Pengertian
Pengertian Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) merupakan perbesaran
atau hipertrofi pada prostat. Banyak klien yang berusia diatas 50 tahun
mengalami perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi urifisium
uretra (Fillingham and Douglas, 2000). Selain itu, BPH juga merupakan
kondisi patologis yang paling umum untuk pria lansia.
2. Manifestasi klinis
Berdasarkan Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAIU), tanda dan gejala BPH
dibagi menjadi dua yang meliputi gejala obstruktif dan iritatif, yakni:
a. Gejala Obstruktif
disertai mengejan
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing saat BAK
Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir BAK
Pancaran lemah yakni kelemahan kekuaran dan kaliber pancaran
detrusor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra
Rasa tidak puas saat berkemih
b. Gejala iritasi
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
Frekuensi yaitu BAK lebih sering dari biasanya
Disuria yaitu nyeri pada saat BAK Kumpulan gejala tersebut dikenal
dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)
3. Etiologi
Penyebab dari perbesaran kelenjar prostat tidak diketahui secara pasti.
Namun, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perbesaran kelenjar
prostat, diantaranya:
stroma.
Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal growth factor atau
fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor
beta menyebabkan pembesaran atau hiperplasia pada stroma dan
epitel.
Berkurangnya sel yang mati Prostat berada dalam keadaan
seimbang antara sel yang tumbuh dan mati. Namun, peningkatan
estrogen yang menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
4. Faktor resiko
pada
klien
yang
memiliki
masalah
obesitas,
2005)
Aktivitas seksual Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat akan
mengalami
peningkatan
tekanan
darah
sebelum
terjadi
dengan
bukan
perokok.
Rokok
sendiri
dengan
peningkatan
konsentrasi
Edward., 2005)
Kebiasaan minum-minuman beureuralkohol Minum-minuman
beralkohol
dapat
meningkatkan
risiko
terjadinya
BPH
5. Pemeriksaan penunjang
Urinalisis
Pemeriksaan
urinalisis
dapat
menunjukkan
adanya
untuk
memeriksakan
diri
dan
memberitahukan
mengenai
mencegah
formasi
dan
retensi
clot
sehubungan
dengan
dapat
menimbulkan
masalah.
Penjelasan
dengan
jantung
Spesimen darah
Persediaan dua unit kantong darah
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan urin midstream
obat
antispasmodik
seperti
oxybutynin
atau
propantheline bromide.
e. Konstipasi akibat pembatasan mobilisasi
Klien sudah mulai beraktivitas secara bertahap sehari setelah
operasi. Namum, konstipasi dapat menjadi masalah karena klien
takut untuk beraktivitas karena kateter yang masih terpasang.
Oleh karena itu, diet tinggi serat harus diberikan atau jika intake
klien sulit mungkin obat supositouria dapat diberikan.
f. Pelepasan kateter
Ketika kateter dilepas, klien akan mengalami kesulitasn untuk
mengosongkan kandung kemih dan menyebabkan terjadinya
retensi urin. Sebagian besar klien mengalami peningkatan
dan
catat
waktu
dan
jumlah
tiap
berkemih. 5).
3000
ml
sehari,
dalam
toleransi
jantung,
bila
: 1).
Melaporkan
nyeri
hilang
atau
Risiko
tinggi
terhadap
kekurangan
volume
cairan
evaluasi
: 1).
Mempertahankan
hidrasi
adekuat
dibuktikan oleh tanda vital stabil. 2). Nadi perifer teraba. 3).
Pengisian kapiler baik. 4). Membran mukosa lembab.
Intervensi : 1). Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila
diindikasikan. 2). Dorong peningkatan pemasukan oral. 3). Awasi
TD, nadi dengan sering. 4). Tingkatkan tirah baring dengan kepala
tinggi. 5). Awasi elektrolit, khususnya natrium. 6). Kolaborasi
dengan pemberian cairan IV sesuai kebutuhan.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan: kemungkinan prosedur bedah/malignansi.
Tujuan
Kriteria evaluasi
ansitas
pada
berkurang
tingkat
yang
dapat
diatasi. 2).
Intervensi
klien
untuk
mengungkapkan
masalah
yang
Potensial
terhadap
infeksi
berhubungan
dengan
atau
kandung
kemih
terhadap
distensi. 6). Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran
kemih. 7). Gunakan teknik cuci tangan yang baik.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan
pengobatan
berhubungan
dengan
kurang
informasi.
Tujuan
Intervensi
prognosis
pembatasan
kegiatan
seperti
menghindari
berdiri,
mengangkat,
dan
menggunakan
sepatu
berhubungan dengan
pertahankan
sistem
drainase
gravitasi
tertutup. 4).
Disfungsional
seksual
yang
berhubungan
dengan
Beberapa komplikasi mungkin terjadi pada klien BPH yang telah menjalani
prosedur pembedahan, baik prostatektomi maupun TURP. Berikut
beberpa komplikasi yang mungkin terjadi (Fillingham and Douglas, 2000) :
a. Inkontinensia Satu persen klien yang menjalani operasi prostatektomi
mengalami inkontinensia dalam jangka waktu yang lama.
b. Striktur Striktur uretra dapat terjadi sepanjang prosedur operasi.
c. Impotensi TURP yang diikuti terjadinya impotensi dilaporkan terjadi
antara 4% dan 30% (Tanagho and McAnicnh, 1992).
d. Hemoragi Perdarahan post operatif terjadi hampir pada 4% klien post
operatif. Perdarahan berulang dapat saja terjadi yang menyebabkan klien
harus kembali ke rumah sakit.
e. Kematian Secara keseluruhan, kematian akibat TURP kurang dari1%
dan biasanya terjadi akibat permasalahan kardiovaskular atau komplikasi
pernafasan. Namun, risiko kematian juga dapat ditimbulkan jika terjadi
sindroma TUR dan tidak segera dilakukan penanganan secara tepat.
9. Patofisiologi
DAFTAR PUSTAKA