Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 jumlah penduduk lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar
7,28 % dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34 % (BPS, 1992).Bahkan data Biro
sensus Amerika serikat memperkirakan Indonesia akan mengalami

pertambahan

warga lanjut usia seluruh dunia pada tahun 1990 -2025 , yaitu sebesar 414 %(kinsella
dan Tauber,1993).
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan
tingkat pekembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup
penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang Indonesia akan dapat mencapai 70
tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai mendapat perhatian
dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap
berhasilnya pembangunan yaitu bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya
jumlah lansia di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut makin
panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan
selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu
diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia
lanjut yang karena kondisi fisik dan / atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk
berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dan
pemerintah dan masyarakat (GBHN,1993).

Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima


cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan
antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu, bergerak
kearah usia tua.Oleh sebab itu, tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap
kehilangan, seperti pensiun dari peran sosial karena menua. Keterkaitannya dengan
jenis pekerjaan juga membawa dampak yang berarti.
Aspek ini menyangkut status sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut di
dalam struktur dan status kehidupan masyarakatnya. Secara internal hubungan orang
tua yang menyandang status pekerjaan dan kedudukan sosial tertentu di dalam
masyarakatnya dapat juga mempengaruhi karakter kepribadian dalam mendidik anak.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Chicago sekitar tahun
1940-an menyimpulkan bahwa keluarga kelas sosial menengah kurang menerapkan
hukuman badan, lebih mendorong tercapainya prestasi, dan memberikan tanggung
jawab secara leluasa dan bebas kepada sang anak. Latar belakang perilaku dan polapola tindakan yang diterapkan oleh orang tua dalam menerapkan metode interaksi
pendidikan terhadap sang anak ternyata juga merupakan hasil pengaruh dari kelas
sosial yang dimiliki oleh keluarga. Salah satu alasan penting yang menimbulkan
perbedaan itu adalah alasan ekonomi.
Tuckman dan Lorge (dikuti dari Stieglitz, 1954 ) menemukan bahwa pada
waktu menginjak usia pensiun (65 tahun) hanya 20 % diantara orang orang tua
tersebut yang masih betul betul ingin pensiun, sedangkan sisanya sebenarnya masih

ingin bekerja terus. Dinyatakan bahwa diantara pekerja pekerja usia 55 tahun keatas
yang mempunyai penghasilan berkecupan, keinginan untuk segera pensiun
berbanding terbalik dengan variasi, otonomi, dan tanggung jawab yang terkait dengan
pekerjaannya.
Terdapat pernyataan mengatakan bahwa kelompok orang lanjut usia adalah
sewaktu seseorang mulai menerima manfaat pensiunnya. Pada saat ini, Pertumbuhan
Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB) tidak ada mengeluarkan apa-apa standar kriteria untuk
menentukan umur yang jelas untuk lanjut usia, tetapi PBB juga mengatakan umur 60
tahun ke atas adalah merujuk kepada orang lanjut usia (WHO, 2010).
Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai keemasan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan
waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia kemunduran yaitu ada yang
menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun.
World Health Organization (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lanjut usia (WHO, 2010).

Berdasarkan data statistik, di Indonesia pula, jumlah penduduk di Indonesia


yang dilakukan pada Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005 adalah sebanyak
213,375,287 dan penduduk lansianya sebanyak 15,537,710 orang. Peningkatan
jumlah lanjut usia terjadi baik di negara maju maupun berkembang. Indonesia cukup
signifikan dalam percepatan pertambahan lanjut usia di dunia. Pada tahun 1971
jumlah lanjut usia sebanyak 5,3 juta (4,48% dari jumlah pendudukan). Tahun 2005
2010 jumlah lansia akan sama dengan anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5
% dari seluruh jumlah penduduk.
Peningkatan jumlah lanjut usia jauh lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan jumlah balita. Post-war baby boom di Indonesia yang terjadi pada
dekade 1960-1970-an diperkirakan akan mengakibatkan aged-population boom pada
dua dekade permulaan abad ke 21. Generasi yang lahir pada tahun 1960-2970-an,
pada tahun 1990-an sedang memasuki kehidupan berkeluarga dan pada tahun 20102020-an akan memasuki tahap lanjut usia. Diperkirakan tahun 2020 jumlah lanjut
usia akan meningkat menjadi 28,8 juta jiwa, sedangkan jumlah balita diperkirakan
menurun (Abikusno N (2002) dalam Rahayu, L et al (2005)).
Proses penuaan penduduk mempunyai dampak luas dan persoalan yang
muncul karena kebutuhan atas pelayanan, kesempatan, dan fasilitas bagi lanjut usia
akan bertambah. Pemerintah dan masyarakat telah berupaya melaksanakan kebijakan
dan program untuk kesejahteraan lanjut usia dengan mendirikan panti-panti werdha.
Mengikut

Undang-Undang

Dasar

1945

pasal

34

telah

mengamanatkan,

memperhatikan Fakir Miskin dan Anak Terlantar. Pendirian Panti Sosial


4

didasarkan atas Undang-Undang RI no.4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan


Kehidupan bagi Orang-Orang Jompo(Undang-undang dasar RI 1945 dan daftar
undang-undang 1965).
Namun patut diperhitungkan bahwa lansia kadang sukar beradaptasi terhadap
lingkungan maupun suasana baru dan kadang lebih menyukai tinggal di rumahnya
sendiri. Menjadi tua dan lemah adalah proses yang tidak terelakkan. Perawatan lansia
harus dilakukan dengan teliti, sabar, dan penuh cinta. Perawatan lansia diharapkan
dapat meningkatkan kualitas hidup lansia sehingga mereka tetap merasa bahagia dan
dapat menjalani kehidupan masa tuanya dengan lebih baik. (Versayanti, 2008).
Keberadaan lansia seringkali dipersepsikan secara negatif dan keliru, dimana lansia
dianggap sebagai beban keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Hal ini muncul
karena melihat dari kasuistik terhadap lansia (jompo) yang hidupnya sangat
tergantung kepada orang.
Persepsi negatif seperti ini sesungguhnya tidak sepenuhnya benar, karena
masih banyak lansia yang dapat berperan aktif, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Pada umumnya lansia masih memegang peranan yang amat penting
dalam kegiatan rumah tangga. Dari temuan tersebut menunjukkan bahwa lansia masih
dianggap penting dalam menentukan arah kehidupan sebagian besar rumah tangga
tempat mereka berada. di berbagai negara berkembang, para lansia dianggap beban
keluarga sehingga dititipkan di panti-panti jompo, bahkan terlantar.

Berdasarkan paparan di atas tentang realita yang terjadi tentang panti jompo
maka membuat saya tertarik

membuat skripsi

tentang Studi Fenomenologis

Lansia di Panti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa


B. Rumusan masalah
Agar penelitian yang akan dilakukan dapat terarah, maka dianggap perlu
untuk menyusun fokus masalah dalam bentuk rumusan masalah berikut :
1. Bagaimana interpretasi lansia terhadap keluarga?
2. Bagaimana interpretasi lansia terhadap kehidupan dalam Panti Sosial
Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa
3. Bagaimana interpretasi lansia dalam menghadapi masa depan?
C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini antara lain
adalah :
1. Untuk mengetahui interpretasi lansia terhadap keluarga.
2. Untuk mengetahui interpretasi lansia terhadap kehidupan dalam Panti Sosial
Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa.
3. Untuk mengetahui interpretasi lansia dalam menghadapi masa depan.
D. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam dua hal :
6

1. Manfaat Akademik
Untuk mengetahui gambaran kehidupan para lansia di Panti Sosial Tresnha
Werdha Gau Mabaji Gowa.
Penelitian ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi akademik
pada jenjang srata satu (S1) pada jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan bagi para peneliti
selanjutnya yang akan mengangkat tema yang serupa dengan penelitian
yang akan kami laksanakan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini mampu memberikan masukan kepada semua pihak baik
masyarakat maupun pemerintah terkait dengan peranan mereka dalam
melihat panti tresnha werdha gau mabaji gowa sebagai suatu realitas sosial
yang perlu diperhatikan demi perbaikan kondisi mereka di masa yang akan
datang.
Peneliti berharap hasil penelitian ini mampu menjadi pertimbangan bagi
pihak yang terkait untuk menyusun sebuah regulasi terkait dengan
kehidupan lansia di Sulawesi-Selatan.
E. Kerangka Konseptual
Gambaran sekilas tentang kajian fenomenologis kehidupan lansia dapat
diuraikan sebagai berikut :

1. Perkembangan lansia di Indonesia


Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sudibyo Alimoeso
mengatakan para lanjut usia (lansia) potensial di Indonesia masih terbilang banyak.
Dengan jumlah banyak tersebut para lansia ini bisa di berdayakan tanpa membebani
pemerintah. Dalam kerangka pengabdian lansia ini, lansia bisa dikembangkan secara
individu maupun dalam kelompok-kelompok atau wadah yang mereka inginkan.
Karena lansia-lansia yang potensial ini memiliki pengalaman dan kearifan atau
kepandaian tertentu yang dimiliki oleh mereka sehingga mereka bisa memilih
jalurnya sendiri. Sehingga bisa bermanfaat Namun, yang menjadi dilema adalah pada
saat ini usia produktif di Indonesia sangat besar dan membutuhkan pekerjaan.
Sedangkan lapangan pekerjaan itu tidak seluruhnya bisa menyerap. Karena
pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 6,7 persen.
Secara yuridis formal, ketentuan untuk memenuhi hak lansia diatur dalam
Pasal 42 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan
bahwa setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental
berhak memperoleh perawatan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
2. Hubungan Lansia dengan Lansia

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Masalah kesehatan anggota


keluarga saling terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada
satu anggota keluarga yang bermasalah kesehatannya pasti akan mempengaruhi
pelaksanaan dari fungsi-fungsi keluarga tersebut. Meningkatnya jumlah lansia
menimbulkan masalah terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fungsi keluarga dengan
kualitas hidup lansia. Kemunduran fisik yang menyebabkan orang menjadi tua
sesungguhnya merupakan fenomena biologis,tetapi fungsi, kedudukan, peran sosial
kelompok dalam keluarga&komunitas adalah konstruksi budaya.Pelembagaan umur
membuat jelas bahwa factor-faktor kebudayaanlah dan bukan factor-faktor biologi
yang terutama penting untuk menentukan status social.

Peran dan kedudukan lansia dalam keluarga dan masyarakat sangat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh keluarga dan masyarakat.Keluarga sebagai
perantara sosial terkecil dalam masyarakat,terbentuk karena adanya perkawinan.
Perkawinan sesungguhnya merupakan transaksi yang sah antara laki-laki&perempuan
yang mengukuhkan hak mereka yang tetap untuk berhubungan seks satu sama
lain,yang mengukuhkan bahwa perempuan sudah siap dan memenuhi syarat untuk
melahirkan anak.

3. Hubungan lansia dengan panti jompo

Sementara rumah perawatan untuk orang tua yang lansia dapat setup
diinginkan untuk keluarga tradisional, mungkin datang suatu saat sebuah panti jompo
akan menjadi pilihan yang lebih baik. Panti jompo menyediakan perawatan ahli,
fasilitas memadai dan round-the-clock pemantauan yang akan membuat hidup untuk
kedua orang tua dan keluarga lebih mudah. Berikut adalah cara untuk menentukan
kapan orang tua membutuhkan panti jompo. Tempat dimana tempat berkumpulnya
orang orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak
keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh
pemerintah maupun pihak swasta.

Hal yang telah diuraikan di atas, merupakan kewajiban Negara untuk menjaga
dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam UU No.12
Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM). Pengertian lanjut
usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60 tahun dan masih hidup.
Sedangkan panti jompo adalah tempat dimana tempat berkumpulnya orang orang
lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk
diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh pemerintah
maupun pihak swasta. Dan ini sudah merupakan kewajiban Negara untuk menjaga
dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam UU No.12
Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).

10

F. Skema Kerangka Konseptual

LANJUT USIA

KELUARGA

MASYARAKAT

PANTI

G. Definisi Konsep
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian dari konsep-konsep yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian :
1. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
2. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
3. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan,
memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya.
4. Panti jompo adalah tempat merawat dan menampung jompo, dan Perda No,
15 Tahun 2002 mengenai Perubahan atas Perda No. 15 Tahun 2000 Tentang

11

Dinas Daerah, maka Panti Sosial Tresna Werdha berganti nama menjadi Balai
Perlindungan Sosial Tresna Werdha.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Fenomenologis
Secara ilmiah pemikiran lansia dapat dikaji dari studi fenomenologis. Peneliti
dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitankaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Sosiologi
fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh Edmund Husserl dan Alfred
Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang memberi tekanan pada verstehn,
yaitu pengertian interpretatif terhadap pemahaman manusia. Fenomenologi tidak
berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang
diteliti oleh mereka.
Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan
untuk mengungkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh
kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha
untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa
sehingga mereka mengerti apa dan bagaiamana suatu pengertian yang dikembangkan
oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Para fenomenolog
percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan
pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa pengertian pengalaman
kitalah yang membentuk kenyataan.

13

Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan logos.
Arti kata logos sudah tidak perlu dijelaskan lagi, sebab sudah menjadi pengertian
umum dan dikenal dalam berbagai susunan. Sedangkan kata fenomena berasal dari
kata kerja Yunani phainesthai yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata
fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata
kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara
harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari dua sudut. Pertama,
fenomena selalu menunjuk ke luar atau berhubungan dengan realitas di luar
pikiran. Dua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena selalu berada dalam
kesadaran kita. Maka dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat
penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni.Fenomenologi
adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek
sebagai korelat kesadaran.

Fenomenologi adalah disiplin ilmu yang sungguh revolusioner dan


berpengaruh. Sebagai corak berfilsafat, fenomenologi sangat orisinil, pola berfilsafat
yang tidak lagi mencari esensi di balik penampakkan, melainkan berkonsentrasi
penuh pada penampakkan itu sendiri. Fenomenologi menyapu bersih segala asumsi
yang cenderung mengotori kemurnian pengalaman manusia.

14

Pengaruh fenomenologi sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan


mendapatkan inspirasi dari fenomenologi, antara lain; psikologi, sosiologi,
antropologi sampai arsitektur, semuanya memperoleh napas baru dengan munculnya
fenomenologi.

Selain mempengaruhi ke luar, fenomenologi juga menghasilkan varian dalam


fenomenologi itu sendiri. Sebut saja filsuf semacam Heidegger dan Marleau Ponty.
Mereka

mengembangkan

fenomenologinya

sendiri

yang

berbeda

dengan

fenomenologi Husserl. Heidegger dengan fenomenologi eksistensial, sedangkan


Ponty dengan fenomenologi persepsi. Keluarnya mereka dari arus utama
fenomenologi Husserl dilandasi oleh penolakan mereka terhadap konsep ego
transedental. Manusia bukan ego yang terlepas dari lingkungannya. Manusia adalah
wujud dalam dunia yang menemukan selalu, sudah terisolasi dalam dunia kehidupan.

Sebagai disiplin, fenomenologi sudah menampakkan dirinya kuat-kuat dalam


arus besar pemikiran kontemporer. Masa depannya sangat bergantung pada seberapa
jauh pengetahuan kita untuk mendalami dan mengembangkannya.

Interpretasi atau penafsiran

adalah

proses komunikasi melalui lisan atau

gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol
yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau
berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Menurut definisi, interpretasi
hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni,

15

ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu
interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang
sedang berlangsung atau hasilnya.
Suatu interpretasi merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran
informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik.
Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika atau berbagai
bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik
secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan
menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas.

Interaksi Simbolik
Bersamaan dengan perspektif fenomenologis, pendekatan ini berasumsi

bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi, dan
peristiwa tidak mempunyai pengertiannya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan
untuk mereka.Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses
penafsirannya adalah esensial serta menentukan dan bukan bersifat kebetulan atau
bersifat
Untuk

kurang
memahami

penting
perilaku,

kita

terhadap
harus

mamahami

pengalaman
definisi

dan

itu.
proses

pendefinisiannya. Manusia terikat secara aktif dalam menciptakan dunianya sehingga


dengan demikian ia mengerti akan pemisahan antara riwayat hidup dengan
masyarakat yang merupakan sesuatu yang essensial. Manusia tidak dapat bertindak

16

atas dasar respon yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mempradefinisikan
obyek, tetapi lebih sebagai penafsiran, pendefinisian,
Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan pula ditentukan oleh kekuatan
manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan sesuatu dengan bantuan orang lain
seperti orang-orang pada masa lalu, penulis, keluarga, pemeran di televisi, dan
pribadi-pribadi yang ditemuinya dalam latar temapt mereka bekerja atau bermain,
namun orang lain tidak melakukannya untuk mereka.. Melalui interaksi seseorang
membentuk pengertian. Orang dalam situasi tertentu .sering mengembangkan definisi
bersama (atau perspektif bersama dalam bahasa interaksi-simbolik) karena mereka
secara teratur berhubungan dan mengalami pengalaman bersama, masalah, dan latar
belakang, tetapi kesepakatan tidak merupakan keharusan. Di pihak lain, sebagian
memgang definisi bersama untuk menunjuk pada kebenaran, sautu pengertian
yang senantiasa dapat disepakati. Hal itu dapat dipengaruhi oleh orang yang melihat
sesuatu dari sisi yang lain. Bila bertindak atas dasar definisi tertentu, sesuatu
barangkali tidak akan baik bagi seseorang. Biasanya pada seseorang ada masalah, dan
masalah itu dapat membentuk definisi baru, dapat meniadakan yang lama, dengan
kata lain dapat berubah.
Bagaimana definisi itu berubah atau berkembang merupakan pokok persoalan
yang akan diteliti.Jadi, penafsiran itu esensial. Interaksi simbolik menjadi paradigma
konseptuakl melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang
tidak disadari,kebetulan, status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep

17

budaya, mekanisme pengawasan masyarakat, atau lingkungan fisik lainnya.


Faktor-faktor tersebut sebagian adalah konstrak yang digunakan para ilmuwan sosial
dalam usahanya untuk memahami dan menjelaskan perilaku. Para interaksionis
simbolik tidak menolak kenyataan bahwa konsep teoretik tersebut mungkin
bermanfaat. Namun, hal itu hanya relevan untuk memahami perilaku sepanjang hal
itu memasuki atau berpengaruh terhadap proses pendefinisian.

B. Pengertian Lanjut usia


Di dalam pengertian akan dijelaskan sebagai berikut :
1.Pengertian orang lanjut usia atau jompo menurut undang-undang No,4 tahun
1965,Bab 1 pasal 1sebagai berikut: Orang lanjut usia/jompo adalah setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia tidak mempunyai atau tidak berdaya guna mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari.
Selanjutnya keputusan Menteri Sosial RI No.HUK,3-1-50/107 tahun 1971.
Pengertian sebagai berikut seseorang dikatakan jompo adalah setelah yang
bersangkutan mencapai umur 55 tahun,tidak mempunyai atau tidak percaya guna
mencari nafkah dari orang lain.
Selanjutnya prof.Dr.H.Mulyono gandadiputra MA. (1983:150 mengatakan
sebagai berikut
Manusia lanjut usia,sebagaimana masyarakat pada umumnya juga akan
mengalami berbagai macam permasalahan dalam kehidupannya baik fisik,fsikisis
maupun sosial. dari segi fisik umunya ditandai dengan adanya proses kemunduran
18

dari pada proses kemudiaan panca indera,kulit yang menjadi keriput serta
kemunduran pada organ tubuh laiinya yang ditandai dengan seringnya mereka
menderita beberapa sakit tua.proses ketuaan dilihat sari segi psikis ditandai dengan
proses lupa mengenai hal-hal yang baru saja terjadi,mudah sedih,sikap curiga serta
sering merasa sebatang kara.
Berdasarkan paparan dapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang lanjut
usia/jompo dapat diperhadapkan pada masalah-masalah sosial yang cukup serius
,sehingga perlu penanganan yang sangat serius oleh pemerintah khususnya
Departemen Sosial.
C. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasai lansia
1. Pralansia (prasenilis )
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan( Depkes RI,2003 )
4. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa.( Depkes RI,2003 )
5. Lansia tidak potensial

19

Lansia tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada


bantuan orang lai. ( DepkesRI, 2003 )
D. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna keliat (1999), lansia memiliki Karakteristik sebagai
berikut .
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang
kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif maupun
kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
E. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung

pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (Nugroho, 2000).Tipe


tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.

Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

20

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang prose penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif

tipe dependen

(kebergantungan, ,tipe defensive (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah
/ftrustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa
serta benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemapuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari ( indeks kemandirian Katz), para
lansia

dapat

digolongkan

menjadi

beberapa

tipe

yaitu

lansia

mandiri

sepenunhya,lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri

21

dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan social, lansia dip
anti werdha, lansia yang dirawat dirumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
F. Tugas perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh tumbuh kembang pada
tahap sebebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya, melakukan
kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi
dengan orang-orang yang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya
seperti olahraga, mengembangkan hobi, bercocok tanam, dan lain-lain.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2. Mempersiapkan diri untuk pension
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
G. Tugas Perkembangan Keluarga dengan lansia
Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai
oleh keluarga dalam setiap perkembangannya.Keluarga diharapkan dapat memenuhi

22

kebutuhan biologis, imperatif (saling menguatkan ), budaya dan aspirasi, serta nilanilai keluarga.
Menurut Charter dan Mc goldrick (1988), tugas perkembangan keluarga
dengan lansia adalah sebagai berikut.
1.Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam mendukung kesejahteraan lansia. Perpindahan tempat tinggal pada lansia
merupakan suatu pengalaman traumatis, pindah tempat tinggal berarti akan
mengubah kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh lansia dilingkungan
tempat tinggalnya. Selain itu, dengan pindah tempat tinggal berate lansia akan
kehilanganteman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta telah memberikan
rasa aman pada lansia.
Kondisi ini tidak dialami oleh semua lansia, karena pindah tempat tinggal
yang telah dilakukan dengan persiapan yang memadai dan perencanaan yang
matang terhadap lingkungan baru bagi lansia, tentu akan berdampak positif bagi
kehidupan lansia.
2. Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun
Ketika lansia memasuki pension, maka terjadi penurunan pendapatan secara
tajam dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara
tabungan/ pendapatan berkurang.
Dengan sering munculnya masalah kesehatan, pengeluaran untuk biaya
kesehatan merupakan masalah fungsional yang utama. Adanya harapan hidup yang
23

meningkat memungkinkan lansia untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah
kesehatan yang ada.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan.
Hal ini menjadi lebih penting dalammewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang
berlangsung dari pasangan lansia.
Salah satu mitos tentang lansia adalah dorongan seks dan aktivitas sosialnya
yang tidak ada lagi. Mitos initidak benar,karena menurut hasil penelitian
memperlihatkan keadaan yang sebaliknya. Studi- studi semacam inimenentukana
bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas seksual secara perlahan-lahan pada
lansia, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada, bahkan meningkat
(lobsenz, 1975). Salah satu penyebab yang dapat menurunkan akivitas seksual adalah
masalah psikolgis.
4.

Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan.


Tugas perkembangan ini secara umum merupakan tugas perkembangan yang

paling trumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah bagian dari
kehidupan normal, tetapi kesadaran akan akan kematiantidak berarti bahwa pasangan
ang ditinggalakan akan menemukan penyesuaian kematian dengan mudah.
Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluaraga secar total,
karena kehilangan pasanagn akan mengurangi sumber- sumber emosional dan
ekonomiserta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut.
5. Pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi.
24

Ada kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dari hubungan sosial,
tetapi keluarga tetap menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan
social. Oleh karena lansia menarik diri dari aktivitas dunia sekitarnya, maka
hubungan dengan pasangan , anak-anak,cucu,serta saudaranya menjadi lebih penting.
6. Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut.
Hal ini dipandang penting, bahwa penelaahan kehidupan memudahkan
penyesuaian terhadap situasi- situasisulit yang memberikan pandangan terhadap
kejadian-kejadian di masa lalu. Lansia sangat peduli terhadap kualitas hidup mereka
dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh
arti.(duvall,1977).
Selain itu, lansia sendiri harus dapat melakukan perawatan dirinya sendiri,
keluarga, dan orang-orang di sekitarnya pun perlu memahami bagaimana melakukan
perawatan yang tepat bagi lansia tersebut. Oleh karena selama individu tersebut
memiliki semangat untuk hidup serta melakukan kegiatan- kegiatan, maka ia akan
tetap produktif dan berbahagia meskipun usianya telah lanjut.
Secara umum, telah diidentikasi bahwa usia lanjut pada umumnya mengalami
berbagai gejala akibat terjadinya penurunan fungsi bilogis, psikologis, sosial dan
ekonomi. Perubahan ekonomi akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatannya. Juga telah disinggung bahwa proses menua di
dalam perjalanan hidup manusia merupakan hal yang wajar yang akan dialami semua

25

oran yang dikaruniai umur panjang. Hanya saja, kecepatan proses tersebut bergantung
pada masing-masing individu yang bersangkutan.
Perkembangan kehidupan lansia yang diharapkan mencakuppenyesuaian
terhadap pension (bagi mereka yang bekerja disektor formal ) dan penurunan
penghasilan, penyesuaian terhadap kematian pasangan atau kerabat, membangun
suatu perkumpulan dengan sekelompok seusia, mengambil dan beradaptasi terhadap
peran sosial dengan cara yangeksibel, serta membuat pengaturan hidup atau kegiatan
asik yang menyenangkan.
Adapun mekanisme terhadap lansia dalam menyesuaikan diri terhadap adanya
perubahan yang dipengarui oleh faktor faktor sebagai berikut:
1. Usia dan jenis pekerjaan.
Semakin bertambah usia seorang, semakin siap pula dalammenerima cobaan, hal
ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem
sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia
pertengahan menuju usia tua (Cox, 1984 ). Teori ini menekankan bahwa
kestabilan sistem kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah usia tua. Oleh
sebab itu, tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap kehilangan, seperti
pensiun dari peran sosial karena menua. Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan
juga membawa dampak yang berarti.
2. Jenis kelamin

26

Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang
digunakan, (Darmojo dkk,1999), menyatakan hasil penelitian mereka yang
memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial lansia di Indonesia secara
umum masih lebih baik dibandingkan lansia di Negara maju, antara lain tandatanda depresi (pria 4,3 % dan wanita 4,2 %), menunjukkan kelakuan/ tabiat buruk
(pria 7,3 % dan wanita3,7 %), serta cepat marah irritable( pria 17,2 % dan wanita
7,1 %). Jadi, dapat diasumsikan bahwa wanita lebih siap dalam menghadapi
masalah dibandingkan laki- laki, karena wanita lebih mampu menghadapi
masalah dari pada kaum lelaki yang cenderung lebh emosional.
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang
dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang
terjadi.Umumnya lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
masih dapat produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya sebagai
pengisi waktu luang dengan menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya
sendiri.
4. Motivasi
Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah . Individu yang tidak mempunyai motivasi untuk
menghadapi dan menyelesaikan masalah akan membentuk mekanisme terhadap
27

lansia dlam menyelesaikan perubahan( koping) yang destruktif.Menurut


Maslow(1968) ,jika tiap tiap kebutuhan dapat dicapai, maka individu termotivasi
untuk mencari kebutuhan pada tahapyang lebih tinggi berikutnya, sehingga
individu akan mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah.
5. Dukungan keluarga.
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para lansia.
Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti bukti yang
menujukkan bahwa anak/ keluarga segan untuk melakukan hal ini. Menempatkan
lansia dipanti werdha merupakan alternative terakhir.Martabat lansia dalam
keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan di dunia timur seperti yang kita
rasakan perlu untuk dipertahankan. Dari negative, penghargaan kepada rang tua
ini yang sering dijumpai berupa over protecktif (Hodkinson, 1976). Dukungan
dari keluarga merupakan unsur

terpenting dalam membatu individu

menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan,rasa percaya diri akan bertambah


dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat (Stuart dan
Sundeen,1995 ).
6. Dukungan sosial
Kebiasaan sosial budaya

masyarakat

didunia timur sampai sekarang masih

menempatkan orang- orang usia lanjut pada tempat terhormat dan penghargaan
yang tinggi.Menurut brojkelehurust dan Allen (1987)lansia sering dianggap
lamban, baik dalam berpikir maupun dalam bertindak. Anggapan ini bertentangan
dengan pendapat- pendapat pada zaman sekarang, yang justru menganjurkan
28

masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap penting
meyakinkan.

Contohnya

dalam

bidang

pendidikannya,

sehingga

dapat

meningkatkan intelegensi dan memperluas wawasannya. Hal ini merupakan suatu


dukungan bagi lansia dalam menghadapi masalah yang terjadi.
H. Pengertian Rumah jompo
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata panti jompo diartikan sebagai
tempat merawat dan menampung jompo, dan Perda No, 15 Tahun 2002 mengenai
Perubahan atas Perda No. 15 Tahun 2000 Tentang Dinas Daerah, maka Panti Sosial
Tresna Werdha berganti nama menjadi Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha.
Fasilitas untuk panti jompo diatur dalam Peraturan Perundang- Undangan dan
Penyelenggaraan Penyandang Cacat Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 yang
mencangkup akses ke dan dari dalam bangunan, pintu, tangga, lift, tempat parkir,
toilet dan beberapa lainnya dalam aksebilitas pada bangunan umum. Dalam
Departemen Sosial manula dimasukkan kedalam kategori penyandang cacat, mental
maupun fisik.
Sesuai yang ditegaskan dalam buku pedoman pembinaan orang lanjut usia/jompo
melalui sistem panti yakni :
Pembinaan kesejahteraan Sosial bagi orang lanjut usia/jompo melalui sistem
panti adalah suatu wadah atau lembaga kegiatan untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi orang lanjut usia/jompo yang masih mempunyai

29

kemampuan atau kemauan untuk melaksanakan kegiatan usaha produktif dengan


memberikan bantuan yang bersifat stimulatif berupa paket bantuan usaha produktif.
a. Tinjauan Kenyamanan Bangunan Panti Jompo
Nyaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segar; sehat.
Sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan.Dan
kenyamanan sebuah bangunan diatur dalam Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002
Tanggal 16 Desember 2002, Bagian Keempat Pasal 26 ayat 1 sampai dengan ayat 7.
Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002

tentang Persyaratan Kendala

Bangunan Gedung, Paragraf 4 pasal 26 yaitu ayat (1) Persyaratan kenyamanan


bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat
(6) meliputi kenyamanan ruang gerak, dan hubungan antar ruang, kondisi udara
dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran, dan tingkat kebisingan. Hal- hal
tersebut menjadi syarat minimal kenyamanan sebuah gedung, terlebih bagi sebuah
bangunan panti jompo.
b.

Kenyamanan Ruang Gerak


Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (2) yaitu tentang Kenyamanan Ruang

Gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh
dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak
dalam ruang.

30

Ayat ini menjelaskan bagaimana dimensi ruang yang benar dan tata letak
ruang atau organisasi ruang yang tepat dalam hal ini khususnya ruang kumpul,
sehingga manula sebagai user dapat bergerak dengan nyaman dalam ruangan. Baik
manula dengan kursi roda, dengan alat bantu jalan atau manula dengan kondisi
normal.
Dimensi ruang yang dimaksud diatas adalah berapa lebar, panjang dan tinggi
ruang yang dibutuhkan untuk sebuah ruang agar manula khususnya dapat bergerak
leluasa contohnya untuk kamar tidur untuk satu orang adalah 7m, dan kamar tidur
untuk dua orang yaitu 12m. Menurut Ernst Neufert untuk ruang kumpul atau ruang
duduk dengan aktifitas, nonton, membaca atau melakukan hobi seperti kerajinan
tangan, luas ruang bersama untuk tiap orang diperhitungkan minimal 1,9 m.
Sedangkan selain dimensi ruang, diatur juga mengenai penataan ruang untuk
memberikan kenyamanan bergerak dalam ruang. Dalam sebuah ruang kumpul
biasanya terdapat sofa/kursi, meja, dan rak televisi/ buku, maka menurut Julius
Panero jarak yang dibutuhkan antara sofa/kursi dengan meja minimal adalah 45,7 cm
dan maksimalnya 91,4 cm agar manula dengan kursi roda dapat bergerak diantaranya
dengan nyaman.
c.

Kenyamanan Hubungan Antar Ruang


Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (3) yaitu tentang Kenyamanan

Hubungan Antar Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan

31

kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam
bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
Maksud dari ayat tersebut adalah kenyamanan yang diperoleh dari tata letak
ruang atau organisasi ruang dan kenyamanan yang diperoleh dari kemudahan
mencapai ruang lain atau bangunan lain melalui sirkulasi ruang horizontal maupun
vertikal.
Dalam perencanaan sebuah fasilitas dalam hal ini panti jompo khususnya,
kebutuhan ruang akan menentukan bagaimana organisasi ruang sesuai kebutuhannya.
Contohnya seperti gambar dibawah ini sebaiknya ruang tidur, kamar mandi, ruang
makan, dan ruang kumpul jaraknya tidak terlalu berjauhan. Karena ruang- ruang
tersebut adalah ruang yang sering dipergunakan oleh manula dalam beraktifitas.

R. Tidur
R. Tidur

Kamar Mandi

R. Makan

R. Kumpul

Gambar 5: Gambar hubungan antar ruang diwisma panti jompo

Selain masalah organisasi ruang, ayat ini mengatur masalah sirkulasi antar
ruang, yang tersiri dari sirkulasi ruang secara horizontal maupun vertikal. Yang
dimaksud dengan sirkulasi ruang horizontal adalah koridor, ramp atau tanjakan akses

32

juga tangga. Sedangkan sirkulasi vertikal adalah lift atau eskalator, fasilitas tersebut
khususnya lift dibutuhkan apabila gedung terdiri dari empat lantai.
Penempatan atau pemasangan reilling sangat diperlukan sepanjang jalur atau
ruang yang sering dilalui atau digunakan manula. Selain kenyamanan, keamanan
bergerak pun harus diperhatikan menurut NSA( National Institute of Aging) jalan
yang dilalui manula harus teratur, terbebas dari kabel listrik dan telepon, permadani
yang dipasang harus terekat kuat dilantai dan memiliki tekstur yang kasar dan tidak
berjumbai, hal ini diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan khususnya
dirumah. Sehingga manula selain nyaman, manula pun aman bergerak dalam
bangunan tersebut.
d. Kenyamanan Kondisi Udara
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (4) yaitu tentang Kenyamanan Kondisi
Udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang
diperoleh dari temperatur dan kelembaban didalam ruang untuk terselenggaranya
fungsi bangunan gedung.
Ayat diatas menerangkan tentang suhu dan kelembaban yang tepat agar
mendapatkan kenyamanan. Suhu yang nyaman untuk tubuh kita adalah antara antara
18 C-25 C. Sedangkan mengenai kelembapan suatu ruang tergantung dari derajat
kelembapan udara diluar dan tujuan penggunaan ruang itu sendiri. Kelembapan yang
nyaman ada disekitar 40%-70%. Lazimnya pengaturan kelembaban dalam sebuah

33

rumah tinggal tidak terlalu diperlukan, berbeda dengan bangunan yang lebih besar
seperti pabrik atau perkantoran besar dimana terdapat banyak orang beraktifitas.
Menurut Ernst Neufert tingkat suhu udara dalam ruang sangat tergantung pada
kegiatan penghuninya dan jenis pakaian yang dikenakan. Juga tergantung pada
kecepatan pergerakan udara dan hembusan udara tersebut. Selain suhu dan
kelembaban, hal lain seperti sirkulasi udara pun sangat diperlukan. Besarnya ventilasi
udara perlu diperhatikan, tapi tentu saja berdasarkan dengan kegiatan penghuni
didalamnya dan lokasi bangunan tersebut apakah terdapat banyak polusi udara atau
bebauan yang dapat berasal dari emisi kendaraan, asap pabrik, atau asap rokok.
Suhu, kelembapan dan sirkulasi udara perlu sangat diperhatikan karena hal
tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan penghuninya.
e.

Kenyamanan Pandangan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (5) yaitu tentang Kenyamanan

Pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi dimana hak
pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan didalam bangunan gedungnya tidak
terganggu dari bangunan gedung lain disekitarnya.
Ayat ini menjelaskan bahwa kenyamanan pandangan dapat diwujudkan
melalui gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar
bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang terbuka
hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan
sinar. Selain itu pemilihan warna dan material baik terhadap elemen interior seperti

34

dinding, lantai, dan atap maupun terhadap furnitur, juga pencahayaan dapat menjadi
penentu bagaimana mewujudkan pandangan yang nyaman.
Pencahayaan dapat berasal dari pencahayaan alami (sinar matahari) dan
pencahayaan buatan. Pencahayaan yang dibutuhkan untuk pekerjaan seperti
membaca, mengerjakan hobi maupun menonton dibutuhkan 120-250 lux. Warna dan
material pun dapat menjadi penentu pencahayaan sebuah ruang karena warna dan
material dapat memantulkan cahaya. Menurut Mangunwijaya semakin muda atau
mendekati putih warna elemen atau furnitur ,maka penerangan ruangan semakin
baik, karena cahaya yang dipantulkannya semakin tinggi. Selain itu warna dapat
memberikan efek psikologis bagi yang melihatnya, seperti kesan hangat, dingin, atau
segar. Tata letak ruang pun memiliki andil dalam memberikan kenyamanan
pandangan, misalnya apakah dari ruang tersebut anda dapat melihat ruang lain tanpa
terhalang elemen interior atau furnitur pada ruang tersebut.
f . Kenyamanan Kondisi Tingkat Getaran dan Kebisingan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (6) yaitu tentang Kenyamanan Tingkat
Getaran dan Kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat
kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan
pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran atau kebisingan yang
timbul baik dari dalam gedung atau lingkungannya.
Ayat tersebut mengatur jangan sampai kebisingan atau getaran gedung
tersebut mengganggu kenyamanan dan kesehatan penghuni lain. Untuk ruangan

35

dalam rumah normal, sebaiknya jangan melebihi 20-30 db. Sedangkan untuk
frekuensi getaran bangunan gedung biasanya antara 5-50 Hz. Jika frekuensi tersebut
telah memasuki batas 20-30 Hz, maka getaran tersebut telah dapat didengar sebagai
bunyi.
Tingkat kebisingan dan getaran bangunan dapat dipengaruhi oleh banyak hal
salah satunya lokasi, kegiatan penghuni, juga material yang dapat menghasilkan atau
meredam suara pada bangunan atau ruang tersebut.
Selain ketentuan kenyamanan yang telah dibahas diatas, banyak hal yang
perlu diperhatikan agar dapat menciptakan kenyamanan yang maksimal. Salah
satunya adalah pemilihan warna, material, pola baik pada elemen maupun furniture,
semua hal tersebut butuh perlakuan khusus karena user dari panti ini adalah manula
dengan kebutuhan khusus.
Salah satu contohnya menurut Ernest Neuvert, tinggi meja makan untuk
manula yaitu 70 cm, kursi untuk duduk santai agar kaki dapat menapak kelantai yaitu
berkisar antara 40-43 cm, dengan lebar antara 41-47 cm tinggi lengan kursi 23 cm
dengan sudut kemiringan 28. penjelasan tadi adalah satu dari sekian ukuran furnitur
yang didesain khusus untuk kenyamanan manula. Pemilihan furniture harus sesuai
dengan anthopometri manula, karena tubuh manula tidak sama lagi dengan manusia
yang lebih muda contohnya, hal tersebut disebabkan pengurangan masa otot.

Keuntungan tinggal dipanti jompo

36

1. Perawatan dan perbaikan wisma dan perlengkapannya

dikerjakan oleh

lembaga.
2. Semua makanan mudah didapat dengan biaya yang memadai.
3. Perabot dibuat untuk rekreasi dan hiburan.
4. Terdapat kemungkinan untuk berhubungan dengan teman seusia yang
mempunyai minat dan kemampuan yang sama.
5. Kesempatan yang besar untuk dapat diterima secara temporer oleh teman
seusia dari pada orang yang lebih muda.
6. Menghilangkan kesepian karena orang-orang disitu dapat dijadikan teman.
7. Perayaan hari libur bagi mereka yang tidak mempunyai keluarga tersedia
disini.
8. Ada kesempatan untuk berprestasi berdasarkan prestasi di masa lalu
kesempatan semacam ini tidak mungkin terjadi dalam kelompok orang orang
muda.

Kerugian tinggal dipanti jompo.

1. Lebih mahal daripada tinggal dirumah sendiri.


2. Seperti halnya makanan disemua lembaga ,biasanya kurang menarik daripada
masakan rumah sendiri.
3. Pilihan makanan terbatas dan seringkali diulang-ulang.
4. Berhubungan dekat dan menetap dengan beberapa orang yang tidak
menyenangkan.

37

5. Letaknya seringkali jauh dari tempat pertokoan,hiburan dan organisasi


masyarakat.
6. Tempat tinggalnya cenderung leih kecil daripada rumah yang dulu.

G. Ada beberapa teori social yang berhubungan dengan proses penuaan yaitu
interaksi social (social exchange theory), teori penarikan diri, ( disengagement
theory 0, teory aktivitas ( activity theory ), teori kesinambungan ( continuity
theory ), teori perkembangan ( development theory), dan teori stratifikasi usia
(age stratification theory).

1. Teori interaksi sosial


Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal- hal yang dihargai masyarakat . Mauss (1954),
Homans (1961 )dan Blau (1964 ) mengemukakan bahwa interaksi sosial
terjadi berdasarkan atas hukum dan pertukaran barang dan jasa. Sedangkan
pakar lain Simmons (1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk
terus menjalin interaksi social merupakan kunci untuk memperthankan status
sosialnyaa atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar
Menurut Dowd (1980 ), interaksi antara pribadi dan kelompok
merupakan upaya untuk meraih keuntungan sebesar- besarnya dan menekan
kerugian hingga sesedikit mungkin. Kekuasaan akan timbul apabila seseorang

38

atau kelompok mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan


pribadi atau kelompok lainnya.
Pada

lansia,

kekuasaan dan prestisenya

berkurang,

sehingga

menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah


harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
Pokok pokok teori interaksi sosial adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat terdiri atas aktor- aktor social yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
b. Dalam upaya tersebut terjadi interaksi social yang memerlukan biaya dan
waktu.
c. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor harus
mengeluarkan biaya.
d. Aktor senantiasa berusaha mencari mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya kerugian.
e. Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
2.

Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965 ) Lemon et al.(1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang
lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang
dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi di lain sisi

39

dapat dikembangkan , misalnya peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau
nenek, ketua RT, seorang duda atau janda, serta karena ditinggal wafat
pasangan hidupnya.
Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan
merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk
mempertahamkan perilaku mereka semasa mudanya.
Pokok pokok teori aktivitas adalah :
a. Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
b. Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyusunan kebijakan terhadap
lansia, karena memungkinkan para lansia untuk berinteraksi sepenuhnya di
masyarakat.
3. Teori Kesinambungan
Teori ini dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seorang
pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia,
hali ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
Pokok- pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut:

40

a. Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif pada proses
penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannyadi masa lalu, lansia harus
dipertahankan atau dihilangkan.
b. Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
c. Lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam untuk beradaptasi.
4. Teori Perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami lansia
pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori Freud,
buhler, Jung, dan Erickson. Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisis
serta perubahan psikososial anak dan balita.Erickson (1930), membagi
kehidupan menjadidelapan fase yaitu.
a. Lansia yang menerima apa adanya.
b. Lansia yang takut mati.
c. Lansia yang merasakan hidup penuh arti,
d. Lansia yang menyesali diri
e. Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan.
f. Lansia yang kehidupannya berhasil.
g. Lansia yang merasa terlambat memperbaiki diri.
h. Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan
Havigurst dan Duvali menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan
(deveplomental tasks) selama hidup yang harus diilaksanakan oleh lansia.,yaitu :

41

i.

Penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis.

j.

Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.

k. Menemukan makna kehidupan.


l.

Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.

m. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.


n. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
o. Menerima dirinya sebagai seorang lansia.
Joan Birchenall,R.N, Med, dan Mary E. Streight R.N.(1973), menekankan
perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna memahami perubahan emosi
dan sosial seorang selama fase kehidupannya.
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan
suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut
yang dapat bernilai positif atau negative. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan
bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh
lansia tersebut.
Pokok- pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai berikut.
a. Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
b. Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial
yang baru, yaitu pensiun/ dan atau menduda/menjanda.

42

c. Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat perannya yang berakhir


di dalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya akibat
pensiun, serta ditinggal mati oleh pasangan hidup dan temantemannya.

43

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Dasar dan Tipe Penelitian
Dasar penelitian yang akan dilaksanakan adalah studi kasus, yaitu penelitian
yang digunakan dan dilakukan secara intensif terperinci dan mendalam terhadap
suatu objek, dalam hal ini terkait dengan studi fenomenologis lansia di panti Sosial
Tresnha Werdha Gau mabaji Gowa
Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian dengan
memberikan gambaran secara jelas dan sistematis terkait dengan objek yang
diteliti demi memberi informasi dan data yang valid terkait dengan fakta dan
fenomena yang ada di lapangan.
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari hingga April tahun 2012
di panti Sosial Tresnha werdha Gau Mabaji Gowa tepatnya di Dusun Samaya
Kecamatan Bonto Marannu Kabupaten Gowa.
3. Informan
Informan dalam penelitian yang dipilih oleh peneliti berjumlah 5 orang
lansia, dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yakni :
Informan adalah lansia yang berada di Panti Sosial Tresnha Werdha Gau
Mabaji Gowa.

44

Informan adalah para lansia yang telah menetap di Panti Sosial Tresnha
Werdha Gau Mabaji Gowa minimal 1 (satu) bulan.
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data
1. Data Primer yaitu data yang dikumpulkan dengan mewawancarai
responden dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah
disiapkan peneliti sebelumnya. Wawancara ialah tanya jawab antara
peneliti dengan responden/ informan penelitian.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan, dari
buku-buku literature, jurnal, maupun hasil publikasi dari instansi terkait
yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan
proposal penelitian ini, maka ditempuh cara sebagai berikut:
1. Observasi adalah metode atau cara cara yang menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung yang tentunya menjadi
obyek penelitian.
2. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan
tujuan penelitian. Tiap pernyataan dimaksudkan untuk dipakai dalam

45

analisa,dalam wawancara ini memuat pernyataan tentang fakta fakta yang


berhubungan langsung dengan informan,dan persepsi diri terhadap
kehidupannya.
3. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data melalui sumber-sumber data
berupa foto.
5.Teknik Analisis Data
Penelitian mengenai studi fenomenologis lansia di Panti Sosial Tresnha
Werdha Gau Mabaji Gowa menggunakan metode analisis kualitatif (deskriptif)
yaitu penelitian yang bertujuan membuat deskripsi,gambaran,atau lukisan secara
sistematis,faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki dari obyek penelitian.

46

BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
A. Lingkungan Fisik PSTW Gau Mabaji Gowa
Pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial bersama sebagai penanggung
jawab teknis dalam pembangunan kesejahteraan sosial dalam menjawab tantangan
tersebut, telah mendirikan berbagai panti sosial yang khusus menangani lanjut usia
yang kemudian diberi nama Panti Sosial Tresnha Werdah (PSTW), salah satunya
berada di jalan poros malino km 29 Dusun Samaya Kecamatan Bonto Marannu
Kabupaten Gowa. Saat ini melayani 100 orang lanjut usia yang berasal dari keluarga
tidak mampu, pada tahun 2007 mencanangkan program subsidi silang untuk lanjut
usiayang berasal dari keluarga mampu dengan fasilitas kamar yang tersedia mampu
menampung 14 orang klien. Program home care yang akan memberikan pelayanan
kepada lanjut usia dengan system non panti sebanyak 30 orang klien.
Panti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa didirikan pada tanggal 1 juni
1968 sesuai dengan surat keputusan Menteri Sosial RI Nomor : HUK 3-1-50 tentang
pemberian penghidupan santunan lanjut usia/jompo, pada waktu itu berlokasi di jalan
cenderawsih nmor 400 C RK.III Lingkungan Sambung Jawa Kecamatan Mamajang
Kota Makassar. Waktu itu keberadaan PSTW Gau Mabaji Gowa merupakan salah
satu pelayanan dari lingkungan pondok sosial (social service centre) yang
memberikan pelayanan berbagi penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti :

47

lanjut usia, gelandangan dan pengemis, wanita tuna susila, anak terlantar serta korban
bencana alam.
Baru pada tahun 1977 melalui anggaran proyek dibangunlah Panti Sosial
tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa permanen dan berdiri sendiri diatas tanah seluas 3
ha yang mempunyai kapasitas tampung 100 orang, dan diresmikan penggunaannya
oleh Menteri Sosial RI Bapak HMS Mintareja SH, pada tanggal 28 November 1977.
PSTW Gau mabaji Gowa hingga tahun anggaran 2006 pelayannya masih
sebatas lanjut usia dalam kategori miskin terlantar/tidak mampu, dengan jangkauan
pelayanan

wilayah

Sulawesi

Selatan

dan

Sulawesi

Barat.Karena

melihat

perkembangan dan semakin kompleksnya permasalahan sosial lanjut usia. Maka,


mulai tahun anggaran 2007, PSTW Gau Mabaji Gowa mendesain 2 program
terobosan sebagai upaya pengembangan pelayanan masing masing.
Program subsidi silang, sasaran pelayanannya ditujukan kepada lanjut usia
yang berasal dari keluarga mampu, dengan kewajiban membayar kontribusi/ iuran.
Program home care,sasaran pelayanannya adalah lanjut usia produktif yang tinggal
dalam perawatan rumah/ keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan sosial,
perlindungan dan pemberdayaan sosial. Jenis pelayanan yang diberikan seperti :
pemakaman, usaha ekonomi produktif (UEP), pendampingan, bimbingan fisik,
bimbingan mental/ spiritual dan juga bimbingan sosial.

48

Program program yang dimiliki PSTW Gau Mabaji Gowa menuntut adanya
profesionalisme yang perlu ditunjang dengan restrukturisasi struktur organisasi serta
kewenangan yang semakin luas dalam bentuk peningkatan eseion, sehingga PSTW
Gau Mabaji Gowa dapat melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya secara
professional,terencana, terarah dan bertanggung jawab.
PSTW Gau Mabaji Gowa berdiri diatas lahan seluas 3 ha. Saat ini memiliki
12 buah asrama program regular yang diperuntukkan bagi lanjut usia yang berasal
dari keluarga tidak mampu. Dan 2 buah asrama program subsidi silang yang
diperuntukkan bagi lanjut usia yang berasal dari keluarga mampu. Jadi keseluruhan
asrama yang bermodel collage yakni 14 buah. Ke 12 asrama untuk program regular
terdiri atas 5 buah kamar dan setiap kamar diperuntukkan untuk 2 orang klien.
Fasilitas yang tersedia pada masng-masing asrama yakni : tempat tidur dan lemari
untuk klien,televise 21 inchi, alat pendingin ruangan, 2 buah kamar mandi, radio,
dispenser, sofa tamu, meja makan, dan meja pembina, serta dilengkapi dengan
tangkai pegangan pada dinding dinding asrama untuk mengurangi resiko kecelakaan
pada lansia.
Sementara asrama untuk program subsidi silang ada 2 jenis, masing masing
: Asrama sakura, asrama ini dibangun atas bantuan Asian Women Funds (AWF )
tahun anggaran 2006, asrama ini terdiri atas 5 buah kamar, masing masing kamar
diperuntukkan bagi 2 orang klien, setiap kamar dilengkapi dengan alat mandi guyur
(shower) dan toilet duduk, Fasilitas yang tersedia dalam asrama masing masing :sofa

49

tamu, meja resepsionis, VCD player, televisi 21 inchi, dapur dan kelengkapannya,
serta tangkai pegangan pada dinding asrama untuk mengurangi resik kecelakaan pada
klien. Kedua, Asrama cempaka, asrama ini dibangun diatas dana APBN tahun
anggaran 2006, asrama ini terdiri atas 4 buah kamar klien, dan tiap kamar
diperuntukkan bagi 1 orang klien. Pada masing-masing kamar dilengkapi dengan
fasilitas : ruang tamu, kamar tidur (spring bed ), serta kamar mandi (toilet duduk dan
shower ), air conditioner (AC). Asrama ini dilengkapi dengan 1 buah ruangan
pendamping dan meja recepsionis.
Lingkungan PSTW Gau Mabaji Gowa dengan berbagi fasilitas pendukungan,
adapun fasilitasnya

meliputi, prasarana jalan PSTW Gau Mabaji Gowa telah

dilengkapi dengan prasrana jalan beraspal (hotmix ) yang menghubungkan antara


bangunan yang ada dalam kompleks luas 5210 m. Jalanan selain berfungsi sebagai
sarana aksesbilitas klien, juga berfungsi sebagai sarana jogging track bagi klien untuk
mengisi hari-hari mereka dalam panti. Adapun prasarana gedung yang terdiri dari 45
unit bangunan dan prasarana kesehatan yang terdiri atas Poliklinik PSTW Gau
Mabaji Gowa dilengkapi dengan alat- alat kesehatan seperti ; tensi meter, tempat
tidur, lemari obat,timbangan badan, steteskop, kombetadine dan alat ganti verban(
providine iodium 10 %, alcohol 70 %, kain kassa, kapas, plester, trommol has, tempat
krentang, bak instrumen). Sedangkan alat-alat kesehatan lainnya seperti :
ambulance,kursi roda dan tongkat., Prasarana hiburan dan klien.

50

PSTW Gau Mabaji Gowa melalui bantuan dari Menteri

Sosial RI telah

dilengkapi dengan prasarana berupa air penjernihan air, sehingga kebutuhan klien
maupun petugas akan air bersih telah terpenuhi.seperti Prasarana pemakaman, dengan
adanya fasilitas ini maka dapat memberikan solusi kepada lansia dalam memberikan
pelayanan dalam memiliki lahan untuk pemakaman bagi klien yang meninggal dunia.
B.Lingkungan Sosial PSTW Gau Mabaji Gowa.
Departemen Sosial selaku pemerintah sebagai ujung tombak dan sekaligus
pelaksanaan teknis dalam penanganan masalah sosial sebagai penyembuhannya,
terutama pemberian jaminan kesejahteraan sosial bagi orang lanjut usia/jompo.
Didalam kekuatan kekuatan pekerjaan sosial adalah gerak untuk mewujudkan usaha
sosial yang dilaksanakan untuk memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
mengembangkan pribadinya seluas mungkin sehingga ia berpartisipasi pada
kehidupan masyarakat secara penuh.
Untuk mengatasi atau memberikan jaminan kesejahteraan sosial bagi orang
lanjut usia/jompo, maka langkah langkah yang diambil Panti Sosial tresnha Werdha
Gau Mabaji Gowa seperti
a. Pelayanan dalam memenuhi kebutuhan fisik / jasmaniah (sandang, pangan dan
papan)
Salah satu kebijaksanaan dan usaha pemerintah adalah melaksanakan jaminan
kesejahteraan sosial dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat .Secara
51

teori dengan adanya usaha pemberian jaminan kesejahteraan tersebut karena berlatar
belakang timbulnya masalah ekonomi yang tidak memadai.
Pekerjaan Sosial dalam hal ini memberikan pelayanankepada penghuni panti
(klien) berupa kebutuhan fisik dan jasmani. Karena kedua hal ini, para penghuni panti
sangat membutuhkan untuk melakukan proses interaksi, baik antar sesama mereka
dan pekerja sosial.
Selain yang telah disebutkan sebelumnya yaitu memantau perkembangan
makanan dan fisik klien, pekerja sosial juga selalu memantau / memperhatikan
perkembangan mental dan sosial klien melalui pengamatan langsung terhadap tingkah
laku klien,
b. Pelayanan dalam memenuhi kebutuhan sosial, Pendidikan dan hiburan
Sebagai makhluk sosial, seseorang atau sekelompok orang tidak dapat
terlepas pada kebutuhan kebutuhan sosial dalam hidupnya. Kebutuhan sosial sangat
membantu bagi para pekerja sosial dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kebutuhan sosial itu terdiri dari keluarga, pendidikan dan masyarakat.
Di panti ini klien disesuaikan dengan kemampuannya dalam menyerap
materi keterampilan yang tentunya tidak terlepas dari latar belakan pendidikan yang
dimiliki oleh setiap klien, dan sebagian besar klien hanya melalui jenjang pendidikan
sekolah dasar dan bahkan yang ada yang tidak pernah duduk di bangku sekolah dasar
dan buta aksara, sehingga peranan pekerja sosial dalam memberikan pembinaan
52

termasuk dalam membimbing agar klien dapat membaca dan menulis sangat
diperlukan agar proses pembinaan keterampilan dapat berjalan dengan baik dan
lancar.
Melalui jenis keterampilan yang tersedia bagi klien diharapkan para
instruktur dapat memberikan pengetahuan praktis yang mudah dan jelas dipahami
sehingga pemanfaatan kemampuan yang dimilki klien dapat dikembangkan sebagai
bekal apabila kembali dalam lingkungan keluarga masyarakat. Usaha pembinaan
keterampilan ini dinilai sangat penting dalam upaya membekali klien dengan
pengetahuan dan keterampilan untuk dapat digunakan mencari pekerjaan lain yang
lebih baik dan layak.
Adapun jenis kebuthan yang diberikan yaitu memberikan pola
pendidikan keterampilan yang tidak terlalu mengikat kepada penghuni panti berupa
pendidikan keterampilan, mengajak ke tempat hiburan (rekreasi) di wisata alam, agar
para penghuni panti tidak merasa terdiskriminasi.
Pola pendidikan hiburan yang diberikan ke klien sangat berpengaruh bagi
kondisi klien di dalam panti, karena dari pola ini klien merasa sangat senang dan
terhibur di dalam panti dan merasa tidak terkucilkan dari keluarganya.
c. Pelayanan dalam memenuhi kebutuhan sosial.
Seseorang pekerja sosial profesional mempunyai pemahaman pribadi
dan tingkah laku manusia serta lingkungan sosial atau kondisi sosial dimana manusia
53

itu hidup, karena itu pekerja sosial mempelajari ilmu pengetahuan sosial dan ilmu
pengetahuan yang relevan dan berusaha menggunakannya secara terampil di dalam
praktek. Dengan demikian pekerja sosial menggunakan ilmu pengetahuan dan seni
dalam arti bahwa ia menggunakan metode -metode ilmiah dalam menggunakan
tugasnya.
Seperti

halnya

dengan

pelayanan

dalam

memenuhi

kebutuhan

spritualnya, pekerja sosial sangat diharapkan pada proses pelayan ini, dikarenakan
karena proses pelayanan ini, klien bisa diketahui , mengapa sehingga klien merasa
terkucilkan dari keluarganya. Kebutuhan spiritual merupakan salah satu aspek yang
sangat diperhatikan oleh panti. Dalam pelayanan ini bimbingn spiritual sangat
berperan dalam kehidupan para penghuni panti. Bimbingan ini berfungsi untuk
memelihhara kondisi moral dan memantapkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

54

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Interpretasi lansia terhadap keluarga.
Karena pentingnya faktor keluarga, maka segala hal yang menghambat
penyesuaian terhadap kedua faktor tersebut dapat diartikan sebagai bahaya atau resik
potensial dalam penyesuain pribadi dan sosial. Bahkan dapat disebut faktor resiko
yang lebih penting karena fakta menunjukkan bahwa resiko dari kehidupan keluarga
meningkat seperti cakrawala sisal dan menyempitnya ruang gerak orang usia lanjut,
serta konsentrasi minat mereka terhadap keluarga meningkat.
Karena kehidupan keluarga pada setiap orang sangat berbeda disepanjang
hidupnya, maka berbagai perubahan pola tersebut pada usia lanjut sangat berbeda.
Namun demikian terdapat resiko tertentu dalam kehidupan keluarga,
Seperti salah satu informan yang berinisial DJ

adalah salah seorang

penghuni dipanti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa tepatnya di asrama 3
yang kini berusia 70 tahun. Dia berasal dari kabupaten Gowa. Dia

pernah

mengenyam pendidikan hingga bangku SMAN 1 Sungguminasa pada tahun 1963 dan
merupakan siswa angkatan ke 3 di sekolah tersebut. Menurutnya, ia merasa bangga
di tahun tersebut, karena pada masa tersebut hanya orang tertentulah mengenyam
pendidikan . Dan tepatnya pada tanggal 13 juli 2004 ia mulai masuk dan menetap

55

dipanti ini. Keputusan untuk masuk dipanti sosial ini adalah mutlak keinginan DJ
sendiri.
Saya hanya masuk panti ini dengan membawa surat keterangan dari
kelurahan tempat saya tinggal di rappokalling yang berisi surat keterangan
keterangan tidak mampu(wawancara 14 februari 2012)
Interpretasinya terhadap keluarganya sehingga dia mengambil Keputusan
untuk masuk dipanti sosial ini adalah mutlak keinginan DJ sendiri, hal tersebut
didorong oleh adanya konflik yang terjadi dalam keluarga besarnya yang dilandasi
dengan adanya perebutan harta keluarga besarnya yang tak kunjung selesai sampai
hari ini, Permasalahan ini tidak berakhir hingga sekarang meskipun telah
diperkarakan ke meja hijau.
Salah satu ungkapan bijak yang dituturkan Dj saat kami melakukan wawancara,
yakni.
Banyak harta belum tentu menghasilkan pendidikan, tetapi sebaliknya jika
kita mempunyai pendidikan maka harta dengan mudah dapat
didapatkan(wawancara 14 februari 2012)
Sejak tahun 2010 ia tidak mau lagi turut campur dalam permasalahan tersebut
meskipun ada panggilan dari pengadilan. Hal ini dipicu karena rasa sakit hati
mendalam terhadap keluarganya karena ketidakadilan harta warisan sehingga ia
memutuskan untuk tinggal di panti ini.
Meskipun ada juga informan yang berinisial AF adalah salah satu penghuni di
panti Sosial tresnha werdha gau Mabaji Gowa tepatnya di asrama 13 yang kini

56

berusia 64 tahun. AF sudah setahun tinggal di panti ini. Sebelumnya ia tinggal di


Makassarr di jalan toddoppuli bersama dengan saudara laki-lakinya. Menurutnya ia
masuk di panti ini karena kemauannya sendiri.
Saya masuk disini atas bantuan tetangga saya,yang namanya Pak Abidin yang
juga bekerja di kantor Dinas Sosial di Gowa ini. Dia semua uruskanka kasian
semuanya, saya tinggal masukji disini.(Wawancara 15 februari 2012 )
AF

menyatakan bahwa ia masuk ke panti ini juga karena

adanya

ketidakcocokan terhadap sanak saudaranya Perlakuan yang kurang baik seringkali


didapatkan oleh AF dari saudara laki-lakinya dan iparnya, sehingga ia sudah tidak
tahan dan tidak nyaman berada dirumah.
Hal ini dikemukakan oleh AF
Lebih saya tinggalkan ini rumah dari pada saya suka dimarahi(wawancara 15
februari 2012 )
Sehubungan dengan hal diatas Joan Birchenall,R.N, Med, dan Mary E.
Streight R.N.(1973), menekankan perlunya mempelajari psikologi perkembangan
guna memahami perubahan emosi dan sosial seorang selama fase kehidupannya.
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan
suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut
yang dapat bernilai positif atau negative.
Tetapi menurut informan MS yang merupakan salah satu penghuni dipanti
Tresnha Werdha gau mabaji Gowa yang kini berusia 68 tahun tepatnya di asrama

57

12.Ia mempunyai anak sebanyak 2 orang.Anak pertamanya yang bernama DG


seorang pekerja buruh bangunan dan juga sudah berkeluarga dan mempunyai anak
sebanyak 5 orang. Istri dari MS ini juga bekerja sebagai penjual nasi campuran.Anak
keduanya yang bernama DR yang sekarang sementara mencari pekerjaan tapi di
sudah berkeluarga dan mempunyai anak 1 orang.MS ini sebelum tinggal dipanti ia
pernah tinggal di Gowa,Rappokalling bersama dengan anak pertamanya yang
berinisial DG,beserta dengan istri DS,anak-anaknya dan suami dari MS. Dia masuk
panti tepatnya pada tanggal 19 -2- 2012.
Saya masuk disini karena kemauan saya ji sendiri nak, Saya ji sendiri pergi uruski
semua sarat- sarat nak, adami surat keterangan yang saya ambil di lurah, tapi sa
uruski ini tidak nataui anakku, karena nanti nalarangka(Wawancara 15 februari
2012 )
MS meninggalkan rumah karena ia merasa dirinya sangat memberatkan
anaknya untuk tinggal bersamanya mengingat karena anaknya yang berinisial MS
yang membiayai semua keperluan sehari harinya dan juga harus memenuhi semua
kebutuhan anak- anaknya yang semuanya masih sekolah, akhirnya DS memutuskan
untuk tinggal di panti bersama suaminya, kemudian ia memberitahukan kabar ini
kepada anaknya, tetapi DG melarangnya untuk tinggal dipanti. MS bertekad kuat
untuk tinggal di panti mengingat keadaan kondisi keuangan anaknya yang sangat
minim
Salah satu ungkapan yang dikatakan MS kepada anakanya
Ku Kasianko anak supaya anakmu bisa mu kasi sekolah (Wawancara 15 februari
2012)
58

Dalam hal ini hubungan antara orang usia lanjut dengan anak sebagian besar
jauh kurang memuaskan

dibandingkan dengan apa yang diperkirakan oleh

kepercayaan. Karena hal ini sangat berkaitan erat dengan psikologis tekanan orang
tua, yang tidak ingin melihat anaknya dalam keadaan susah, meskipun orang tua rela
meninggalkan anaknya meskipun dia dalam keadaan susah demi kehidupan anaknya
yang lebih baik.
Lain halnya dengan informan yang berinisial SS juga merupakan salah satu
penghuni di panti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa tepatnya di asrama 9.Ss
kini telah berusia 63 tahun.Semenjak ia telah bercerai dengan suaminya pada tahun
1979 karena berbagai ketidakcocokan, akhirnya tak lama kemudian juga anak satusatunya meninggal dunia . Akhirnya dia memutuskan untuk tinggal bersama
keluarganya tepatnya di Hertasning,Permata hijau.
Sebenarnya nak masukka disini, nalarangka keluargaku,tapi bersikeraska untuk
tinggal disini, karena mauka istirahat, karena kalau dirumah, saya bekerja terus, kita
tau masukka disini atas bantuanku temakunji, dia yang uruskanka semua
(Wawancara 23 Maret 2012 )
Menurut SS ia masuk ke panti karena faktor kesehatannya yang kurang baik,
karena selama SS tinggal dirumah semua pekerjaan yang ada di dalam rumah itu
dilakukan oleh SS seperti dengan memasak, membersihkan rumah,karena dia tinggal
bersama dengan keluarga besarnya, Semenjak SS bercerai dengan suaminya beberapa
tahun yang lalu karena

masalah kondisi ekonomi keluarganya,dan anaknya

meninggal setelah beberapa lama bercerai dengan suaminya.

59

Dan akhirnya SS bertekad kuat untuk tinggal di panti meskipun keluarga


besarnya tidak menyetujuinya.
Menurut penuturan SS
Enakmi saya rasa tinggal disini, tidak ada dikerja,semuanya tersedia seperti
makanan, tempat tidur(wawancara 25 Maret 2012)
Lain halnya dengan informan yang berinisial KA adalah salah satu penghuni
di panti Sosial Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa tepatnya di asrama 9 yang kini
telah berusia 75 tahun. Sebelumnya dia menetap di Makassar selama 20 tahun
lamanya, dia berasal dari Surabaya. Suami dari KA ini sudah meninggal 30 tahun
yang lalu, waktu itu dia masih berada di Surabaya dan tidak mempunyai seorang anak
Teman saya yang bawa saya kesini, karena waktu ito saya abis jatuh, baru saya
dibawa kerumah sakit, trus 3 bulan abis jatuh saya dibawah kesini, semuanya yang
urus itu teman saya yang kerja di pasar terong(Wawancara 30 Maret 2012 )
KA yang sudah 30 tahun ini tidak pernah bertemu dengan keluarganya,
karena semenjak suaminya meninggal dunia puluhan tahun yang lalu dan tidak
dikaruniai seorang anak, akhirnya dia merantau ke Makassar dengan bekerja sebagai
penjual nasi kuning tepatnya di pasar terong. Tetapi tak lama kemudian KS ini
menderita penyakit yaitu salah satu kakinya sakit akibat jatuh, tetapi ada salah satu
teman SS yang juga bekerja di pasar terong yang membawanya ke Rumah sakit yang
ada di Makassar. Setelah 2 minggu kemudian akhirnya SS dibawah ke panti jompo
oleh temannya itu yang juga bekerja di pasar terong tersebut.
Menurut penuturan KA

60

Bersyukurma tinggal disini,untung ada itu temanku yang baik,yang bawaka untuk
tinggal disini.(Wawancara 30 Maret 2012)
Berdasarkan hasil interview diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
lansia yang tinggal di panti jompo adalah semuanya mempunyai masalah dengan
keluarga.Hal ini disebabkan karena adanya kondisi ekonomi yang minim,
ketidakcocokan terhadap sanak saudara mereka dan ada

juga yang tidak

ingin

memberatkan keluarganya.Kondisi ini dapat menimbulkan resiko fisik atau psikis,


maupun keduanya
Dengan tetap tinggal dirumah sendiri secara psikologis juga dapat merugikan
mereka dalam melakukan penyesuaian diri terhadap usia lanjut, karena mereka akan
teringat pada masa lampau yang menyenangkan. Jika orang berusia lanjut pindah ke
tempat yang lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan mereka, resiko fisik mungkin
dapat berkurang namun resiko psikis mungkin semakin meningkat.Umpanya, karena
kondisi kesehatan dan keuangan memaksa mereka untuk tinggal di panti. Dalam hal
ini mungkin mereka akan menolak perubahan perubahan yang terjadi dan akibatnya
mereka kurang menyesuaikan dengan lingkungan yang baru.Pindah ke daerah lain
yang iklimnya lebih sesuai mungkin dapat mengurangi masalah masalah yang
bersifat psikis apabila perpindahan tersebut menimbulkan kesepian.

61

B. Interpretasi lansia terhadap kehidupan Panti Sosial tresnha werdha Gau


Mabaji Gowa.
Apabila kesehatan, status ekonomi atau kondisi lainnya tidak memungkinkan
mereka untuk melanjutkan hidup dirumah masing masing, dan jika mereka tidak
mempunyai sanak saudara yang dapat sanggup merawat mereka, maka para orang
lanjut usia sebaiknya tinggal di lembaga tempat tinggal yang dirancang khusus untuk
orang lanjut usia.Seperti rumah perawatan atau panti jompo, disini kebutuhan fisik
bagi orang lanjut usia dikerjakan oleh orang orang yang telah dilatih dan dapat
berbuat seperti di rumah sakit bila memang diperlukan. Sementara itu, banyak orang
usia lanjut yang meninggalkan rumah pribadinya dan tinggal di panti.
Seperti halnya informan yang berinisial DJ. Sampai saat ini ia sudah
merasakan banyak kenyamanan di panti dibandingkan tinggal dirumah sendiri, karena
dipanti ini dia mendapatkan teman teman seusianya yang baik, meskipun dia bukan
keluarga , tetapi DJ menganggapnya seperti keluarga sendiri . Menurut penuturan DJ
Saya lebih senang tinggal disini, semua teman teman baik, nda kayak
dirumah keluarga lebih mementingkan dirinya masing masing apalagi dengan
adanya perebutan harta (wawancara 5 Maret 2012 )
Sudah 8 tahun ia menetap di panti ini, dan setelah ditemui tampaknya sehat
dan fit dibanding beberapa rekan lainnya.Menurut kesaksiannya hingga hari ini dia
jarang mengalami penyakit hanya saja penyakit THT. DJ telah beberapa kali berobat
dirumah sakit, tetapi semua biayanya ditanggung oleh pihak panti. Adapun
hubungannya dengan sesama para lansia terjalin dengan baik, karena di panti tersebut
62

para lansianya saling mengerti antara sesamanya. Bahkan sebagai orang dituakan,
tetapi ada satu hal yang menjadi catatan menarik dalam hubungan dengan lingkungan
sosialnya di panti yakni seperti halnya dengan buku diary, apabila DJ mendengar ada
kata kata yang tidak sopan dan bahkan tidak layak diucapkan oleh seseorang, maka
ia terkadang menaruh rasa antipasti terhadap orang tersebut, tak jarang karena rasa
antipasti tersebut. DJ mencatat nama orang orang tersebut di catatannya yang sudah
ia sediakan.
Proses pelayanan sosial yang didapatkan oleh para lansia semuanya sama,
tidak ada yang membedakan. Pelayanan yang diperoleh antara lain pelayanan
kebutuhan sehari hari seperti makanan pagi mulai jam 6 seperti teh, kue dan susu
dan makan siang diantarkan pada jam 10 seperti nasi, ikan dan sayur.
Dari aspek pelayanan kesehatan, panti ini memberikan pelayanan yang baik
karena dengan dilengkapi dengan intensife care, tempat dimana para lansia yang
membutuhkan perawatan secara medis dan kalau tidak bisa ditangani akan dirujuk
kerumah sakit. Menurut penuturannya, DJ ketika ia sakit dan tidak bisa dirawat dalam
panti maka ia akan dirawat kerumah sakit. Adapun tenaga medisnya di panti seperti
ada 2 perawat, 1 dokter dan beberapa tenaga kontrak.
Dalam hal diatas DJ lebih memilih untuk tinggal di panti dibandingkan
tinggal dirumah, hal tersebut dapat mengakibatkan DJ mengalami tekanan psikologis
terhadap masalah yang dialami dalam keluarganya.Mungkin dengan hal DJ bisa

63

tinggal di panti dapat mengurangi keadaan psikologis yang dialaminya selama tinggal
dirumah
Tetapi menurut informan AF Selama AF tinggal di panti sampai saat ini ia
merasakan kenyamanan, dibandingkan tinggal dirumah sendiri, Karena dirumah AF
mendapatkan perlakuan yang kurang baik terhadap saudara dari AF seperti kalau AF
terlambat bangun tidur, dan kalau AF tidak bekerja, pastinya AF selalu dimarahmarahi oleh saudaranya
Menurut penuturan AF
kalau di panti ini tidak ada mau dipikir, seperti waktu dirumah suka dimarahi
apalagi teman teman disini semuanya baik,yang jelas kita saling mengerti
toh.(Wawancara 10 Maret 2012)
Sejak ia gagal di panti ini ia pernah masuk ke rumah Sakit umum karena
menderita penyakit asam, ia dirawat selama 2 minggu dan semua biayanya
ditanggung oleh pihak panti, itulah sebabnya ia tidak pernah mengikuti kegiatan
seperti senam pagi yang dilaksanakn pada hari rabu dan sabtu dan kegiatan seperti
ini yang dilaksanakan 2x dalam seminggu karena masalah kesehatan, itupun ia
mengikuti kegiatan. kecuali ada tamu dari luar seperti kunjungan gereja, kunjungan
dari kantor gubernur, pengadilan tinggi dan kunjungan dari kodam.
Lain halnya dengan informan MS Menurut MS selama ia tinggal di panti ini
dia sudah merasa nyaman meskipun sebenarnya dia lebih nyaman tinggal
dirumahnya, karena bisa berkumpul bersama keluarganya, tetapi dia sangat pasrah

64

mengingat kondisi ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan untuk tinggal


bersamanya, Meskipun pada saat itu anaknya melarangnya untuk tinggal panti tetapi
MS bertekad kuat untuk meninggalkan karena dengan alasan tersebut.
Menurut penuturan MS kepada anaknya
Biarmi pergika dulu nak, kasi sekolahmi dulu anakmu semua,nantipi saya
kembali kalau keadaan sudah baek.(wawancara 15 Maret 2012 )
Setelah sebulan kemudian MS ini tinggal dipanti,akhirnya suami MS yang
juga pernah tinggal bersamanya dirumah anaknya,sehingga datang dipanti ini untuk
tinggal bersama istrinya,ia ke panti ini dijemput oleh pihak panti,atas informasi dari
tukang ojek MS yang pernah mengantar sebelumnya ke panti ini.
Menurut MS selama ia tinggal di panti ia sudah merasa nyaman meskipun
sebenarnya dia lebih nyaman tinggal dirumahnya karena bisa berkumpul bersama
keluarganya,tetapi dia cukup pasrah karena menginngat kondisi

ekonomi

keluarganya yang tidak memungkinkan untuk tidak tinggal dirumah .MS sudah
kurang lebih 2 tahun berada dipanti ini.
Sejak ia tinggal dipanti ini ia mendapatkan pelayanan yang sangat baik,seperti
pelayanan kesehatan dengan adanya intensive care,pelayanan makanan yang
semuanya didapatkan secara gratis.
Hubungan keluarganya dengan MS cukup baik mesikpun hanya cucunya saja
yang

sering

datang

mengunjunginya,yang

65

merupakan

anak

dari

anak

pertamanya.karena

menurutnya

anaknya

jarang

mengunjunginya

karena

ia

sebenarnya tidak setuju kalau MS ini ditempatkan dipanti.


Adapun hubungannya dengan sesama para lansia terjalin dengan baik,meskipun
ada salah seorang lansia yang pernah dia ajak berselisih karena keadaan asrama yang
kotor,karena MS ini juga orangnya sangat bersih,dia tidak menyukai kalau asrama ini
berantakan tetapi dia memaklumi itu karena melihat kondisi temannya itu yang
kurang sehat,ia pun memakluminya.
Sebagai informan MS merasa tidak pernah bosan karena melihat dipanti ini
banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dia ikuti seperti hari senin kegiatan
keterampilan misalnya bikin bunga,menyulam dan hari jumat olah raga seperti terapi
mental.Dan selama 2X setahun diadakan liburan dan biasanya dia mengunjungi
tempat rekreasi seperti pergi ke tanjung.
Sedangkan menurut penuturan SS.Selama SS tinggal di panti ia sangat
merasakan kenyamanan, karena disinilah ia bisa mendapatkan istirahat yang cukup,
shalat yang teratur dan lebih tenteram dibandingkan tinggal dirumah karena
menurutnya sewaktu SS tinggal dirumah semua pekerjaan dalam rumah

yang

melakukan semua itu adalah SS.Makanya, SS bertekad untuk tinggal di panti karena
melihat juga kondisi kesehatannya kurang baik.
Menurut penuturan SS

66

Disini saya baru merasakan istirahat yang pull, nda kayak waktu dirumah,
jarang istirahat.(wawancara 15 Maret 2012 )
Proses pelayanan sosial yang SS dapatkan sangat baik,seperti pelayana
kebutuhan sehari-hari,pelayanan kesehatan Semua diperoleh secara gratis.Adapun
hubungan SS dengan lansia lainnya terjalin baik meskipun juga pernah sedikit ada
masalah dengan teman lansia seasramanya seperti adanya kata-kata kasar,sering
marah-marah,tetapi SS ini sangat memakluminya,karena diapun juga akrab dengan
lansia lainya yang berbeda asrama,SS sering mengunjungi asrama-asrama para lansia
lainnya seperti cerita-cerita,curhat dll.
Perubahan secara psikis dan fisiologis yang terjadi pada lansia akan
menimbulkan pengaruh pada aspek kehidupan, khususnya pada lansia yang tinggal di
panti. Mereka yang berusia lanjut umunya memenuhi tanda tanda penurunan fungsi
biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan pengaruh
pada aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Proses menua dalam kehidupan
manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruaniai
umur panjang.
Lain halnya dengan KA, Selama KA tinggal di panti ini ia merasa nyaman,
karena di panti ini semua tersedia seperti kebutuhan makanan, pelayanan kesehatan
yang semuanya didapatkan secara gratis, meskipun KA tidak lagi bekerja.
Menurut penuturannya

67

Enak disini, semuanya serba ada seperti makan gratis,nda ada yang
dibayar(wawancara 20 Maret 2012)
Bagaimana berhasilnya orang usia lanjut dalam menyesuaikan diri terhadap
kehidupan di panti tersebut, tergantung pada beberapa kondisi,empat diantaranya
merupakan hal yang umum dan dan dianggap penting. Pertama apabila pria atau
wanita yang masuk ke suatu lembaga secara sukarela, arinya tidak dipaksa oleh
kondisi lingkungan mereka akan merasa bahgia dan mempunyai motivasi yang kut
untuk menyesuaikan diri terhadap berbagi perubahan yang mendadak yang
diakibatkan oleh lembaga itu sendiri.
Kedua, semakin terbiasa pria maupun wanita hidup bersama dengan orang
lain dan mengambil bagian dalam kegiatan bersama, maka mereka akan semakin
mengambilbagian dalam kegiatan dalam kegiatan bersama, maka mereka akan
semakin dapat menkmati kontak sosial dan berbagi kesempatan berekriasi yang
diselenggarakan oleh lembaga.
Ketiga, para usia lanjut akan menyesuaikan diri dengan cara yang lebih baik
dalam kehidupan di lembaga,nya dengan tempat tinggal mereka cukup dekat.
Sehingga mereka dapat tetap berhubungan dengan anggota keluarga dan kerabat.
Tinggal di lembaga yang letaknya jauh dari rumahnya yang dulu biasanya merupakan
pengalaman yang traumatic terhadap penyesuaian dengan kehidupan lembaga dan
penyesuaian terhadap perasaan bahagia.

68

Keempat, merupakan butir yang dianggap sebagai butir yang paling penting
yaitu dimana mereka tinggal, perlu untuk diperhatikan

Mereka masih merasa

menjadi bagian dari keluarga dan tidak terputus kontak dengan anak-anak dan kerabat
kerja.
C. Interpretasi lansia dalam menghadapi masa depan.
Tentang apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan oleh orang usia lanjut
sangat bervariasi, oleh karena itu variasi rencana dan aturan dalam kehidupan juga
harus disesuaiakan. Bagaimanapun juga hampir seluruh orang usia lanjut mempunyai
kebutuhan yang bersifat fisik dan psikis tertentu yang harus dipenuhi dan disesuaikan
dengan pola hidup ,mereka, apabila pola hidupnya diarahkan untuk merawat dan
kebahagiaan.
Adapun informan yang berinisial DJ Interpretasi kemasa depannya DJ
rencananya akan berangkat ke Jakarta untuk mencari panti jompo disana, sedangakan
biaya yang dipakai ke Jakarta menurutnya sudah ada simpanan di BRI, ia dapatkan
uang itu dari hasil pemberian keluarganya ataupun orang- orang disekitarnya yang
memberikan santunan tersebut.
Menurut penuturan DJ
Harapan saya cuman bisa tinggal di panti jompo untuk menghabiskan
waktu meskipun saya nantinya akan mencari panti jompo selain disini,karena
rencana saya akan berangkat ke jakarta pada bulan 4 ini, sebenarnya bulan 2
tetapi karena cuaca yang tidak memungkinkan,saya pergi kesana dengan
bantuan teman saya juga, dia akan membantu saya untuk mencari panti
jompo di Jakarta.(Wawancara 23 Maret 2012 )
69

Lain halnya dengan informan yang berinisial AF .Menurut AF interpretasi


kedepannya ia hanya ingin menghabiskan waktunya di panti ini semasa tuanya
sampai akhir hayat menjemputnya. Karena menurutnya di panti inilah ia dapat
merasakan kenyamanan apalagi bersama dengan teman teman seusianya.
Menurut penuturan AF
Saya cuman mauji tinggal disini semasa hidup, Karena disinimi tempatku yang
cukup tenang.(Wawancara 25 Maret 2012 ).
Sedangkan informan yang berinisial MS menurutnya interpretasi kedepannya
MS ingin lagi kembali kerumahnya untuk berkumpul bersama keluarganya, tetapi dia
berkata kalau anaknya sudah mapan,dia baru mau tinggal bersamanya. Ini merupakan
salah satu bentuk kasih sayang orang tua kepada anaknya, karena MS tidak ingin
melihat anaknya dalam keadaan susah karena dengan membiayai kehidupannya.
Menurut penuturan MS
Sebenarnya nak, saya ingin kembali lagi kerumah,berkumpul dengan
keluarga saya, seperti dulu.(wawancara 25 Maret 2012 )
Sedangkan informan yang berinisial SS, interpretasi kedepannya dia hanya
ingin menghabiskan waktunya di panti ini dengan istirahat yang cukup, sholat yang
teratur,dan melakukan kegiatan kegiatan yang ada di dalam panti.
Sama halnya dengan informan KA yang

hanya ingin menghabiskan

waktunya dipanti ini,meskipun sebenarnya dia ingin pulang ke kampung halamannya

70

di Surabaya tetapi kareana kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk kembali
kesana.
Mauka sekalika pulang ke Surabaya,tapi uang tidak ada, terpaksami
menghabiskan waktu mi disini (Wawancara 30 Maret 2012 ).
Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis,
serta perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut, bahkan juga masyarakat menganggap
seakan akan tugas tugasnya sudah selesai, mereka berhenti bekerja dan semakin
mengundurkan diri dari pergaulan bermasyarakat yang merupakan salah satu ciri fase
ini. Dalam fase ini, biasanya usia lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih
intensif serta mencoba mendeatkan diri pada Tuhan.
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat , M.A. menjelaskan bahwa para lansia
yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negative dan positif. Diamati dari
sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan pada lansia. Sosialisasi di
lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri,
sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka jauh lebih nyaman berada di dekat
keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tingal di
panti merupakan suatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya . Tinggal
dirumah masih lebih baik dari pada di panti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan
tidak berguna (useless) dan kesepian.Padahal mereka yang masih tua masih mampu
71

mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan


pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal
menjemputya maka mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua
orang.

72

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas maka ada beberapa yang menjadi kesimpulan
dalam skripsi ini, yaitu:
1. Latar belakang sehingga para lansia akhirnya tinggal di panti

jompo salah

satunya adalah karena adanya masalah dalam keluarga. Seperti masalah ekonomi,
adanya ketidakadilan

dalam pembagian harta

keluarga dan ketidakcocokan

terhadap sanak saudara mereka.


2. Para lansia kebanyakan memilih untuk tinggal di panti karena disana mereka bisa
mendapatkan suatu kenyamanan dibandingkan tinggal dirumah sendiri.
3. Interpretasi para lansia

kemasa depannya kebanyakan lebih memilih untuk

tinggal di panti semasa tuanya sampai akhir hayat dengan meluangkan waktunya
dengan beristirahat yang cukup.

73

B. Saran
Setelah melakukan penelitian ini, sebagai peneliti dan insane akademisi ada
beberapa point yang menjadi saran. Saran tersebut antara lain :
1.

Dukungan dari keluarga merupakan merupakan unsur yang terpenting dalam


membantu individu menyelesaikan
percaya diri akan

masalah. Apabila ada dukungan, rasa

bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang

terjadi akan meningkat.


2.

Perlunya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, khusususnya


keluarga yang mempunyai lansia agar lansia bisa menjadi pihak yang sejahtera
dan tidak terlantar karena tidak mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial.

3.

Pemerintah harus tetap mendukung adanya pendirian panti Karena dengan


didirikannya panti yang berfungsi untuk memberikan akomodasi dan pelayanan
perawatan bagi lansia yang tidak mempunyai sanak saudara, mempunyai masalah
dengan keluarga, atau tidak ingin membebani keluarga.

4.

Sekedar masukan untuk pihak yang terlibat dalam proses pelayanan kesejahteraan
sosial para lansia agar mampu menjalankan seluruh tanggungjawab dan
wewenangnya secara maksimal agar tujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi
mereka bisa tercapai.

5.

Diharapkan kepada pihak tekait, khususnya kepada lembaga atau panti sosial
untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun

74

pihak dari luar negeri untuk membantu setiap kinerja dan proses perkembangan
lembaga agar bisa maksimal.
6.

Satu harapan besar kepada pemerintah untuk member kesempatan dalam


melebarkan sayap khususnya dalam membuka panti sosial baru demi menampung
para lansia yang diprediksikan akan mengalami peningkatan di masa mendatang.

75

DAFTAR PUSTAKA
B Hurlock, Elizabeth,1980. Psikologi perkembangan Pengantar(Jakarta : PT Raja
grafindo,1990,)
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2005.
Desmita, 2010, Psikologi Perkembangan, PT. Remaja Rosdakarya Bandung.
Daryanto.2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Apollo.
Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar
Komprehensif, Yogyakarta: Jalasutra, 2005, hlm. 151).
Echols, Jhon M. dan Hassan Shadily. 2000. Kamus Indonesia Inggris Edisi Ketiga.
Jakarta: PT. Gramedia.
Lawang, Robert M.Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : PT.
Gramedia.
Lauer, Robert. H. 1993. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rhineka
Cipta.
Ritzer, George dan Doglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam.
Jakarta : Kencana.
Maryam siti,R, dkk. 2008. mengenal usia lanjut dan keperawatannya.salemba
medika: Jakarta.
Noorkasiani, Tamher.S, 2009, Kesehatan Usia lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan,Salemba medika, Jakarta
Prof.Dr.Sarlito Wirawan Sarwono, 2011.Teori- teori psikologi Sosial,PT. Raja
grafindo Persada
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

76

Ritzer, George. 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta :


PT. Raja Grafindo Persada.
Satori,M.A.Prof.Dr.Djaman,danKomariah,M.Pd.,Dr.Aan,2010,Metodepenelitian
kualitatif,Alfabeta,Bandung..
Soekamto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers;
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafiindo
Persada.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Team Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Baru), Jakarta:
Pustaka Phoenix
Tahir, hamid 1996.pembinaan Lanjut Usia Ditinjau dari Aspek fisk, makalah
Simposium. Hari lanjut Usia Nasional, Makassar
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta : Bumi Aksara.
Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group.
Sumber internet
file:///H:/Pendekatan-Fenomenologis-Bagian-I.html.(diakses pada tanggal 4 April
2012, pukul 16:30 Wita)
file:///H:/pemikiran-fenomenologi-menurut-edmund_22.htm( diakses pada tanggal 4
April 2012, pukul17.00 Wita)

77

Lampiran I

Gambar 1 : Kantor Panti Tresnha Werdha Gau Mabaji Gowa

Gambar 2 : Suasana Lingkungan dalam PSTW Gau Mabaji Gowa

Gambar 3 : Musollah Panti Sosial Tresnha werdha Gau Mabaji Gowa

78

Gambar 4 : Para lansia sedang mengikuti kegiatan sosial di dalam Aula PSTW

Gambar 5 : Suasana dalam asrama ketika lansia sedang beristirahat.

Gambar 6 : Suasana dalam Asrama Panti Sosial Tresnha werdha Gau Mabaji Gowa.
79

Lampiran II
1. Bagan PSTW Gau Mabaji Gowa

Kepala PSTW
Drs. Buniyamin Abbas
Nip : 19570128 198603 1 001

Kasubag Tata Usaha


Dra. Rusiah
Nip : 19631007 198803 2 002

Kepala seksi Rehsos

Kepala seksi PAS

Drs. Abdul malik

Syaiful Samad, AKS., M.si

Nip : 19650708 199103 1 004

Nip : 19740819 199903 1002

Kelompok jabatan
Fungsional

Instalasi Produksi
Indar S.sos
Nip : 19650519 199002 001

Sumber: PSTW Gau Mabaji Gowa

80

Lampiran III

PEDOMAN WAWANCARA

Nama

Alamat sebelumnya

Umur

TTL

Jenis kelamin

Pekerjaan

Agama

Pertanyaan wawancara
1. Bagaimana keaadaan anda setelah tinggal di panti ini ?
2. Berapa lama anda sudah tinggal dipanti ini?
3. Apa yang membuat anda sehingga ingin tiggal di panti ini ?
4. Bagaiman hubungan anda dengan keluarga ?
5. Apakah anda sudah merasa nyaman tinggal di panti ini ?
6. Bagaiman hubungan anda dengan sesame para lansia di panti ini ?
7. Bagaimana proses pelayanan sosial yang anda dapatkan di panti ini ?
8. Apakah keluarga lansia sering mengunjungi anda di panti ini ?
9. Apa yang membuat anda sehingga betah tinggal di panti ini ?
10. Apakah anda tidak pernah merasa bosan tinggal di panti ini ?
81

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Riwayat Pendidikan

SD

Nama

: Hardiyanti

TTL

: Watampone, 29 November 1990

Alamat

: BTP blok E no 158

Agama

: Moeslem

: SD Negeri 7 Manurunge

SLTP : MTSN Watampone


SLTA : SMA Neg. 4 Watampone
PT

: Universitas Hasanuddin

Riwayat Aktivitas Kemahasiswaan:


1. Pengurus Keluarga Mahasiswa Sosiologi (Kemasos) Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, pada Biro Kajian Periode
2010/2011.
2. Anggota Sociology Research Community, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin.
3. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam, Fakultas IImu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin.

82

83

Anda mungkin juga menyukai