Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan sebuah gangguan kecemasan di
mana orang memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang, perasaan, ide,
sensasi (obsesi) atau tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan
sesuatu (kompulsif).
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang mendesak
ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat
kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai
fantasi aneh dan menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang
disayangi. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak
dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif
mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa
berulang kali memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati atau
menelepon orang yang dicintai untuk memastikan keselamatannya.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Gangguan obsesif-kompulsif
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Gangguan obsesif-kompulsif
3. Untuk mengetahui etiologi dari Gangguan obsesif-kompulsif
4. Untuk mengetahui gejala klinis dari Gangguan obsesif-kompulsif
5. Untuk mengetahui cara mendiagnosis dari Gangguan obsesif-kompulsif
6. Untuk mengetahui terapi dari Gangguan obsesif-kompulsif
7. Untuk mengetahui prognosis dari Gangguan obsesif-kompulsif

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangguan obsesif-kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana
penelitian moderen telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Pada

awal tahun 1980-an gangguan obsesif-kompulsif dianggap sebagai gangguan


yang jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Sekarang diketahui bahwa
gangguan obsesif-kompulsif adalah sering ditemukan dan sangat responsif
terhadap terapi.
Suatu obsesi adalah pikiran,

perasaan, ide, atau sensasi yang

mengganggu

(intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan
dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi
meningkatkan

kecemasan

seseorang

sedangkan

melakukan

kompulsi

menurunkan kecemasan seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk


melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan
gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan
merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesifkompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan
karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara
bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang
biasanya atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita memiliki resiko
sama. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesifkompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik
psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai
diagnosis psikiatrik tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan
zat, dan gangguan depresif berat. Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan
Afrika telah menegakkan angka tersebut melewati ikatan kultural.
Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi
untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun
walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata sekitar

usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara


keseluruhan, kira-kira duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia
25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35
tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa
anak-anak pada beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup
sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang
yang menikah, walaupun temuan tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan
yang

di

miliki

pasien

dengan

gangguan

obsesif-kompulsif

dalam

mempertahankan suatu hubungan. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih


jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih walaupun
tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar
variasi tersebut ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras.
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan
untuk fobia sosial adalah 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol,
fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang
yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat
berhati-hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan
hanya menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan
banyak permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin,
pendiam, dan tidak ramah.
2.3 Etiologi
a. Faktor Biologis
- Neurotransmiter
Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di
dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data

menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat


yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin
terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas
pada saat ini. Penelitian klinis telah mengukur konsentrasi metabolit
serotonin sebagai contohnya, 5-hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA) di
dalam cairan serebrospinal dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan
trombosit pada pemberian imipramine(yang berikatan dengan tempat
ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan
pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Beberapa penelitian telah mengatakan bahwa sistem neurotransmiter
kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif
-

adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa depan.


Penelitian pencitraan otak
Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh PET
(positron emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas
(sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia
basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran
kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Baik penelitian pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten
dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan
singulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian MRI baru-baru ini

melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks frontalis.


Genetika
Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian
yang

lebih

tinggi

secara

bermakna

pada

kembar

monozigotik

dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien

gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak


saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
-

menderita gangguan.
Data biologis lainnya
Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG) tid
ur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang
menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan
obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih
tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan obsesifkompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip
dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi
REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin juga telah
menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif, seperti
nonsupresi pada dexamethasone-suppression test pada kira-kira sepertiga
pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus clonidine
(catapres).

b.

Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya
dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan
kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli
yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan.
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan
pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan
kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi

menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang


dipelajari.
c.

Faktor Psikososial
Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif

adalah

berbeda

dari

gangguan

kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesifkompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian,
sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk
perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai
35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional
-

pramorbid.
Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis
utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter
obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan
reaksi.
1. Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari
afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi,
afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari
komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi
berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya
terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang
tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya.
2. Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat
lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan
menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.
Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi
defensif

yang

ditujukan

untuk

menurunkan

kecemasan

dan

mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh


isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah
mekanisme

meruntuhkan

(undoing).

Seperti

yang

disebutkan

sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang


dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat
yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan.
3. Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi
dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah
sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.
4. Faktor psikodinamik lainnya
Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan

obsesif-kompulsif

dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi


dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan
tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang
penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium
emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase
anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang
sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan
kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan
agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau
dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian,
psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada
gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan
dengan fase perkembangan anal-sadistik.
5. Ambivalensi

Ambivalensi

adalah

akibat

langsung

dari

perubahan

dalam

karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada
anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak
merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi
yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku
melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan
yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.
6. Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,
ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi
oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran
kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan
peristiwa

di

dunia

luar

terjadi

tanpa

tindakan

fisik

yang

menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang


peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu
pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesifkompulsif.
2.4 Gejala Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi
sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai
suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.

4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anakanak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan
berubah dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki
empat pola gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu
obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif
terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali
sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien
mungkin secara terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci
tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena
takut akan kuman. Walaupun kecemasan adaloah respon emosional yang paling
sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga
sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa
kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh kontak
ringan.
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan
yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti
lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut
mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeiksa
kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional,
saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu.
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan pikiran semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya

berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh
pasien.
Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya.
Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah sering pada pasien obsesifkompulsif. Trichotillomania (menarik rambut kompulsif) dan menggigit kuku
mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesifkompulsif.
Terdapat juga beberapa gangguan yang biasa merupakan bagian merupakan
bagian dari atau dengan kuat dihubungkan dengan spectrum GOK (gangguan
gangguan obsesif-kompulsif)
1. Gangguan dismorfik tubuh (body Dysmorphic Disorder)
Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka buruk
rupa atau bagian tubuh mereka berbentuk tidak normal.
2. Trikhotilomania
Orang dengan Trikhotilomania terus menerus mencabuti rambut mereka
sehingga timbul daerah-daerah botak.
3. sindrom Tourettes
Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan cepat, tik dan
ucapan kata-kata kotor yang tak terkontrol.
2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai
intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.

b. Pikiran,

impuls,

atau

bayangan-bayangan

tidak

semata-mata

kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.


c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan
pikiran atau tindakan lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan
dari luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak
a. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas,
menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau
secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi
pekerjaan (atau akademik) atau aktivitas atau hubungan sosial yang
biasanya.
b. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,

permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik


tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan
penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius
jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau
fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika
terdapat gangguan depresif berat).
c. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika selama sebagian besar waktu selama
episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi
adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud di atas.
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi.

penderita

gangguan

obsesif

kompulsif

seringkali

juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi


berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode
depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat

atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel


dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan
tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih
dahulu. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila
tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut
timbul. Bila dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik
menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan
menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat
gejala yang lain menghilang.
5. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls
(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress)
F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik
1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu
situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian
dan keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap
bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan
tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif
untuk menghindari bahaya tersebut.

2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai


beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.
F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik
1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran
obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana
kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang
demikian.
2. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan
dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang
berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif
terhadap terapi perilaku.
F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT
2.6 Terapi
Farmakoterapi
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.
b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami
gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
a. Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri
individu sendiri;
b. Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);

c. Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau


impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau ansietas);
d. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan/dielakkan oleh penderita;
2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
menggangu aktivitas sehari-hari (disability)
Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi
seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan
masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya
penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan
yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy).
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap
dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek
samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik,
obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual
dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.
SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan,
nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat
ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadangkadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif.

Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,
banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat
digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor
monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine (Nardil).
Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai
terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat
dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku
utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan
respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan
pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya
untuk mendapatkan perbaikan.

Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk
pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai
derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian
sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang
profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk
berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan
menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan
obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk
merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan

menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat


yang dapat ditoleransi.
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku
pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota
keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat
tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.
Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan,
dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan
pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa
pasien.

Cognitive Behavior Therapy


Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan ObsesifKompulsif. Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang
umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah
exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia
memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa
dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika
klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata
sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu dalam
mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain berupa
terapi kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon
pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif.

2.7 Prognosis
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik dengan perode
dari gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami
peningkatan. Penderita gangguan ini tidak biasanya sembuh sempurna atau bebas
dari gejala. Walaupun demikian dengan pengobatan, banyak orang yang

mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut berupa gejala yang berbeda seperti cara
merealisasikan suatu obsesif yang berbeda. Diagnosis awal dan terapi yang
dilakukan secepatnya akan memberikan hasil yang lebih baik di mana penekanan
onset usia dini adalah hal yang patut untuk segera didiagnosis. Selain itu, mereka
yang bergerak di bidang kesehatan mesti memahami perbedaan antara gangguan
obsesif-kompulsif dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang mana
untuk jenis gangguan kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu
umur di atas 20 tahun sedangkan untuk gangguan obsesif kompulsif biasanya
dimulai pada usia anak-anak.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan obsesifkompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti,
gejalagejala obsesif atau tindakan kompulsif atau keduaduanya harus ada
hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturutturut. Beberapa
faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif diantaranya
adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika, faktor
perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor
psikodinamika.

Ada

beberapa

terapi

yang

bisa

dilakukan

untuk

penatalaksanaan gangguan obsesifkompulsif antara lain terapi farmakologi


(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak
bisa sembuh sempurna. Dengan pengobatan bisa memberikan pengurangan
gejala.

DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis WF, Maramis AA. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:
2.

Airlangga University.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Erlangga

3.

Katona C, Cooper C, Robertson M. 2012. At a Glance Psikiatri. Jakarta:


Erlangga
Tomb DA. 2004. Buku Saku Psikiatri (Psychiatry). Yogyakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC


4. Maslim R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya
5. Maslim R.2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
UNIKA Atmajaya

Anda mungkin juga menyukai