Anda di halaman 1dari 37

EPIDEMIOLOGI STROKE

(Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Epidemiologi Penyakit Tidak Menular)

Diajukan oleh:
Devi Intan

(122110101130)

Febrian Dwi R.

(132110101185)

Afthonilmanhuda

(132110101186)

Idistia Rosa N.

(132110101191)

Herwin Pundhi Ramadhani

(142110101022)

Salsabila Purnamasari

(142110101043)

Febri Diah Perwita

(142110101071)

Meisura Marlinda

(142110101083)

Retno Ernita S.

(142110101106)

Dhanny Indra Prasetya

(14211010116)

Andriana Putri Wijaya

(142110101163)

Innanii Durrotul Ummah

(142110101181)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ni dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semogga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekuarangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 9 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.2. Latar Belakang..............................................................................................1
1.3. Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.4. Tujuan dan Manfaat.......................................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1. Definisi..........................................................................................................3
2.1.1. Stroke hemoragik....................................................................................3
2.1.2. Stroke iskemik........................................................................................4
2.2. Epidemiologi.................................................................................................7
2.3. Patofisiologi...................................................................................................7
2.3.1. Patofisiologi Stroke Iskemik...................................................................7
2.3.2. Patofisiologi Stroke Hemoragik..........................................................10
2.4. Faktor Risiko...............................................................................................11
2.4.1. Faktor Risiko Tak Terkendali...............................................................11
2.4.2. Faktor Risiko Terkendali.....................................................................12
2.5. Etiologi........................................................................................................15
2.6. Gejala Klinis................................................................................................15
2.6.1. Gejala Stroke Hemoragik.....................................................................15
2.6.2. Gejala Stroke Iskemik...........................................................................16
2.7. Diagnosis.....................................................................................................19
2.7.1. Anemnesis Gejala dan Tanda................................................................19
2.7.2. Evaluasi Klinis Awal.............................................................................19

2.8. Penatalaksanaan dan Perawatan..................................................................22


2.8.1. Stadium Hiperakut...............................................................................22
2.8.2. Stadium Akut........................................................................................22
2.8.3. Stadium subakut...................................................................................25
2.9. Pengobatan..................................................................................................25
2.9.1. Pengobatan Stroke Darurat...................................................................25
2.9.2. Pengobatan Stroke: Terapi Bicara.........................................................25
2.9.3. Pengobatan Stroke: Terapi Fisik...........................................................26
2.9.4. Pengobatan Stroke: Terapi Bicara (talk)...............................................26
2.9.5. Pencegahan Stroke: Gaya Hidup..........................................................26
2.9.6. Pencegahan Stroke: Obat-obatan..........................................................26
2.9.7. Pencegahan Stroke: Operasi.................................................................27
2.10. Pencegahan................................................................................................27
2.10.1. Pencegahan primordial......................................................................27
2.10.2. Pencegahan primer..............................................................................27
2.10.3. Pencegahan sekunder.........................................................................28
2.10.4. Pencegahan tertier...............................................................................28
BAB 3. PENUTUP................................................................................................30
3.1. Kesimpulan..................................................................................................30
3.2. Saran............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................31

BAB 1. PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia
penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke
menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan
200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta
populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia
tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun.
(Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones dkk,2009).
Di Indonesia sendiri walaupun data studi epidemiologi stroke secara
komprehensif dan akurat belum ada, dengan meningkatnya harapan hidup
tendensi peningkatan kasus stroke akan meningkat di masa yang akan datang.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani
dengan segera, tepat dan cermat (Kelompok Studi Serebrovaskular dan
Neurogeriatri Perdossi,1999)
Oleh karena tingginya kejadian stroke dan adanya kecenderungan untuk
meningkat karena berbagai sebab, menyebabkan usaha pemerintah dalam
menekan angka kematian dan derajat kecacatan akibat stroke lebih ditujukan pada
penanganan saat pasien stroke dirawat di rumah sakit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelayanan stroke yang
terorganisir dalam unit stroke akan menurunkan angka kematian, menurunkan
angka kecacatan, dan memperbaiki status fungsional pasien stroke. Unit stroke
direkomendasikan sebagai unit terpadu multidisiplin yang menangani pasienpasien stroke. Kajian sistematis dari berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan
efektivitas unit stroke dalam memberikan pelayanan stroke. (Gomanns dkk, 2008,
Seenan dkk, 2007, Stroke Unit Trialists Collaboration).
Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA
(Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada

penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit dan dilakukan survey mengenai
faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan
dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun
berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun sebanyak 33,5% (Misbach, 2007).
Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dimana
20% penderita yang bertahan hidup masih membutuhkan perawatan di institusi
kesehatan setelah 3 bulan dan 15-30% penderitanya mengalami cacat permanen.
Stroke merupakan kejadian yang mengubah kehidupan dan tidak hanya
mempengaruhi penderitanya namun juga seluruh keluarga dan pengasuh. Akibat
gangguan fungsional ini menyebabkan penderita stroke harus mengeluarkan biaya
yang

besar

untuk

perawatan

rehabilitasi

disamping

juga

kehilangan

produktivitasnya.(Goldstein dkk, 2006, Bilic I dkk, 2008).


Stroke merupakan masalah kesehatan di beberapa negara akibat tingginya
angka morbiditas dan mortalitas penderitanya. Sehingga mengharuskan para
peneliti membuat strategi untuk mengurangi angka kejadian stroke sebagai
tindakan pencegahan yang efektif dengan mengenal dan mengontrol semua
etiologi dan faktor resiko yang dapat di modifikasi. Seperti yang dilakukan oleh
Kim J.T dkk (2006) dari 1267 orang pasien stroke didapati bahwa penyebab
stroke dari terbanyak adalah large artery atherosclerosis ( LAA, 42%) diikuti
oleh small vessel occlussion (SVO, 27%), cardiogenic embolism (CE, 15%),
penyebab yang tidak dapat ditentukan 15% dan penyebab lain yang dapat
ditentukan sebanyak 1,5%. dengan faktor resiko hipertensi (71%), merokok (35
%), DM (30%), hiperkolesterolemia (11%) dan riwayat stroke sebelumnya (22%).

1.3. Rumusan Masalah


a. Apa definisi dari Stroke?
b. Bagaimana epidemiologi Stroke?
c. Bagaimana patofisiologi Stroke?
d. Bagaimana faktor risiko Stroke?
e. Bagaimana etiologi Stroke?
f. Bagaimana gejala klinis Stroke?

g. Bagaimana diagnosis Stroke


h. Bagaimana penatalaksanaan dan perawatan Stroke?
i. Bagaimana pengobatan Stroke?
j. Bagaimana pencegahan Stroke?

1.4. Tujuan dan Manfaat


a. Untuk mengetahui definisi dari Stroke
b. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi Stroke
c. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi Stroke
d. Untuk mengetahui bagaimana faktor risiko Stroke
e. Untuk mengetahui bagaimana etiologi Stroke
f. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis Stroke
g. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis Stroke
h. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan perawatan Stroke
i. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan Stroke
j. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan Stroke

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Definisi stroke adalah disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark
serebral, spinal maupun retina. Definisi infark pada susunan saraf pusat
berdasarkan temuan neurologis, imajing atau bukti obyektif lain atau adanya bukti
klinis yang membuktikan adanya iskemik fokal dari serebral, spinal maupun
retina.
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke dan dibagi
menjadi aterotrombosis arteri, emboli otak, stroke lakunar, dan hipoperfusi
sistemik, disebabkan oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak
akibat bentukan trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh
terjadinya penurunan perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke
hemoragik intraserebral dan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah kranial (Smith et al., 2005).
2.1.1. Stroke hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik (Gofir, 2009). Jenis
perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak,
baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial,
pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm akibat hipertensi
tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh
darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut.
Perdarahan

subarakhnoid

disebabkan

pecahnya

aneurysma

congenital

pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach dkk., 2007). Menurut


WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.

Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor


penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah

seperti

hemofilia,

leukemia,

trombositopenia,

pemakaian

antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,


amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV
(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
c. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
2.1.2. Stroke iskemik
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya
disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan
mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow
(CBF). Nilai normal CBF adalah 5060 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika
CBF < 30 ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan
terjadi kegagalan homeostasis, yang akan menyebabkan influx kalsium secara
cepat, aktivitas protease, yakni suatu cascade atau proses berantai eksitotoksik
dan pada akhirnya kematian neuron. Reperfusi yang terjadi kemudian dapat
menyebabkan pelepasan radikal bebas yang akan menambah kematian sel.
Reperfusi juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang
mati. Jika gangguan CBF masih antara 1530 ml/100mg/menit, keadaan
iskemik dapat dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal (Wibowo dkk.,
2001). Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan
onset yang cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung
menyebabkan kematian. Oklusi pembuluh darah disebabkan oleh proses
trombosis atau emboli yang menyebabkan iskemia fokal atau global. Oklusi ini
mencetuskan serangkaian kaskade iskemik yang menyebabkan kematian sel
neuron atau infark serebri (Adam et al., 2001; Becker et al., 2006). Aliran

darah ke otak akan menurun sampai mencapai titik tertentu yang seiring
dengan gejala kelainan fungsional, biokimia dan struktural dapat menyebabkan
kematian sel neuron yang irreversible (WHO, 1989; Adam et al., 2003;
Bandera et al., 2006). Adapun klasifikasi stroke iskemik berdasarkan
penyebabnya adalah:
a. Stroke trombosis
Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya
terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika
sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna
atau, yang lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau di taut ateria
vertebralis dan basilaris. Stroke trombotik dapat dari sudut pandang klinis
tampak gagap dengan gejala hilang timbul bergantiganti secara cepat.
Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit perfusi yang dapat
terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.
Agar dapat melewati lesi stenotik intra-arteri, aliran darah yang mungkin
bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak
tekanan darah tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF,
iskemia otak, dan stroke (Sylvia A.P. & Lorraine M.W., 2006).
b. Stroke embolik
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga
jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan kecil,
fragmenfragmen dari jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau
vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya
tergantung pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam
bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme
dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejalagejala mereda. Namun, fragmenfragmen tersebut kemudian
tersangkut di sebelah hilir dan menimbulkan gejalagejala fokal. Pasien
dengan stroke kardioembolik memiliki risiko yang lebih besar terkena
stroke hemoragik, karena terjadi perdarahan petekie atau bahkan

perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau


mungkin hari setelah emboli pertama. Perdarahan tersebut disebabkan
karena struktur dinding arteri sebelah distal dari okulasi embolus melemah
atau rapuh karena perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi
dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.
Stroke kriptogenik adalah stroke iskemik akibat sumbatan mendadak
pembuluh intrakranium besar tetapi tanpa penyebab yang jelas (Sylvia A.P.
& Lorraine M.W., 2006).
Selain klasifikasi stroke iskemik berdasarkan penyebabnya, stroke iskemik
juga diklasifikasikan menurut stroke iskemik serebral. Perjalanan klinis pasien
dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat penurunan aliran darah ke
jaringan otak. Perjalanan klinis ini akan dapat mengklasifikasikan iskemik
serebral menjadi 4, yaitu:
a. Transient ischemic Attack (TIA)
Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau
emboli. TIA sebenarnya tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena
durasinya yang kurang dari 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang,
hanya saja waktu berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan
sampai 21 hari. Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya,
sehingga pada TIA diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien
saja, maka pada RIND ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau
menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam waktu 24 - 48 jam.
Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit)
akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3 - 4 hari.
c. Stroke In Evolusion (Progressing stroke)
Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang,
hanya saja waktu berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan
sampai 21 hari. Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya,
sehingga pada TIA diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien
saja, maka pada RIND ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau
menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam waktu 24 - 48 jam.

Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit)


akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3 - 4 hari.
d. Complete Stroke Non-Haemmorhagic
Completed Stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya
sudah menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologi yang muncul
bermacam-macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami
infark (Gofir, 2009).

2.2. Epidemiologi
Sejak lebih dari tiga dekade terakhir ini telah banyak yang dilakukan
dalam menelaah karakteristik epidemiologis dari stroke. Di Amerika dan negara
berkembang seperti Indonesia, CVD atau stroke berperan sebagai penyebab utama
dari disabilitas kronis dan penyebab kematian. Prevalensi di Amerika pada tahun
2005 adalah 2,6%. Prevalensi meningkat sesuai dengan kelompok usia yaitu 0,8%
pada kelompok usia 18-44 tahun, 2,7% pada kelompok usia 45-64 tahun, dan
8,1% pada kelompok usia 65 tahun atau lebih tua. Pria dan wanita mempunyai
prevalensi yang kurang lebih sama yaitu pria 2,7% dan wanita 2,5%.
(Satyanegara, 2010)

2.3. Patofisiologi
2.3.1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu15-20 detik dan kerusakan otah yang ireversibel terjadi setelah tujuh
sampai sepuluhmenit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi
energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia
dengan menekan pembuluh darah disekitarnya.
Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstra
sel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan
Cl- didalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga
meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca+2. Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor
dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah
dihilangkan.
Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area
iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni
daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri

serebri media yang sering terjadimenyebabkan kelemahan otot dan spastisitas


kontralaterla, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular,
hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,gangguan persepsi spasial,
apraksia dan hemineglect. Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis
dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan areamotorik
tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
danhubungan dari hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis
karena kerusakan dari systemlimbic. Penyumbatan pada arteri serebri posterior
menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual primer) dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akanterjadi kehilangan memori
(lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotisatau basilaris dapat
menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri mediadan anterior.
Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsulainterna
(hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan
padacabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan
defisitsensorik. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
ekstremitas(tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang
arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons dan
medullaoblongata 3,4,5.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :
a. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
b. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (taktus poramidal).
c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian
wajah ipsilateraldan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus
spinotalamikus).
d. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarius),singultus (formasio retikularis).
e. Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis)
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
(Sjahrir,2003) antara lain :
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas
dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut

Gambar 2. Hasil CT Scan stroke iskemik

Gambar 3. Pemeriksaan CT Perfusion mencitrakan area oranye, yaitu


daerah otak yang mengalami stroke iskemik
2.3.2. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan
pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan
patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis
fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.

Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan


rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah
kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya
membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan
semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuronneuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan
nekrosis (Caplan, 2000). Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh
darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation
(AVM).

2.4. Faktor Risiko


Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan identifikasi karakteristik
epidemiologinya yang dapat merupakan sebagai faktor risiko stroke. Faktor risiko
ini menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah mengalami stroke.
Faktor risiko ini dibedakan menjadi faktor risiko tak terkendali dan faktor risiko
terkendali.
2.4.1. Faktor Risiko Tak Terkendali
a Usia
Setelah berusia 55 tahun, resiko mengalami stroke menjadi berlipat
ganda. Beberapa peneliti membuktikan bahwa dua pertiga serangan
stroke terjadi pada usia diatas 65 tahun. Akan tetapi, tidak berarti bahwa
stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat
b

menyerang semua kelompok umur.


Jenis Kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak perempuan yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pada laki-laki sebesar1,25 lebih
tinggi daripada perempuan. Akan tetapi, serangan stroke pada laki-laki
terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidupnya juga
lebih tinggi. Dengan kata lain, walaupun perempuan lebih jarang
terkena stroke namun pada umumnya perempuan terserang stroke pada

usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggalnya lebih besar.


Keturunan

Terdapat dugaan bahwa stroke dengan keturunan saling berkaitan.


Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada pembuluh darah
(cadasil). Cadasil merupakan suatu cacat pada pembuluh darah yang
dimungkinkan sebagai faktor genetik yang paling berpengaruh. Selain
itu, gaya hidup dan pola makan dalam keluarga juga dapat mendukung
d

risiko stroke.
Ras dan Etnik
Ada perbedaan risiko stroke diantara kelompok ras dan etnik.
Timbulnya stroke yang menyebabkan kematian diantara orang AfroAmerika hampir dua kali lipat dibandingkan dengan orang Amerika
kulit putih. Pada usia antara 45-55 tahun tingkat kematian yang
disebabkan stroke pada orang Afro-Amerika mencapai 4 hingga 5 kali
lipat dibandingkan dengan pada orang Amerika kulit putih. Hal ini
karena orang Afro-Amerika juga cenderung terpengaruh penyakit
genetik, seperti diabetes dan anemia sel sabit yang lebih memungkinkan
terjadinya serangan stroke.

2.4.2. Faktor Risiko Terkendali


Sebenarnya terdapat beberapa faktor risiko yang dapat dikendalikan dengan
bantuan obat-obatan atau perubahan gaya hidup. Faktor risiko ini antara lain:
a Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki
risiko stroke 4-6 kali lipat dibandingkan dengan orang tanpa hipertensi
dan sekitar 40-90 % pasien stroke ternyata menderita hipertensi
sebelumnya. Secara medis, tekanan darah diatas 140-90 tergolong
b

dalam penyakit hipertensi.


Penyakit Jantung (Atrial Fibrilation)
Yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di
bilik kiri atas. Denyut jantung ini mencapai 4 kali lebih cepat
dibandingkan dengan di bagian-bagian jantung yang lainnya. Hal ini
menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil
terjadi pembentukan gumpalan darah. Kemudian gumpalan-gumpalan
ini dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang berusia

diatas 80 tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian


pada satu diantara empat kasus stroke. Penyakit jantung lainnya adalah
cacat pada bentuk katup jantung (mitral valve stenosis atau mitral valve
calcification), dan juga cacat pada bentuk otot jantung (patent foramen
ovale) atau lubang pada dinding jantung yang memisahkan kedua bilik
atas. Secara alami, gumpalan darah biasanya disaring dalam paru-paru,
tetapi karena berlubang dinding jantung dapat meloloskan gumpalan
darah itu sehingga tidak melalui paru-paru tetapi langsung menuju
c

pembuluh di otak sehingga menimbulkan stroke.


Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko 3 kali lipat terkena stroke dan
mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu risiko
tersebut akan menurun. Namun ada faktor penyebab lain yang dapat
memperbesar risiko stroke karena sekitar 40% penderita diabetes pada

umumnya juga menderita hipertensi.


Kadar Kolesterol Darah
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol tinggi berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan
pembuluh. Kadar kolesterol diatas 240 mg/dl sudah berbahaya dan
menyebabkan seseorang berisiko terkena penyakit jantung dan stroke.
Maka perlu adanya perbaikan tingkat kolesterol dengan menu makan
yang sehat dan olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko

aterosklerosis dan stroke.


Merokok
Perokok berat memiliki risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan.
Merokok dapat melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari
faktor risiko yang lain dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid
hemoragik hingga 3,5%. Sebenarnya, risiko stroke menurun dengan
sendirinya setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4
tahun setelah berhenti merokok. Merokok memicu produksi fibrinogen
(faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang
timbulnya aterosklerosis. Pada pasien perokok kerusakan yang
diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam
(endothelial) pada sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular)

biasanya sudah menjadi lemah. Hal ini menyebabkan kerusakan yang


f

lebih parah lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua.
Alkohol Berlebih
Konsumi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah sehingga
memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik.
Dalam sebuah penelitian menyimpulkan bahwa konsumsi alkohol
secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga
mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang mengarah ke

pendarahan otak serta memperbesar risiko stroke iskemik.


Obat-obatan Terlarang
Penggunaan obat-obat terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya
dapat menyebabkan stroke, disamping memicu faktor risiko yang lain
seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah.
Kokain juga menyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias) atau
mempercepat

denyut

jantung.

Masing-masing

tersebut

mampu

menimbulkan pembentukan gumpalan darah. Sedangkan marijuana


dapat mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor
risiko lain, seperti hipertensi dan merokok dapat menyebabkan tekanan
darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini pada akhirnya berpotensi
h

merusak pembuluh darah.


Cedera Kepala dan Leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan
pendarahan didalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama
seperti stroke hemoragik. Begitu juga cedera pada leher bila terkait
dengan robeknya tulang punggung atau pembuluh karotid merupakan
penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia
muda.

2.5. Etiologi
Menurut Adam dan Victor (2009) , penyebab kelainan pembuluh darah otak yang
dapat mengakibatkan stroke, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.

Trombosis aterosklerosis
Transient iskemik
Emboli
Perdarahan hipertensi
Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena

f.

Arteritis U
Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan meningitis
tuberkulosis, tipe infeksi yang lain (tipus, scistosomiasis, malaria,

mucormyosis)
Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous),
necrotizing arteritis. Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu

diseases, granuloma atau arteritis giant sel dari aorta.


g. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan wajah.
h. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor
pembekuan

darah,

polisitemia,

sickle

cell

disease,

trombotik

trombositopenia purpura, trombositosis, limpoma intravaskular.


i. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
j. Angiopati amiloid
k. Kerusakan aneuriisma aorta
l. Komplikasi angiografi

2.6. Gejala Klinis


2.6.1. Gejala Stroke Hemoragik
a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri
kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas.
Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat
emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%
terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi
setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di
leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik
dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig
untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka
telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf
otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus
pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar
gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
c. Gejala Perdarahan Subdural

Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala,


tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda
deficit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul bermingguminggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.
2.6.2. Gejala Stroke Iskemik
Gejala stroke Iskemik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)

bila gangguan terletak pada sisi dominan.


Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)

dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.


b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala

berputar (vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga

pasien sulit bicara (disatria).


Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi).

Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah


bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang

pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).


Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya

kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya

disebut Global alexia.


Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan

otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka

setelah terjadinya kerusakan otak.


Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah
tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan
gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan
tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat
dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita
tidak boleh melihat jarinya).

Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan


melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang
menyebabkan terjadinya gangguan bicara. viii.Amnesia adalah gangguan
mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke,

anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.


Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.

2.7. Diagnosis
2.7.1. Anemnesis Gejala dan Tanda
Keadaan klinis pasien, gejala dan riwayat perkembangan gejala dan defisit
yang terjadi merupakan hal yang penting dan dapat menuntun dokter untuk
menentukan kausa yang paling mungkin dari stroke pasien. Anemnesis sebaiknya
mencakup:
a. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada gejala awal
mengisyaratkan stroke embolus
b. Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya
c. Riwayat TIA
d. Faktor risiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok, dan
pemakaian alkohol
e. Pemakaian obat, terutama kokain
f. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.
Sebagai contoh, penghentian mendadak obat antihipertensi klonidin
(catapres) dapat menyebabkan rebound yang berat
2.7.2. Evaluasi Klinis Awal
Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap yang berfokus pada sistem
berikut:
a. Sistem pembuluh perifer. Lakukan auskultasi pada arteria karotis untuk
mencari adanya bising (bruit) dan periksa tekanan darah di kedua lengan
untuk diperbandingkan
b. Jantung. Perlu dilakukan pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai
dengan auskultasi jantung dan EKG 12-sadapan. Murmur dan distmia
merupakan hal yang harus dicari, karena pasien dengan fiblirasi atrium,

infark miokardium akut atau penyakit katup jantung dapat mengalami


embolus obstruktif
c. Retina. Periksa ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan retina,
kelainan diabetes
d. Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda-tanda
embolus perifer
e. Pemeriksaan neurologik. Sifat infactness diperlukan untuk mengetahui
letak dan luas suatu stroke
Kriteria
Perbedaan

Usia

Stroke Hemoragik
Parenchymato Subarachnoi
us
d
Hemorrhage
Hemorrhage
45-60 tahun
20-40 tahun

Tanda awal

Sakit kepala
menetap

Sakit kepala
sementara

Wajah

Hiperemi pada
wajah, injeksi
konjungtiva

Saat
timbulnya
penyakit

Mendadak,
kadang pada
saat melakukan
aktivitas dan
adanya tekanan
mental

Hiperemi
pada wajah,
tampak
blefarosipasm
e
Mendadak,
merasa ada
tiupan di
kepala

Gangguan
kesadaran

Penurunan
kesadaran
mendadak

Gangguan
kesadaran
yang
reversible

Sakit kepala

Kadang-

Kadang-

Stroke Iskemik
Trombosis of
Embolism of
cerebral
cerebral
vessels
vessels
50 tahun
Tidak
penting pada
sumber
emboli
Serangan TIA Tidak sakit
(iskemik
kepala
sementara)
Pucat
Pucat

Secara
perlahan,
sering pada
malam hari
atau
menjelang
pagi
Kecepatan
menurunnya
sesuai dengan
memberatnya
defisit
neurologis

Jarang

Mendadak

Sering pada
awal
kejadian atau
perubahan
yang terjadi
sesuai
dengan
beratnya
defisit
neurologis
Jarang

Motor
exitation
Muntah

kadang
Kadangkadang
70-80%

kadang
Kadangkadang
>50%

Pernapasan
(breathing)

Irreguler,
mengorok

Nadi (pulse)

Tegang,
bradikardia
lebih sering
daripada
takikardia
Batas jantung
mengalami
dilatasi,
tekanan aorta
terdengar pada
bunyi jantung
II
Hipertensi
arteri

Kadang
CheyneStokes
Kemungkinan
bronchorrea
Kecepatan
nadi 80100x/menit

Jarang terjadi
gangguan
pada kasus
proses
hemisfer
Mungkin
cepat dan
halus

Patologi
jantung
jarang

Lebih sering
kardiosklerosi
s, tanda
hipertonik
jantung

Alat jantung,
endokarditis,
aritmia
kardiak

Jarang
meningkat
(mungkin
menetap tak
berubah)
Bisa tidak
ada. Jarang
pada lutut

Bervariasi

Bervariasi

Hemiparesis
lebih
prominen
pada salah
satu
ekstremitas
bisa mengarah
ke hemiplegia

Kadangkadang
mengarah ke
bilateral

Unilateral

Hemiparesis,
kelemahan di
salah satu
ekstremitas
lebih tampak
daripada
yang lainnya.
Kadangkadang
mengarah ke
hemiplegia
Unilateral

Jantung
(heart)

Tekanan
darah (blood
pressure)

Paresis atau
plegia
ekstremitas

Hemiplegia
dengan
aktivitas
berlebih,
ekstensi
abnormal

Tanda
patologi

Kadangkadang
bilateral,
tampak lesi

Jarang

Jarang

Jarang 2-5%

Kadangkadang (2530%)
Jarang terjadi
gangguan
pada kasus
proses
hemisfer
Bergantung
pada etiologi
penyakit
jantung

Rata-rata
perkembanga
n penyakit
Serangan
Tanda awal
iritasi
meningeal
Pergerakan
mata
Cairan
serebrospinal

Fundus mata

Echo-EG

pada salah satu


sisi serebral
Cepat

Cepat

Secara
perlahan

Jarang
Kadangkadang

30%
Jarang
Hampir selalu jarang

Kadangkadang
Berdarah atau
xanthocromic
dengan
peningkatan
tekanan
Kadangkadang
perdarahan dan
perubahan
pembuluh
darah

Kadangkadang
Kadangkadang
perdarahan

Kadangkadang
Tidak
berwarna dan
jernih

Jarang
perdarahan

Perubahan
sklerotik
pembuluh
darah

Terdapat tanda
pergantian Mecho dan
hematoma

Tidak
terdapat tanda
pergantian
M-echo di
edema otak
dan hipertensi
intrakranial

Tidak terdapat
tanda
pergantian Mecho atau
kemungkinan
pergantian
hingga 2 mm
keutuhan
hemisfer pada
hari pertama
serangan
stroke

Cepat

Jarang
Jarang pada
gejala awal
penyakit
Jarang
Tidak
berwarna dan
jernih

Perbedaan
perubahan
pembuluh
darah
(ateroskelrosi
s dan
vaskulitis)
Tidak
terdapat
tanda
pergantian
M-echo atau
kemungkinan
pergantian
hingga 2 mm
keutuhan
hemisfer
pada hari
pertama
serangan
stroke

2.8. Penatalaksanaan dan Perawatan


2.8.1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan
jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan
cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam
H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.
2.8.2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik
Terapi umum
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan
jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya;
jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari
cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi

per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan


gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksisampai batas
gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <
60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.

Terapi khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam

(jika didapatkan afasia).


b. Stroke hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma

>30

mL,

perdarahan

intraventrikuler

dengan

hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.


Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik
>120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit)
sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg
per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik,
tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat,

atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah

dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.


Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk
dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus
akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan
VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma

atau

malformasi

arteri-vena

(arteriovenous

malformation, AVM).
2.8.3. Stadium subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke
di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
a. Terapi fase subakut
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
Penatalaksanaan komplikasi,
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,

terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,


Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning

2.9. Pengobatan
2.9.1. Pengobatan Stroke Darurat
Jenis stroke ischemic adalah jenis stroke dimana aliran darah ke otak
tersumbat oleh gumpalan darah atau timbunan lemak yang disebut plak dilapisan
pembuluh darah. pengobatan darurat berfokus pada obat untuk melancarkan aliran
darah. Sebuah obat penghilang bekuan darah sangat efektif melarutkan gumpalan

dan meminimalkan kerusakan jangka panjang, tetapi harus diberikan dalam waktu
tiga jam setelah timbulnya gejala.
Hemorrhagic stroke lebih sulit untuk diobati. Pengobatan biasanya
melibatkan usaha untuk mengontrol tekanan darah tinggi, perdarahan, dan
pembengkakan otak.
2.9.2. Pengobatan Stroke: Terapi Bicara
Rehabilitasi adalah pusat dari proses pemulihan stroke. Ini membantu
pasien mendapatkan kembali kehilangan keterampilan dan belajar untuk
mengkompensasi kerusakan yang tidak dapat dikembalikan. Tujuannya adalah
untuk membantu memulihkan independensinya semaksimal mungkin. Bagi orang
yang memiliki kesulitan berbicara, berbicara dan terapi bahasaadalah penting.
Seorang terapis bicara juga dapat membantu pasien yang mengalamikesulitan
menelan.
2.9.3. Pengobatan Stroke: Terapi Fisik
Kelemahan otot, serta masalah keseimbangan,adalah sangat umum setelah
stroke. Hal ini dapat dibantu dengan berjalan dan aktivitas sehari-hari lainnya.
Terapi fisik adalah cara yg efektif untuk mendapatkan kembali kekuatan,
keseimbangan, dan koordinasi. Untuk keterampilan motorik halus, seperti
menggunakan pisau dan garpu, menulis, dan mengancingkan baju, terapi yang
berhubungan dengan aktivitas pekerjaan dapat
membantu.
2.9.4. Pengobatan Stroke: Terapi Bicara (talk)
Umum bagi penderita stroke dan orang yang mereka cintai mengalami
berbagai emosi yangintens, seperti takut, marah, cemas, dan kesedihan. Seorang
psikolog atau konselor kesehatan mental dapat memberikan strategi untuk
menghadapi emosi tersebut. Seorang terapis juga dapat memperhatikan tandatanda depresi, yang sering menyerang orang-orang yang pulih dari stroke.
2.9.5. Pencegahan Stroke: Gaya Hidup
Orang-orang yang telah mengalami stroke dapat mengambil langkah-langkah
untuk mencegah terjadinya kembali:
a. Berhenti merokok.
b. Latihan dan menjaga berat badan yang sehat.

c. Batasi alkohol dan konsumsi garam.


d. Makan makanan yang sehat dengan sayuran, ikan, dan biji-bijian.
2.9.6. Pencegahan Stroke: Obat-obatan
Untuk orang dengan risiko tinggi stroke, dokter sering merekomendasikan
obat untuk menurunkan resiko ini. Obat anti-platelet, termasuk aspirin, menjaga
butir dalam darah dari saling menempel dan membentuk gumpalan. Obat antipembekuan, seperti warfarin, mungkin diperlukan untuk membantu mencegah
stroke pada beberapa pasien. Pada akhirnya, jika Anda memiliki tekanan darah
tinggi, dokter akan memberikan resep obat untuk menurunkan itu.
2.9.7. Pencegahan Stroke: Operasi
Dalam beberapa kasus, hasil stroke dari arteri (pembuluh nadi) karotid
yang menyempit pembuluh darah yang menuju setiap sisi leher untuk membawa
darah ke otak. Orang-orang yang telah mengalami stroke ringan atau TIA karena
masalah ini mungkin mendapat manfaat dari operasi yang dikenal sebagai
endarterektomi karotid. Prosedur ini menghilangkan plak dari lapisan arteri
karotid dan dapat mencegah stroke selanjutnya.

2.10. Pencegahan
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya
yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
2.10.1. Pencegahan primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit
stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.

2.10.2. Pencegahan primer


Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi
atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit
vaskular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak
sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan
junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan
gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara
teratur.
2.10.3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.
Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke
tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut,
kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi
obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi
obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan
mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan
dan kurang gerak.

2.10.4. Pencegahan tertier


Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke
agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan
peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang
pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan
dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri,
berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur.
Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau
OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air.
Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman
dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung,
tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami
akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani
proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi
mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi
klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita
stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya
hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu,
petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas
lokal dan badan-badan bantuan sosial.

BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Definisi stroke adalah disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark
serebral, spinal maupun retina. Definisi infark pada susunan saraf pusat
berdasarkan temuan neurologis, imajing atau bukti obyektif lain atau adanya bukti
klinis yang membuktikan adanya iskemik fokal dari serebral, spinal maupun
retina. Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik.
Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling serius dalam kehidupan
modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahunnya, bukan
hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-orang muda pada
usia produktif. Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih
belum memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan
kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya
pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus
disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan
komunitas dalam masyarakat.

3.2. Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah
di kalangan kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang
harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan
teratur. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang
penyakit

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Bustan, D. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Cetakan Kedua. Jakarta:
Rineka Cipta.
Cahyono, J.B. Suharjo B.2008. Gaya Hidup Dan Penyakit Modern. Yogyakarta :
kanisius.
http://repository.wima.ac.id/3139/3/Bab%202.pdf (diakses 3 Oktober 2016)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter%20II.pdf
(diakses 3 Oktober 2016)
http://www.kalbemed.com/portals/6/1_05_185strokegejalapenatalaksanaan.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter%20II.pdf
http://www.medicinenet.com/stroke_pictures_slideshow/article.htm
(Diakses tanggal 7 Oktober 2016)
http://repository.wima.ac.id/3139/3/Bab%202.pdf (Diakses tanggal 7 Oktober
2016)
http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/35347/Chapter
%20ll.pdf?sequence=4. (diakses 3 oktober 2016)
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in
Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271.

S, Wiwit. (2010). Stroke & Penanganannya: Memahami, Mencegah, &


Mengobati Stroke. Yogyakarta: Katahati.

Sustrani, L., Alam, S., & Hadibroto, I. (2006). Stroke. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai