaitu masa depan, masa
lalu, dan masa yang secara literer berada di luar ruang waktu yang bisa kita
sebut berada di tempat lain yang dapat digambarkan dengan kerucut
cahaya sebagai berikut :

Masa depan
120

Loc.Cit, hlm. 119


Ibid Loc.Cit, hlm. 99 100
122
Fritjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 189
123
Joko Siswanto, Kosmologi Einstein, Yogyakarta, Tiara wacana, 1996, hlm. 54
121

Tempat lain

Tempat lain

Masa lalu

Satuan-satuan ruang dan waktu yang biasa dikehidupan kita sehari-hari,


nilai (kelajuan cahaya) sangat besar. Bagi pengamat di titik E (bisa
dikatakan ini adalah masa sekarang) kerucut cahaya ini menjadi sangat
datar. Tempat lain tersebut sebagai perpotongan maya antara masa lalu dan
masa depan sehingga digambarkan sebagai berikut 124:
Masa depan
Masa kini
Masa lalu

Penghuni alam satu dan dua dimensi khayal ini tidak perlu
berkelana ke dalam ruang yang berdimensi lebih tinggi untuk
mengetahui tentang waktu. Pengukuran kelengkungan dapat seluruhnya
dilakukan dengan menggunakan sistem koordinat pada ruang-ruang itu125.
Struktur ruang tergantung pada pengaruh fisik, tidak tetap
melainkan penjumlahan sifat-sifat yang dapat diterangkan secara empiris
diantaranya

ialah hukum gravitasi, sementara itu waktu adalah

perpindahan-perpindahan simbolik menurut tempat. Waktu yang kita


tentukan dengan jam, hari, bulan, dan tahun tidak lebih dari istilah-istilah
yang menggambarkan peredaran bumi mengelilingi matahari atau lebih
tepat semua itu merupakan istilah tentang berbagai kedudukan dalam hal
124
125

Loc.Cit, hlm. 121`1


Kenneth S Crane, Fisika Modern, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1992, hlm. 640

tempat, sehingga waktu merupakan satuan yang berubah-ubah yang tidak


ada di alam ini yang disebut satu waktu yang bersambung semenjak
alam diciptakan sampai sekarang, yang ada ialah sejumlah waktu.
Transformasi di alam ini tidak sanggup membuat persamaan waktu
diseluruh penjuru alam126.
BAB III
PEMIKIRAN TASAWUF

A. Realitas Kausalitas
Tuhan dan dunia tidak merupakan dua hakekat yang sesungguhnya
terpisah dan yang ada diluar yang lain, melainkan bahwa Tuhan sendiri
merupakan segala-galanya, sedangkan segalanya itu modus, partisipasi dalam
ketuhanan. Ia tinggal dalam segalanya, segalanya itu bukan Tuhan, melainkan
bersifat Ilahi. Dunia terlebur dalam Tuhan, dunia merupakan bagian dari
hakekat-Nya 127.
Adanya dunia ini mustahil tanpa adanya penggerak pertama, sebab
musabab pertama yang mutlak ada, pengatur tertinggi yang kita namakan
Tuhan128.
Tuhan dalam mengatur memiliki dua macam sifat pengaturan yaitu yang
bersifat spiritual (rohaniah) dan material. Firman Allah Subhaanahu Wa Ta'ala
dalam surat Al-Araf ayat 54 :

126

Joko Siswanto, Kosmologi Einstein, Yogyakarta, Tiara wacana, 1996, hlm. 57 60


P.J Zoetmulder, Manunggaling Kawula Gusti, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama,
2000, hlm. 2 3
128
Ibid, hlm. 5
127




Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas arsy 129
Menciptakan dalam ayat di atas menunjuk pada penciptaan alam fisikal, sedangkan potongan
kelanjutan ayatnya yaitu :


Ingatlah menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah Maha Suci.
Allah Tuhan semesta alam 130
Memerintahkan dalam potongan ayat ini menunjuk pada dunia spiritual131.
Aspek pengaturan yang berlaku dalam setiap bagian alam maujud
(benda, materi) tidak meragukan bahwa Tuhan alam maujud telah membatasi
ilmu-Nya sebelum alam maujud diciptakan secara menyeluruh dan secara
terinci. Alam maujud (dunia) berjalan dalam dalam tata aturan dengan tidak
tetinggal (terlepas) dan tidak keluar darinya132.
Dunia terus menerus bergantung pada Tuhan yang tidak berdiri di
luar alam ciptaan-Nya, melainkan dalam segala sesuatu yang ada hadir karena
daya pemeliharaan-Nya, sehingga Tuhan dan materi abadi bersama, hanya saja
Tuhan bersifat tidak berubah, sedangkan materi dapat berubah. Ada dua esensi
yang telah ada sejak permulaan, yaitu bahwa pelaku tidak melahirkan materi
tetapi hanya menganugerahkan eksistensinya kepada mereka 133. Oleh sebab itu
129

Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Semarang, CV. ALWAAH,


1995, hlm. 230
130

Ibid
William C Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, Yogyakarta, Qalam, 2002, hlm. 63
132
Abu Bakar Al-Jazairi, Pemurnian Akidah, Jakarta, Pustaka Amani, 2001, hlm. 558
133
Khan Shahib Khaja Khan, Tasawuf : Apa Dan Bagaimana, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1996, hlm. 30
131

menurut Ibnu Arabi, bahwa sesungguhnya hanya ada satu zat yang mewujud
dalam dirinya sendiri134. Tiada yang benar-benar ada kecuali Tuhan. Segala
yang selain-Nya adalah noneksisten, baik ia berada di dalam atau di luar diri
kita dan segala yang ada di dalam maupun di luar dunia ini. Segala yang
disebut realitas tiada lain adalah realitas dan tidak mungkin ada dua realitas
yang dapat sepenuhnya independen, sebab hal itu akan berarti bahwa ada dua
Tuhan135.
Abul Hasan Asyari berpendapat bahwa eksistensi Tuhan adalah diri
(ain) dari sebuah kesatuan dan bukan sebagai tambahan dari luar dan
eksistensi dari makhluq adalah diri dari esensi itu sendiri136.
Teori emanasi (madzhab syuhudiyyah) menyatakan bahwa Tuhan
hadir

dimana-mana.

Pengamat

memang

satu,

namun

cermin

yang

memantulkannya amat banyak. Banyaknya pantulan yang dihasilkan tidak


mempengaruhi ke-Esa-an dari (sumber cahaya) yang dipantulkan oleh banyak
cermin. Ia hadir di dalam pantulan yang ada di setiap cermin137.
Penciptaan baik dunia maupun maupun bentuk-bentuk terbatas, yang
ada di dalamnya merupakan nama lain dari perbuatan-perbuatan Tuhan dan
perbuatan-perbuantan-Nya adalah pengejawantahan dari sifat-sifat-Nya138.
Manusia adalah abstrolabnya Tuhan. Ditangan seorang astronom
astrolab akan sangat bermanfaat karena siapapun yang mengetahui dirinya , dia
akan mengetahui Tuhannya. Ketika Tuhan membuat mengetahui dirinya
134

Ibid, hlm. 35
William C Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, Yogyakarta, Qalam, 2002, hlm. 272
136
Loc.Cit, hlm. 39
137
Ibid Loc.Cit, hlm. 40 42
138
Loc.Cit, Yogyakarta, Qalam, 2002, hlm. 69

Astrolab adalah alat kuno untuk menggambarkan altitude


135

melalui diri orang itu sendiri dia akan mampu menyaksikan pengejawantahan
Tuhan dan keindahan sempurna-Nya saat demi saat dan kedip demi kedip139.
Menyaksikan pengejawantahan Tuhan dan keindahan sempurna-Nya
dilakukan dalam kondisi spritual marifat yakni pengetahuan bahwa apapun
yang terbayang dalam hati, Tuhan adalah kebalikannya 140 dan sifat dari orang
yang mengenal Allah SWT melalui Nama-Nama serta Sifat-Sifat-Nya dan
berlaku tulus kepada Allah SWT dengan muamalatnya kemudian menyucikan
dirinya dari sifat-sifat yang rendah dan cacat, kemudian menikmati keindahan
dekat

dengan-Nya,

yang

mengukuhkan

ketulusannya

dalam

semua

keadaannya141.
Orang yang mengalami penyaksian (syahadah) harus menegasikan
dunia dan dirinya sendiri sebagai realitas yang terpisah dan setelah itu
meyakini sepenuhnya bahwa keduanya merupakan pengejawantahan wujud
Tuhan142 karena persetujuan dan pertentangan adalah penyebab adanya
dualitas. Ketika seseorang mencapai dunia dimana tidak ada tempat untuk
dualitas dan yang ada hanyalah persetujuan murni maka dia akan melepaskan
kategori persahabatan dan permusuhan143.
Hal di atas adalah suatu pengalaman mistik yang dialami oleh
seseorang yang berjalan untuk mencapai maqam yang tinggi di sisi Allah SWT.
Pengalaman mistik adalah pengalaman menyatu dengan Tuhan atau jiwa
139
140

Ibid Loc.Cit, hlm. 44


Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000,

hlm.166
141

Imam Al-Qusyairy an-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah, Surabaya, Risalah Gusti, 1997,

hlm. 390
142

William C Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, Yogyakarta, Qalam, 2002, hlm. 272
Jalaluddin Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya, Bandung, Pustaka
Hidayah, 2001, hlm. 280
143

kosmik144 dengan hanya membukakan kepadanya dalam jiwa sebagaimana pula


dalam alam semesta karena realitas adalah satu, suatu tindakan bergabung
dengan cinta sepanjang hal itu dilakukan tanpa pamrih, dan ia bergabung
dengan pengetahuan sepanjang ia diiringi dengan kesadaran bahwa Tuhan
adalah agen atau pelaku sejati ; hal yang sama yang berlaku bagi penolakan,
vocao deo, yang hanya dapat berasal dari Tuhan dalam pengertian bahwa
kekosongan mistik memperpanjang kekosongan prinsip145.
Kemenyatuan dengan gambaran-Nya adalah sebuah keadaan yang
luar biasa, tetapi persatuan dengan yang tercinta diatas segalanya. Penyatuan
yang oleh kalangan sufi dikatakan sebagai Al-Jamu yang bisa diartikan
sebagai penyatuan kesaksian yang diperoleh dengan pencarian dalil dengan
menggunakan atsar atas pemberi atsar, dengan menggunakan ciptaan atas
pencipta. Semua penciptaan merupakan kesaksian, dalil, dan atsar146.
Keseluruhan masalah penciptaan atau manifestasi universal berakar
pada hakekat prinsip Ilahi. Realitas absolut memproyeksikan dunia karena
sifat-Nya yang tak terhingga memerlukannya, yang ingin dikenal melalui, dan
di dalam pemulaan dari relativitas; mengatakan ciptaan Nya, bukan Dia
menciptakan adalah suatu cara mengekspresikan kemungkinan atau
relativitas dunia, dan dalam pengertian tertentu, melepaskannya dari penyebab
transenden. Yang Absolut adalah realitas tertinggi dalam dirinya sendiri, seperti
titik yang tak memuat apa-apa selain dirinya sendiri, karena ciptan atau
manifestasi adalah hakekat Ilahi; Tuhan tidak dapat mencegah Dirinya sendiri
144

145

Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Bandung, Mizan, 1996, hlm. 157

Frithjof Schuon, Prosesi Ritual Menyingkap Tabir Mencari Yang Inti, Jakarta, PT. Raja
grafindo Persada, 2002, hlm. 178
146
Ibnu Qayyim Al-Jauzy, Madarijus Salikin, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998, hlm. 460

untuk memancarkan, dan karena itu, untuk memanifesatasikan Dirinya atau


mencipta, karena Dia tidak dapat mengingkari Dirinya yang tak terbatas147.
Tuhan bagaimanapun juga eksis (ada),dan jika kita menempatkan
eksistensi kita dekat pada eksistensi-Nya, kita akan melihat bahwa kita
sepenuhnya berasal dari-Nya. Dengan demikian kita tidak memiliki eksistensi,
kita hanya menerima pancaran eksistensi-Nya148.
B. Tinjauan Mengenai Ruang Dan Waktu
Masa kini merupakan batas antara masa lalu dengan masa mendatang
dan ini disebut barzakh. Barzakh masa kini adalah wahdat149.
Waktu adalah seluruh rangkaian saat yang telah berlalu, sekarang,
maupun yang akan datang. Waktu adalah batas akhir dari masa yang
seharusnya digunakan untuk bekerja150. Kenyataan ilmiah menunjukkan bahwa
setiap sistem gerak mempunyai perhitungan waktu yang berbeda dengan sistem
gerak yang lain151.
Waktu merupakan ungkapan tentang kedekatan satu peristiwa dengan
peristiwa lain atau merupakan hubungan antara dua peristiwa. Waktu
merupakan wadah pembentukan secara temporal yang di dalamnya ada
kejadian.152

147

Frithjof Schuon, Prosesi Ritual Menyingkap Tabir Mencari Yang Inti, Jakarta, PT. Raja
grafindo Persada, 2002, hlm. 184
148
Loc.Cit, hlm. 262
149
Khan Shahib Khaja Khan, Tasawuf : Apa Dan Bagaimana, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1996, hlm. 44
150
M Quraisy Shihab, Lentera Hati, Bandung, Mizan, 1994, hlm. 112
151
Ibid, hlm.417
152
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus Salikin, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998,
hlm.390

Esensi waktu (al-waqt) menurut penelaah ahli hakikat adalah suatu


peristiwa yang terbayangkan, yang hasilnya dikaitkan dengan peristiwa yang
terjadi. Syekh Abu Ali ad-Daqqaq , Waktu adalah sesuatu yang anda berada di
dalamya. Kalau anda di dunia, maka waktu anda adalah dunia. Bila di akherat,
maka waktu anda adalah akherat. Ketika anda senang, maka senang itulah
waktu anda. Kalau anda susah, susah itulah waktu anda 153. Artinya waktu
adalah keadaan yang lebih menguasai manusia, atau waktu adalah apa yang ada
diantara dua masa, lampau dan mendatang154. Sebagaimana firman Allah
Subhaanahu Wa Taala dalam surat Thaha ayat 40, yaitu :

Kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa155
Waktu yang sebenarnya menurut para sufi adalah tenggelamnya rupa
waktu dalam wujud Allah, jika orang berjalan dengan membawa makna ini,
maka dia tenggelam dalam waktunya, maka semua waktunya tidak akan
terasa156. Sufi menyebut dirinya sendiri sebagai putra waktu (ibnu al waqt)
yaitu ia ditempatkan dalam kehadiran Tuhan tanpa ada kemarin dan hari esok,
dan kehadiran ini tidak lain adalah refleksi dari kesatuan; yang satu
memproyeksikan diri ke dalam waktu sekarang nya Tuhan, yang berbarengan
dengan keabadian157. Kekinian (sekarang)nya Ilahi (Tuhan) adalah titik diam
yang dalam dirinya sendiri memuat seluruh gerakan keabadian tanpa awal,
153

Imam Qusyairy An-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah, Surabaya, Risalah Gusti, 1977,

hlm.20
154

Loc.Cit
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Semarang, CV. ALWAAH,
1995, hlm. 479
156
Loc.Cit, hlm. 393
157
Frithjof Schuon, Prosesi Ritual Menyingkap Tabir Mencari Yang Inti, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2002, hlm. 181
155

azal, menuju keabadian tanpa akhir, abad, sebagai yang terbatas; sebab bahkan
waktupun akan berakhir, karena segala sesuatu akan musnah dan hanya
kekinian Ilahi yang tetap tinggal158. Oleh karena itu menurut Al-Junayd, waktu
itu sangat mulia. Jika ia telah lewat maka tak akan didapatkan kembali. Waktu
adalah diantara apa yang telah berlalu dengan yang bakal datang159.
Waktu yang dikaitkan dengan cakrawala dunia ciptaan kita adalah
tahapan yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari dan dimana kita
bertindak, tetapi begitu waktu membawa sang pencari keluar dari dirinya
sendiri dia mengalami waktu antusi, waktu ruhaniah, saat ketika pengertian
normal tidak mempunyai arti lagi160.
Orang sufi membagi waktu menjadi empat golongan, yaitu :
1.

Orang-orang yang bersama waktu lampau. Hati mereka senantiasa ada


dalam ketetapan Allah, karena mereka menyadari bahwa hukun azaly tidak
bisa dirubah oleh usaha hamba.

2.

Orang-orang yang bersama waktu mendatang. Pikiran mereka hanya


tertuju kepada kesudahan urusan mereka, karena segala urusan dan amal
diukur dari kesudahannya.

3.

Orang-orang yang bersama waktu yang ada. Perhatian mereka hanya


tertuju pada waktu yang ada dan hukum-hukumnya, sebagaimana yang
mereka katakana, Orang yang arif ialah yang menjadi anak waktunya,
tidak ada waktu lampau dan tidak ada waktu mendatang.

158

Annemarie Schimmel, Rahasia Wajah Suci Ilahi, Bandung, Mizan, 1997, hlm. 132 133
Abu Nashr As-Sarraj, Al-Luma, Surabaya, Risalah Gusti, 2002, hlm. 680
160
Loc.Cit, hlm. 132
159

4.

Orang-orang yang bersama pemilik waktu, penguasa dan yang


menanganinya, yaitu Allah, dan mereka tidak peduli terhadap waktu itu
sendiri. 161
Orang cerdas adalah orang yang berada dalam hukum waktunya.

Apabila waktunya adalah sadar dalam Ilahi ( ash-shahw ) maka ia tegak


mandiri dengan syariat. Apabila waktunya adalah sirna dalam Ilahi, yang
kompeten adalah hukum-hukum hakikat162
C. Tinjauan Mengenai Alam Semesta
Dunia diciptakan dengan membungkus gagasan-gagasan Ilahi dengan
sosok materi163. Kosmos dan kekuatannya merupakan kumpulan hukum alam
semesta yang menggambarkan adanya kesatuan dibalik penampilan yang
beragam

sehingga

dapat

dipergunakan

dengan

sebiak-baiknya

dalam

menyimpulkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur164.


Alam sebagai keseluruhan, maupun bagian-bagiannya tersusun.
Setiap yang tersusun mesti baru, selalu berubah-ubah dari satu form (bentuk,
rupa, surah) kepada form yang lain, tidak mungkin mempunyai form yang asli,
yang azali, dan qadim. Kalau tidak mempunyai form berarti tidak mempunyai
wujud, karena form meliputi bentuk, volume, timbangan, warna, bau, rasa, dan
sebagainya, sehingga form kehilangan (tidak mempunyai) wujud, sehingga

161

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus Salikin, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998,


hlm.391 392
162
Imam al-Qusyairy an-naisabury, Risalatul Qusyairiyah, Surabaya, Risalah Gusti, 2001,
hlm. 22
163
Khan Shahib Khaja Khan, Tasawuf : Apa Dan Bagaimana, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1996, hlm. 44
164
Zaky Mubarok Latif, dkk, Akidah Islam, Yogyakarta, UII Press, 1998, hlm. 96

bentuk tidak pernah memiliki wujudnya sendiri , ia hanyalah penampakan dari


makna yang berada dibalik penampakan wujud luarnya 165.
Bentuk adalah penampakan luar, makna adalah hakekat yang tidak
terlihat, realitas yang tersembunyi. Makna, hakekatnya hanya Tuhan yang
mengetahui. Masing-masing bentuk memiliki maknanya sendiri-sendiri di
dalam Tuhan166.
Bentuk adalah ruang dan makna adalah tanpa ruang. Keduanya
merupakan aspek luar dan aspek dalam dari realitas tunggal, masing-masing
dari keduanya penting sebagai suatu kesatuan tunggal 167. Ketika kata bentuk
diterapkan, ia senantiasa mengindikasikan akan makna yang tersirat dalam
pikiran yang berada diseberang bentuk dan memberinya wujud168. Segala
penampakan luar berasal dari keragaman gambaran-gambaran yang tampak.
Gambaran yang tercinta adalah realitas yang tercinta itu sendiri yang berada
diseberang bayang-bayang-Nya sendiri yang lebih nyata dibandingkan dengan
realitas dunia.
Unsur-unsur yang sering menunjuk pada pilar-pilar dunia materi
merupakan tujuan-tujuan dasar ontologis yang diberikan pada dunia oleh sifatsifat ketuhanan dan menggambarkan pengejawantahan dari nama-nama-Nya169.
Ibnu Al-Arabi memetakan dunia ruhaniah dan menggambarkan strata
perwujudan Ilahi

melalui

mana

esensi

Ilahi

yang

tidak

tertembus

mengungkapkan diri-Nya sendiri untuk mengungkapkan konsep ruang waktu


165

Syekh Nadim Al-Jisr, Kisah Mencari Tuhan, Jakarta, Bulan Bintang, 1994, hlm. 233
William C Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, Yogyakarta, Qalam, 2002, hlm. 29 30
167
Ibid, hlm. 37
168
Ibid, hlm. 379
169
Ibid, hlm. 74 75
166

yang suci. Wilayah imajinasi (mundus imajinalis) ditempatkan diantara dunia


kerajaan langit dan kerajaan manusia dimana ia merupakan suatu gudang
kemungkinan yang menunggu realisasi dan dapat dicela oleh ambisi ruhaniah
si orang suci170.
Tatanan Ilahiah sama seperti batas-batas ruang waktu yang tak dapat
kita bayangkan mewajibkan kita untuk menerima Yang Tak Terhingga, dan
juga fakta bahwa eksistensi terkecil adalah absolut dalam hubungannya dengan
ketiadaan, atau fakta bahwa hukum-hukum fisika, matematika, dan logika
selalu tetap, pada analisis terakhirnya memberikan kesaksian tentang Tuhan
yang absolut dan membuat kita tidak ada pilihan lain kecuali menerimanya 171.
D. Hubungan Antara Subjek Dan Objek Dalam Alam Semesta
Kaum sufi menyatakan bahwa nafs adalah keinginan, qalbu dengan
mengetahui, jiwa dengan pandangan, pandangan dengan perenungan, dan zat
dengan muncul. Zat muncul, maka kita juga muncul dan semua citra berasal
dari kemunculan ini. Karena zat merenung maka kita juga merenung (zikir).
Zat melihat, maka kita juga melihat (sinar adalah tahap jiwa). Zat mengetahui,
maka kita juga mengetahui (tahap qalbu). Zat berkeinginan, maka kita juga
berkeinginan (tahap nafs). Pandangan dan pengetahuan bukan merupakan
bagian-bagian dari jiwa172.
Zat memandang diri-Nya di dalam sifat dan ini adalah iluminasi
(tajalli). Sifat bagaikan raksa dalam cermin, kemudian mewujud melalui
iluminasi, sehingga menimbulkan kegandaan (dualitas) yang mewujudkan
170

Annemarie Schimmel, Rahasia Wajah Suci Ilahi, Banduung, Mizan, 1997, hlm. 114
Frithjof Schuon, Prosesi Ritual Menyinkap Tabir Mencari Yang Inti. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada, 2002, hlm. 185
172
Khan Shahib Khaja Khan, Tasawuf : Apa Dan Bagaimana, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1996, hlm. 61
171

dirinya sebagai jiwa. Apabila jiwa melihat dirinya sendiri maka hal tersebut
hanyalah mitsal, dan lapisan pada cermin adalah jasad173.
Setiap orang adalah sebuah miniatur atau mikrokosmos yang
merupakan cerminan dari makrokosmos. Suatu kebenaran universal yang
dinamakan hukum alam yang didasarkan pada akal manusia yang abadi dan
universal. Hukum alam mengatur seluruh manusia, sehingga perbedaan antara
ruh dan materi terhapus. Materi adalah kegelapan yang tidak mempunyai
keberadaan yang nyata, sementara itu cahaya adalah Tuhan174.
Kosmos bergantung sepenuhnya pada Tuhan untuk eksistensi dan
realitasnya. Setiap kali Tuhan menciptakan sesuatu yang bersifat sementara,
Dia menciptakan secara berpasangan sebagai dua benda yang dikaitkan satu
sama lain atau berlawanan satu sama lain. Tuhan esa dalam esensi dan sifatsifat. Dia tidak dapat diperbandingkan dengan setiap orang dan terpisah dari
segala benda175, sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dalam surat
Asy-Syuura ayat 11 :

(Dia) menciptakan langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasanganpasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat176

173

Ibid, hlm. 66 67
Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Bandung, Mizan, 1996, hlm. 156 157
175
Sachiko Murata, The Tao of Islam, Bandung, Mizan, 2000, hlm. 166
176
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Semarang, CV. ALWAAH,
1995, hlm. 784
174

Cara langit dan bumi saling berhubungan menggambarkan hukum-hukum yang


mengatur hubungan-hubungan dalam segala hal. Ciri yang paling menonjol
dari langit dan bumi adalah kenyataan bahwa mereka dan segala sesuatu yang
ada diantara mereka merupakan perangkat dan kerajaan Tuhan, yang
melakukan kontrol mutlak atas mereka. Langit dan bumi sebagai perwujudan
sifat-sifat Ilahi yang saling melengkapi yang tercakup dalam istilah keagungan
dan keindahan177.
Mikrokosmis adalah kejayaan tertinggi dari kosmos, sebab ia
mengatur makrokosmos melalui pengetahuan dan kesadarannya178.
Di dalam kosmos, cahaya dan kegelapan saling membutuhkan dan
tidak terpisahkan satu sama lain. Meskipun cahaya secara inheen terwujud
dalam dirinya sendiri dalam Tuhan ia tidak dapat dilihat dikarenakan
itensitas perwujudannya. Ini adalah suatu sifat yang saling melengkapi dan
saling membutuhkan179. Firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 35 :











Allah (Pemberi) cahaya (kepada)langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita
besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara 180
Cahaya-Nya hanya terwujud dalam sebuah lubang yang tak tembus yang
merupakan kegelapan.
177

Loc.Cit, hlm. 173 175


Ibid Loc.Cit, hlm. 199
179
Ibid Loc.Cit, hlm. 216
180
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Semarang, CV. ALWAAH,
1995, hlm. 550
178

Tuhan dimanifestasikan dalam dunia melalui keajaiban eksistensi,


dan jurang antara partikel debu terkecil dan ketiadaan menjadi absolut. Ia
memanifestasikan

ketakterhinggaan-Nya

apriori

lewat

kosmik

yang

mengandung ruang waktu yang tidak bisa dibayangkan batas-batasnya lebih


dari sekedar multiplisitas dan keragaman dari kandungannya dan Dia
memanifestasikan kesempurnaan-Nya melalui sifat-sifat makhluk dan benda
yang melahirkan kesaksian akan arketip mereka dan karenanya, Kesempurnaan
Ilahi181.
Ilmu pengetahuan adalah seperti kacamata yang tidak memiliki
pengelihatannya sendiri, akan tetapi ada diantara mata dan benda-benda,
sehingga pada jalan mistis ini ilmu pengetahuan tidak ada gunanya, hanya
cahaya kearifan, cahaya kepastian yang dicapai melalui pengetahuan intuitif
yang dapat membantu dalam mendekati rahasia cinta182.
Keyakinan dan ketenangan adalah tujuan fundamental Islam, karena
segala sesuatu dimulai dengan keyakinan, iman kepada Yang Absolut, wujud
mutlak, yang memproyeksikan dan menentukan eksistensi yang mungkin.
Keyakinan adalah menyelamatkan sepanjang ia mulai secara
obyektif dan tulus secara subyektif, yaitu sepanjang obyeknya adalah Yang
Absolut dan bukan hanya kontingensi, dan subyeknya adalah hati, bukan hanya
pikiran. Ini adalah esensi dasar manusia yang mengandung keseluruhan
keberadaan dan aktivitasnya; manusia diciptakan untuk meyakini Yang Absolut
dan ia menjadi manusia melalui keyakinannya itu183.
BAB IV
181

Frithjof Schuon, Prosesi Ritual Menyingkap Tabir Mencari Yang Inti, Jakarta, PT.
Grafindo Persada, 2002, hlm. 188
182
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000,
hlm.179
183
Loc.Cit, hlm.190 191

KEPARALELAN TASAWUF DAN FISIKA MODERN

Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menciptakan alam semesta ini dalam


keadaan selalu bergerak dan terus mengembang sampai pada saatnya nanti Allah
Subhaanahu Wa Ta'ala sendiri yang akan memberhentikannya. Firman Allah
Subhaanahu Wa Ta'ala dalam surat Adz-Dzariyat ayat 47






Dan

langit

itu

Kami

bina

dengan

kekuatan

dan

sungguh

Kami

mengembangkannya 184
Alam semesta yang karakternya secara dinamis bergerak maju ke depan
(berkembang) merupakan suatu tanda kehidupan sebagaimana suasana hati yang
selalu bergerak yang menimbulkan inovasi-inovasi dalam hubungannya antara
sesama manusia. Kedinamisan ini menimbulkan perubahan-perubahan yang
menjadi karakteristik dalam dunia mistis, dalam hal ini tasawuf.
Terjadinya revolusi pemikiran dalam dunia fisika, dari fisika klasik yang
berpondasikan pada pemahaman Newtonian ke fisika modern yang dikuatkan oleh
fisika kuantum dan fisika relativitas, merubah pola pemikiran para fisikawan dari
dunia makroskopis ke dunia mikroskopis yang ternyata mampu memunculkan
penemuan-penemuan yang lebih mempengaruhi kehidupan manusia, baik itu
kemashlahatan maupun kerusakan yang ditimbulkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dalam dunia fisika modern.
Pengaruh fisika modern yang secara dramatis telah meluas ke kancah
pemikiran dan kebudayaan, dimana pengaruh tersebut telah menuntun pada

184

Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Semarang, CV. ALWAAH,


1995, hlm. 862

terjadinya suatu revisi mendasar atas konsepsi manusia tentang alam semesta dan
relasi manusia terhadapnya185, tidak terkecuali bidang agama, yang di dalam islam
pemikiran-pemikiran fisika modern ini ada keparalelan dengan pemikiranpemikiran mistis islam yang dikenal dengan tasawuf tentang masalah dunia
mikroskopis yang materi-materi disini berada dalam tingkatan ( level ) subatomik,
sehingga disebut sebagai entitas-entitas yang secara eksperimental dapat
menunjukkan eksistensi (keberadaan) mutlak (absolut) yang berada di alam
semesta ini yang disebut sebagai Tuhan sebagai Sang Pencipta.
Fisika modern merupakan akibat dari perkembangan pemikiran manusia
dalam bidang ilmu pengetahuan alam ( fisika ) yang menimbulkan revisi
pemikiran terhadap pandangan fisika klasik yang pondasinya telah ditancapkan
oleh mekanika Newton yang bersifat reduksionistik, determenistik, dan
rasionalistik.
Para agamawan dan intelektual islam yang memiliki pemikiran dan
pandangan yang bercorak mistis ternyata tanpa disadari pemikiran-pemikirannya
memberikan nilai-nilai dalam perkembangan fisika modern yang dalam
perkembangannya lebih mengarah kepada metafisika daripada kepada dunia
materialis.
Tasawuf mengandung beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan
oleh para sufi, diantaranya yaitu :
1.

Perkataan Al-Junaid ketika ditanya tentang tasawuf, yang ia


menjawabnya,Tatkala engkau bersama Allah dengan tanpa ada
perantara.
185

Frtjof Capra, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra, 2001, hlm. 3

2.

Perkataan Ruwaim bin Ahmad, yaitu Tasawuf adalah melepaskan


jiwa bersama Allah sesuai dengan apa yang Alah kehendaki.

3.

Perkataan Abu Muhammad Al-Jariri, Tasawuf adalah masuk dalam


lingkaran akhlak mulia dan keluar dari akhlak yang rendah.

4.

Perkataan Amr bin Utsman Al-Makki, yaitu Hendaknya seorang


hamba setiap saat berada pada sesuatu yang lebih utama dalam waktu
tersebut.

5.

Perkataan

Ali

bin

Abdurrahim

Al-Qannad,

Tasawuf

adalah

menyebarkan kedudukan spiritual (sehingga tidak terpaku dengan


kedudukan spiritual tertentu) dan melanggengkan komunikasi dengan
Allah (ittishal). 186
Pengertian-pengertian mengenai tasawuf sebagaimana yang diungkapkan
oleh para sufi di atas memberi pengertian bahwa tasawuf didasarkan pada
pemahaman langsung ke dalam alam realitas. Sementara itu fisika didasarkan atas
observasi terhadap fenomena-fenomena alam dan eksperimen-eksperimen ilmiah,
yang mana observasi-observasi diinterpretasikan dan interpretasi itu kemudian
dikomunikasikan lewat kata-kata, dimana kata-kata terlampau abstrak ketika
berdekatan dengan realitas maka interpretasi-interpretasi verbal dari gugusan
eksperimen ilmiah atau dari pemahaman mistik (dalam hal ini tasawuf) pasti tidak
akurat dan tidak lengkap. Kesadaran akan fakta inilah yang menjadi titik temu
antara para fisikawan modern dan sufi187.

186
187

Abu Nashr As-Sarraj, Al-Luma, Surabaya, Risalah Gusti, 2002, hlm.53


Loc.Cit, hlm.35

Keparalelan antara tasawuf dengan fisika modern yang keduanya ada


titik temu diantaranya adalah mengenai masalah :
1. Alam Semesta
Fisika modern yang dipelopori oleh munculnya teori mekanika
kuantum dan teori relativitas Einstein telah merubah pandangan dan
pemikiran para fisikawan dalam menanggapi keberadaan alam semesta. Alam
semesta tidak lagi dipandang sebagai sebuah mesin raksasa yang berjalan
secara terpisah dengan materi-materi yang berada di dalamnya. Keberadaan
benda-benda di alam semesta saling terkait dan saling melengkapi, sehingga
bisa dikatakan bahwa dunia makrokosmos disifati oleh keseluruhan
mikrokosmos yang membentuk suatu sistem jaringan terkait yang tak
terpisahkan.
Keterkaitan ini menyebabkan alam semesta dalam bergerak selalu
mengikuti perubahan-perubahan atau pengaruh-pengaruh yang terjadi
diantara materi-materi mikrokosmos. Hal ini merupakan suatu penyatuan
yang dalam tasawuf disebut sebagai Al-Jamu yang berarti penyatuan antara
kehendak dan pencarian untuk mendapatkan apa yang dicari188, sehingga
seorang hamba yang telah menyatu dengan Tuhan dalam artian hamba itu
berakhlak dengan akhlak Tuhan sehingga dalam setiap gerak langkah
kehidupannya selalu mengikuti apa yang dikehendaki oleh Tuhan.
Partikel-partikel subatomik dipandang bukan sebagai materi namun
hanya merupakan entitas-entitas yang mempunyai sifat kecenderungan untuk
188

hlm.460

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus Salikin, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998,

ada karena hal itu dapat dideteksi dan dianalisis, terlebih lagi entitas-entitas
itu bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi yaitu dengan kecepatan
cahaya atau mendekati kecepatan itu, yang dalam tasawuf diketahui sebagai
eksistensi (keberadaan) yang absolut (mutlak) yaitu Tuhan yang dapat
diketahui karena emanasi-Nya yang termanifestasikan melalui sifat-sifat,
asma-asma Nya serta akhlak-akhlak yang terpancar dan muncul dalam diri
manusia, sehingga manusia dikatakan sebagai cermin yang memantulkan
cahaya sifat-sifat ketuhanan.
Partikerl-partikel subatomik yang selalu bergerak relatif dengan
kecepatan cahaya seperti yang dikatakan teori relativitas sehingga tidak
memungkinkan para fisikawan untuk menentukan posisi dan mengamati
bentuk ataupun warnanya, namun hanya mengetahui sifat-sifatnya dari efek
yang ditimbulkan oleh gerakannya memungkinkan untuk terjadinya
kedinamisan alam semesta, sebagaimana yang dikatakan dalam tasawuf
dengan mahw yang berarti segala yang ditutup dan disirnakan oleh Al-Haq
dengan hilangnya sifat-sifat kebiasaan, dan itsbat yang berarti segala hal yang
dinampakkan dan dijelaskan oleh Al-Haqq dengan menegakkan hukumhukum ibadat189 yang dalam firman Allah Subhaanahu Wa Ta'ala surat ArRaad ayat 39 yaitu :

189

hlm. 49

Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah, Surabaya, Risalah Gusti, 2001,

Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki) 190
Pada sudut pandang yang lain partikel-partikel subatomik adalah
suatu ekuivalensi antara energi dan materi sebagaimana yang dirumuskan
oleh Albert Einstein dengan E = m.c2. Energi hanya akan dapat dirasakan
menjadi massa apabila berada dalam keadaan bergerak dan tentu saja
gerakannya harus dengan kelajuan yang sangat tinggi ( cepat ) karena bila
bergerak lambat tidak akan dapat dirasakan efeknya dan pengukurannya
menjadi kurang akurat. Begitu juga dengan materi yang bila menumpahkan
massanya akan memancarkan radiasi atau energi yang akan terkuantisasi bila
bergerak dengan kelajuan yang tinggi, dan kelajuan ini setara dengan kelajuan
cahaya ( 3 x 108 m/s ) atau mendekati kelajuan itu. Dengan demikian partikelpartikel subatomik bisa disebut materi atau benda karena dapat dirasakan atau
diukur dalam gerakannya, namun demikian para fisikawan masih kesulitan
dalam menentukan posisi partikel-partikel subatomik dengan akurat.
Ekuivalensi antara massa dan energi ini ternyata terdapat keparalelan dengan
tasawuf, yang memandang hal ini sebagai fanadan baqa , dimana seorang
hamba yang mengalami fana yang berarti kepergian hati, pengasingannya
dari alam ini dan kebergantungannya kepada Zat Yang Maha Tinggi 191 akan
merasa bahwa dirinya sirna dalam lingkup Tuhan dan melebur menjadi suatu
kekuatan tunggal yang akan dapat melakukan penyaksian (musyahadah)
terhadap makhluq bersama Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dalam arti sirna
190

Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Semarang, CV. ALWAAH,


1995, hlm. 376
191
Loc.Cit, hlm. 453

dengan universalitas192. Apabila hamba kembali pada dirinya sendiri maka


pancaran Ilahi akan terlihat dalam sikap dan tingkah lakunya dengan
membawa akhlak yang mulia karena sifat-sifat kotornya telah sirna (fana)
sehingga tidak ada sedikitpun yang disaksikan, baik alam, kenyataan,
pengaruh, rumus atau penundaan, dan ia abadi bersama Al-Haqq193.
Terjadinya penyirnaan dan pemunculan dalam keabadian disisi Tuhan yang
absolut yang tak pernah sirna dan memiliki daya pemeliharaan yang sangat
dahsyat mempunyai arti dalam fisika modern, bahwa hamba diasumsikan
sebagai massa yang kokoh yang tersimpan di dalamnya sifat-sifat Rabbaniyah
sebagai energi yang tinggi yang akan terpancar dengan kuat dalam sikap dan
tingkah laku.
Ekuivalensi antara materi dan energi ini ternyata juga memunculkan
pandangan bahwa adanya suatu realitas kesadaran manusia mampu untuk
mempengaruhi bahkan menciptakan materi karena adanya konsep dualitas
gelombang partikel dari cahaya. Hal ini merupakan suatu realitas bahwa
manusia mampu membuat dan menempatkan dirinya sendiri ataupun materi
lain dalam dunia imajiner, dimana dalam tasawuf dikatakan sebagai ghaibah
yaitu keghaiban hati dari segala apa yang diketahui karena adanya faktor yang
datang padanya, sehingga perasaannya tersibukkan oleh keghaiban yang tiba
itu. Kemudian rasa itu dengan sendirinya menjadi ghaib karena faktor yang
tiba akibat mengingat pahala atau memikirkan ancaman dosa 194. Materi-

192
193

194

Loc.Cit, hlm. 36
Ibid, Loc.Cit
Ibid, hlm. 42

materi muncul menjadi realitas yang termanifestasikan dalam fisik yang


merasuki kesadaran manusia sehingga manusia dapat merubah realitas yang
ada.
Dualisme

cahaya

sebagai

gelombang

dan

partikel

telah

menyingkapkan alam semesta sebagai suatu realitas yang bersifat


komplementaris atau saling melengkapi antara pengamat dan yang diamati
sehingga seorang sufi mengalami penyaksian ( musyahadah ) menegasikan
dunia dan dirinya sendiri sebagai realitas yang terpisah. Ini merupakan
pengalaman mistik dalam penyatuan dengan Tuhan dimana memandang
realitas hanya satu.
2. Ruang Dan Waktu
Ruang dan waktu adalah suatu yang padu dimana seseorang yang
mengamati suatu peristiwa maka ia akan mempengaruhi peristiwa tersebut.
Kondisi semacam ini telah sering dirasakan oleh para sufi yang melakukan
perjalanan spiritual untuk mencapai tahapan marifat, dimana alam yang
dengan apa yang ada di dalamnya akan lenyap ketika bagian terkecil dari
awal apa yang muncul dari kekuasaan Keagungan-Nya, dan

bukti-bukti

fenomena alam yang menjadi saksi telah fana ( sirna ), indera dan
perasaanpun menjadi hilang195.
Ruang dan waktu membentuk keseluruhan yang terpadu dan bukan
merupakan entitas-entitas yang terpisahkan yang berisikan sebuah kontinum
empat dimensi dimana tidak ada aliran waktu universal sehingga pengamatpengamat yang menatap peristiwa-peristiwa dalam urutan waktu yang
195

Abu Nashr As-Sarraj, Al-Luma, Surabaya, Risalah Gusti, 2002, hlm. 74

berlainan akan bergantung pada posisi dan kecepatannya terhadap peristiwaperistiwa yang diamati tersebut karena menurut ahli hakekat waktu
merupakan wadah pembentukan secara temporal yang di dalamnya ada
peristiwa yang terbayangkan yang hasilnya dikaitkan dengan peristiwa yang
terjadi.
Menurut teori relativitas, ruang dan waktu dapat berubah dari sistem
inertial yang satu ke sistem inertial yang lain karena dipengaruhi oleh gerak
relatif sehingga dengan diagram kerucut cahaya waktu dibagi menjadi tiga,
yaitu masa depan, masa lalu, dan masa yang secara literer berada di luar
ruang dan waktu yang dalam perspektif sufi hal ini merupakan strata
perwujudan Ilahi melalui mana esensi Ilahi yang tidak tertembus
mengungkapkan dirinya sendiri yang memberikan kesaksian tentang Tuhan
yang absolut ( mutlak ).
Tidak ada yang disebut satu waktu di alam ini, yang ada ialah
sejumlah waktu yang menyebabkan transformasi di alam ini tidak sanggup
membuat persamaan waktu di seluruh penjuru alam sehingga sufi menyebut
dirinya sendiri sebagai putra waktu (Ibnu Al-Waqt) dimana ia memandang
tidak ada kemarin dan hari esok karena ia berada dalam kehadiran Tuhan
yang merupakan refleksi dari kesatuan, menjadikan dirinya masuk ke dalam
waktu sekarangnya Tuhan, yang berbarengan dengan keabadian Tuhan.

3. Penyatuan Dalam Keberagaman

Fenomena dalam fisika kuantum menunjukkan bahwa cahaya dapat


bersifat sebagai gelombang atau partikel, atau gelombang partikel.
Pengamat yang melakukan percobaan harus menentukan maksud dan jenis
alat-alat eksperimen yang digunakan serta tujuan akhir yang diinginkan. Hal
ini jelas bahwa pengamat mempengaruhi objek yang dimaksudkan sesuai
dengan maksud pengamatan yang dilakukan walaupun objek yang diamati
sama. Ini mengisyaratkan bahwa manusia ketika ia dzikir kepada Yang Haqq
di dalam hatinya, ia hadir dengan kalbunya bagaikan sebuah partikel diantara
sisi Tuhannya sebagai gelombang yang menjalar pada kawasan yang luas
dalam dimensi rasa terhadap perilaku dirinya. Realitas ini memperlihatkan
adanya keterkaian antara pengamat yaitu Tuhan dan yang diamati sebagai
objek yang akan berlaku sebagai sesuatu apa yang dikehendaki oleh Tuhan
terhadap hambanya ketika ia (hamba) bermuwajahah dengan-Nya sehingga
seorang hamba akan sampai pada marifat yang mengandung kutub objektif
yang berkaitan dengan transendensi dan kutub subjektif yang berkaitan
dengan imanensi; disatu pihak ada kebenaran ( haqq ) ketajaman Yang Esa
( Tauhid ) dan dipihak lain ada hati ( qalb ) atau persatuan-persatuan
dengan Yang Esa ( Ittihad )196.
Kesadaran yang dapat membentuk realitas yang pada hakekatnya
bersifat mental yang dalam mengamati atau menganalisanya menyebabkan
terjadinya gangguan pada realitas itu sendiri sebagaimana yang ditekankan
oleh fisika relativitas dimana ruang dan waktu akan saling terkait dengan
196

Frithjof Schuon, Prosesi Ritual Menyingkap Tabir Mencari Yang Inti, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2002, hlm. 178

posisi pengamat sehingga kesadaran akan memberikan pandangan atas


keadaannya sendiri, yang memberi pengertian bahwa Tuhan tidak berdiri
diluar alam ciptaan-Nya, melainkan dalam segala sesuatu yang ada hadir
karena daya pemeliharaan-Nya menyebabkan dunia terus menerus bergantung
pada Tuhan dan Tuhan abadi bersama materi yang menyebabkan terjadinya
hubungan interaksi satu sama lain bagaimanapun jauhnya jarak pisah.
Realitas ini berada diluar jangkauan waktu, energi, dan materi yang
masih ada efek kausal terhadap realitas material sebagaimana firman Allah
Subhaanahu Wa Ta'ala dalam surat Qaaf ayat 16 yang berbunyi :





















Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya197
.
BAB V
PENUTUP

F. A. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dalam pembahasan penulisan ini mengenai adanya nilai-nilai tasawuf dalam
fisika modern yang memperlihatkan adanya keparalelan pemikiran yaitu :

1. Nilai tasawuf dalam kemanunggalan memberikan pengertian bahwa


kekinian Tuhan merefleksikan keberadaan-Nya dalam aliran ruang
197

Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Semarang, CV. ALWAAH,


1995, hlm. 852

waktu, dimana tidak ada hari esok, ataupun kemarin, dan yang ada adalah
saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Tuhan yang tidak
terpengaruh dengan waktu memberikan pemahaman bahwa ruang dan
waktu di alam semesta sifatnya relatif dan terpadu, karena di alam
semesta tidak ada transformasi yang sanggup membuat persamaan waktu
di seluruh alam semesta.
2. Ruang dan waktu sepenuhnya ekuivalen yang digabungkan dalam
kontinum empat dimensi dimana tidak ada aliran waktu universal yang di
dalamnya terdapat interaksi-interaksi partikel yang meregang ke setiap
arah dimana setiap pengamat dapat mengalami fenomena-fenomena
hanya dalam proses pergantian antar bagian dalam ruang dan waktu
sehingga ukuran ruang dan waktu bersifat relatif karena dipengaruhi oleh
gerak relatif.
3. Adanya keparalelan atau kesejajaran antara pemikiran dalam tasawuf dan
fisika modern mengenai materi di dalam alam semesta memunculkan pola
pemikiran yang bercorak mistis sehingga menimbulkan nilai-nilai
pemikiran tasawuf dalam fisika modern mendorong manusia untuk selalu
berfikir dan berusaha menemukan kesejatian dan kesempurnaan melalui
tanda-tanda kemahaan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala yang terhampar di
alam semesta terutama dunia mikrokosmos atau materi dalam tingkatan
subatom yang menunjukkan bukti eksistensi mutlak Dzat Yang Maha
Hidup yang dapat diketahui melalui emanasi-Nya yang terpancar dalam

setiap makhluq terutama manusia dengan membawa sifat-sifat dan


akhlak-akhlak Tuhan.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian-uraian diatas tentang fisika modern dan tasawuf yang
dalam pemikirannya masing-masing dalam memandang alam semesta dan
fenomena yang terjadi di dalamnya terutama mengenai ruang dan waktu terdapat
keparalelan-keparalelan dimana nilai-nilai tasawuf masuk dalam pola pemikiran
fisika modern yang berusaha untuk merasionalkan segala sesuatu yang bersifat
mistis.
Keparalelan-keparalelan ini mengisyaratkan adanya integrasionalitas
antara ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia untuk menggali potensi
alam semesta dengan berbagai macam metode dengan agama (islam) yang
bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits, sehingga tercapai satu titik temu dimana
keduanya akan sampai pada satu permasalahan yang mengarah pada sesuatu yang
tunggal dan mutlak yang tak akan pernah sirna.
Integrasi ini tidak hanya membuat ilmu-ilmu agama sebagai filter
bagi ilmu pengetahuan agar berkembang tidak melenceng dari hukum-hukum
agama, sehingga dalam perkembangannya ilmu pengetahuan tidak membuat
kerusakan dimuka bumi, namun lebih jauh dari itu bahwa ilmu pengetahuan
terutama fisika modern dapat dijadikan sebagai suatu tafsir bagi kitab suci AlQuran untuk mengetahui hakekat tertinggi dalam kehidupan, yaitu
keberadaan mutlak Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Dunia dipandang sebagai

suatu

keseluruhan

yang

terpadu

yang

di

dalamnya

terdapat

kesalingtergantungan fundamental semua fenomena dan fakta.


C. Saran
Terjadinya keperalelan antara tasawuf dengan fisika modern, dimana
terdapat nilai-nilai tasawuf dalam fisika modern belum sepenuhnya menjelaskan
secara rinci pengaruh tasawuf dalam fisika modern, maka penulis memberikan
beberapa saran sebagai berikut :
1.

Dalam meninjau suatu ayat Al-Quran dan hadits yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan alam jangan hanya melihat bahwa ayat atau hadits itu sebagai dalil saja
tetapi kita harus benar-benar merenungi isi kandungan di dalamnya.

2.

Kaum muslimin dan muslimat terutama akademisi yang bergerak dalam


bidang ilmu pengetahuan alam (fisika) sebaiknya mampu untuk
mengintegrasikan fisika dalam kehidupan bermasyarakat maupun
kehidupan spiritual pribadinya, karena pandangan ilmu pengetahuan telah
bergeser dari dunia mekanistik ke dunia holistik.

3.

Perlu kiranya ada penelitian lanjutan untuk mengkaji lebih dalam


mengenai hubungan tasawuf dan fisika modern untuk lebih memantapkan
keyakinan dalam mencapai hakekat tertinggi dalam kehidupan dan lebih
mengetahui secara mendalam mengenai keintegralan ilmu pengetahuan
dan ilmu-ilmu keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai