TB Pulmo PDF
TB Pulmo PDF
KONSEP DASAR
A. TBC Paru
1. Pengertian
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberkulosis merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah (Price, 2001).
Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih
95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax
harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosis dari
kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk
menemukannya.
2. Klasifikasi TBC
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi (Mansjoer,
2000) :
a. Tuberkulosis Paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
10
11
Umumnya
penderita
tersebut
kembali
dengan
hasil
12
13
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini
akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah
yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang
telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini,
banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya
kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai
tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya
tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan
faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak
diri, basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan pembuluh darah ke
area paru lain dan bagian tubuh lainnya. Sistem imun tubuh berespon
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri,
limfosit specifik tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga
mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan
bronkopnemonia.
14
15
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa secara klinik (Corwin, 2001). .
a. Gejala sistemik/umum
1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
16
17
18
c. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat,
minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa
sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian
imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
oleh basil tuberkulosis virulen.
7. Pengobatan TB Paru
Pengobatan tuberculosis berdasarkan panduan OAT dan terdiri dari
faseintensif dan fase lanjutan (Crofton, 2005) adalah :
a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita baru TBC paru BTA positif
2) Penderita TBC paru BTA positif rontgen positif yang sakit berat
3) Penderita TBC ekstra paru berat
b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita kambuh (relaps)
2) Penderita gagal (failure)
3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
c. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita baru BTA positif dan rontgen positif sakit ringan
19
20
c. Kontak
Makin erat kontak dalam waktu lama makan akan semakin besar
resiko tertular.
d. Kondisi Lingkungan
TB Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis yang penyebarannya dapat melalui udara sehingga
kondisi lingkungan yang buruk merupakan salah satu faktor yang
dapat mempercepat penularan TB Paru, selain itu disebabkan pula
oleh kondisi sosio ekonomi, kepadatan jumlah penduduk serta kondisi
gizi yang buruk.
9. Komplikasi
Komplikasi penderita TB paru menurut Smeltzer & Bare (2001) adalah :
a. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.
10. Pencegahan TB paru
Menurut Mansjoer (2000) pencegahan TB Paru meliputi :
a. Menghentikan kebiasaan meludah disembarang tempat
b. Bila batuk / bersin mulut ditutup dengan tissue / sapu tangan
c. Membakar tissue selekas mungkin setelah digunakan
d. Menghindari kerumunan orang banyak / padat
21
j.
Hidup sehat : makan makanan, istirahat yang cukup, olah raga teratur,
hindari rokok, alkohol, hindari stress.
B. Epidemiologi TB Paru
Menurut Bustan (2002), model segitiga epidemiologi menggambarkan
interaksi tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan
lingkungan
(Environment). Untuk
memprediksi penyakit,
model ini
22
terutama
menyerang
laki-laki.
Jumlah
23
pendidikan
seseorang
akan
mempengaruhi
terhadap
24
e. Kebiasaan Merokok
Menurut Aditama (2002), perilaku merokok adalah aktivitas
menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau
rokok. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul
karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis,
seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan
faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh
teman sebaya).
Seseorang yang dikatakan perokok berat adalah bila
mengkonsumsi rokok lebih dari 21 batang perhari dan selang
merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Perokok sedang
menghabiskan 11-21 batang dan perokok ringan menghabiskan rokok
kurang dari 10 batang (Aditama, 2002).
Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru
yang bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronchitis dan empisema.
Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya.
Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab
asap rokok akan lebih menyempitkan saluran pernafasan. Selain itu
efek merugikan dari merokok dapat timbul pada masa remaja. Efek
merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap
batuk kronis, produksi dahak dan serak (Sitepoe, 2000).
Merokok
diketahui
mempunyai
hubungan
dengan
25
tidak
memenuhi
syarat
kesehatan
sehingga
akan
26
suhu
27
28
rumah
akan
mempermudah
berkembangbiaknya
29
temperatur.
pergerakan
udara
Ventilasi
bebas
(angin),
alam
ini
temperatur
mengandalkan
udara
dan
30
31
32
33
juga
cahaya
alamiah
juga
diusahakan
dengan
genteng
kaca
(Notoatmodjo, 2003).
2) Cahaya Buatan
Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber
cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik,
api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari
terangnya sumber cahaya (brightness of the source). Pencahayaan
buatan bisa terjadi dengan 3 cara, yaitu direct, indirect, semi direct
atau general diffusing. Secara umum pengukuran pencahayaan
terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan lux meter,
yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi < 84
cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan
bila < 50 lux atau > 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila
pencahayaan rumah antara 50-300 lux.
Menurut Notoatmodjo (2003), cahaya matahari mempunyai
sifat membunuh bakteri, terutama kuman mycobacterium tuberculosa.
Kuman tuberkulosa hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung.
Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat
berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis. Kuman
tuberkulosis
dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa
sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanua, dan mati bila terkena
sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Kuman
34
umum
penilaian
kepadatan
penghuni
dengan
35
tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas
lantai dengan jumlah penghuni 8 m/orang (Lubis, 2002).
Kepadatan
rumah
tinggal
akan
36
C. Kerangka Teori
Host, Agent, dan Lingkungan merupakan faktor penentu yang saling
berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik periode
Prepatogenesis maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan
dalam Bagan Segitiga Epidemiologi TBC.
Host:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. Kebiasaan merokok
f. Status Ekonomi
Agent :
Mycobacterium tuberculosis
Environment :
a. Kelembaban udara
b. Ventilasi rumah
c. Suhu rumah
d. Pencahayaan rumah
e. Kepadatan penghuni
rumah
37
D. Kerangka Konsep
Karakteristik individu
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. Kebiasaan merokok
f. Sosial ekonomi
TBC Paru
Lingkungan
a. Kepadatan hunian
b. Ventilasi
c. Pencahayaan
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik individu,
sosial ekonomi dan karakteristik lingkungan.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kejadian TBC Paru.
38
F. Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesa penelitian adalah jawaban
sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenaranya akan
dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Hipotesis Mayor : Ada hubungan karakteristik individu dengan kejadian
TBC paru yang berkunjung di Puskesmas Bandarharjo Semarang.
Hipotesis minor :
a. Ada hubungan umur dengan kejadian TBC paru yang berkunjung di
Puskesmas Bandarharjo Semarang.
b. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian TBC paru yang
berkunjung di Puskesmas Bandarharjo Semarang
c. Ada hubungan pendidikan dengan kejadian TBC paru yang
berkunjung di Puskesmas Bandarharjo Semarang
d. Ada hubungan pekerjaan dengan kejadian TBC paru yang berkunjung
di Puskesmas Bandarharjo Semarang
e. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian TBC paru yang
berkunjung di Puskesmas Bandarharjo Semarang
f. Ada hubungan sosial ekonomi dengan kejadian TBC paru yang
berkunjung di Puskesmas Bandarharjo Semarang.
2. Hipotesis Mayor : Ada hubungan lingkungan dengan kejadian TBC paru
yang berkunjung di Puskesmas Bandarharjo Semarang.
Hipotesis minor :
39