PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 jumlah penduduk lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar
7,28 % dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34 % (BPS, 1992).Bahkan data Biro
sensus Amerika serikat memperkirakan Indonesia akan mengalami
pertambahan
warga lanjut usia seluruh dunia pada tahun 1990 -2025 , yaitu sebesar 414 %(kinsella
dan Tauber,1993).
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan
tingkat pekembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup
penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang Indonesia akan dapat mencapai 70
tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai mendapat perhatian
dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap
berhasilnya pembangunan yaitu bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya
jumlah lansia di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut makin
panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan
selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu
diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia
lanjut yang karena kondisi fisik dan / atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk
berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dan
pemerintah dan masyarakat (GBHN,1993).
ingin bekerja terus. Dinyatakan bahwa diantara pekerja pekerja usia 55 tahun keatas
yang mempunyai penghasilan berkecupan, keinginan untuk segera pensiun
berbanding terbalik dengan variasi, otonomi, dan tanggung jawab yang terkait dengan
pekerjaannya.
Terdapat pernyataan mengatakan bahwa kelompok orang lanjut usia adalah
sewaktu seseorang mulai menerima manfaat pensiunnya. Pada saat ini, Pertumbuhan
Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB) tidak ada mengeluarkan apa-apa standar kriteria untuk
menentukan umur yang jelas untuk lanjut usia, tetapi PBB juga mengatakan umur 60
tahun ke atas adalah merujuk kepada orang lanjut usia (WHO, 2010).
Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai keemasan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan
waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia kemunduran yaitu ada yang
menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun.
World Health Organization (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lanjut usia (WHO, 2010).
Undang-Undang
Dasar
1945
pasal
34
telah
mengamanatkan,
Berdasarkan paparan di atas tentang realita yang terjadi tentang panti jompo
maka membuat saya tertarik
membuat skripsi
1. Manfaat Akademik
Untuk mengetahui gambaran kehidupan para lansia di Panti Sosial Tresnha
Werdha Gau Mabaji Gowa.
Penelitian ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi akademik
pada jenjang srata satu (S1) pada jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan bagi para peneliti
selanjutnya yang akan mengangkat tema yang serupa dengan penelitian
yang akan kami laksanakan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini mampu memberikan masukan kepada semua pihak baik
masyarakat maupun pemerintah terkait dengan peranan mereka dalam
melihat panti tresnha werdha gau mabaji gowa sebagai suatu realitas sosial
yang perlu diperhatikan demi perbaikan kondisi mereka di masa yang akan
datang.
Peneliti berharap hasil penelitian ini mampu menjadi pertimbangan bagi
pihak yang terkait untuk menyusun sebuah regulasi terkait dengan
kehidupan lansia di Sulawesi-Selatan.
E. Kerangka Konseptual
Gambaran sekilas tentang kajian fenomenologis kehidupan lansia dapat
diuraikan sebagai berikut :
Peran dan kedudukan lansia dalam keluarga dan masyarakat sangat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh keluarga dan masyarakat.Keluarga sebagai
perantara sosial terkecil dalam masyarakat,terbentuk karena adanya perkawinan.
Perkawinan sesungguhnya merupakan transaksi yang sah antara laki-laki&perempuan
yang mengukuhkan hak mereka yang tetap untuk berhubungan seks satu sama
lain,yang mengukuhkan bahwa perempuan sudah siap dan memenuhi syarat untuk
melahirkan anak.
Sementara rumah perawatan untuk orang tua yang lansia dapat setup
diinginkan untuk keluarga tradisional, mungkin datang suatu saat sebuah panti jompo
akan menjadi pilihan yang lebih baik. Panti jompo menyediakan perawatan ahli,
fasilitas memadai dan round-the-clock pemantauan yang akan membuat hidup untuk
kedua orang tua dan keluarga lebih mudah. Berikut adalah cara untuk menentukan
kapan orang tua membutuhkan panti jompo. Tempat dimana tempat berkumpulnya
orang orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak
keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh
pemerintah maupun pihak swasta.
Hal yang telah diuraikan di atas, merupakan kewajiban Negara untuk menjaga
dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam UU No.12
Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM). Pengertian lanjut
usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60 tahun dan masih hidup.
Sedangkan panti jompo adalah tempat dimana tempat berkumpulnya orang orang
lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk
diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh pemerintah
maupun pihak swasta. Dan ini sudah merupakan kewajiban Negara untuk menjaga
dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam UU No.12
Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).
10
LANJUT USIA
KELUARGA
MASYARAKAT
PANTI
G. Definisi Konsep
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian dari konsep-konsep yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian :
1. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
2. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
3. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan,
memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya.
4. Panti jompo adalah tempat merawat dan menampung jompo, dan Perda No,
15 Tahun 2002 mengenai Perubahan atas Perda No. 15 Tahun 2000 Tentang
11
Dinas Daerah, maka Panti Sosial Tresna Werdha berganti nama menjadi Balai
Perlindungan Sosial Tresna Werdha.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Fenomenologis
Secara ilmiah pemikiran lansia dapat dikaji dari studi fenomenologis. Peneliti
dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitankaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Sosiologi
fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh Edmund Husserl dan Alfred
Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang memberi tekanan pada verstehn,
yaitu pengertian interpretatif terhadap pemahaman manusia. Fenomenologi tidak
berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang
diteliti oleh mereka.
Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan
untuk mengungkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh
kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha
untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa
sehingga mereka mengerti apa dan bagaiamana suatu pengertian yang dikembangkan
oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Para fenomenolog
percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan
pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa pengertian pengalaman
kitalah yang membentuk kenyataan.
13
Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan logos.
Arti kata logos sudah tidak perlu dijelaskan lagi, sebab sudah menjadi pengertian
umum dan dikenal dalam berbagai susunan. Sedangkan kata fenomena berasal dari
kata kerja Yunani phainesthai yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata
fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata
kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara
harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari dua sudut. Pertama,
fenomena selalu menunjuk ke luar atau berhubungan dengan realitas di luar
pikiran. Dua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena selalu berada dalam
kesadaran kita. Maka dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat
penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni.Fenomenologi
adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek
sebagai korelat kesadaran.
14
mengembangkan
fenomenologinya
sendiri
yang
berbeda
dengan
adalah
gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol
yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau
berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Menurut definisi, interpretasi
hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni,
15
ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu
interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang
sedang berlangsung atau hasilnya.
Suatu interpretasi merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran
informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik.
Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika atau berbagai
bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik
secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan
menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas.
Interaksi Simbolik
Bersamaan dengan perspektif fenomenologis, pendekatan ini berasumsi
bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi, dan
peristiwa tidak mempunyai pengertiannya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan
untuk mereka.Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses
penafsirannya adalah esensial serta menentukan dan bukan bersifat kebetulan atau
bersifat
Untuk
kurang
memahami
penting
perilaku,
kita
terhadap
harus
mamahami
pengalaman
definisi
dan
itu.
proses
16
atas dasar respon yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mempradefinisikan
obyek, tetapi lebih sebagai penafsiran, pendefinisian,
Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan pula ditentukan oleh kekuatan
manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan sesuatu dengan bantuan orang lain
seperti orang-orang pada masa lalu, penulis, keluarga, pemeran di televisi, dan
pribadi-pribadi yang ditemuinya dalam latar temapt mereka bekerja atau bermain,
namun orang lain tidak melakukannya untuk mereka.. Melalui interaksi seseorang
membentuk pengertian. Orang dalam situasi tertentu .sering mengembangkan definisi
bersama (atau perspektif bersama dalam bahasa interaksi-simbolik) karena mereka
secara teratur berhubungan dan mengalami pengalaman bersama, masalah, dan latar
belakang, tetapi kesepakatan tidak merupakan keharusan. Di pihak lain, sebagian
memgang definisi bersama untuk menunjuk pada kebenaran, sautu pengertian
yang senantiasa dapat disepakati. Hal itu dapat dipengaruhi oleh orang yang melihat
sesuatu dari sisi yang lain. Bila bertindak atas dasar definisi tertentu, sesuatu
barangkali tidak akan baik bagi seseorang. Biasanya pada seseorang ada masalah, dan
masalah itu dapat membentuk definisi baru, dapat meniadakan yang lama, dengan
kata lain dapat berubah.
Bagaimana definisi itu berubah atau berkembang merupakan pokok persoalan
yang akan diteliti.Jadi, penafsiran itu esensial. Interaksi simbolik menjadi paradigma
konseptuakl melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang
tidak disadari,kebetulan, status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep
17
dari pada proses kemudiaan panca indera,kulit yang menjadi keriput serta
kemunduran pada organ tubuh laiinya yang ditandai dengan seringnya mereka
menderita beberapa sakit tua.proses ketuaan dilihat sari segi psikis ditandai dengan
proses lupa mengenai hal-hal yang baru saja terjadi,mudah sedih,sikap curiga serta
sering merasa sebatang kara.
Berdasarkan paparan dapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang lanjut
usia/jompo dapat diperhadapkan pada masalah-masalah sosial yang cukup serius
,sehingga perlu penanganan yang sangat serius oleh pemerintah khususnya
Departemen Sosial.
C. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasai lansia
1. Pralansia (prasenilis )
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan( Depkes RI,2003 )
4. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa.( Depkes RI,2003 )
5. Lansia tidak potensial
19
2. Tipe mandiri
20
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang prose penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif
tipe dependen
(kebergantungan, ,tipe defensive (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah
/ftrustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa
serta benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemapuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari ( indeks kemandirian Katz), para
lansia
dapat
digolongkan
menjadi
beberapa
tipe
yaitu
lansia
mandiri
21
dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan social, lansia dip
anti werdha, lansia yang dirawat dirumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
F. Tugas perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh tumbuh kembang pada
tahap sebebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya, melakukan
kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi
dengan orang-orang yang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya
seperti olahraga, mengembangkan hobi, bercocok tanam, dan lain-lain.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2. Mempersiapkan diri untuk pension
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
G. Tugas Perkembangan Keluarga dengan lansia
Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai
oleh keluarga dalam setiap perkembangannya.Keluarga diharapkan dapat memenuhi
22
kebutuhan biologis, imperatif (saling menguatkan ), budaya dan aspirasi, serta nilanilai keluarga.
Menurut Charter dan Mc goldrick (1988), tugas perkembangan keluarga
dengan lansia adalah sebagai berikut.
1.Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam mendukung kesejahteraan lansia. Perpindahan tempat tinggal pada lansia
merupakan suatu pengalaman traumatis, pindah tempat tinggal berarti akan
mengubah kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh lansia dilingkungan
tempat tinggalnya. Selain itu, dengan pindah tempat tinggal berate lansia akan
kehilanganteman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta telah memberikan
rasa aman pada lansia.
Kondisi ini tidak dialami oleh semua lansia, karena pindah tempat tinggal
yang telah dilakukan dengan persiapan yang memadai dan perencanaan yang
matang terhadap lingkungan baru bagi lansia, tentu akan berdampak positif bagi
kehidupan lansia.
2. Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun
Ketika lansia memasuki pension, maka terjadi penurunan pendapatan secara
tajam dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara
tabungan/ pendapatan berkurang.
Dengan sering munculnya masalah kesehatan, pengeluaran untuk biaya
kesehatan merupakan masalah fungsional yang utama. Adanya harapan hidup yang
23
meningkat memungkinkan lansia untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah
kesehatan yang ada.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan.
Hal ini menjadi lebih penting dalammewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang
berlangsung dari pasangan lansia.
Salah satu mitos tentang lansia adalah dorongan seks dan aktivitas sosialnya
yang tidak ada lagi. Mitos initidak benar,karena menurut hasil penelitian
memperlihatkan keadaan yang sebaliknya. Studi- studi semacam inimenentukana
bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas seksual secara perlahan-lahan pada
lansia, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada, bahkan meningkat
(lobsenz, 1975). Salah satu penyebab yang dapat menurunkan akivitas seksual adalah
masalah psikolgis.
4.
paling trumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah bagian dari
kehidupan normal, tetapi kesadaran akan akan kematiantidak berarti bahwa pasangan
ang ditinggalakan akan menemukan penyesuaian kematian dengan mudah.
Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluaraga secar total,
karena kehilangan pasanagn akan mengurangi sumber- sumber emosional dan
ekonomiserta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut.
5. Pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi.
24
Ada kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dari hubungan sosial,
tetapi keluarga tetap menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan
social. Oleh karena lansia menarik diri dari aktivitas dunia sekitarnya, maka
hubungan dengan pasangan , anak-anak,cucu,serta saudaranya menjadi lebih penting.
6. Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut.
Hal ini dipandang penting, bahwa penelaahan kehidupan memudahkan
penyesuaian terhadap situasi- situasisulit yang memberikan pandangan terhadap
kejadian-kejadian di masa lalu. Lansia sangat peduli terhadap kualitas hidup mereka
dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh
arti.(duvall,1977).
Selain itu, lansia sendiri harus dapat melakukan perawatan dirinya sendiri,
keluarga, dan orang-orang di sekitarnya pun perlu memahami bagaimana melakukan
perawatan yang tepat bagi lansia tersebut. Oleh karena selama individu tersebut
memiliki semangat untuk hidup serta melakukan kegiatan- kegiatan, maka ia akan
tetap produktif dan berbahagia meskipun usianya telah lanjut.
Secara umum, telah diidentikasi bahwa usia lanjut pada umumnya mengalami
berbagai gejala akibat terjadinya penurunan fungsi bilogis, psikologis, sosial dan
ekonomi. Perubahan ekonomi akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatannya. Juga telah disinggung bahwa proses menua di
dalam perjalanan hidup manusia merupakan hal yang wajar yang akan dialami semua
25
oran yang dikaruniai umur panjang. Hanya saja, kecepatan proses tersebut bergantung
pada masing-masing individu yang bersangkutan.
Perkembangan kehidupan lansia yang diharapkan mencakuppenyesuaian
terhadap pension (bagi mereka yang bekerja disektor formal ) dan penurunan
penghasilan, penyesuaian terhadap kematian pasangan atau kerabat, membangun
suatu perkumpulan dengan sekelompok seusia, mengambil dan beradaptasi terhadap
peran sosial dengan cara yangeksibel, serta membuat pengaturan hidup atau kegiatan
asik yang menyenangkan.
Adapun mekanisme terhadap lansia dalam menyesuaikan diri terhadap adanya
perubahan yang dipengarui oleh faktor faktor sebagai berikut:
1. Usia dan jenis pekerjaan.
Semakin bertambah usia seorang, semakin siap pula dalammenerima cobaan, hal
ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem
sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia
pertengahan menuju usia tua (Cox, 1984 ). Teori ini menekankan bahwa
kestabilan sistem kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah usia tua. Oleh
sebab itu, tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap kehilangan, seperti
pensiun dari peran sosial karena menua. Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan
juga membawa dampak yang berarti.
2. Jenis kelamin
26
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang
digunakan, (Darmojo dkk,1999), menyatakan hasil penelitian mereka yang
memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial lansia di Indonesia secara
umum masih lebih baik dibandingkan lansia di Negara maju, antara lain tandatanda depresi (pria 4,3 % dan wanita 4,2 %), menunjukkan kelakuan/ tabiat buruk
(pria 7,3 % dan wanita3,7 %), serta cepat marah irritable( pria 17,2 % dan wanita
7,1 %). Jadi, dapat diasumsikan bahwa wanita lebih siap dalam menghadapi
masalah dibandingkan laki- laki, karena wanita lebih mampu menghadapi
masalah dari pada kaum lelaki yang cenderung lebh emosional.
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang
dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang
terjadi.Umumnya lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
masih dapat produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya sebagai
pengisi waktu luang dengan menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya
sendiri.
4. Motivasi
Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah . Individu yang tidak mempunyai motivasi untuk
menghadapi dan menyelesaikan masalah akan membentuk mekanisme terhadap
27
masyarakat
menempatkan orang- orang usia lanjut pada tempat terhormat dan penghargaan
yang tinggi.Menurut brojkelehurust dan Allen (1987)lansia sering dianggap
lamban, baik dalam berpikir maupun dalam bertindak. Anggapan ini bertentangan
dengan pendapat- pendapat pada zaman sekarang, yang justru menganjurkan
28
masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap penting
meyakinkan.
Contohnya
dalam
bidang
pendidikannya,
sehingga
dapat
29
Gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh
dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak
dalam ruang.
30
Ayat ini menjelaskan bagaimana dimensi ruang yang benar dan tata letak
ruang atau organisasi ruang yang tepat dalam hal ini khususnya ruang kumpul,
sehingga manula sebagai user dapat bergerak dengan nyaman dalam ruangan. Baik
manula dengan kursi roda, dengan alat bantu jalan atau manula dengan kondisi
normal.
Dimensi ruang yang dimaksud diatas adalah berapa lebar, panjang dan tinggi
ruang yang dibutuhkan untuk sebuah ruang agar manula khususnya dapat bergerak
leluasa contohnya untuk kamar tidur untuk satu orang adalah 7m, dan kamar tidur
untuk dua orang yaitu 12m. Menurut Ernst Neufert untuk ruang kumpul atau ruang
duduk dengan aktifitas, nonton, membaca atau melakukan hobi seperti kerajinan
tangan, luas ruang bersama untuk tiap orang diperhitungkan minimal 1,9 m.
Sedangkan selain dimensi ruang, diatur juga mengenai penataan ruang untuk
memberikan kenyamanan bergerak dalam ruang. Dalam sebuah ruang kumpul
biasanya terdapat sofa/kursi, meja, dan rak televisi/ buku, maka menurut Julius
Panero jarak yang dibutuhkan antara sofa/kursi dengan meja minimal adalah 45,7 cm
dan maksimalnya 91,4 cm agar manula dengan kursi roda dapat bergerak diantaranya
dengan nyaman.
c.
31
kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam
bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
Maksud dari ayat tersebut adalah kenyamanan yang diperoleh dari tata letak
ruang atau organisasi ruang dan kenyamanan yang diperoleh dari kemudahan
mencapai ruang lain atau bangunan lain melalui sirkulasi ruang horizontal maupun
vertikal.
Dalam perencanaan sebuah fasilitas dalam hal ini panti jompo khususnya,
kebutuhan ruang akan menentukan bagaimana organisasi ruang sesuai kebutuhannya.
Contohnya seperti gambar dibawah ini sebaiknya ruang tidur, kamar mandi, ruang
makan, dan ruang kumpul jaraknya tidak terlalu berjauhan. Karena ruang- ruang
tersebut adalah ruang yang sering dipergunakan oleh manula dalam beraktifitas.
R. Tidur
R. Tidur
Kamar Mandi
R. Makan
R. Kumpul
Selain masalah organisasi ruang, ayat ini mengatur masalah sirkulasi antar
ruang, yang tersiri dari sirkulasi ruang secara horizontal maupun vertikal. Yang
dimaksud dengan sirkulasi ruang horizontal adalah koridor, ramp atau tanjakan akses
32
juga tangga. Sedangkan sirkulasi vertikal adalah lift atau eskalator, fasilitas tersebut
khususnya lift dibutuhkan apabila gedung terdiri dari empat lantai.
Penempatan atau pemasangan reilling sangat diperlukan sepanjang jalur atau
ruang yang sering dilalui atau digunakan manula. Selain kenyamanan, keamanan
bergerak pun harus diperhatikan menurut NSA( National Institute of Aging) jalan
yang dilalui manula harus teratur, terbebas dari kabel listrik dan telepon, permadani
yang dipasang harus terekat kuat dilantai dan memiliki tekstur yang kasar dan tidak
berjumbai, hal ini diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan khususnya
dirumah. Sehingga manula selain nyaman, manula pun aman bergerak dalam
bangunan tersebut.
d. Kenyamanan Kondisi Udara
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (4) yaitu tentang Kenyamanan Kondisi
Udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang
diperoleh dari temperatur dan kelembaban didalam ruang untuk terselenggaranya
fungsi bangunan gedung.
Ayat diatas menerangkan tentang suhu dan kelembaban yang tepat agar
mendapatkan kenyamanan. Suhu yang nyaman untuk tubuh kita adalah antara antara
18 C-25 C. Sedangkan mengenai kelembapan suatu ruang tergantung dari derajat
kelembapan udara diluar dan tujuan penggunaan ruang itu sendiri. Kelembapan yang
nyaman ada disekitar 40%-70%. Lazimnya pengaturan kelembaban dalam sebuah
33
rumah tinggal tidak terlalu diperlukan, berbeda dengan bangunan yang lebih besar
seperti pabrik atau perkantoran besar dimana terdapat banyak orang beraktifitas.
Menurut Ernst Neufert tingkat suhu udara dalam ruang sangat tergantung pada
kegiatan penghuninya dan jenis pakaian yang dikenakan. Juga tergantung pada
kecepatan pergerakan udara dan hembusan udara tersebut. Selain suhu dan
kelembaban, hal lain seperti sirkulasi udara pun sangat diperlukan. Besarnya ventilasi
udara perlu diperhatikan, tapi tentu saja berdasarkan dengan kegiatan penghuni
didalamnya dan lokasi bangunan tersebut apakah terdapat banyak polusi udara atau
bebauan yang dapat berasal dari emisi kendaraan, asap pabrik, atau asap rokok.
Suhu, kelembapan dan sirkulasi udara perlu sangat diperhatikan karena hal
tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan penghuninya.
e.
Kenyamanan Pandangan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (5) yaitu tentang Kenyamanan
Pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi dimana hak
pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan didalam bangunan gedungnya tidak
terganggu dari bangunan gedung lain disekitarnya.
Ayat ini menjelaskan bahwa kenyamanan pandangan dapat diwujudkan
melalui gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar
bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang terbuka
hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan
sinar. Selain itu pemilihan warna dan material baik terhadap elemen interior seperti
34
dinding, lantai, dan atap maupun terhadap furnitur, juga pencahayaan dapat menjadi
penentu bagaimana mewujudkan pandangan yang nyaman.
Pencahayaan dapat berasal dari pencahayaan alami (sinar matahari) dan
pencahayaan buatan. Pencahayaan yang dibutuhkan untuk pekerjaan seperti
membaca, mengerjakan hobi maupun menonton dibutuhkan 120-250 lux. Warna dan
material pun dapat menjadi penentu pencahayaan sebuah ruang karena warna dan
material dapat memantulkan cahaya. Menurut Mangunwijaya semakin muda atau
mendekati putih warna elemen atau furnitur ,maka penerangan ruangan semakin
baik, karena cahaya yang dipantulkannya semakin tinggi. Selain itu warna dapat
memberikan efek psikologis bagi yang melihatnya, seperti kesan hangat, dingin, atau
segar. Tata letak ruang pun memiliki andil dalam memberikan kenyamanan
pandangan, misalnya apakah dari ruang tersebut anda dapat melihat ruang lain tanpa
terhalang elemen interior atau furnitur pada ruang tersebut.
f . Kenyamanan Kondisi Tingkat Getaran dan Kebisingan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (6) yaitu tentang Kenyamanan Tingkat
Getaran dan Kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat
kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan
pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran atau kebisingan yang
timbul baik dari dalam gedung atau lingkungannya.
Ayat tersebut mengatur jangan sampai kebisingan atau getaran gedung
tersebut mengganggu kenyamanan dan kesehatan penghuni lain. Untuk ruangan
35
dalam rumah normal, sebaiknya jangan melebihi 20-30 db. Sedangkan untuk
frekuensi getaran bangunan gedung biasanya antara 5-50 Hz. Jika frekuensi tersebut
telah memasuki batas 20-30 Hz, maka getaran tersebut telah dapat didengar sebagai
bunyi.
Tingkat kebisingan dan getaran bangunan dapat dipengaruhi oleh banyak hal
salah satunya lokasi, kegiatan penghuni, juga material yang dapat menghasilkan atau
meredam suara pada bangunan atau ruang tersebut.
Selain ketentuan kenyamanan yang telah dibahas diatas, banyak hal yang
perlu diperhatikan agar dapat menciptakan kenyamanan yang maksimal. Salah
satunya adalah pemilihan warna, material, pola baik pada elemen maupun furniture,
semua hal tersebut butuh perlakuan khusus karena user dari panti ini adalah manula
dengan kebutuhan khusus.
Salah satu contohnya menurut Ernest Neuvert, tinggi meja makan untuk
manula yaitu 70 cm, kursi untuk duduk santai agar kaki dapat menapak kelantai yaitu
berkisar antara 40-43 cm, dengan lebar antara 41-47 cm tinggi lengan kursi 23 cm
dengan sudut kemiringan 28. penjelasan tadi adalah satu dari sekian ukuran furnitur
yang didesain khusus untuk kenyamanan manula. Pemilihan furniture harus sesuai
dengan anthopometri manula, karena tubuh manula tidak sama lagi dengan manusia
yang lebih muda contohnya, hal tersebut disebabkan pengurangan masa otot.
36
dikerjakan oleh
lembaga.
2. Semua makanan mudah didapat dengan biaya yang memadai.
3. Perabot dibuat untuk rekreasi dan hiburan.
4. Terdapat kemungkinan untuk berhubungan dengan teman seusia yang
mempunyai minat dan kemampuan yang sama.
5. Kesempatan yang besar untuk dapat diterima secara temporer oleh teman
seusia dari pada orang yang lebih muda.
6. Menghilangkan kesepian karena orang-orang disitu dapat dijadikan teman.
7. Perayaan hari libur bagi mereka yang tidak mempunyai keluarga tersedia
disini.
8. Ada kesempatan untuk berprestasi berdasarkan prestasi di masa lalu
kesempatan semacam ini tidak mungkin terjadi dalam kelompok orang orang
muda.
37
G. Ada beberapa teori social yang berhubungan dengan proses penuaan yaitu
interaksi social (social exchange theory), teori penarikan diri, ( disengagement
theory 0, teory aktivitas ( activity theory ), teori kesinambungan ( continuity
theory ), teori perkembangan ( development theory), dan teori stratifikasi usia
(age stratification theory).
38
lansia,
berkurang,
sehingga
Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965 ) Lemon et al.(1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang
lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang
dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi di lain sisi
39
dapat dikembangkan , misalnya peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau
nenek, ketua RT, seorang duda atau janda, serta karena ditinggal wafat
pasangan hidupnya.
Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan
merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk
mempertahamkan perilaku mereka semasa mudanya.
Pokok pokok teori aktivitas adalah :
a. Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
b. Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyusunan kebijakan terhadap
lansia, karena memungkinkan para lansia untuk berinteraksi sepenuhnya di
masyarakat.
3. Teori Kesinambungan
Teori ini dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seorang
pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia,
hali ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
Pokok- pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut:
40
a. Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif pada proses
penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannyadi masa lalu, lansia harus
dipertahankan atau dihilangkan.
b. Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
c. Lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam untuk beradaptasi.
4. Teori Perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami lansia
pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori Freud,
buhler, Jung, dan Erickson. Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisis
serta perubahan psikososial anak dan balita.Erickson (1930), membagi
kehidupan menjadidelapan fase yaitu.
a. Lansia yang menerima apa adanya.
b. Lansia yang takut mati.
c. Lansia yang merasakan hidup penuh arti,
d. Lansia yang menyesali diri
e. Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan.
f. Lansia yang kehidupannya berhasil.
g. Lansia yang merasa terlambat memperbaiki diri.
h. Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan
Havigurst dan Duvali menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan
(deveplomental tasks) selama hidup yang harus diilaksanakan oleh lansia.,yaitu :
41
i.
j.
42
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Dasar dan Tipe Penelitian
Dasar penelitian yang akan dilaksanakan adalah studi kasus, yaitu penelitian
yang digunakan dan dilakukan secara intensif terperinci dan mendalam terhadap
suatu objek, dalam hal ini terkait dengan studi fenomenologis lansia di panti Sosial
Tresnha Werdha Gau mabaji Gowa
Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian dengan
memberikan gambaran secara jelas dan sistematis terkait dengan objek yang
diteliti demi memberi informasi dan data yang valid terkait dengan fakta dan
fenomena yang ada di lapangan.
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari hingga April tahun 2012
di panti Sosial Tresnha werdha Gau Mabaji Gowa tepatnya di Dusun Samaya
Kecamatan Bonto Marannu Kabupaten Gowa.
3. Informan
Informan dalam penelitian yang dipilih oleh peneliti berjumlah 5 orang
lansia, dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yakni :
Informan adalah lansia yang berada di Panti Sosial Tresnha Werdha Gau
Mabaji Gowa.
44
Informan adalah para lansia yang telah menetap di Panti Sosial Tresnha
Werdha Gau Mabaji Gowa minimal 1 (satu) bulan.
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data
1. Data Primer yaitu data yang dikumpulkan dengan mewawancarai
responden dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah
disiapkan peneliti sebelumnya. Wawancara ialah tanya jawab antara
peneliti dengan responden/ informan penelitian.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan, dari
buku-buku literature, jurnal, maupun hasil publikasi dari instansi terkait
yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan
proposal penelitian ini, maka ditempuh cara sebagai berikut:
1. Observasi adalah metode atau cara cara yang menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung yang tentunya menjadi
obyek penelitian.
2. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan
tujuan penelitian. Tiap pernyataan dimaksudkan untuk dipakai dalam
45
46
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
A. Lingkungan Fisik PSTW Gau Mabaji Gowa
Pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial bersama sebagai penanggung
jawab teknis dalam pembangunan kesejahteraan sosial dalam menjawab tantangan
tersebut, telah mendirikan berbagai panti sosial yang khusus menangani lanjut usia
yang kemudian diberi nama Panti Sosial Tresnha Werdah (PSTW), salah satunya
berada di jalan poros malino km 29 Dusun Samaya Kecamatan Bonto Marannu
Kabupaten Gowa. Saat ini melayani 100 orang lanjut usia yang berasal dari keluarga
tidak mampu, pada tahun 2007 mencanangkan program subsidi silang untuk lanjut
usiayang berasal dari keluarga mampu dengan fasilitas kamar yang tersedia mampu
menampung 14 orang klien. Program home care yang akan memberikan pelayanan
kepada lanjut usia dengan system non panti sebanyak 30 orang klien.
Panti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa didirikan pada tanggal 1 juni
1968 sesuai dengan surat keputusan Menteri Sosial RI Nomor : HUK 3-1-50 tentang
pemberian penghidupan santunan lanjut usia/jompo, pada waktu itu berlokasi di jalan
cenderawsih nmor 400 C RK.III Lingkungan Sambung Jawa Kecamatan Mamajang
Kota Makassar. Waktu itu keberadaan PSTW Gau Mabaji Gowa merupakan salah
satu pelayanan dari lingkungan pondok sosial (social service centre) yang
memberikan pelayanan berbagi penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti :
47
lanjut usia, gelandangan dan pengemis, wanita tuna susila, anak terlantar serta korban
bencana alam.
Baru pada tahun 1977 melalui anggaran proyek dibangunlah Panti Sosial
tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa permanen dan berdiri sendiri diatas tanah seluas 3
ha yang mempunyai kapasitas tampung 100 orang, dan diresmikan penggunaannya
oleh Menteri Sosial RI Bapak HMS Mintareja SH, pada tanggal 28 November 1977.
PSTW Gau mabaji Gowa hingga tahun anggaran 2006 pelayannya masih
sebatas lanjut usia dalam kategori miskin terlantar/tidak mampu, dengan jangkauan
pelayanan
wilayah
Sulawesi
Selatan
dan
Sulawesi
Barat.Karena
melihat
48
Program program yang dimiliki PSTW Gau Mabaji Gowa menuntut adanya
profesionalisme yang perlu ditunjang dengan restrukturisasi struktur organisasi serta
kewenangan yang semakin luas dalam bentuk peningkatan eseion, sehingga PSTW
Gau Mabaji Gowa dapat melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya secara
professional,terencana, terarah dan bertanggung jawab.
PSTW Gau Mabaji Gowa berdiri diatas lahan seluas 3 ha. Saat ini memiliki
12 buah asrama program regular yang diperuntukkan bagi lanjut usia yang berasal
dari keluarga tidak mampu. Dan 2 buah asrama program subsidi silang yang
diperuntukkan bagi lanjut usia yang berasal dari keluarga mampu. Jadi keseluruhan
asrama yang bermodel collage yakni 14 buah. Ke 12 asrama untuk program regular
terdiri atas 5 buah kamar dan setiap kamar diperuntukkan untuk 2 orang klien.
Fasilitas yang tersedia pada masng-masing asrama yakni : tempat tidur dan lemari
untuk klien,televise 21 inchi, alat pendingin ruangan, 2 buah kamar mandi, radio,
dispenser, sofa tamu, meja makan, dan meja pembina, serta dilengkapi dengan
tangkai pegangan pada dinding dinding asrama untuk mengurangi resiko kecelakaan
pada lansia.
Sementara asrama untuk program subsidi silang ada 2 jenis, masing masing
: Asrama sakura, asrama ini dibangun atas bantuan Asian Women Funds (AWF )
tahun anggaran 2006, asrama ini terdiri atas 5 buah kamar, masing masing kamar
diperuntukkan bagi 2 orang klien, setiap kamar dilengkapi dengan alat mandi guyur
(shower) dan toilet duduk, Fasilitas yang tersedia dalam asrama masing masing :sofa
49
tamu, meja resepsionis, VCD player, televisi 21 inchi, dapur dan kelengkapannya,
serta tangkai pegangan pada dinding asrama untuk mengurangi resik kecelakaan pada
klien. Kedua, Asrama cempaka, asrama ini dibangun diatas dana APBN tahun
anggaran 2006, asrama ini terdiri atas 4 buah kamar klien, dan tiap kamar
diperuntukkan bagi 1 orang klien. Pada masing-masing kamar dilengkapi dengan
fasilitas : ruang tamu, kamar tidur (spring bed ), serta kamar mandi (toilet duduk dan
shower ), air conditioner (AC). Asrama ini dilengkapi dengan 1 buah ruangan
pendamping dan meja recepsionis.
Lingkungan PSTW Gau Mabaji Gowa dengan berbagi fasilitas pendukungan,
adapun fasilitasnya
50
Sosial RI telah
dilengkapi dengan prasarana berupa air penjernihan air, sehingga kebutuhan klien
maupun petugas akan air bersih telah terpenuhi.seperti Prasarana pemakaman, dengan
adanya fasilitas ini maka dapat memberikan solusi kepada lansia dalam memberikan
pelayanan dalam memiliki lahan untuk pemakaman bagi klien yang meninggal dunia.
B.Lingkungan Sosial PSTW Gau Mabaji Gowa.
Departemen Sosial selaku pemerintah sebagai ujung tombak dan sekaligus
pelaksanaan teknis dalam penanganan masalah sosial sebagai penyembuhannya,
terutama pemberian jaminan kesejahteraan sosial bagi orang lanjut usia/jompo.
Didalam kekuatan kekuatan pekerjaan sosial adalah gerak untuk mewujudkan usaha
sosial yang dilaksanakan untuk memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
mengembangkan pribadinya seluas mungkin sehingga ia berpartisipasi pada
kehidupan masyarakat secara penuh.
Untuk mengatasi atau memberikan jaminan kesejahteraan sosial bagi orang
lanjut usia/jompo, maka langkah langkah yang diambil Panti Sosial tresnha Werdha
Gau Mabaji Gowa seperti
a. Pelayanan dalam memenuhi kebutuhan fisik / jasmaniah (sandang, pangan dan
papan)
Salah satu kebijaksanaan dan usaha pemerintah adalah melaksanakan jaminan
kesejahteraan sosial dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat .Secara
51
teori dengan adanya usaha pemberian jaminan kesejahteraan tersebut karena berlatar
belakang timbulnya masalah ekonomi yang tidak memadai.
Pekerjaan Sosial dalam hal ini memberikan pelayanankepada penghuni panti
(klien) berupa kebutuhan fisik dan jasmani. Karena kedua hal ini, para penghuni panti
sangat membutuhkan untuk melakukan proses interaksi, baik antar sesama mereka
dan pekerja sosial.
Selain yang telah disebutkan sebelumnya yaitu memantau perkembangan
makanan dan fisik klien, pekerja sosial juga selalu memantau / memperhatikan
perkembangan mental dan sosial klien melalui pengamatan langsung terhadap tingkah
laku klien,
b. Pelayanan dalam memenuhi kebutuhan sosial, Pendidikan dan hiburan
Sebagai makhluk sosial, seseorang atau sekelompok orang tidak dapat
terlepas pada kebutuhan kebutuhan sosial dalam hidupnya. Kebutuhan sosial sangat
membantu bagi para pekerja sosial dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kebutuhan sosial itu terdiri dari keluarga, pendidikan dan masyarakat.
Di panti ini klien disesuaikan dengan kemampuannya dalam menyerap
materi keterampilan yang tentunya tidak terlepas dari latar belakan pendidikan yang
dimiliki oleh setiap klien, dan sebagian besar klien hanya melalui jenjang pendidikan
sekolah dasar dan bahkan yang ada yang tidak pernah duduk di bangku sekolah dasar
dan buta aksara, sehingga peranan pekerja sosial dalam memberikan pembinaan
52
termasuk dalam membimbing agar klien dapat membaca dan menulis sangat
diperlukan agar proses pembinaan keterampilan dapat berjalan dengan baik dan
lancar.
Melalui jenis keterampilan yang tersedia bagi klien diharapkan para
instruktur dapat memberikan pengetahuan praktis yang mudah dan jelas dipahami
sehingga pemanfaatan kemampuan yang dimilki klien dapat dikembangkan sebagai
bekal apabila kembali dalam lingkungan keluarga masyarakat. Usaha pembinaan
keterampilan ini dinilai sangat penting dalam upaya membekali klien dengan
pengetahuan dan keterampilan untuk dapat digunakan mencari pekerjaan lain yang
lebih baik dan layak.
Adapun jenis kebuthan yang diberikan yaitu memberikan pola
pendidikan keterampilan yang tidak terlalu mengikat kepada penghuni panti berupa
pendidikan keterampilan, mengajak ke tempat hiburan (rekreasi) di wisata alam, agar
para penghuni panti tidak merasa terdiskriminasi.
Pola pendidikan hiburan yang diberikan ke klien sangat berpengaruh bagi
kondisi klien di dalam panti, karena dari pola ini klien merasa sangat senang dan
terhibur di dalam panti dan merasa tidak terkucilkan dari keluarganya.
c. Pelayanan dalam memenuhi kebutuhan sosial.
Seseorang pekerja sosial profesional mempunyai pemahaman pribadi
dan tingkah laku manusia serta lingkungan sosial atau kondisi sosial dimana manusia
53
itu hidup, karena itu pekerja sosial mempelajari ilmu pengetahuan sosial dan ilmu
pengetahuan yang relevan dan berusaha menggunakannya secara terampil di dalam
praktek. Dengan demikian pekerja sosial menggunakan ilmu pengetahuan dan seni
dalam arti bahwa ia menggunakan metode -metode ilmiah dalam menggunakan
tugasnya.
Seperti
halnya
dengan
pelayanan
dalam
memenuhi
kebutuhan
spritualnya, pekerja sosial sangat diharapkan pada proses pelayan ini, dikarenakan
karena proses pelayanan ini, klien bisa diketahui , mengapa sehingga klien merasa
terkucilkan dari keluarganya. Kebutuhan spiritual merupakan salah satu aspek yang
sangat diperhatikan oleh panti. Dalam pelayanan ini bimbingn spiritual sangat
berperan dalam kehidupan para penghuni panti. Bimbingan ini berfungsi untuk
memelihhara kondisi moral dan memantapkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
54
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Interpretasi lansia terhadap keluarga.
Karena pentingnya faktor keluarga, maka segala hal yang menghambat
penyesuaian terhadap kedua faktor tersebut dapat diartikan sebagai bahaya atau resik
potensial dalam penyesuain pribadi dan sosial. Bahkan dapat disebut faktor resiko
yang lebih penting karena fakta menunjukkan bahwa resiko dari kehidupan keluarga
meningkat seperti cakrawala sisal dan menyempitnya ruang gerak orang usia lanjut,
serta konsentrasi minat mereka terhadap keluarga meningkat.
Karena kehidupan keluarga pada setiap orang sangat berbeda disepanjang
hidupnya, maka berbagai perubahan pola tersebut pada usia lanjut sangat berbeda.
Namun demikian terdapat resiko tertentu dalam kehidupan keluarga,
Seperti salah satu informan yang berinisial DJ
penghuni dipanti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa tepatnya di asrama 3
yang kini berusia 70 tahun. Dia berasal dari kabupaten Gowa. Dia
pernah
mengenyam pendidikan hingga bangku SMAN 1 Sungguminasa pada tahun 1963 dan
merupakan siswa angkatan ke 3 di sekolah tersebut. Menurutnya, ia merasa bangga
di tahun tersebut, karena pada masa tersebut hanya orang tertentulah mengenyam
pendidikan . Dan tepatnya pada tanggal 13 juli 2004 ia mulai masuk dan menetap
55
dipanti ini. Keputusan untuk masuk dipanti sosial ini adalah mutlak keinginan DJ
sendiri.
Saya hanya masuk panti ini dengan membawa surat keterangan dari
kelurahan tempat saya tinggal di rappokalling yang berisi surat keterangan
keterangan tidak mampu(wawancara 14 februari 2012)
Interpretasinya terhadap keluarganya sehingga dia mengambil Keputusan
untuk masuk dipanti sosial ini adalah mutlak keinginan DJ sendiri, hal tersebut
didorong oleh adanya konflik yang terjadi dalam keluarga besarnya yang dilandasi
dengan adanya perebutan harta keluarga besarnya yang tak kunjung selesai sampai
hari ini, Permasalahan ini tidak berakhir hingga sekarang meskipun telah
diperkarakan ke meja hijau.
Salah satu ungkapan bijak yang dituturkan Dj saat kami melakukan wawancara,
yakni.
Banyak harta belum tentu menghasilkan pendidikan, tetapi sebaliknya jika
kita mempunyai pendidikan maka harta dengan mudah dapat
didapatkan(wawancara 14 februari 2012)
Sejak tahun 2010 ia tidak mau lagi turut campur dalam permasalahan tersebut
meskipun ada panggilan dari pengadilan. Hal ini dipicu karena rasa sakit hati
mendalam terhadap keluarganya karena ketidakadilan harta warisan sehingga ia
memutuskan untuk tinggal di panti ini.
Meskipun ada juga informan yang berinisial AF adalah salah satu penghuni di
panti Sosial tresnha werdha gau Mabaji Gowa tepatnya di asrama 13 yang kini
56
adanya
57
Dalam hal ini hubungan antara orang usia lanjut dengan anak sebagian besar
jauh kurang memuaskan
kepercayaan. Karena hal ini sangat berkaitan erat dengan psikologis tekanan orang
tua, yang tidak ingin melihat anaknya dalam keadaan susah, meskipun orang tua rela
meninggalkan anaknya meskipun dia dalam keadaan susah demi kehidupan anaknya
yang lebih baik.
Lain halnya dengan informan yang berinisial SS juga merupakan salah satu
penghuni di panti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa tepatnya di asrama 9.Ss
kini telah berusia 63 tahun.Semenjak ia telah bercerai dengan suaminya pada tahun
1979 karena berbagai ketidakcocokan, akhirnya tak lama kemudian juga anak satusatunya meninggal dunia . Akhirnya dia memutuskan untuk tinggal bersama
keluarganya tepatnya di Hertasning,Permata hijau.
Sebenarnya nak masukka disini, nalarangka keluargaku,tapi bersikeraska untuk
tinggal disini, karena mauka istirahat, karena kalau dirumah, saya bekerja terus, kita
tau masukka disini atas bantuanku temakunji, dia yang uruskanka semua
(Wawancara 23 Maret 2012 )
Menurut SS ia masuk ke panti karena faktor kesehatannya yang kurang baik,
karena selama SS tinggal dirumah semua pekerjaan yang ada di dalam rumah itu
dilakukan oleh SS seperti dengan memasak, membersihkan rumah,karena dia tinggal
bersama dengan keluarga besarnya, Semenjak SS bercerai dengan suaminya beberapa
tahun yang lalu karena
59
60
Bersyukurma tinggal disini,untung ada itu temanku yang baik,yang bawaka untuk
tinggal disini.(Wawancara 30 Maret 2012)
Berdasarkan hasil interview diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
lansia yang tinggal di panti jompo adalah semuanya mempunyai masalah dengan
keluarga.Hal ini disebabkan karena adanya kondisi ekonomi yang minim,
ketidakcocokan terhadap sanak saudara mereka dan ada
ingin
61
para lansianya saling mengerti antara sesamanya. Bahkan sebagai orang dituakan,
tetapi ada satu hal yang menjadi catatan menarik dalam hubungan dengan lingkungan
sosialnya di panti yakni seperti halnya dengan buku diary, apabila DJ mendengar ada
kata kata yang tidak sopan dan bahkan tidak layak diucapkan oleh seseorang, maka
ia terkadang menaruh rasa antipasti terhadap orang tersebut, tak jarang karena rasa
antipasti tersebut. DJ mencatat nama orang orang tersebut di catatannya yang sudah
ia sediakan.
Proses pelayanan sosial yang didapatkan oleh para lansia semuanya sama,
tidak ada yang membedakan. Pelayanan yang diperoleh antara lain pelayanan
kebutuhan sehari hari seperti makanan pagi mulai jam 6 seperti teh, kue dan susu
dan makan siang diantarkan pada jam 10 seperti nasi, ikan dan sayur.
Dari aspek pelayanan kesehatan, panti ini memberikan pelayanan yang baik
karena dengan dilengkapi dengan intensife care, tempat dimana para lansia yang
membutuhkan perawatan secara medis dan kalau tidak bisa ditangani akan dirujuk
kerumah sakit. Menurut penuturannya, DJ ketika ia sakit dan tidak bisa dirawat dalam
panti maka ia akan dirawat kerumah sakit. Adapun tenaga medisnya di panti seperti
ada 2 perawat, 1 dokter dan beberapa tenaga kontrak.
Dalam hal diatas DJ lebih memilih untuk tinggal di panti dibandingkan
tinggal dirumah, hal tersebut dapat mengakibatkan DJ mengalami tekanan psikologis
terhadap masalah yang dialami dalam keluarganya.Mungkin dengan hal DJ bisa
63
tinggal di panti dapat mengurangi keadaan psikologis yang dialaminya selama tinggal
dirumah
Tetapi menurut informan AF Selama AF tinggal di panti sampai saat ini ia
merasakan kenyamanan, dibandingkan tinggal dirumah sendiri, Karena dirumah AF
mendapatkan perlakuan yang kurang baik terhadap saudara dari AF seperti kalau AF
terlambat bangun tidur, dan kalau AF tidak bekerja, pastinya AF selalu dimarahmarahi oleh saudaranya
Menurut penuturan AF
kalau di panti ini tidak ada mau dipikir, seperti waktu dirumah suka dimarahi
apalagi teman teman disini semuanya baik,yang jelas kita saling mengerti
toh.(Wawancara 10 Maret 2012)
Sejak ia gagal di panti ini ia pernah masuk ke rumah Sakit umum karena
menderita penyakit asam, ia dirawat selama 2 minggu dan semua biayanya
ditanggung oleh pihak panti, itulah sebabnya ia tidak pernah mengikuti kegiatan
seperti senam pagi yang dilaksanakn pada hari rabu dan sabtu dan kegiatan seperti
ini yang dilaksanakan 2x dalam seminggu karena masalah kesehatan, itupun ia
mengikuti kegiatan. kecuali ada tamu dari luar seperti kunjungan gereja, kunjungan
dari kantor gubernur, pengadilan tinggi dan kunjungan dari kodam.
Lain halnya dengan informan MS Menurut MS selama ia tinggal di panti ini
dia sudah merasa nyaman meskipun sebenarnya dia lebih nyaman tinggal
dirumahnya, karena bisa berkumpul bersama keluarganya, tetapi dia sangat pasrah
64
ekonomi
keluarganya yang tidak memungkinkan untuk tidak tinggal dirumah .MS sudah
kurang lebih 2 tahun berada dipanti ini.
Sejak ia tinggal dipanti ini ia mendapatkan pelayanan yang sangat baik,seperti
pelayanan kesehatan dengan adanya intensive care,pelayanan makanan yang
semuanya didapatkan secara gratis.
Hubungan keluarganya dengan MS cukup baik mesikpun hanya cucunya saja
yang
sering
datang
mengunjunginya,yang
65
merupakan
anak
dari
anak
pertamanya.karena
menurutnya
anaknya
jarang
mengunjunginya
karena
ia
yang
melakukan semua itu adalah SS.Makanya, SS bertekad untuk tinggal di panti karena
melihat juga kondisi kesehatannya kurang baik.
Menurut penuturan SS
66
Disini saya baru merasakan istirahat yang pull, nda kayak waktu dirumah,
jarang istirahat.(wawancara 15 Maret 2012 )
Proses pelayanan sosial yang SS dapatkan sangat baik,seperti pelayana
kebutuhan sehari-hari,pelayanan kesehatan Semua diperoleh secara gratis.Adapun
hubungan SS dengan lansia lainnya terjalin baik meskipun juga pernah sedikit ada
masalah dengan teman lansia seasramanya seperti adanya kata-kata kasar,sering
marah-marah,tetapi SS ini sangat memakluminya,karena diapun juga akrab dengan
lansia lainya yang berbeda asrama,SS sering mengunjungi asrama-asrama para lansia
lainnya seperti cerita-cerita,curhat dll.
Perubahan secara psikis dan fisiologis yang terjadi pada lansia akan
menimbulkan pengaruh pada aspek kehidupan, khususnya pada lansia yang tinggal di
panti. Mereka yang berusia lanjut umunya memenuhi tanda tanda penurunan fungsi
biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan pengaruh
pada aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Proses menua dalam kehidupan
manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruaniai
umur panjang.
Lain halnya dengan KA, Selama KA tinggal di panti ini ia merasa nyaman,
karena di panti ini semua tersedia seperti kebutuhan makanan, pelayanan kesehatan
yang semuanya didapatkan secara gratis, meskipun KA tidak lagi bekerja.
Menurut penuturannya
67
Enak disini, semuanya serba ada seperti makan gratis,nda ada yang
dibayar(wawancara 20 Maret 2012)
Bagaimana berhasilnya orang usia lanjut dalam menyesuaikan diri terhadap
kehidupan di panti tersebut, tergantung pada beberapa kondisi,empat diantaranya
merupakan hal yang umum dan dan dianggap penting. Pertama apabila pria atau
wanita yang masuk ke suatu lembaga secara sukarela, arinya tidak dipaksa oleh
kondisi lingkungan mereka akan merasa bahgia dan mempunyai motivasi yang kut
untuk menyesuaikan diri terhadap berbagi perubahan yang mendadak yang
diakibatkan oleh lembaga itu sendiri.
Kedua, semakin terbiasa pria maupun wanita hidup bersama dengan orang
lain dan mengambil bagian dalam kegiatan bersama, maka mereka akan semakin
mengambilbagian dalam kegiatan dalam kegiatan bersama, maka mereka akan
semakin dapat menkmati kontak sosial dan berbagi kesempatan berekriasi yang
diselenggarakan oleh lembaga.
Ketiga, para usia lanjut akan menyesuaikan diri dengan cara yang lebih baik
dalam kehidupan di lembaga,nya dengan tempat tinggal mereka cukup dekat.
Sehingga mereka dapat tetap berhubungan dengan anggota keluarga dan kerabat.
Tinggal di lembaga yang letaknya jauh dari rumahnya yang dulu biasanya merupakan
pengalaman yang traumatic terhadap penyesuaian dengan kehidupan lembaga dan
penyesuaian terhadap perasaan bahagia.
68
Keempat, merupakan butir yang dianggap sebagai butir yang paling penting
yaitu dimana mereka tinggal, perlu untuk diperhatikan
menjadi bagian dari keluarga dan tidak terputus kontak dengan anak-anak dan kerabat
kerja.
C. Interpretasi lansia dalam menghadapi masa depan.
Tentang apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan oleh orang usia lanjut
sangat bervariasi, oleh karena itu variasi rencana dan aturan dalam kehidupan juga
harus disesuaiakan. Bagaimanapun juga hampir seluruh orang usia lanjut mempunyai
kebutuhan yang bersifat fisik dan psikis tertentu yang harus dipenuhi dan disesuaikan
dengan pola hidup ,mereka, apabila pola hidupnya diarahkan untuk merawat dan
kebahagiaan.
Adapun informan yang berinisial DJ Interpretasi kemasa depannya DJ
rencananya akan berangkat ke Jakarta untuk mencari panti jompo disana, sedangakan
biaya yang dipakai ke Jakarta menurutnya sudah ada simpanan di BRI, ia dapatkan
uang itu dari hasil pemberian keluarganya ataupun orang- orang disekitarnya yang
memberikan santunan tersebut.
Menurut penuturan DJ
Harapan saya cuman bisa tinggal di panti jompo untuk menghabiskan
waktu meskipun saya nantinya akan mencari panti jompo selain disini,karena
rencana saya akan berangkat ke jakarta pada bulan 4 ini, sebenarnya bulan 2
tetapi karena cuaca yang tidak memungkinkan,saya pergi kesana dengan
bantuan teman saya juga, dia akan membantu saya untuk mencari panti
jompo di Jakarta.(Wawancara 23 Maret 2012 )
69
70
di Surabaya tetapi kareana kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk kembali
kesana.
Mauka sekalika pulang ke Surabaya,tapi uang tidak ada, terpaksami
menghabiskan waktu mi disini (Wawancara 30 Maret 2012 ).
Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis,
serta perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut, bahkan juga masyarakat menganggap
seakan akan tugas tugasnya sudah selesai, mereka berhenti bekerja dan semakin
mengundurkan diri dari pergaulan bermasyarakat yang merupakan salah satu ciri fase
ini. Dalam fase ini, biasanya usia lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih
intensif serta mencoba mendeatkan diri pada Tuhan.
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat , M.A. menjelaskan bahwa para lansia
yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negative dan positif. Diamati dari
sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan pada lansia. Sosialisasi di
lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri,
sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka jauh lebih nyaman berada di dekat
keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tingal di
panti merupakan suatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya . Tinggal
dirumah masih lebih baik dari pada di panti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan
tidak berguna (useless) dan kesepian.Padahal mereka yang masih tua masih mampu
71
72
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas maka ada beberapa yang menjadi kesimpulan
dalam skripsi ini, yaitu:
1. Latar belakang sehingga para lansia akhirnya tinggal di panti
jompo salah
satunya adalah karena adanya masalah dalam keluarga. Seperti masalah ekonomi,
adanya ketidakadilan
tinggal di panti semasa tuanya sampai akhir hayat dengan meluangkan waktunya
dengan beristirahat yang cukup.
73
B. Saran
Setelah melakukan penelitian ini, sebagai peneliti dan insane akademisi ada
beberapa point yang menjadi saran. Saran tersebut antara lain :
1.
3.
4.
Sekedar masukan untuk pihak yang terlibat dalam proses pelayanan kesejahteraan
sosial para lansia agar mampu menjalankan seluruh tanggungjawab dan
wewenangnya secara maksimal agar tujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi
mereka bisa tercapai.
5.
Diharapkan kepada pihak tekait, khususnya kepada lembaga atau panti sosial
untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun
74
pihak dari luar negeri untuk membantu setiap kinerja dan proses perkembangan
lembaga agar bisa maksimal.
6.
75
DAFTAR PUSTAKA
B Hurlock, Elizabeth,1980. Psikologi perkembangan Pengantar(Jakarta : PT Raja
grafindo,1990,)
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2005.
Desmita, 2010, Psikologi Perkembangan, PT. Remaja Rosdakarya Bandung.
Daryanto.2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Apollo.
Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar
Komprehensif, Yogyakarta: Jalasutra, 2005, hlm. 151).
Echols, Jhon M. dan Hassan Shadily. 2000. Kamus Indonesia Inggris Edisi Ketiga.
Jakarta: PT. Gramedia.
Lawang, Robert M.Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : PT.
Gramedia.
Lauer, Robert. H. 1993. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rhineka
Cipta.
Ritzer, George dan Doglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam.
Jakarta : Kencana.
Maryam siti,R, dkk. 2008. mengenal usia lanjut dan keperawatannya.salemba
medika: Jakarta.
Noorkasiani, Tamher.S, 2009, Kesehatan Usia lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan,Salemba medika, Jakarta
Prof.Dr.Sarlito Wirawan Sarwono, 2011.Teori- teori psikologi Sosial,PT. Raja
grafindo Persada
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
76
77
Lampiran I
78
Gambar 4 : Para lansia sedang mengikuti kegiatan sosial di dalam Aula PSTW
Gambar 6 : Suasana dalam Asrama Panti Sosial Tresnha werdha Gau Mabaji Gowa.
79
Lampiran II
1. Bagan PSTW Gau Mabaji Gowa
Kepala PSTW
Drs. Buniyamin Abbas
Nip : 19570128 198603 1 001
Kelompok jabatan
Fungsional
Instalasi Produksi
Indar S.sos
Nip : 19650519 199002 001
80
Lampiran III
PEDOMAN WAWANCARA
Nama
Alamat sebelumnya
Umur
TTL
Jenis kelamin
Pekerjaan
Agama
Pertanyaan wawancara
1. Bagaimana keaadaan anda setelah tinggal di panti ini ?
2. Berapa lama anda sudah tinggal dipanti ini?
3. Apa yang membuat anda sehingga ingin tiggal di panti ini ?
4. Bagaiman hubungan anda dengan keluarga ?
5. Apakah anda sudah merasa nyaman tinggal di panti ini ?
6. Bagaiman hubungan anda dengan sesame para lansia di panti ini ?
7. Bagaimana proses pelayanan sosial yang anda dapatkan di panti ini ?
8. Apakah keluarga lansia sering mengunjungi anda di panti ini ?
9. Apa yang membuat anda sehingga betah tinggal di panti ini ?
10. Apakah anda tidak pernah merasa bosan tinggal di panti ini ?
81
Riwayat Pendidikan
SD
Nama
: Hardiyanti
TTL
Alamat
Agama
: Moeslem
: SD Negeri 7 Manurunge
: Universitas Hasanuddin
82
83