Anda di halaman 1dari 7

DOSEN

MATA KULIAH

: Prof. Dr. Ridwan Amiruddin


: EPIDEMIOLOGI LANJUT

DESKRIPTIF EPIDEMIOLOGI PADA


EPIDEMIOLOGI KLINIS

DISUSUN OLEH:
NURRAHMA SRI FITAYANI

P1803216008

KONSENTRASI GIZI
PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

Kita hidup di era obat berbasis bukti dimana orang-orang percaya


cenderung mengabaikan apapun kecuali percobaan klinis secara acak bahkan
ketika menilai dampak dari prosedur atau intervensi. Namun ada beberapa
kelemahan dari randomize clinical trials (RCTs), misalnya kemampuan untuk
menilai dampak jangka panjang dan dampak yang jarang terjadi.
Epidemiologi deskriptif terkadang bisa digunakan dengan tujuan ntuk
menilai seluas apa dampak dari intervensi, terutama efek jangka panjang dan
dampaknya. Namun pendekatan tersebut bukannya tanpa masalah, dan kehatihatian harus digunakan ketika perubahan kecil dalam perkiraan hubungan
digunakan untuk menduga hubungan sebab akibat. Sebagai contoh, sedikit
penurunan angka kematian akibat kanker prostat pada beberapa populasi selama
abad ke-21, terutama di Amerika Serikat telah digunakan untuk menjual pesan
bahwa skrening prostate-specific antigen (PSA) atau strategi terapi baru harus
memiliki efek yang bermanfaat. Adanya pertumbuhan yang lambat pada kanker
prostat yang tidak akan memproduksi atau hanya gejala klinis ringan pada masa
hidup alami, dikombinasikan dengan perbedaan sepanjang waktu dalam intensif
diagnosis, serta perubahan dalam cara pelaporan yang mendasari penyebab
kematian, dapat paling tidak sebagiannya menjelaskan tren tersebut. Kanker
prostat adalah mungkin yang paling tidak sesuai dari semua bentuk kanker untuk
menilai dampak dari intervensi baru berdasarkan perubahan kejadian. Ini menjadi
bukti jika membandingkan dengan kecenderungan sementara pada kejadian dan
kematian pada kanker prostat antara Swedia dan Norwegia, dua populasi dengan
akar etnis dan gaya hidup yang sangat mirip. Terdapat insiden 50% lebih tinggi
pada kanker prostat serta angka kematian kanker prostat di Swedia dibandingkan
dengan di Norwegia.
Ini mungkin mencermikan perbedaan dalam intensitas diagnosis berkaitan
dengan insiden atau kejadian, tetapi juga dapat mempengaruhi angka kematian
penyebab spesifik. Sulit untuk membedakan antara kematian akibat kanker prostat
dan kematian dengan kanker prostat.
Terdapat kegunaan yang baik dari data epidemologi deskriptif untuk
mengevaluasi intervensi. Berikut tiga contoh berbeda yang menggambarkan
bahwa; yang pertama adalah berurusan dengan rekomendasi yang diberikan

kepada masyarakat umum, yang kedua adalah skrening, dan perubahan yang
ketiga adalah perawatan dari waktu ke waktu.
Sindrom Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death Syndrome)
SIDS didefinisikan sebagai kematian tidak terduga secara mendadak pada bayi
yang berusia kurang dari satu tahun, dimana keadaan kematian tidak berhasil
memberikan penjelasan alternatif yang cukup. Sebagian besar kematian SIDS
terjadi dalam 8 bulan pertama kehidupan, biasanya sekitar 3-4 bulan. Sampai
tahun 1990-an ibu muda, laki-laki, dan/atau kelahiran bayi dengan berat badan
rendah, dan ibu yang merokok telah didefinisikan sebagai faktor resiko SIDS dan
kejadian tersebut sekitar 2-3 per 1.000 kelahiran hidup. Studi selama akhir 1990an dan awal 1980-an dari New Zealand menunjukkan bahwa tidur dalam posisi
telentang merupakan faktor resiko independen yang kemudian menyebabkan
munculnya rekomendasi kepada seluruh orang tua di dunia bahwa membiarkan
anak-anak mereka tidur dengan posisi telentang, seperti yang digambarkan oleh,
misalnya pada kampanye Back to Sleep di Inggris tahun 1991. Insiden SIDS
kemudian menurun secara dramatis selama beberapa tahun ke depan.

Gambar 1 Postneonatal sindrom kematian bayi mendadak (SIDS) di USA


dan negara pilihan lainnya, 1985-1992. Angka ini dihitung sebagai jumlah
kematian SIDS, <27 hari dan <1 tahun per 1.000 kelahiran hidup. Pada
tahun 1992, SIDS bersifat sementara

Penurunan ini pada kejadian dengan penurunan 75% di banyak populasi


yang berbeda terjadi disekitar waktu yang sama dengan rekomendasi baru yang
menunjukkan hubungan sebab akibat, terutama karena perubahan kebiasaan
merokok, frekuensi kelahiran prematur, dan prosedur diagnostik tidak berubah
lebih sedikit selama periode waktu yang relatif singkat.
Skrining Sitologi untuk Kanker Leher Rahim (Cervix Cancer)
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling umum pada wanita,
terutama pada negara berkembang, dan merupakan penyebab utama kematian dini
pada wanita setengah baya dan wanita yang lebih tua. Pengenalan skrining Pap
Smear pada akhir 1960-an itu dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas kanker serviks. Skrining akan menyebabkan deteksi dan penghapusan
pra-keganasan (kanker secara in situ) lesi dengan prosedur bedah sederhana,
sehingga mengurangi, baik insiden dan kematian kanker ini. Data epidemiologi
deskriptif untuk mengevaluasi program-program ini. Data dari Swedia misalnya,
menunjukkan penurunan kejadian kanker sel skuamosa serviks yang dimulai pada
akhir tahun 1960 diikuti oleh penurunan mortalitas pada kanker serviks 5 tahun
kemudian, namun terjadi peningkatan kejadian kanker secara in situ.

Gambar 2 Insiden kanker serviks

Temuan ini menunjang efek yang menguntungkan bagi program ini.


Namun, ada perubahan lain yang bisa menjelaskan tren ini, seperti perubahan
kebiasaan merokok, pendidikan seksual, akses yang lebih baik ke perawatan
kesehatan. Untuk dapat lebih mengevaluasi program skrining data kejadian dapat
di bentuk dengan mempertimbangkan baik itu kelompok kelahiran dan efek
periode waktu (efek yang berkaitan dengan apa yang terjadi selama waktu
kelahiran atau dalam tindak lanjut sesuai waktu kalender). Karena prosedur
skrining, di Swedia seperti negara-negara lain, terutama ditujukan untuk
perempuan yang lebih muda ketika diperlihatkan atau diperkenalkan pada akhir
tahun 1960, diharapkan dapat menunjukkan penurunan pada kelompok kelahiran
yang ditawarkan skrining yang terlihat dalam Gambar 3.

Gambar 3 Perubahan kejadian kanker serviks menurut umur dalam


periode waktu yang berbeda
Perubahan pada Pengobatan Juveline Diabetes
Pengobatan dengan insulin pada diabetes yang dialami remaja diperkenalkan pada
akhir tahun 1920 dan diabetes nefropati muncul sebagai komplikasi jangka
panjang untuk pasien penderita penyakit ini. Hampir 50% menderita nefropati
pada umur 20 tahun setelah memulai pengobatan. Pada akhir 1960-an perubahan
substansial dalam pengobatan diabetes pada remaja diperkenalkan. Sampai saat
itu resimen insulin standar yang terdiri dari dosis pagi tunggal dengan insulin
berkelanjutan (long-acting) adalah norma, kadang-kadang dikombinasikan dengan

insulin short-acting. Pada tahun 1970-an terapi yang lebih agresif menjadi norma
dengan beberapa dosis, dimana meningkat lebih lanjut pada tahun 1980. Selama
periode yang sama program pendidikan serta sarana untuk pemantauan diri
ditambahkan tapi apakah strategi baru ini memiliki dampak jangka panjang yang
merugikan bagi penderita diabetes pada remaja?

Gambar 4 Kumulatif insisden persisten albuminuria pada pasien


diabetes sesuai durasi waktu diabetes dan kalender untuk mendiagnosa
Dalam sebuah penelitian yang terdiri dari hanya 213 pasien di daerah yang
ditetapkan di Swedia, semua individu dengan juvenile diabetes terdiagnosa
sebelum usia 15 tahun, teridentifikasi pada tahun 1971 sampai 1980. Melalui
catatan pasien, para peneliti mampu menilai adanya persisten albuminuria, prestage nefropati, pada semua pasien (Gambar 4).
Gambar 4 menunujukkan sebuah peningkatan substansial dari waktu ke
waktu menunjukkan bahwa treatments (perawatan) yang agresif mungkin
dikombinasikan dengan perawatan diri yang lebih menurunkan persisten
albuminuria.
Ketiga contoh berfungsi untuk menggambarkan bahwa dalam kasus yang
dipilih dengan baik dilakukan penelitian epidemiologi deskriptif dapat digunakan

untuk mengevaluasi intervensi baru, terutama efek jangka panjang dan terjadinya
peristiwa langka seperti SIDS.

Anda mungkin juga menyukai